Nilai patensi jalan nafas, cara termudah adalah berbicara dengan pasien. Jika tidak paten,
bersihkan jalan nafas dari benda asing dan membuka jalan nafas dengan manuver chin
lift/jaw thrust. Jaga gerakan tulang servikal seminim mungkin dan jangan melakukan fleksi
dan ekstensi kepala dan leher.
Manajemen tulang belakang servikal (terbaik dengan rigid collar). Adanya cedera di atas
klavikula seperti trauma muka atau tidak sadarkan diri kerap disertai patah tulang belakang
servikal.
B. Pernafasan dan Ventilasi
Paparkan dada dan pastikan bahwa ekspansi rongga toraks adekuat dan simetris.
Berikan oksigen 100% (15 L/menit) menggunakan non–rebreather mask.
Jika diperlukan, ventilasi menggunakan bag dan sungkup atau, intubasi jika perlu.
Lakukan pemeriksaan respon pupil terhadap cahaya. Harus cepat dan sama.
Periksa derajat kesadaran :
A – Alert (sadar)
V – Vocal (respon terhadap suara)
P – Pain (respon terhadap nyeri)
U – Unrespon (tidak memberi respon)
E. Exposure
Lepaskan semua pakaian dan perhiasan termasuk anting dan jam tangan.
Miringkan pasien untuk visualisasi sisi posterior.
Jaga agar pasien tetap hangat.
Area luka bakar dihitung menggunakan metode Rule of Nines atau palmaris (Rule of One).
Resusitasi Cairan :
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar, Pemberian cairan intravena
yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat harus ada, terutama pada bagian
ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena
adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh
tubuh. Penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator,
yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler.
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan
tanpa menimbulkan edema. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam
ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Output urin yang
adekuat adalah 0,5 sampai 1 mL/kgBB/jam.
LUKA BAKAR
A. Luka bakar superficial
Disebut juga luka bakar dangkal. Merupakan bentuk luka bakar yang memiliki potensi
mengalami proses epitelialisasi spontan. Termasuk ke dalam kategori ini adalah luka bakar
epidermal dan dermal bagian superficial.
Luka bakar mid–dermal sebagaimana namanya, melibatkan kedalaman di antara luka bakar
superficial dan luka bakar dalam/deep dermal. Luka bakar mid dermal lebih cepat mengalami
epitelialisasi dibandingkan luka bakar dalam/deep dermal.
Secara klinis, terlihat adanya variasi derajat kerusakan pleksus dermal. Trombosis kapiler
dan keterlambatan pengisian kapiler disertai edema dan pembentukan bula dapat diamati.
Jaringan bewarna merah muda lebih gelap dibandingkan luka bakar superfisial.
Luka bakar dalam lebih berat dibandingkan dua jenis luka bakar yang dijelaskan
sebelumnya. Proses epitelialisasi spontan tidak terjadi, atau terjadi dalam waktu relatif
panjang dengan skar yang nyata. Luka bakar ini terdiri dari dermal–dalam/deep dermal dan
seluruh ketebalan kulit.
Pada luka bakar dermal–dalam/deep dermal mungkin dapat dijumpai bula, namun di dasar
bula ditunjukkan karakteristik luka bakar dalam, retikulum dermis menunjukkan warna
merah berbercak. Hal ini disebabkan karena ekstrapasasi hemoglobin dari sel–sel darah
merah yang rusak dan keluar dari pembuluh darah. Pertanda khas pada luka bakar ini adalah
suatu tampilan yang disebut fenomena hilangnya capillary blush. Hal ini menunjukkan
kerusakan pleksus dermal. Ujung–ujung saraf di lapis dermis juga mengalami nasib yang
sama, karenanya akan diikuti hilang sensasi terutama saat dilakukan uji pinprick.
2. Seluruh ketebalan kulit (Full Thickness Burns)
Full thickness burns menyebabkan kerusakan lapisan epidermis dan dermis dan dapat
menyebabkan kerusakan struktur jaringan yang lebih dalam. Pada temuan klinis dijumpai
kulit bewarna putih (dense white, waxy, dan charred appearance). Ujung saraf sensorik di
lapisan dermis rusak sehingga timbulnya hilang sensasi.