DiSusun Oleh:
NAMA : Ahmad Ferdiyana
KELAS : 3A
PRODI : Ilmu Administrasi Negara
MATA KULIAH : HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
DOSEN : H.YUSMEDI YUSUF, SH.,M.Si.
2. Pemberhentian
A. Hakim konstitusi diberhentikan dengan hormat apabila:
1) Meninggal dunia;
2) Mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan
kepada Ketua Mahkamah Konstitusi;
3) Telah berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun;
4) Telah berakhir masa jabatannya; atau
5) sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus yang dibuktikan
dengan surat keterangan dokter.
B. Hakim konstitusi diberhentikan dengan tidak hormat apabila:
1) Dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
2) Melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara
5 (lima) tahun atau lebih; Melakukan perbuatan tercela;
3) Tidak menghadiri persidangan yang menjadi tugas dan
kewajibannya selama 5 (lima) kali berturut-turut tanpa alasan
yang sah;
4) Melanggar sumpah atau janji jabatan;
5) Dengan sengaja menghambat Mahkamah Konstitusi memberi
putusan dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B
ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
6) Melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
atau
7) Tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi.
Wewenang dan kewajiban Mahkamah Konstitusi
Di dalam Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar RI 1945 jo. Undang
Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi disebutkan bahwa
kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah:
1. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum.
2. Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan.atau
Wakil presiden menurut Undang-undang Dasar.
3. Memutus pembubaran partai politik, dan
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum