Hakim Ad Hoc;
Hakim Karier;
Hakim Nonkarier.
Hakim Ad Hoc
Hakim ad hoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan
pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu
perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang. (Pasal 1 angka
6 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (“UU 49/2009”))
Syarat Hakim Karier (Pasal 7 huruf a Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung):
1. warga negara Indonesia;
2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang
mempunyai keahlian di bidang hukum;
4. berusia sekurang-kurangnya 45 tahun;
5. mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;
6. berpengalaman paling sedikit 20 tahun menjadi hakim, termasuk pernah menjadi hakim
tinggi; dan
7. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode
etik dan/atau pedoman perilaku hakim.
Hakim Nonkarier
Hakim Nonkarier adalah hakim agung yang berasal dari luar lingkungan badan
peradilan.
Kewenangan:
1) Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh semua pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di
bawah Mahkamah Agung;
2) Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi;
3) Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang;
4) Memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi.
Mahkamah Konstitusi
Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya
bersifat final untuk:
1) Menguji undang-undang terhadap UUD 1945;
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945;
3) Memutus pembubaran partai politik;
4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Mahkamah Konstitusi memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran
hukum:
1) Penghianatan terhadap negara;
2) Korupsi;
3) Penyuapan;
4) Tindak pidana berat lainnya; atau
5) Perbuatan tercela; dan/atau
6) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Peradilan Umum
Peradilan Umum: Pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan
pada umumnya.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum
Pelaksana Kekuasaan Kehakiman Peradilan Umum
1) Pengadilan Negeri
Pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa dan memverifikasi hasil
penyelidikan polri; memutuskan dan menyelesaikan perkara perselisilahan
antara tergugat dengan pengugat kasus perdata atau pidana bagi masyarakat
pencari keadilan; lembaga instansi resmi yang melaksanakan sistem peradilan
di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu
kota kabupaten atau kota.
Tujuan: untuk mewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera,
aman, tenteram serta tertib yang dapat menjamin kedudukan warga masyarakat
dalam hukum dan menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta
selaras antara aparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat.
Tujuan:
1) Menerima, Memeriksa, Memutus dan Menyelesaikan Sengketa Tata Usaha
Negara (TUN) Pada Pengadilan Tata Usaha Negara, dengan Berpedoman
Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung
jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara dan Ketentuan dan Ketenuan Peraturan Perundang-undangan Lain;
2) Meneruskan Sengketa-Sengketa Tata Usaha Negara (TUN) Ke Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PTTUN) yang Berwenang;
3) Peningkatan Kualitas dan Profesionalisme Hakim Pada Pengadilan Tata
Usaha Negara), Guna Tercipta dan Dilahirkannya Putusan-Putusan yang
Dapat Dipertanggung jawabkan Menurut Hukum dan Keadilan, Serta
Memenuhi Harapan Para Pencari Keadilan (Justiciabelen);
5) Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Lembaga Peradilan
Guna Meningkatan dan Memantapkan Martabat dan Wibawa Aparatur dan
Lembaga Peradilan, Sebagai Benteng Terakhir Tegaknya Hukum dan
Keadilan, Sesuai Tuntutan Undang-Undang Dasar 1945;
6) Memantapkan Pemahaman dan Pelaksanaan Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kepaniteraan Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai Keputusan Ketua
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor KMA/012/SK/III/1993,
tanggal 5 Maret 1993 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara (PT.TUN);
7) Membina Calon Hakim Dengan Memberikan Bekal Pengetahuan Di
Bidang Hukum dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN)
Agar Menjadi Hakim yang Profesional.
Fungsi:
1) Melakukan Pembinaan Pejabat Struktural dan Fungsional Serta Pegawai
Lainnya, Baik Menyangkut Administrasi, Teknis, Yustisial Maupun
Administrasi Umum;
2) Melakukan Pengawasan atas Pelaksanaan Tugas dan Tingkah Laku Hakim
dan Pegawai Lainnya;
3) Menyelenggarakan Sebagian Kekuasaan Negara Dibidang Kehakiman.
Peradilan Militer
Peradilan Militer: lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang
melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan yang
berkaitan dengan tindak pidana yang dilakukan oleh militer.