Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp.

7 - 16
ISSN 2303 – 1093

Uji In-Vitro Wafer Ransum Komplit dengan


Bahan Perekat yang Berbeda

S. Sandi1*, A. I. M. Ali1, & A. A. Akbar1


1
Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Unsri
*
Koresponden Email: sofiasandi_nasir@yahoo.com

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kecernaan secara in vitro wafer ransum komplit
dengan menggunakan bahan perekat yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Nutrisi
dan Makanan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya pada
bulan November - Desember tahun 2014. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 4 ulangan yang terdiri dari
RK (ransum komplit + karagenan 2%), RG (ransum komplit + gaplek 5%), RO (ransum komplit +
onggok 4%) dan RT (ransum komplit + tapioka 5%). Parameter yang diamati adalah Koefisien
cerna Bahan Kering, Koefisien cerna Bahan Organik, Konsentrasi N-NH3, dan Konsentrasi VFA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa wafer ransum komplit dengan bahan perekat yang berbeda
berpengaruh sangat nyata(P<0,01) terhadap Koefisien cerna Bahan Kering, Koefisien cerna Bahan
Organik, Konsentrasi N-NH3, dan Konsentrasi VFA. Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa uji
in-vitro wafer ransum komplit dengan bahan perekat tapioka mampu meningkatkan Kecernaan
Bahan kering (KcBK) sebesar 5,28%, Kecernaan Bahan Organik (KcBO) 3,48% dan konsentrasi
Asam Lemak Terbang (VFA) 9,902 mM, dan N-NH3 1,2 mM secara in-vitro.

Kata kunci: Wafer ransum komplit, in-vitro, bahan perekat yang berbeda, kualitas nutrisi
_______________________________________________________________________________

PENDAHULUAN memudahkan penyimpanan serta dapat


Ransum komplit yang baik memiliki disimpan dalam waktu relatif lama yaitu dibuat
sifat palatabel atau disukai ternak, tidak mudah dalam bentuk wafer. Wafer ransum komplit
rusak selama penyimpanan, kandungan nutrisi merupakan suatu bentuk pakan yang memiliki
yang baik, mudah dicerna, menghasilkan bentuk fisik kompak dan ringkas sehingga
pertambahan bobot badan yang tinggi dan diharapkan dapat memudahkan dalam
harga terjangkau. Kendala bagi peternak dalam penanganan dan transportasi, disamping itu
penyediaan pakan terutama hijauan pakan memiliki kandungan nutrisi yang lengkap, dan
diantaranya yaitu keterbatasan jumlah sumber menggunakan teknologi yang relatif sederhana
pakan, jarak antara sumber pakan dan sehingga mudah diterapkan. Bahan baku yang
peternakan sehingga menyulitkan transportasi, digunakan terdiri dari sumber serat yaitu
kualitas nutrisi rendah, musim kemarau dan hijauan dan konsentrat dengan komposisi yang
pakan yang bersifat kamba. Salah satu disusun berdasarkan kebutuhan nutrisi ternak
teknologi yang dapat diterapkan dalam upaya dan dalam proses pembuatannya mengalami
meningkatkan kualitas mutu pakan, pemadatan dengan tekanan 12 kg/cm2 dan

7
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 2, 2015, pp. 7 - 16 Sandi, dkk.

pemanasan pada suhu 120°C selama 10 menit membuat gaplek berpotensi untuk digunakan
(Noviagama, 2002). sebagai bahan pakan untuk ternak (Hartadi et
Bahan perekat digunakan untuk al., 2005)
mengikat komponen-komponen bahan pakan Onggok merupakan hasil sampingan
agar mempunyai struktur yang kompak industri tapioka yang berbentuk padat.
sehingga tidak mudah hancur dan mudah Komponen penting yang terdapat pada onggok
dibentuk pada proses pembuatannya. Bahan adalah pati dan serat kasar. Kandungan pati
perekat sintetis yang biasa digunakan dalam onggok adalah sekitar 69,9%, sehingga dengan
pembuatan pakan ternak di Industri Makanan kandungan patinya yang tinggi dan banyak
Ternak antara lain Carboksil Metil Cellulosa tersedia onggok sangat potensial untuk
(CMC) yang harganya mahal sehingga akan dijadikan sebagai bahan perekat (Retnani et
meningkatkan harga dari pellet itu sendiri, al., 2010). Retnani (2010) menyatakan bahwa
untuk itu perlu dicari bahan perekat alternatif penambahan onggok sebanyak 4% dengan
untuk menggantikan bahan-bahan perekat penyemprotan 5% air sudah dapat dikatakan
tersebut yang berharga murah, ketersediaannya mempunyai sifat fisik terbaik.
banyak, mempunyai daya rekat yang tinggi, Tapioka merupakan bahan alternatif
dapat bersatu dengan bahan-bahan ransum yang dapat digunakan sebagai bahan perekat.
lainnya dan tidak mengandung racun. Bahan Tapioka mengandung karbohidrat sebesar
perekat yang digunakan pada penelitian ini 86,9%. Bahan dengan kandungan karbohidrat
yaitu karagenan, gaplek, onggok, dan tapioka. yang cukup tinggi dapat dijadikan sebagai
Karagenan merupakan senyawa bahan perekat. Karbohidrat dalam pakan
polisakarida linear yang banyak digunakan berfungsi sebagai perekat dan memperkuat
dalam industri panganan sebagai pembentuk ikatan partikel penyusun pakan (Hartadi et al.,
gel, pengemulsi, dan penstabil (Tuvikene et 2005). Hasil penelitian menunjukkan
al., 2006). Karagenan tidak mempunyai nilai penggunaan tepung tapioka 5% dalam ransum
nutrisi dan digunakan pada makanan sebagai menghasilkan sifat fisik terbaik dibandingkan
bahan pengental, pengenyal alami, pembuatan dengan tepung gaplek 5% (Syamsu et al.,
gel, dan emulsifikasi. Hasil penelitian 2007). Oleh sebab itu perlu dilakukan
menunjukan bahwa penambahan bahan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan
perekat karagenan dengan taraf 2% dapat bahan perekat yang dapat mempengaruhi nilai
meningkatkan kualitas fisik wafer ransum kecernaan secara in-vitro wafer ransum
komplit (Nuprianto et al., 2014). komplit dengan bahan perekat yang berbeda.
Gaplek (cassava chip flour) adalah salah
satu hasil pengolahan umbi kayu yang dibuat MATERI DAN METODE
dengan mengupas, mengiris dan mengeringkan Penelitian ini dilaksanakan di
ubi kayu. Pengeringan dapat dilakukan Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak
dengan sinar matahari (penjemuran) atau Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
pengeringan buatan. Gaplek mengandung selama 2 bulan.
karbohidrat sebesar 82,56%, sehingga

8
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 2, 2015, pp. 7 - 16 Sandi, dkk.

Alat larutan H2SO4 0,005 N, larutan NaOH 0,5 N,


Dalam penelitian ini peralatan yang gas CO2, asam borat berindikator (BB), dan
digunakan terdiri dari alat-alat Laboratorium aquades.
yang biasa digunakan seperti : timbangan,
neraca analitik, cawan Conway, gelas ukur, Rancangan penelitian
Erlenmeyer, desikator, corong, oven, Beaker Rancangan penelitian yang digunakan
Glass, spatula, kain kasa, tabung fermentor, adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan
Sentrifuge, kertas saring, tanur, termos air, 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan tersebut
Water Shaker Bath, dan thermometer. dilihat berdasarkan bahan perekat yang
digunakan pada pembuatan wafer yaitu :
Bahan RK = (wafer ransum komplit + 2% karagenan)
Bahan–bahan yang digunakan dalam RG = (wafer ransum komplit + 5% gaplek)
penelitian ini diantaranya adalah wafer ransum RO = (wafer ransum komplit + 4% onggok)
komplit, cairan rumen sapi dengan suhu 39˚C, RT = (wafer ransum komplit + 5% tapioka)
larutan Pepsin-HCl 0,2%, larutan
Mc.Dougall’s, larutan HCl jenuh 0,5 N,
larutan HgCl2 jenuh, larutan Na2CO3 jenuh,

Tabel 1. Susunan bahan pakan dan formulasi wafer ransum komplit


Bahan pakan RK (%) RG (%) RO (%) RT (%)
Rumput kumpai 20 20 20 20
Dedak 29 29 29 29
Ampas tahu 25 25 25 25
Tepung jagung 24 24 24 24
Premix 0,9 0,9 0,9 0,9
Urea 0,6 0,6 0,6 0,6
Garam 0,5 0,5 0,5 0,5
Jumlah 100 100 100 100
Karagenan 2 - - -
Gaplek - 5 - -
Ong gok - - 4 -
Tapioka - - - 5
Keterangan: RK = (wafer ransum komplit + 2% karagenan); RG = (wafer ransum komplit + 5% tepung Gaplek);
RO = (wafer ransum komplit + 4% onggok); RT = (wafer ransum komplit + 5% Tapioka)

Tabel 2. komposisi nutrisi wafer dengan bahan perekat yang berbeda


Perlakuan BK (%) BO (%) PK (%) LK (%) SK (%) TDN (%)
RK 87,28 79,84 13,08 9,02 16,86 72,64
RG 91,63 84,06 13,20 9,06 17,31 76,31
RO 90,88 83,32 13,19 9,05 17,19 75,74
RT 91,9 84,33 13,23 9,06 17,32 76,61
Keterangan: RK = (wafer ransum komplit + 2% karagenan); RG = (wafer ransum komplit + 5% Gaplek);
RO = (wafer ransum komplit + 4% onggok); RT = (wafer ransum komplit + 5% Tapioka)

9
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 2, 2015, pp. 7 - 16 Sandi, dkk.

Metode dimasukkan ke dalam water shaker bath


Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari dengan suhu 39oC, tabung dikocok dengan
dua tahap yaitu : (1) tahap pembuatan wafer dialiri CO2 selama 30 detik, cek pH (6,5 - 6,9)
dan uji kualitas fisik wafer. Rumput kumpai dan kemudian ditutup dengan karet
di cacah 1-2 cm, lalu di jemur hingga kering berventilasi, dan difermentasi selama 24 jam.
selama 2-3 hari sehingga kadar airnya Buka tutup karet fermentor, teteskan 2 - 3 tetes
berkurang, setelah kering lalu cacahan rumput HgCl2 untuk membunuh mikroba. Masukkan
kumpai dicampur dengan dedak, ampas tahu, tabung fermentor dalam centrifuge, lakukan
premix, garam, urea, dan bahan perekat yang dengan kecepatan 4.000 rpm selama 10 menit.
sudah disediakan, lalu diaduk di dalam suatu Substrat akan terpisah menjadi endapan
wadah hingga menjadi homogen. Campuran dibagian bawah dan supernatan yang bening
bahan yang sudah dihomogenkan, lalu dikukus dibagian atas. Ambil supernatan untuk analisa
selama 30 menit hingga adonan menjadi (N-NH3 dan VFA) dan substrat yang tersisa
sedikit berair dan dapat dibentuk menjadi digunakan untuk analisa kecernaan BK dan
wafer. Ambil adonan dari dalam wadah untuk BO pada tahap berikutnya.
dicetak dengan menggunakan mesin pencetak
(mall) yang telah disiapkan. Setelah adonan Pengukuran KcBK dan KcBO
selesai dicetak, susun wafer yang telah dicetak Percobaan ditentukan dengan metode
ke dalam wadah untuk kemudian dijemur di Tilley dan Terry (1963). Sebanyak 1 gram
bawah sinar matahari selama 30 menit. sampel dimasukkan dalam tabung fermentor
Kemudian wafer dibawa ke laboratorium ditambah dengan larutan saliva buatan (Mc
untuk dilakukan pengovenan dengan suhu Dougall) sebanyak 12 ml pada suhu 39oC
60ºC selama 24 jam. Setelah wafer kering dengan pH 6,5 - 6,9 dan cairan rumen 8 ml.
dilanjutkan dengan tahap (2) yaitu : analisis uji Kemudian diinkubasikan secara anaerob
in-vitro di laboratorium nutrisi dan makan selama 24 jam dalam shakerbath. Setelah 24
ternak. jam tutup tabung fermentor dibuka dan
ditambahkan larutan HgCl2 jenuh sebanyak 0,2
Peubah yang diamati ml untuk mematikan mikroba. Tabung
Peubah yang diamati dalam penelitian disentrifuse dengan kecepatan 10.000 rpm
ini adalah pengukuran Kecernaan Bahan selama 10 menit. Inkubasi secara anaerob
Kering, Kecernaan Bahan Organik, selama 24 jam. Endapan disaring dengan
Konsentrasi N-NH3, dan Konsentrasi VFA kertas saring Whatman no. 41. Kadar bahan
secara in-vitro. kering dan bahan organiknya dianalisis.
Sebagai blanko digunakan cairan rumen tanpa
Uji Kecernaan In-vitro perlakuan. Pengukuran KCBK dan KCBO
Tabung fermentor yang telah diisi 1 dapat dihitung dengan persamaan:
gram sampel ditambahkan 8 ml cairan rumen
dan 12 ml larutan McDougall. Tabung

10
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 2, 2015, pp. 7 - 16 Sandi, dkk.

 BS x BK - (BR x BK - BL)  Pengukuran Konsentrasi VFA


KcBK (%)    100% 
 BK Sampel  Analisis VFA dilakukan dengan
menggunakan metode Destilasi Uap (Steam
 BS x BO - (BR x BO - BL)  Destilation) (General Laboratory Procedure,
KcBO (%)    100% 
 BO Sampel  1966). Supernatan diambil sebanyak 5 ml
kemudian dimasukkan ke dalam tabung
Keterangan: destilasi yang dipanaskan dengan uap air.
KcBK = kecernaan bahan kering Supernatan ditambahkan 1 ml H2SO4 15% lalu
KcBO = kecernaan bahan organik tabung ditutup dengan rapat. Uap panas akan
BS = berat sampel (gr)
BK = bahan kering (gr) mendorong VFA melewati tabung pendingin
BO = bahan organik (gr) terkondensasi dan ditampung dengan
BR = berat residu (gr) Erlenmeyer yang berisi NaOH 0,5 N sebanyak
BL = blanko (gr)
5 ml sampai mencapai volume sekitar 300 ml
kemudian ditambahkan indikator
Pengukuran Konsentrasi N-NH3
Phenolptalein sebanyak dua tetes lalu dititrasi
Pengukuran konsentrasi NH3 digunakan dengan HCl 0,5 N. Titrasi berakhir saat awal
teknik mikrodifusi Conway (General perubahan warna dari merah menjadi bening.
Laboratory Procedures, 1966). Bibir cawan Larutan blanko dibuat dengan menggunakan
Conway diolesi dengan vaselin. Supernatan NaOH 0,5 N sebanyak 5 ml yang telah diberi
diambil sebanyak 1 ml kemudian diletakkan di indikator PP sebanyak 2 tetes kemudian
kiri sekat cawan Conway dan larutan Na2CO3 dititrasi dengan menggunakan HCl 0,5 N.
jenuh diambil sebanyak 1 ml lalu diletakkan di Konsentrasi VFA dapat dihitung dengan
kanan sekat. Cawan kecil di bagian tengah rumus :
diisi dengan asam borat berindikator merah
(TBL - TS) x N HCl x 1000/5mM
metil dan brom kresol hijau sebanyak 1 ml. VFA total
Berat Sampel x % BK Sampel
Cawan Conway ditutup rapat kemudian
digoyang-goyangkan membentuk angka 8 agar
Keterangan:
supernatan bercampur dengan Na2CO3 lalu
didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar. TBL = titran blanko
TS = titran sampel
Amonia yang terikat oleh asam borat dititrasi BK = bahan kering
dengan H2SO4 0,005 N sampai warna berubah
menjadi kemerahan. Konsentrasi NH3 dapat Analisis Data
dihitung dengan rumus : Data yang diperoleh dianalisa sidik
ragam dan jika ada perbedaan antara perlakuan
 ml H2SO4 x NH2SO4 x1000  diuji lanjut Duncan’s Multi Range Test (Steel
NH3 (mM)   
 Berat Sampel x % BK Sampel  and Torrie, 1994).

11
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 2, 2015, pp. 7 - 16 Sandi, dkk.

HASIL DAN PEMBAHASAN lewat feses. Sebagian besar bahan organik


Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan merupakan komponen bahan kering (Tillman
Organik et al., 1998). Rataan koefisien cerna bahan
Tingkat kecernaan nutrisi pakan dapat kering dan bahan organik secara in-vitro yang
menentukan kualitas dari ransum tersebut, dihasilkan dari wafer ransum komplit dengan
karena bagian yang dicerna dihitung dari bahan perekat yang berbeda pada masing-
selisih antara kandungan nutrisi dalam ransum masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
yang dikonsumsi dengan nutrisi yang keluar

Tabel 3. Koefisien cerna bahan kering (KcBK), koefisien cerna bahan organik(KcBO), konsentrasi
N-NH3 dan konsentrasi VFA
Parameter
Perlakuan
KcBK (%) KcBO (%) NH3 (mM) VFA (mM)
RK 63,07 a ± 0,69 59,66 a ± 0,99 6,6 a ± 0,14 102,762 a ± 1,05
RG 67,44 c ± 0,23 63,05 c ± 1,03 7,5 c ± 0,26 109,732 c ± 0,53
RO 65,41 b ± 0,64 60,89 ab ± 0,49 7 ab ± 0,19 105,628 b ± 1,29
RT 68,35 c ± 0,14 63,14 c ± 0,48 7,8 c ± 0,07 112,664 c ± 1,40
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan berbeda sangat nyata (P<0,01)
Keterangan: RK = (wafer ransum komplit + 2% karagenan); RG = (wafer ransum komplit + 5% Gaplek);
RO = (wafer ransum komplit + 4% onggok), RT = (wafer ransum komplit + 5% Tapioka)

Hasil analisis keragaman menunjukkan rumen, sehingga kemampuan bakteri rumen


bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata dalam mendegradasi komponen bahan kering
(P<0,01) terhadap nilai koefisien cerna bahan untuk dijadikan sebagai sumber energi bagi
kering. Pemberian wafer ransum komplit ternak menjadi optimal. Tapioka mengandung
dengan bahan perekat yang berbeda karbohidrat sebesar 86,9%, sehingga dengan
memberikan pengaruh yang sangat nyata penggunaan tapioka sebagai bahan perekat
terhadap Koefisien cerna Bahan Kering dan wafer ransum komplit mampu meningkatkan
Bahan Organik. Rataan nilai KcBK pada nilai koefisien cerna bahan kering. Pada
penelitian ini berkisar antara 63,07% - perlakuan RO (wafer ransum komplit + 4%
68,35%, sedangkan rataan nilai KcBO berkisar onggok) dan juga RG (wafer ransum komplit +
antara 59,66% - 63,14%. 5% gaplek) nilai KcBK lebih kecil daripada
Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa nilai perlakuan RT dikarenakan kandungan pati
KcBK tertinggi terdapat pada perlakuan RT onggok adalah sekitar 69,9%, dan kandungan
(wafer ransum komplit + 5% tapioka) sebesar pati pada gaplek sekitar 82,56% (Retnani et
68,35% hal ini disebabkan oleh tingginya al., 2010) sehingga pertumbuhan bakteri di
kandungan karbohidrat yang terdapat dalam dalam rumen belum tercukupi secara optimal,
tapioka yang dapat mencukupi untuk sedangkan pada perlakuan RK (wafer ransum
membantu proses pertumbuhan bakteri dan komplit + 2% karagenan) nilai KcBK hanya
meningkatkan performa bakteri di dalam sebatas 63,07%, hal ini disebabkan karena di

12
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 2, 2015, pp. 7 - 16 Sandi, dkk.

dalam karagenan tidak terdapat nilai nutrisi Konsentrasi N-amonia (N-NH3) dan VFA
yang berfungsi untuk meningkatkan kecernaan Berdasarkan hasil analisis keragaman
secara in-vitro wafer ransum komplit. menunjukkan bahwa uji in-vitro wafer ransum
Sehingga karagenan murni hanya digunakan komplit dengan bahan perekat yang berbeda
sebagai bahan perekat di dalam pembuatan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap
wafer ransum komplit. Sesuai dengan konsentrasi N-amonia (N-NH3) dan VFA.
pendapat Sutardi (2001) yang menyatakan Rataan konsentrasi N-amonia (N-NH3) pada
bahwa kecernaan pakan tergantung pada masing-masing perlakuan berkisar antara 6,6
aktifitas mikroorganisme rumen karena mM - 7,8 mM, sedangkan rataan nilai
mikroorganisme rumen berperan dalam proses konsentrasi VFA berkisar antara 102,762 mM
fermentasi, sedangkan aktivitas – 112,664 mM. Rataan konsentrasi N-amonia
mikroorganisme rumen itu sendiri dipengaruhi (N-NH3) dan VFA secara in-vitro yang
oleh zat-zat makanan yang terdapat dalam dihasilkan dari wafer ransum komplit dengan
bahan pakan. bahan perekat yang berbeda pada masing-
Nilai Koefisien cerna Bahan Organik masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.
(KcBO) tertinggi pada penelitian ini terdapat Hasil analisis keragaman menunjukkan
pada perlakuan RT sebesar 63,14%. Hal ini bahawa perlakuan berpengaruh sangat nyata
disebabkan karena KcBO berkaitan erat (P<0,01) terhadap konsentrasi N-NH3.
dengan KcBK. Peningkatan KcBK ransum Konsentrasi N-NH3 yang diperoleh pada
seiring dengan meningkatnya KcBO ransum, penelitian ini masih berada pada kisaran
karena sebagian besar komponen BK terdiri normal untuk menunjang pertumbuhan
atas BO sehingga faktor–faktor yang mikroba rumen yang optimal sebagaimana
mempengaruhi tinggi rendahnya KcBK akan dikemukakan oleh McDonald et al. (2002)
mempengaruhi juga tinggi rendahnya KcBO yakni kisaran optimal amonia untuk
ransum (Sutardi, 2001). Nilai KcBO pakan menunjang pertumbuhan mikroba rumen
perlakuan sejalan dengan nilai KcBK, nilai berkisar antara 6 - 21 mM.
KcBK yang tinggi akan menghasilkan nilai Amonia merupakan sumber nitrogen
KcBO yang tinggi. Hal ini dikarenakan bahwa terbesar yang digunakan untuk sintesis protein
komponen BO sama dengan BK, mikrobia rumen. Produksi N-NH3 yang
perbedaannya terletak pada kadar abu. KcBO berbeda antar perlakuan diduga disebabkan
pakan tergantung pada nilai kandungan BO oleh kandungan protein kasar pada perlakuan
pakan. Menurut McDonald et al. (2002), yang tidak sama. Gaplek dan onggok
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi mempunyai kadar energi yang tinggi sebagai
kecernaan, yaitu komposisi bahan pakan, karbohidrat yang mudah dicerna dan hampir
perbandingan komposisi antara bahan pakan setara dengan tapioka, akan tetapi rendah pada
satu dengan bahan pakan lainnya, perlakuan kadar protein dengan kadar protein pada
pakan, suplementasi enzim dalam pakan, onggok 0,11% dan 0,12% pada gaplek,
ternak dan taraf pemberian pakan. sedangkan kadar protein pada tapioka sebesar
0,15%. Protein pakan di dalam rumen akan

13
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 2, 2015, pp. 7 - 16 Sandi, dkk.

dihidrolisis oleh enzim proteolitik mikrobia nantinya akan difermentasi oleh


rumen menghasilkan oligopeptida yang mikroorganisme dalam rumen menjadi asam
kemudian mengalami pencernaan lebih lanjut lemak terbang (VFA), sedangkan pada
menjadi peptida, sebagian lolos degradasi perlakuan RG (109,732 mM) dan RO (105,628
rumen dan sebagian lagi dihidrolisis menjadi mM) nilai konsentrasi VFA lebih kecil dari
asam amino. pada perlakuan RT dikarenakan kandungan
Volatile Fatty Acid (VFA) atau asam bahan organik pada perlakuan ini lebih kecil,
lemak terbang merupakan produk fermentasi sehingga pakan yang didegradasi oleh bakteri
karbohidrat oleh mikroba rumen yang dapat rumen akan lebih sedikit dibandingkan pada
dijadikan sebagai sumber energi pada ternak perlakuan RT. Tingkat produksi VFA yang
ruminansia (McDonald et al., 2002). Hasil tinggi merupakan sebuah parameter dimana
analisis keragaman menunjukkan bahwa bahan organik yang terkandung di dalam
perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pakan atau ransum sangat mudah didegradasi
terhadap konsentrasi VFA. Pemberian wafer oleh bakteri rumen. McDonalld et al. (2002)
ransum komplit dengan bahan perekat yang menyatakan bahwa VFA juga dapat terbentuk
berbeda memberikan pengaruh yang sangat dari proses hidrolisis karbohidrat polisakarida
nyata terhadap konsentrasi VFA. Rata-rata oleh mikroba rumen, polisakarida diubah
nilai konsentrasi VFA berkisar antara 102,762 menjadi monosakarida terutama glukosa,
mM – 112,664 mM, hal ini dikarenakan oleh selanjutnya dirombak menjadi Asetat,
tingkat kecernaan bahan kering dan bahan Propionat, Butirat dan juga Isobutirat, Valerat,
organik yang berpengaruh sangat nyata, Isovalerat, Methan dan CO2. VFA merupakan
kecernaan bahan kering dan bahan organik sumber energi utama bagi ternak dan
juga akan menentukan tingkat ketersediaan zat mempunyai fungsi penting dalam proses
makanan untuk aktivitas mikroba dalam metabolisme zat yang terkandung dalam pakan
rumen. Zat makanan seperti karbohidrat dan atau ransum, hal ini sejalan dengan yang
protein sangat mendukung untuk dilaporkan oleh Tillman et al. (1998) bahwa
keberlangsungan aktivitas secara metabolik di selulosa, pati dan hemiselulosa yang
dalam saluran pencernaan ternak ruminansia. terkandung dalam pakan dicerna oleh mikroba
Ketersediaan karbohidrat sangat diperlukan rumen menghasilkan gula-gula sederhana.
oleh mikroba, fermentasi karbohidrat oleh Gula-gula sederhana selanjutnya akan
mikroba akan menghasilkan VFA, oleh karena mengalami proses glikolisis menjadi asam
itu nilai konsentrasi VFA juga berpengaruh piruvat melalui oksidasi glukosa secara
(Riswandi, 2014). anaerob. Asam piruvat kemudian diubah
Hasil uji lanjut menunjukkan nilai menjadi VFA yang berupa asetat, propionat
konsentrasi VFA tertinggi pada perlakuan RT dan butirat, selain itu juga menghasilkan
(112,664 mM) dari hasil penelitian pemberian karbondioksida (CO2), H2O dan metan (CH4).
wafer ransum komplit dengan bahan perekat McDonalld et al. (2002) menyatakan bahwa
yang berbeda ini disebabkan karena adanya pakan yang masuk ke dalam rumen
sumbangan karbohidrat dari tapioka yang difermentasi untuk menghasilkan produk

14
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 2, 2015, pp. 7 - 16 Sandi, dkk.

berupa VFA, sel-sel mikroba, serta gas metan McDonald, P., R. Edwards, J. Greenhalgh
dan CO2. Sakinah (2005) menyatakan bahwa & C. Morgan. 2002. Animal Nutrition.
produksi VFA yang tinggi merupakan 6th Ed. New York: Longman Scientific
& Technical.
kecukupan energi bagi ternak. Semakin tinggi
Noviagama, V.R. 2002. Penggunaan Tepung
konsentrasi VFA mengindikasikan proses
Gaplek Sebagai Bahan Perekat
fermentasi semakin efektif, meskipun Alternatif Dalam Pembuatan Wafer
demikian konsentrasi VFA yang terlampau Ransum Komplit. [Skripsi]. Bogor:
tinggi dapat berdampak mengganggu Institut Pertanian Bogor.
keseimbangan sistem rumen. Noviagama. 2000. Teknologi pakan hijauan.
Rataan nilai konsentrasi VFA yang Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak.
dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara Hand out. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
102,762 mM – 112,664 mM. Nilai rataan
Nuprianto, A., A.I.M. Ali & S. Sandi. 2014.
konsentrasi VFA tersebut adalah nilai rataan Kualitas Fisik Wafer Ransum Komplit
yang optimal untuk pertumbuhan mikroba, Berbahan Dasar Rumput Kumpai
sebab nilai konsentrasi VFA untuk Minyak dengan Menggunakan Bahan
pertumbuhan mikroba yang optimal berkisar Perekat yang Berbeda. [Skripsi].
antara 70 - 150 mM dan besarnya dipengaruhi Indralaya: Universitas Sriwijaya.
oleh jenis pakan yang diberikan (McDonald et Retnani Y N Hasanah Rahmayeni & L
Herawati. 2010. Uji sifat fisik ransum
al., 2002).
ayam broiler bentuk pellet yang
ditambahkan perekat onggok melalui
KESIMPULAN proses penyemprotan air. Agripet.
Hasil penelitian dapat disimpulkan 11(1): 13 - 18.
Retnani, Y., Y. Harmiyanti, D.A.P.
bahwa uji in-vitro wafer ransum komplit
Fibrianti & L. Herawati. 2009.
dengan bahan perekat tapioka merupakan hasil
Pengaruh penggunaan perekat sintetis
yang terbaik, dengan Koefisien cernan Bahan terhadap ransum ayam broiler. Agripet.
kering (KcBK) sebesar 5,28%, Koefisien 9(1): 1 - 10.
cernan Bahan Organik (KcBO) 3,48%, Riswandi. 2014. Evaluasi Kecernaan Silase
konsentrasi Asam Lemak Terbang (VFA) Rumput Kumpai (Hymenachne
9,902 mM, dan konsentrasi N-NH3 1,2 mM. acutigluma) dengan Penambahan
Legum Turi Mini (Sesbania rostrata).
Indralaya: Universitas Sriwijaya.
DAFTAR PUSTAKA Syamsu, J., A. K. Mudikjo & E.G. Sa’id.
Conway, E.J. 1958. Microdiffusion Analysis 2007. Daya dukung limbah pertanian
and Volumetric Error. Ed ke-4. New sebagai sumber pakan ternak
York: The McMillian Co. ruminansia di Indonesia. Wartazoa.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo & A.D. 13(1): 30 - 37.
Tillman. 2005. Tabel Komposisi Tillman, A.D., H. Hartadi, S.
Pakan untuk Indonesia. Yokyakarta: Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo
Gajah Mada University Press. & Lebdosoekodjo. 1998. Ilmu

15
Jurnal Peternakan Sriwijaya / Vol. 4, No. 2, 2015, pp. 7 - 16 Sandi, dkk.

Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.
Tuvikene, R., M. Truus Vaher, T. Kailas, G.
Martin & P. Karsen. 2006.
“Extraction and Quantification of
Hybrid Carrageenans from the Biomass
of Red Algae Fulcellarian lumbricalis
and Cocotylus truncatus”, Proc.
Estonian Acad. Sci. Chem. 55. 1. 40 -
53.
Van Soest, P.J. 2006. Rice straw the role of
silica and treatment to improve quality.
J. Anim. Feed. Sci Technol. 130: 137 -
171.

16

Anda mungkin juga menyukai