Anda di halaman 1dari 14

Didin Syarifuddin: Pasar Tradisional Dalam Perspektif Nilai Daya Tarik Wisata (Studi Tentang

Pasar Pagi Monju Kota Bandung)

PASAR TRADISIONAL
DALAM PERSPEKTIF NILAI DAYA TARIK WISATA
(Studi Tentang Pasar Pagi Monju Kota Bandung)

Didin Syarifuddin
ARS International School of Tourism
didinars@yahoo.com

ABSTRAK
Pasar merupakan tempat yang sangat menarik untuk dikunjungi, karena di pasar masyarakat
bisa berbelanja, termasuk di Pasar Monju Bandung. Pasar Monju merupakan pasar yang
menarik, karena para pengunjung bisa mendapatkan barang untuk memenuhi kebutuhannya.
Masyarakat pada umumnya belum sepenuhnya dapat memaknai Pasar Monju sebagai tempat
yang dapat membangun hubungan sosial masyarakatnya. Penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan pasar tradisional Monju dilihat dari perspektif nilai daya tarik wisata, dengan
metode penelitian deskriptif kualitatif, pengambilan data melalui wawancara kepada 10 orang
informan penjual dan pembeli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pasar Monju merupakan
pasar yang beroperasi pada Hari Minggu dari pukul 06.00 sampai pukul 13.00, di sekitar
Monumen Juang sampai depan PT Telkom Indonesia. Barang yang dijual mencakup
kebutuhan sandang dan papan. Pengunjung berasal dari Kota Bandung dan sekitarnya,
beberapa Kabupaten di Jawa Barat, bahkan dari luar Jawa Barat. Pasar Monju termasuk ke
dalam kategori Pasar Tradisional, karena transaksinya secara manual tanpa kuitansi, harga
bisa ditawar, tidak mengenal pembagian kerja, artinya para penjual berperan juga sebagai
bagian keuangan, pelayan, dan juga sales. Pasar Monju sebagai jawaban atas kebutuhan
masyarakat yang lebih memilih barang dengan harga terjangkau. Hal lain adalah tumbuhnya
saling percaya diantara penjual dengan pembeli dan penjual dengan penjual yang lain. Pada
aspek nilai sosial pariwisata, tumbuhnya ikatan emosional di dalam membangun interaksi
sosialnya, tumbuhnya nilai gotong royong, khususnya diantara para penjualnya, tumbuhnya
ikatan persaudaraan antara pembeli dengan penjualnya, karena terbangun interaksi sosial
dalam bentuk menawar, sehingga menumbuhkan kedekatan yang menumbuhkan nilai rasa
saling menghargai, menghormati, dan ikatan emosional dalam bentuk persaudaraan. Nilai
relasional ini menumbuhkan empati dan simpati, sehingga menjadi daya tarik wisata dari
aspek sosial, yang disebut nilai sosial pariwisata.
Kata Kunci: Pasar, pasar tradisional, nilai, nilai sosial, daya tarik wisata, nilai daya
tarik wisata

TRADITIONAL MARKET IN TOURISM PERSPECTIVE VALUE


ABSTRACT
Market is a very interesting place to visit, because in the market people can shop, including in
Pasar Monju Bandung. Pasar Monju is an attractive market, because the visitors can get
goods to meet their needs. Society in general is not fully able to interpret Pasar Monju as a
place that can build social relation. This study aims to explain Pasar Tradisional Monju
viewed from the perspective of the value of tourist attraction, with descriptive qualitative
research methods, data collection through interviews to 10 informant sellers and buyers. The
results show that Pasar Monju is a market that operates on Sunday from 06.00 until 13.00,
around Monument Juang up to the front of PT Telkom Indonesia. Goods sold include clothing
and board needs. Visitors come from the city of Bandung and its surroundings, some districts

19
Jurnal Manajemen Resort dan Leisure Vol. 15, No. 1, April 2018

in West Java, even from outside West Java. Pasar Monju is included in the category of
Traditional Market, because the transaction is manually without receipt, the price is
negotiable, does not recognize the division of labor, meaning that the seller also serves as
part of finance, servants, and sales. Monju market in answer to the needs of people who
prefer goods at affordable prices. Another thing is the growing trust between sellers with
buyers and sellers with other sellers. In the aspect of social value of tourism, the growth of
emotional bond in building social interaction, the growth of mutual cooperation value,
especially among the seller, the growing of brotherly relationship between the buyer and the
seller, because of the social interaction in the form of bargaining, thus growing the proximity
that fosters the value of mutual respect, respect, and emotional bond in the form of
brotherhood. This relational value fosters empathy and sympathy, thus becoming a tourist
attraction of the social aspect, called the social value of tourism.Keywords: Store Image,
Consumer Satisfaction, Consumer Loyalty.
Keywords: Market, traditional market, value, social value, value of tourim attraction

PENDAHULUAN barang dan jasa dengan imbalan


Konsumsi terhadap barang dan jasa mendapatkan uang (Julius Hr, 2009, H.40).
yang dilakukan oleh masyarakat, tujuannya Jawa Barat merupakan kumpulan
adalah untuk memenuhi kebutuhan berbagai jenis alam yang sangat indah
hidupnya. Namun, saat ini konsumsi dengan daya tarik budaya yang
tersebut, tidak hanya untuk tercapainya mempesona (Syarifuddin, D., p.54:2016).
kebutuhan hidup masyarakatnya, lebih Keanekaragaman budaya yang ada
jauh adalah konsumsi sebagai gaya hidup ditunjukkan melalui buah karyanya baik
atau “bergaya untuk hidup” dan “hidup yang berupa nilai, norma, adat maupun
harus penuh dengan gaya” (Marketing yang berupa karya seni (Syarifuddin, D.,
Outlook, Tahun 2017). Konsumsi p.10:2017). Berbicara Jawa Barat, tidak
masyarakat ini bisa terjadi terhadap bisa lepas dari sebuah tempat, yang sangat
berbagai jenis barang maupun jasa. Ini terkenal yaitu Kota Bandung, dengan
menggambarkan bahwa telah terjadi berbagai jenis daya tariknya termasuk
perluasan makna dari kata “konsumsi”, pasar. Pasar di Kota Bandung, telah
yaitu pada awalnya bahwa konsumsi menjadi sebuah fenomena yang fenomenal,
sebagai aspek yang bernilai fungsional, sebagai dampak dari tingginya peningkatan
telah bergeser menjadi bukan hanya yang jumlah wirausaha baru. Peningkatan
bernilai fungsional namun juga bernilai jumlah wisausaha baru di Kota Bandung,
emosional, karena gaya hidup lebih terus bertumbuh sejalan dengan
bermakna pada aspek emosi. peningkatan jumlah pembeli yang sangat
Konsekuensi dari perluasan makna signifikan.
bahwa konsumsi telah menjadi gaya hidup, Pertumbuhan jumlah pasar yang
maka telah terjadi peningkatan konsumsi digambarkan melalui peningkatan jumlah
terhadap barang dan jasa, dengan tujuan penjual, terjadi khususnya di hampir setiap
masyarakat bisa mendapatkan fun, atas pasar pagi baik yang hanya terjadi di hari
barang yang dikonsumsinya (Syarifuddin, minggu maupun sepanjang hari setiap pagi.
D. p.10:2017). Kegiatan masyarakat untuk Berikut disampaikan peringkat pasar pagi
mendapatkan barang dan jasa, akan di Kota Bandung dan sekitarnya:
berkaitan dengan tempat penyedia barang Tabel 1
dan jasa tersebut, salah satunya adalah Peringkat Pasar Pagi Kota Bandung
pasar. Pasar dapat dimaknai sebagai dan Sekitarnya
sebuah sistem, institusi, prosedur, dan No. Nama Pasar Pagi
hubungan sosial dalam bentuk menjual 1. Pasar Monumen Juang (Monju)

20
Didin Syarifuddin: Pasar Tradisional Dalam Perspektif Nilai Daya Tarik Wisata (Studi Tentang
Pasar Pagi Monju Kota Bandung)

2. Pasar Tegalega tumbuhnya hubungan sosial yang dibangun


3. Pasar Punclut melalui saling percaya, adanya ikatan
4. Pasar Jatinangor emosional, adanya nilai kerjasama yang
5. Pasar Metro diwujudkan dalam bentuk gotong royong,
6. Pasar Binong Samsat persaudaraan, sampai tumbuhnya nilai rasa
7. Pasar Buah Batu 1 saling menghargai, baik antara pedagang
8. Pasar Buah Batu 2 dengan pembeli, antara pedagang dengan
9. Pasar Gasmin (Antapani) pedagang, maupun antara pembeli dengan
10. Pasar Arcamanik
pembeli.
11. Pasar Bumi Orange
Hal lain adalah bahwa aspek sosial
12. Pasar Cinunuk
yang terjadi dalam interaksi dan transaksi
Sumber: Jejaring Sosial Twitter
sosial di Pasar Monju yang kurang
@infobdg.2017
dimaknai oleh sebagian besar masyarakat
Dari data yang digambarkan pada
yang berkunjung adalah bahwa nilai-nilai
tabel 1, menunjukkan bahwa Pasar Pagi
dalam hubungan sosial masyarakat di
Monumen Juang (Monju), menjadi pasar
Pasar ini, bernilai daya tarik wisata, yang
pagi yang terbesar baik di Kota Bandung
sebenarnya menjadi alasan bagi wisatawan
maupun di sekitarnya, dengan jumlah
untuk berkunjung ke sebuah destinasi
sekitar 1.300 pedagang dan omzet bisa
(Salah Wahab, 1975:55). Sebuah destinasi
sampai lima kali dari hasil penjualan di
dikatakan memiliki daya tarik wisata,
tempat lain atau di kios tempat biasa
karena memiliki keunikan, keindahan dan
berjualan (bandung.go.id.2017).
nilai yang berupa keanekaragaman
Pengunjung pasar Monju, diperkirakan
kekayaan alam, budaya dan hasil buatan
mencapai lebih dari 10 ribu orang setiap
manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
minggu yang berasal dari Kota Bandung
kunjungan wisatawan (UU Nomor 10,
dan sekitarnya, beberapa Kabupaten di
Tahun 2009).
Jawa Barat, bahkan berasal dari luar Jawa
Melihat latar belakang penelitian
Barat seperti Jakarta, Yogyakarta, Medan,
yang menggambarkan bahwa Pasar Monju
Lampung, Jambi, dan lainnya. Kegiatan
sebagai pasar tradisional dengan nilai-nilai
berbelanja yang dilakukan oleh
hubungan sosialnya, dan nilai daya tarik
masyarakat, tergambar dari pembelian
wisata, sebagai faktor penentu kunjungan
tanpa tanda bukti pembayaran, dengan
wisatawan, maka dipandang perlu untuk
barang yang bisa ditawar khususnya untuk
menetapkan tema penelitian dengan judul
barang sandang, dan hubungan sosial yang
“Pasar Tradisional Dalam Perspektif Nilai
terjalin antara penjual dan pembeli,
Daya Tarik Wisata”, Studi terhadap Pasar
dibangun dengan keramahan dan
Monumen Juang Bandung”
kedekatan. Hal ini sebagai gambaran
bahwa Pasar Monju termasuk ke dalam
TINJAUAN PUSTAKA
kategori Pasar Tradisional.
Pasar Adalah sebuah sistem yang
Bertumbuhnya jumlah pasar
dibangun oleh beberapa sub sistem; Pasar
sebagai dampak meningkatnya jumlah
adalah sebuah institusi yang terdiri dari
pembeli di Pasar Monju, tidak sejalan
beberapa sub institusi; Pasar adalah sebuah
dengan tumbuhnya pemahaman
tempat yang digunakan untuk melakukan
masyarakat terhadap fungsi pasar
hubungan sosial baik antara pedagang
khususnya pasar tradisional pada aspek
dengan pedagang, pedagang dengan
sosial. Masyarakat memaknai Pasar Monju
pembeli, maupun antara pembeli dengan
lebih kepada pasar yang hanya menjual
pembeli; Pasar merupakan infrastruktur
barang dan jasa, yang bernilai ekonomis.
tempat usaha menjual barang, jasa dan
Aspek sosial pasar tradisional adalah
tenaga kerja untuk kebutuhan
21
Jurnal Manajemen Resort dan Leisure Vol. 15, No. 1, April 2018

pengunjungnya dengan imbalan uang. Tradisional. Berasal dari kata


(Julius Hr, 2009, H.40). Pasar adalah tradisi Bahasa Latin “traditio”, kebiasaan,
tempat bertemunya penjual dan pembeli, dalam pengertian yang paling sederhana
untuk melakukan transaksi atas barang dan adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak
jasa, dengan menggunakan uang sebagai lama dan menjadi bagian dari kehidupan
alat tukarnya, sebagai bagian dari kegiatan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari
ekonomi. (Economic Australian Shop suatu negara, kebudayaan, waktu, atau
Market Article 2007:46-47). agama yang sama. Hal yang paling
Hubungan sosial yang terjadi di mendasar dari pengertian tradisi adalah
pasar adalah bangunan sosial yang lebih adanya informasi yang diteruskan dari
menitikberatkan pada aspek ekonomis generasi ke generasi baik secara tertulis
dengan tujuan dapat memenuhi kebutuhan maupun lisan, sebagai upaya untuk
hidup masyarakatnya. Hubungan sosial menghindari kepunahan.
ekonomis ini tidak bisa lepas dari (http://id.wikipedia. org/wiki/Tradisi).
tumbuhnya persaingan antara penjual yang Tradisional merupakan sikap mental dalam
satu dengan penjual yang lain baik untuk merespon berbagai persoalan yang terjadi
barang yang sama maupun untuk barang di masyarakat. Respon yang ditunjukkan
yang berbeda, namun dalam koridor dalam bentuk sikap atas dasar apa yang
persaingan yang sehat, dengan tujuan dapat dirasakan yang selanjutnya ditindaklanjuti
memberikan pelayanan yang berkualitas dengan perilaku dengan berpegang teguh
dan barang yang berkualitas kepada pada nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat pembelinya. Ini memberikan masyarakat. (Sajogyo, Pudjiwati, 1985:90).
gambaran bahwa persaingan adalah media Dengan kata lain setiap tindakan dalam
yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat menyelesaikan persoalan berdasarkan
guna tumbuhnya kepuasan pembeli, tradisi. (Julius Hr, 2009, H.40).
sehingga pasar harus mampu menampung Seseorang akan merasa yakin
para pedagang dalam jumlah yang banyak bahwa tindakannya adalah benar dan baik,
baik untuk penjual produk sejenis maupun bila dia bertindak sesuai dengan nilai dan
yang berbeda jenis. Konsekuensi logis dari norma yang berlaku. Sebaliknya, dia akan
besarnya daya tampung para pedagang di merasakan bahwa tindakannya salah, bila
pasar serta tingginya jumlah pengunjung, dia berbuat di luar kebiasaan dan tidak
maka pasar sebagai infrastruktur harus akan dihargai oleh masyarakatnya.
memiliki tempat parkir yang luas serta Disamping itu berdasarkan kebiasaannya,
harus memberikan jaminan keamanan, dia akan tahu persis mana yang
daya tarik, kenyamanan dan bebas dari menguntungkan dan mana yang tidak.
polusi. Oleh karena itu, sikap tradisional adalah
Dari penjelasan di atas dapat bagian terpenting dalam sistem tranformasi
disampaikan bahwa pasar merupakan nilai-nilai kebudayaan.
sebuah tempat untuk berkumpulnya orang- Dari penjelasan tersebut dapat
orang dalam hubungan sosial melalui disampaikan bahwa tradisional adalah
bentuk penjualan dan pembelian barang, perilaku yang terjadi secara turun temurun
jasa dan tenaga kerja dengan menggunakan sebagai respon atas sikap mental
uang sebagai alat tukarnya, untuk masyarakat yang berpegang teguh pada
memenuhi kebutuhan masyarakat norma dan nilai di masyarakat untuk
penggunanya, dengan jaminan masyarakat menjawab persoalan yang terjadi di
akan mendapatkan keamanan, masyarakat, dalam upaya memberikan
kenyamanan, dan kepuasan. Penjelasan ini peningkatan kesejahteraan masyarakat
merupakan gambaran yang terjadi pada yang dijadikan sistem transformasi nilai
Pasar Monju di Kota Bandung, saat ini. kebudayaan, yang di dalam pelestariannya

22
Didin Syarifuddin: Pasar Tradisional Dalam Perspektif Nilai Daya Tarik Wisata (Studi Tentang
Pasar Pagi Monju Kota Bandung)

dilakukan penyampaikan informasi dari aktivitas jual beli barang dan jasa dan
satu generasi ke generasi berikutnya baik bernilai sosial adanya hubungan sosial
secara lisan maupun tulisan. dalam bentuk tawar menawar barang,
dengan transaksi dilaksanakan secara alami
Ciri-Ciri Tradisional dan para penjual berperan melaksanakan
Menurut Redfield (Ifzanul, penawaran, penjualan, dan transaksi
2010:1), ciri-ciri tradisional adalah (a) keuangan.
Belum adanya perkembangan pengetahuan Nilai. Memahami nilai tidak hanya
dan teknologi; (b) Tumbuhnya rasa cinta berlaku bagi barang hasil pembandingan
pada cara hidup sesuai pendahulunya; (c) antara dua atau lebih, untuk mendapatkan
tidak mengenal pembagian kerja, sesuatu yang lebih baik, ketika
spesialisasi dan kebudayaan masih bersifat dikonsumsi; juga tidak berlaku bagi
homogen. pembandingan antara dua orang atau lebih
Pasar Tradisional. Menurut Bagoes pada aspek kelebihan dalam kepintarannya
P. Winyomartono (dalam Astonik, 2008) (Syarifuddin, D. dan Nurlatipah L,
pasar tradisional adalah kejadian yang p104:2015), namun dalam konteks
berkembang secara priodik, dimana yang penelitian ini nilai yang dimaksud adalah
menjadi sentral adalah interaksi sosial dan nilai sosial yang berbasis budaya, yang
ekonomi dalam satu peristiwa. Pasar selanjutnya disebut nilai sosial budaya
berasal dari kata peken yang berarti pada masyarakat yang beraktivitas selama
kumpul. Fungsi pasar sebagai pusat kegiatan jual beli di Pasar Monju.
kegiatan ekonomi, saat terjadi jual beli dan Kluckhon (1962) menyampaikan bahwa
fungsi sosial pasar terjadi saat tawar nilai adalah sesuatu yang pantas dan benar
menawar. bagi masyarakat. Setiadi (2006:122) nilai
Pasar tradisional merupakan tempat adalah kemampuan yang diyakini terdapat
bertemunya penjual dan pembeli serta pada suatu objek untuk memuaskan hasrat
ditandai dengan adanya transaksi penjual manusia dan menjadi daya tarik. Wiranata
pembeli secara langsung dan biasanya ada (2011), terdapat tiga hal yaitu simbol atau
proses tawar-menawar, bangunan biasanya sikap, tingkah laku serta kepercayaan yang
terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan tertanam mengakar dan menjadi kerangka
dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual acuan dalam bertindak dan berperilaku,
maupun suatu pengelola pasar yang disebut nilai budaya.
(disbudparbandung.go.id). Kebanyakan Koentjaraningrat (1978) bahwa nilai
menjual kebutuhan sehari-hari seperti budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang
bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, hidup di masyarakat yang dianggap sangat
sayur-sayuran, telur, daging, kain, pakaian mulia, yang dijadikan orientasi dan rujukan
barang elektronik, jasa dan lain-lain. Selain dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-
itu, ada pula yang menjual kue-kue dan hari, menjadikannya sebagai alternatif
barang-barang lainnya. Pasar seperti ini dalam menentukan suatu tujuan.
masih banyak ditemukan di Indonesia, dan Dari pengertian tentang nilai
umumnya terletak dekat kawasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
perumahan agar memudahkan pembeli nilai adalah sikap dan perilaku yang
untuk mencapai pasar. unggul dibandingkan dengan yang lain,
Dari pengertian tentang pasar pantas dan memiliki nilai kebenaran di
tradisional di atas serta mengacu pada tema masyarakat, dianggap sangat mulia untuk
penelitian ini, maka dapat disampaikan dijadikan pedoman berperilaku atau acuan
bahwa pasar tradisional adalah tempat perilaku sehari-hari dalam hubungan sosial
berkumpulnya penjual dan pembeli dalam dengan masyarakat yang lain, atas dasar
kegiatan yang bernilai ekonomis melalui nilai ini, maka dapat memberikan kepuasan
23
Jurnal Manajemen Resort dan Leisure Vol. 15, No. 1, April 2018

kepada masyarakatnya dampaknya METODE PENELITIAN


memiliki daya tarik bagi masyarakat yang Metode penelitian yang digunakan
lain. adalah metode deskriptif kualitatif, yaitu
Daya Tarik Wisata. Beberapa untuk menggambarkan fenomena yang
pengertian daya tarik wisata yaitu terjadi pada aktivitas hubungan masyarakat
berdasarkan (1) Undang-Undang Republik yang bernilai ekonomis dan sosial sebagai
Indonesia No. 10 tahun 2009, Daya Tarik nilai daya tarik wisata di Pasar Monju.
Wisata dijelaskan sebagai segala sesuatu Pengambilan data melalui wawancara
yang memiliki keunikan, kemudahan, dan kepada 10 orang informan. Analisis data
nilai yang berupa keanekaragaman mengacu pada model Miles (2007:167-25),
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan dengan (1) reduksi data, yaitu klarifikasi
manusia yang menjadi sasaran atau data, analisis data dan pengelompokan data
kunjungan wisatawan; (2) A. Yoeti (1985) sesuai dengan masalah penelitian,
menyatakan bahwa daya tarik wisata perangkuman data, pengambilan data data
adalah segala sesuatu yang menjadi daya pokok dan penting diakhiri dengan proses
tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu kategorisasi data, tahap akhir adalah
daerah tertentu; (3) Nyoman S. Pendit deskripsi secara keseluruhan untuk
(1994) menyatakan daya tarik wisata menggambarkan fenomena yang terjadi,
sebagai segala sesuatu yang menarik dan tentang pasar tradisional dari perspektif
bernilai untuk dikunjungi dan dilihat; dan nilai daya tarik wisata; dan (2) Penyajian
(4) Edward Inskeep (1991:27) bahwa daya data secara keseluruhan dalam bentuk
tarik merupakan faktor penting yang harus naratif.
dimiliki oleh suatu destinasi, apabila ingin
mendapatkan kunjungan dari wisatawan. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari empat pengertian daya tarik wisata Pasar Monju kependekan dari Pasar
tersebut dapat disimpulkan bahwa daya Monumen Juang, nama lain dari Pasar
tarik wisata adalah segala sesuatu yang Gasibu. Pada Tahun 2014 dilakukan
mempunyai daya tarik berupa keunikan, pembangunan terhadap lapangan gasibu
kemudahan, keanekaragaman kekayaan yang diperuntukan bagi kegiatan olahraga,
alam, budaya, nilai sosial dan hasil buatan yang sebelumnya dipakai untuk kegiatan
manusia dan nilai, yang menjadi keinginan Pasar Pagi di Hari Minggu. Pasar Monju
wisatawan untuk datang ke suatu destinasi. beroperasi setiap hari Minggu dari Pukul
Menurut Swarbrooke (1998:44) 06.00 WIB – 13.00 WIB, dengan
dalam Utama (2006:44), mengatakan menggunakan Area Monumen Juang
bahwa pada hakekatnya daya tarik wisata sampai depan PT Telkom Indonesia.
harus terintegrasi pada tiga dimensi, yaitu Jumlah penjual yang berjualan di pasar ini
dimensi (1) lingkungan, bisa menjadi diperkirakan sekitar 1.300 pedagang,
penentu wisatawan untuk berkunjung, dengan aneka barang yang dijual, seperti
karena aspek kremudahan berkunjung, makanan, minuman, berbagai jenis
baiknya aksesibilitas, kelayakan destinasi; pakaian, bahan sayuran, jasa pijat, dan lain
(2) ekonomi, pariwisata bisa menjadi sebagainya. Pengunjung ke pasar ini setiap
sumber devisi yang dapat meningkatkan minggunya diperkirakan berjumlah 10 ribu
perekonomian daerah, terutama bagi orang dari Kota Bandung dan sekitarnya,
daerah yang minim sumber daya alam beberapa kabupaten dan Kota di Jawa
(Yoeti, 1997); dan (3) sosial, menjadi Barat, bahkan dari Luar Jawa Barat, seperti
penentu pertumbuhan pedagang Kaki Lima Jakarta, Yogyakarta, Jambi, Kalimantan,
(PKL), karena bisa menciptakan kedekatan dan lainnya. Pengunjung yang datang
hubungan sosial, dalam bentuk “tawar biasanya dalam jumlah berkelompok
menawar”. seperti dengan teman-temannya,

24
Didin Syarifuddin: Pasar Tradisional Dalam Perspektif Nilai Daya Tarik Wisata (Studi Tentang
Pasar Pagi Monju Kota Bandung)

keluarganya, bahkan pasangannya. Tujuan laba. Tercapainya kesepakatan dari kedua


kunjungan disamping untuk berbelanja, belah pihak, maka bagi pihak pembeli,
menikmati makanan, jalan-jalan, salah satu aspek kebutuhan konsumsi
berolahraga, dan hiburan. Banyaknya barang telah terpenuhi. Sementara bagi
kunjungan yang dilakukan oleh masyarakat pedagang, adalah dari terjadinya transaksi
ke Pasar Monju, merupakan gambaran penjualan dalam jumlah yang relatif lebih
bahwa Pasar Monju tidak hanya sebagai banyak bila dibandingkan dengan
tempat jual beli, tapi juga bisa sebagai penjualan di hari biasa, keuntungan ini
tempat rekreasi mingguan di Kota adalah peningkatan omset sampai paling
Bandung. Kegiatan jual beli di Pasar tinggi mencapai lima kali hasil penjualan
Monju adalah bentuk interaksi antara hari-hari biasa. Sementara manfaat bagi
pengunjung yang berperan sebagai pembeli masyarakat sekitar bahwa pasar ini
dan yang dikunjungi sebagai pedagang menjadi inspirasi dan motivasi bagi yang
yang tidak hanya bernilai ekonomis namun memiliki jiwa usaha, untuk memulai usaha
juga bernilai sosial. Kunjungan masyarakat maupun meningkatkan kegiatan usahanya,
ke Pasar Monju karena untuk melihat karena para pedagang relatif banyak yang
keramaian; berbelanja; menikmati berasal dari daerah sekitar. Akhirnya dapat
makanan; mencari kenyamanan; bersantai, dikatakan bahwa Pasar Monju merupakan
berolahraga; mengetahui nilai tradisional tempat bertemunya penjual dan pembeli,
Pasar Monju; dan mendapatkan suasana untuk melakukan transaksi atas barang dan
baru. Berbagai motivasi seperti jasa, dengan menggunakan uang sebagai
disampaikan di atas, sangat beralasan, alat tukarnya, yang termasuk ke dalam
karena Pasar Monju memiliki aspek kegiatan perekonomian (Economic
pendukung untuk menjawab keinginan Australian Shop Market Article, 2007:46-
para pengunjungnya. 47).
Benefit. Aktivitas jual beli di Pasar Bangunan sosial dan ekonomis
Monju, dapat memberikan banyak Pasar Monju merupakan gambaran dari
keuntungan bagi masyarakat yang sebuah sistem yang terdiri dari sub sistem
berkunjung, pedagang juga masyarakat sebagai dimensi pendukung utama untuk
sekitar pasar tersebut, artinya Pasar Monju tercapainya kegiatan jual beli. Sub sistem
memiliki nilai sosial, karena memberikan dimaksud adalah para pedagang,
banyak manfaat bagi masyarakatnya. pengunjung, petugas, lokasi tempat
Diantara beberapa keuntungan tersebut berjualan, aturan dan lainnya. Berjalannya
adalah bahwa masyarakat pembeli kegiatan jual beli dengan aman, lancar,
mendapatkan barang-barang yang dibeli nyaman, dan berdampak ekonomis bagi
dengan harga yang sangat terjangkau. Hal pedagang dan masyarakat sekitar, karena
ini terjadi karena penetapan harga barang terbangunnya kerjasama yang baik diantara
di Pasar Monju, pada umumnya ditetapkan sub sistem pasar tersebut, artinya ketika
dengan harga yang sangat murah. peran-peran yang ada pada masing-masing
Kalaupun harga murah, namun para sub sistem ini kurang berjalan maksimal,
pembeli masih berupaya untuk tetap maka akan mengganggu keberhasilan
menurunkan harga dengan melakukan sebuah sistem. Ketika terjadi kondisi
penawaran yang cukup rendah, dan seperti ini, maka kegiatan jual beli di Pasar
kesepakatan harga jual biasanya mengikuti Monju, tidak berjalan baik, dan tidak
keinginan pembeli. Inilah bentuk berdampak baik terhadap masyarakatnya.
hubungan sosial yang menarik antara Hal ini sejalan dengan pendapat yang
pembeli dengan pedagang dalam usahanya disampaikan oleh Julius Hr. (2009:p40)
untuk mendapatkan barang, sedangkan dari bahwa Pasar adalah sebuah sistem yang
sisi yang lain bagaimana bisa mendapatkan dibangun oleh beberapa sub sistem,
25
Jurnal Manajemen Resort dan Leisure Vol. 15, No. 1, April 2018

institusi, merupakan tempat yang untuk tumbuhnya kerjasama dan gotong


digunakan untuk melakukan hubungan royong khususnya yang terjadi diantara
sosial antara pedagang dan pembeli, para pedagang, yang menjadi nilai sosial
sebagai sebuah infrastruktur tempat usaha yang paling tinggi dalam hubungan sosial
menjual barang, jasa dan tenaga kerja pada masyarakat di Pasar Monju. Untuk
untuk kebutuhan pengunjungnya dengan hal ini dapat dikatakan bahwa manfaat
imbalan uang. yang dirasakan masyarakat di Pasar Monju
Para pedagang di Pasar Monju adalah bentuk lain dari nilai ekonomis dan
membagi omset ke dalam empat kategori nilai sosial yang menjadi daya tarik wisata,
setiap bulannya, yaitu kategori I pada sebagai nilai sosial pariwisata.
Minggu I, Katetgori II pada Minggu II, Keberadaan Pasar Monju dengan
Kategori III pada Minggu III dan; Kategori aktivitas jual belinya bagi masyarakat
IV pada Minggu IV. Kategori omset diyakini dan dipercaya oleh masyarakat
tertinggi adalah terjadi pada Minggu I, sebagai sebuah sikap dan perilaku yang
berlanjut sampai omset terkecil adalah unggul dibandingkan dengan sikap dan
masuk ke dalam kategori IV pada Minggu perilaku lainnya, dianggap pantas dan
IV. Kondisi ini sangat wajar, karena pada benar di masyarakat, karena tidak
umumnya pengunjung adalah mereka yang berbenturan dengan nilai dan norma sosial
bekerja, dengan penghasilan bulanan yang yang ada. Melalui kebenaran ini pula,
diterima di awal atau akhir bulan. masyarakat mempercayai bahwa Pasar
Tingginya omset para penjual sebagai Monju dapat menjadi bagian dari solusi
gambaran dari tingginya daya beli atas masalah yang dialami masyarakat baik
masyarakatnya; tingginya daya beli pada aspek ekonomis maupun aspek sosial,
masyarakat, dapat meningkatkan para sehingga dapat memberikan kepuasan.
pedagang kecil, sehingga ujungnya gairah Kepuasan masyarakat, berarti menjadi
ekonomi masyarakat meningkat. faktor daya tarik bagi masyarakat yang
Pasar Monju dengan aktivitas jual lain, artinya Pasar Monju memiliki daya
belinya juga memberikan dampak pada tarik. Bangunan kepercayaan yang
peningkatan kemampuan ekonomi diwujudkan melalui keyakinan atas sikap
masyarakat sekitar seperti diperolehnya dan perilaku masyarakat dalam melakukan
tambahan finansial bagi para petugas aktivitasnya di Pasar Monju, menjadi
kebersihan, keamanan, tukang parkir, kerangka acuan dalam bertindak dan
pedagang air, jasa pengangkutan barang, berperilaku masyarakatnya, inilah yang
petugas retribusi, serta para pengamen. disebut nilai sosial budaya, yang sangat
Dengan kondisi seperti ini dapat dikatakan mulia dan dapat dijadikan penentu arah
bahwa Pasar Monju dapat memberikan serta tujuan kesejahteraan masyarakatnya.
manfaat bagi hampir sebagian besar Hal ini sejalan dengan pendapat yang
masyarakat di sekitar Pasar Monju, sebagai disampaikan oleh Kluckhon (1962) bahwa
manfaat ekonomis. Manfaat lain adalah nilai adalah sesuatu yang pantas dan benar
bahwa masyarakat dengan sendirinya telah bagi masyarakat. Pendapat lain dari Setiadi
membangun hubungan sosial dalam bentuk (2006:122) nilai adalah kemampuan yang
berkomunikasi dengan orang baru diyakini terdapat pada suatu objek untuk
sehingga adanya pertemanan; masyarakat memuaskan hasrat manusia dan menjadi
yang berbelanja, akan dengan sendirinya daya tarik. Sementara Wiranata (2011)
melakukan tawar menawar, sehingga bahwa nilai terdapat tiga hal yaitu simbol
terbangun rasa empati dari pedagang atau sikap, tingkah laku serta kepercayaan
kepada pembelinya. Tumbuhnya yang tertanam mengakar dan menjadi
pertemanan dan rasa empati dari kerangka acuan dalam bertindak dan
masyarakat ini, merupakan modal sosial berperilaku, yang disebut nilai budaya.

26
Didin Syarifuddin: Pasar Tradisional Dalam Perspektif Nilai Daya Tarik Wisata (Studi Tentang
Pasar Pagi Monju Kota Bandung)

Apa yang disampaikan Kluckhon, Setiadi turun temurun dari penjual yang satu
dan Wiranata menguatkan pendapat kepada penjual yang lain, yang disebut
Koentjaraningrat (1978) bahwa nilai sebagai sebuah tradisi. Sikap tradisional ini
budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang dianggap hal yang penting dalam
hidup di masyarakat yang dianggap sangat transformasi nilai-nilai kebudayaan. Jadi
mulia, yang dijadikan orientasi dan rujukan dapat disampaikan bahwa tradisional Pasar
dalam berperilaku dalam kehidupan sehari- Monju atas dasar sikap dan perilakunya
hari, menjadikannya sebagai alternatif memiliki tujuan yang mulia yaitu
dalam menentukan suatu tujuan. Inilah bagaimana membangun kesejahteraan
Pasar Monju dari sudut pandang nilai daya masyarakat yang lebih baik, atas dasar
tarik wisata. kepuasan yang dirasakan. Hal ini sejalan
Pasar Monju sebagai Pasar dengan pendapat yang disampaikan oleh
Tradisional. Pasar Monju baik dilihat dari Sajogyo dan Pudjiwati (1985:90) bahwa
penggunaan ruang untuk berjualan maupun tradisional merupakan sikap mental dalam
dalam kegiatan jual belinya, termasuk ke merespon berbagai persoalan yang terjadi
dalam kategori Pasar Tradisional, karena di masyarakat. Respon yang ditunjukkan
Pasar Monju adalah pasar yang menjadi dalam bentuk sikap atas dasar apa yang
tempat berkumpulnya masyarakat baik dirasakan yang selanjutnya ditindaklanjuti
pedagang maupun pembeli, termasuk dengan perilaku dengan berpegang teguh
masyarakat yang datang untuk rekreasi. pada nilai-nilai dan norma yang berlaku di
Berkumpulnya masyarakat ini dalam masyarakat. Yang selanjutnya disebut
bentuk aktivitas jual beli melalui hubungan sebagai suatu tradisi (Julius Hr.,
sosial tawar menawar, ketika sampai pada 2009:p40).
hubungan transaksional melalui penjualan Karakteristik belum adanya
barang, maka dilakukan secara alami, perkembangan pengetahuan dan teknologi.
artinya tidak menggunakan tanda bukti Kegiatan masyarakat di Pasar Monju,
pembelian. sepenuhnya tidak berbasis teknologi dan
Aspek tradisional yang lain adalah pengetahuan, artinya berjalan secara
bahwa Pasar Monju sebagai jawaban atas alamiah. Tempat berjualan hanya
stimulan yang disampaikan oleh menggunakan tikar yang menutupi jalan
masyarakat dalam bentuk sikapnya atau rumput taman atau menggunakan
terhadap permasalahan masyarakat yang tenda sebagai pelindung dari panas
terjadi saat berdirinya sampai matahari atau air hujan. Barang yang dijual
beroperasinya Pasar Monju. Sikap dan lebih banyak disimpan di atas tikar tanpa
perilaku masyarakat yang terjadi adalah adanya penataan. Pengetahuan para
dalam bentuk tuntutan secara tidak tertulis penjual khususnya adalah pengetahuan
atas tingginya kebutuhan masyarakat yang lahir dari pengalaman selema
terhadap barang dan jasa, dengan harga berjualan, bukan berbasis pendidikan
barang yang relatif tidak terjangkau, formal dengan jenjang pendidikan tinggi.
artinya daya beli masyarakat rendah. Hal Dalam transaksi penjualan, tidak
lain yang juga mendukung tetap menyertakan alat bukti pembayaran, hanya
beroperasinya Pasar Monju disamping atas dasar kepercayaan dengan mengatakan
harganya sangat terjangkau dan bisa “ini barangnya, dan diterima uangnya”.
ditawar, adalah lingkungan sosial yang Kondisi ini mungkin dianggap sebagai satu
tetap menjaga nilai dan norma masyarakat, hambatan, namun sebenarnya berbasis
seperti tumbuhnya kerjasama, gotong nilai efektivitias, efisiensi dan berbasis
royong, saling menghargai, saling nilai sosial yang sangat mulia. Dianggap
menghormati, dan saling percaya. Hal-hal bernilai efektivitas yang tinggi, karena
inilah yang selanjutnya berlaku secara pekerjaan lebih cepat dikerjakan, sehingga
27
Jurnal Manajemen Resort dan Leisure Vol. 15, No. 1, April 2018

pelayanan membutuhkan waktu yang differensiasi kemasyarakatan, dan dicirikan


relatif sebentar; dianggap bernilai efesiensi dengan homogenitas kebudayaan. Pasar
yang tinggi, karena atas dasar waktu yang Monju adalah tempat berkumpulnya
singkat dan tanpa penggunaan kuitansi dan masyarakat pedagang, pembeli serta
lainnya, maka nilai uang yang digunakan masyarakat yang hanya jalan-jalan. Di
sebagai biaya operasional lebih rendah, Pasar Monju, terdapat beberapa petugas,
sehinnga berdampak terhadap harga yang yaitu kebersihan, keamanan, retribusi, dan
murah. Sementara dianggap bernilai sosial pedagang yang di dalam menjalankan
yang tinggi, karena tumbuhnya hubungan tugasnya tidak atas dasar pembagian kerja,
sosial dalam bentuk tawar menawar, khususnya bagi para pedagang. Para
sebagai proses awal terbentuknya nilai pedagang, berperan sebagai pemasar,
kedekatan, karena terhindar dari rasa penjual dan keuangan, artinya tidak
canggung, bercanda, tumbuhnya rasa suka dibutuhkannya keahlian khusus untuk
sebagai pelepas rasa suntuk, dan menangani tugas-tugas yang bersifat
terbangunnya nilai kekeluargaan. khusus. Setiap orang bisa menjalankan
Tumbuhnya Rasa Cinta. Hubungan semua pekerjaan untuk berjalannya
sosial yang terbangun dengan baik, kegiatan usaha selama di Pasar Monju.
merupakan modal dasar untuk tumbuhnya Pasar Monju dari unsur para pedagang
saling memahami, saling menghargai, relatif banyak dari luar Kota Bandung,
saling percaya, saling membantu, namun mereka yang sudah menetap di
bekerjasama, dan bergotong-royong. Inilah Bandung, sementara para pengunjungnya
wujud dari tumbuhnya rasa cinta sebagian besar masyarakat Kota Bandung,
masyarakat terhadap kegiatan di Pasar masyarakat sekitar Kota Bandung, dan
Monju. Masyarakat mencintai aktivitas beberapa Kabupaten di Jawa Barat, hanya
jual beli di Pasar Monju yang sebagian kecil dari Kota di Luar Jawa
menggunakan area atau tempat publik Barat. Hal ini menjelaskan bahwa aktivitas
yang telah berlangsung lama, karena di Pasar Monju dari unsur masyarakatnya,
tempat ini sangat strategis, mudah memiliki kesamaan budaya yaitu budaya
dijangkau oleh masyarakat dari berbagai Sunda, inilah sebagai ciri tradisional.
arah, di Pusat Kota, dekat dengan pusat Kurang dibutuhkannya
pendidikan sebagai pusat berkumpulnya pengetahuan dan teknologi dalam
manusia, dan dekat dengan lapangan operasional jual beli, tumbuhnya rasa cinta
Gasibu sebagai tempat berolahraga. Rasa yang diwujudkan dari tingginya kunjungan
cinta masyarakat juga tergambar dari ulang, dan tidak berlakunya kebutuhan
kunjungan ulang yang dilakukannya, khusus serta dicirikan melalui kesamaan
dengan hampir 40 persen, pengunjung budaya merupakan karekateristik
Gasibu melakukan kunjungan ulang. Hal tradisional, yang juga sebagai gambaran
lain adalah bahwa pengunjung yang baru Pasar Monju. Hal ini sejalan dengan
melakukan kunjungannya, karena pendapat yang disampaikan oleh Redfield
informasi pengunjung sebelumnya, ini (Ifzanul, 2010:1) bahwa ciri-ciri tradisional
membuktikan bahwa para pengunjung antara lain : (a) Belum adanya
mendapatkan tingkat kepuasan yang tinggi perkembangan pengetahuan dan teknologi;
diwujudkan melalui rekomendasi (b) Tumbuhnya rasa cinta pada cara hidup
kunjungan bagi para pengunjung yang sesuai pendahulunya; (c) tidak mengenal
baru. pembagian kerja dan spesialisasi, seperti
Tidak Mengenal Pembagian Kerja. belum dibutuhkannya diferensiasi
Aktivitas di Pasar Monju, tidak mengenal kemasyarakatan dan homogenitas
pembagian kerja, tidak dibutuhkannya kebudayaan.
spesialisasi, belum dibutuhkannya

28
Didin Syarifuddin: Pasar Tradisional Dalam Perspektif Nilai Daya Tarik Wisata (Studi Tentang
Pasar Pagi Monju Kota Bandung)

Daya Tarik Wisata Aspek pedagang ini, dapat dipastikan bahwa pasar
Lingkungan, Ekonomi dan Sosial. Pasar ini memiliki daya tarik. Daya tarik adalah
Monju dari dimensi lingkungan, dapat segala sesuatu yang menarik minat
digambarkan bahwa Pasar Monju adalah pengunjung untuk berkunjung ke suatu
tempat jual beli yang mudah untuk tempat, karena memiliki nilai yang
dikunjungi karena aksesibilitas yang sangat bermanfaat bagi pengunjungnya.
memadai, karena letaknya sangat strategis, Daya Tarik Pasar Monju. Pasar
mudah dijangkau oleh semua arah mata Monju adalah pasar yang menjual barang
angin, berada di Pusat Kota. Pasar Monju, dan jasa dengan aneka barang yang
menempatkan pedagangnya di dua taman tersedia, baik sandang seperti pakaian dan
yang tumbuh rindang pepohonan, sehingga pangan seperti makanan dan minuman,
memberikan udara yang relatif sejuk, dengan harga yang sangat terjangkau.
sehingga layak untuk dikunjungi. Pasar Penetapan harga yang cukup murah, tidak
Monju dari dimensi ekonomi, dapat menyurutkan minat para calon pembeli,
digambarkan bahwa Pasar Monju paling untuk tidak menurunkan harga, sehingga
tidak untuk setiap Minggunya telah dan hubungan sosial yang terjadi antara
terus menjadi sumber devisa bagi pedagang dan pembeli sebelum terjadinya
masyarakat pedagang dan masyarakat transaksi pembelian, terjadi tawar
sekitar, sehingga ikut membantu menawar, yang pada umumnya harga lebih
meningkatkan ekonomi wilayahnya yang sering mengikuti keinginan pembelinya.
sebelumnya termasuk ke dalam kategori Pepatah mengatakan bahwa pembeli
kurang mampu. Adanya Pasar Monju ikut adalah raja, artinya keputusan ada di
berpartisipasi dalam memajukan ekonomi tangan pembeli, dan pembeli adalah orang
daerah sekitarnya yang kurang yang harus dilayani sepenuhnya. Proses
berkembang (Yoeti, 1997). Pasar Monju “penurunan harga” dalam bentuk “tawar
dari dimensi Sosial, hubungan sosial dalam menawar”, bukan upaya terakhir yang
bentuk tawar menawar yang menjadi dilakukan oleh pembeli, ternyata para
karakter Pasar Tradisional, dan terjadi pada pembeli adalah orang yang paling pintar,
Pasar Monju, dapat meningkatkan para bagaimana harga bisa terjangkau dan
pedagang kaki lima, sehingga memiliki barang yang dibeli bisa dalam jumlah yang
sumber penghasilan disamping banyak. Makanya, pembeli meminta
memberikan layanan kepada para “emboh”, atau tambahan barang setelah
pengunjung. Dalam konteks Pasar Monju adanya kesesuaian harga menjelang
hanya pedagang kaki lima yang dapat transaksi, khususnya terjadi pada makanan
memberikan peluang bagi para calon berupa buah-buahan.
pembelinya, untuk melakukan tawar Banyaknya pedagang yang menjual
menawar. barang bervariasi, dengan penetapan harga
Pasar Monju adalah pasar pagi yang relatif terjangkau, dan tumbuhnya
mingguan yang memiliki jumlah pedagang hubungan sosial dalam bentuk tawar
sekitar 1.300 pedagang dan jumlah menawar, disertai permintaan “emboh”
pengunjung sekitar 10 ribuan orang yang oleh pembeli, sampai terjadinya transaksi
menempati area dari Monumen Juang pembelian, merupakan aspek yang menarik
sampai PT Telekomunikasi Indonesia. bagi para pengunjung. Hal ini sejalan
Luas area yang digunakan untuk dengan pendapat yang disampaikan oleh
berdagang dengan jumlah pengunjung dan A. Yoeti (1985) bahwa daya tarik wisata
pedagang tersebut, menjadikan Pasar adalah segala sesuatu yang menjadi daya
Monju sebagai Pasar Pagi Mingguan tarik bagi orang untuk mengunjungi suatu
terbesar di Kota Bandung dan sekitarnya. daerah tertentu. Nyoman S. Pendit (1994)
Jumlah 10 ribu pengunjung dengan 1.300 memberikan penguatan terhadap
29
Jurnal Manajemen Resort dan Leisure Vol. 15, No. 1, April 2018

pernyataan A. Yoeti (1985) dengan KESIMPULAN


menambahkan nilai sebagai aspek yang 1. Pasar Monju adalah sebuah pasar
sangat penting, dengan mengatakan bahwa tradisional sebagai tempat berkumpulnya
daya tarik wisata sebagai segala sesuatu masyarakat dalam aktivitas jual beli yang
yang menarik dan bernilai untuk dimaknai sebagai sebuah sistem dan
dikunjungi dan dilihat. Daya tarik dibangun oleh beberapa sub sistem.
merupakan aspek yang sangat penting, Bangunan sub sistem Pasar Monju adalah
seperti disampaikan oleh Edward Inskeep pedagang, pembeli, petugas, area tempat
(1991:27) bahwa daya tarik merupakan berjualan dan tempat parkir dan peraturan.
faktor penting yang harus dimiliki oleh Masing-masing sub sistem memiliki peran
suatu destinasi, apabila ingin mendapatkan yang saling melengkapi, saling
kunjungan dari wisatawan. membutuhkan dan saling menguatkan
Nilai Daya Tarik Wisata. Tawar untuk keberlangsungan Pasar Monju yang
menawar yang terjadi dalam proses jual diminati, disukai, dijadikan sebagai tempat
beli di Pasar Monju, bahkan sampai rekreasi yang bisa memberikan
permintaan “emboh” (tambahan barang) keuntungan, kepuasan, dan menjadi solusi
merupakan hubungan sosial yang unik, terhadap permasalahan masyarakatnya.
karena tidak pernah terjadi di Pasar Kepuasan merupakan dampak dari
Moderen. Namun, keunikan ini berdampak keuntungan yang diperoleh masyarakat,
pada tumbuhnya hubungan sosial yang berupa keuntungan yang bernilai ekonomis
lebih dekat khususnya antar pedagang dan maupun nilai sosial, yang difahami sebagai
pembeli, dan berdampak pada lahirnya sesuatu yang luhur dan mulia.
hubungan persaudaraan, kekeluargaan, 2. Pasar Monju tidak hanya untuk
saling menghormati, perasaan empati, melakukan transaksi jual beli yang bernilai
kerjasama, bahkan sampai tumbuhnya ekonomis, namun juga memberikan
sikap dan perilaku gotong royong. dampak sosial kepada masyarakatnya.
Hubungan sosial tersebut merupakan Hubungan sosial yang terbangun di Pasar
bentuk kemudahan dalam transaksi jual Monju, adalah komunikasi interpersonal
beli, merupakan bentuk keanekaragaman antara pedagang serta bentuk tawar
kekayaan budaya masyarakatnya, dan menawar yang mendekatkan hubungan
menjadi nilai sosial masyarakatnya. Nilai sosial pedagang dan pembeli yang dapat
inilah yang tidak dimiliki oleh masyarakat menumbuhkan nilai kekeluargaan,
lain dalam hubungan sosialnya di Pasar persaudaraan, kebersamaan, kerjasama,
Moderen; Nilai nilai yang menjadi acuan rasa empati, dan gotong royong. Nilai-nilai
di dalam bersikap dan berperilaku sosial ini menjadi daya tarik bagi
masyarakatnya; nilai inilah yang menjadi masyarakat untuk melakukan kunjungan
tujuan masyarakatnya untuk mencapai ulang ke Pasar Monju, sehingga memiliki
peningkatan kesejahteraannya. Nilai ini daya tarik wisata yang bernilai sosial.
pula yang lahir dari hubungan sosial tawar Saran
menawar yang terjadi di Pasar Monju, 1. Untuk peningkatan kualitas dan
yang melahirkan nilai-nilai sosial seperti keberlangsungan Pasar Monju sebagai
kekeluargaan, persaudaraan, saling Pasar Tradisional, pengelola Pasar Monju
menghargai, saling menghormati, dapat membuat simbol-simbol yang
kerjasama dan gotong royong, yang bersifat tradisional atau yang mengangkat
menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk nilai-nilai lokal baik dari penggunaan
melakukan kunjungan ulang ke Pasar tenda-tenda pedagang, pakaian pedagang,
Monju, yang selanjutnya disebut sebagai maupun jenis makanan dan minuman yang
nilai sosial pariwisata yang memiliki daya bersifat kedaerahan Jawa Barat, sehingga
tarik wisata. diharapkan dapat meningkatkan

30
Didin Syarifuddin: Pasar Tradisional Dalam Perspektif Nilai Daya Tarik Wisata (Studi Tentang
Pasar Pagi Monju Kota Bandung)

pemahaman masyarakat dan Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi.


menumbuhkan kecintaan masyarakat Jakarta. UI-Press.
terhadap sikap dan perilaku dalam
aktivitasnya di Pasar Monju, disamping Pendit, Nyoman S. 2003. Ilmu Pariwisata
dapat meningkatkan promosi yang lebih (sebuah pengantyar perdana) Jakarta.
luas. Pradnya Paramita.
2. Untuk meningkatkan pemahaman Pitana, I Gede dan I Ketut Surya Diarta,
masyarakat, khususnya para pengunjung 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata,
dari aspek sosial dalam bentuk hubungan Yogyakarta: Andi.
yang bernilai sosial pariwisata sehingga Sajogyo Pudjiwati, 1985:90. Sosiologi
menjadi daya tarik wisata, pihak pengelola Pembangunan
dapat melakukan komunikasi promosi bisa Salah Wahab. 1997. Manajemen
dalam bentuk pemasangan spanduk dan Kepariwisataan. Jakarta. Penerbit: PT
sejenisnya, menginforkasikan bahwa Pasar Pradnya Pramita.
Monju juga sebagai tempat rekreasi Setiadi, dkk. 2006. Ilmu Sosial Budaya dan
keluarga, berolahraga, dan besantai. Hal Dasar. Jakarta: Kencana Prenada Media
lain adalah bisa melakukan pertunjukan Grup.
yang bernilai lokal khas Jawa Barat, Syarifuddin D., Chairil M. Noor., Rohendi
sebagai pelengkap dan penguat citra Pasar A. 2017. Memaknai Kuliner Lokal Sebagai
Monju sebagai Pasar Tradisional yang Daya Tarik Wisaya Kota Bandung. Studi
bernilai daya tarik wisata. Tentang Makanan Lokal Surabi Mila.
Jurnal Abdimas. Universitas BSI Bandung.
DAFTAR PUSTAKA
Bagoes P. Wiryomartono. 1995. Seni Syarifuddin, D. 2017. Nilai Budaya Batik
Bangunan dan Seni Bina Kota di Tasik Parahiyangan Sebagai Daya Tarik
Indonesia. Jakarta. Gramedia Pustaka. Wisata Jawa Barat, Jurnal Manajemen
Resort dan Leasure. Volume 14, No.2,
bandung.go.id Oktober 2011:2 Oktober 2017. Universitas Pendidikan
Economic Australian Shop Market Article Indonesia, Bandung.
2007:46-47
Julius H.R. 2009. Upacara Ritual Syarifuddin, D. 2017. Nilai Wisata Budaya
Tarawangsa. Bandung, Universitas Seni Pertunjukan Saung Angklung Udjo
Komputer Indonesia. Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia,
http://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi Jurnal Manajemen Resort dan Leasure.
Inskeep, E. (1991) Tourism Planning: An Volume 13, No.2, Oktober 2016.
integrated and sustainable development Universitas Pendidikan Indonesia,
approach, Vab Nostrand Reinhold New Bandung.
york.
Syarifuddin, D. dan Nurlatipah, L. 2015.
Jejaring Sosial Twitter @infobdg. 2017. Daya Tarik Wisata Upacara Tradisional
Kluckhohn, F. and F.L. Strodbeck. 1965. Hajat Laut Sebagai Nilai Budaya
Variation in Value Orientation. Conn, Masyarakat Batu Karas. Jurnal Manajemen
Fawett Resort dan Leisure. Volume 12, Nomor 1.
Koentjaraningrat. 2009, Pengantar Ilmu April 2015. Universitas Pendidikan
Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Indonesia, Bandung.
Marketing Outlook, Tahun 2017.
Miles, Matthew B., A. Michael Huberman. Swarbrooke, J. (1998) Tourism Planning.
(1992). Analisis Data Kualitatif: Buku Sustainable Tourism Management, CABI:
Sumber Tentang Metode-metode Baru. Wallingford
31
Jurnal Manajemen Resort dan Leisure Vol. 15, No. 1, April 2018

Tyler Kent. 2006. Succesfull Prescription.


UU Republik Indonesia, Nomor 10, Tahun
2009. Tentang Pariwisata
Wiranata, I Gede. 2011. Antropologi
Budaya. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Yoeti Oka A. 1997. Perencanaan dan
Pengembangan Pariwisata. Pradnya
Paramita. Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai