Anda di halaman 1dari 86

KARYA ILMIAH AKHIR

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA Tn.


“J” DENGAN DIAGNOSA MEDIS SUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDI
( SVT ) DI RUANGAN IGD PUSAT JANTUNG
TERPADU RSUP Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR

Disusun oleh :
WAHYUDIN SAMIN, S.Kep
18.04.057

YAYASAN PERAWAT SULAWESI


SELATAN STIKES PAKAKKUKANG
MAKASSAR PRODI PROFESI NERS
2019
ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH AKHIR

NAMA : WAHYUDIN SAMIN

NIM : 18.04.057

PROGRAM STUDI : PROFESI NERS

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah hasil pelaksanaan

asuhan keperawatan saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan

untuk memperoleh gelar ners di suatu perguruan tinggi manapun, serta tidak

terdapat pemikiran yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali

secara tertulis atau diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti atau dibuktikan sebagaian atau

keseluruhan karya ilmiah ini merupakan hasil karya orang lain, maka saya

bersedia mempertanggung jawabkan sekaligus bersedia menerima sanksi berupa

gelar ners yang telah diperoleh dapat ditinjau dan atau dicabut.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada

paksaan sama sekali.

Makassar,…...........................2019

Yang membuat pernyataan.


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahiim

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah

melimpahkan segala rahmat dan hidaya-nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusun karya ilmiah akhir yang berjudul: “Manajemen

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Tn ”J” Dengan Diagnosa

Medis Supraventrikular Takikardi (SVT) di ruangan IGD PJT RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Dalam melakukan penyusun karya ilmiah akhir ini, penulis telah

mendapatkan banyak masukan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang

sangat berguna dan bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh

karena itu, pada kesempatan yang baik ini dengan kesungguhan hati penulis

menghanturkan banyak-banyak terima kasih yang sebesar-besar dan setulus-

tulusnya kepada :

1. Bapak H. Sumardin Makka, SKM., M.Kes. Selaku Ketua Yayasan Perawat

Sulawesi Selatan;

2. Ibu St. Syamsiah, SKp., M.Kes Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Stikes Panakukkang Makassar; sekaligus sebagai pembing yang yang tak

henti – hentinya memberikan arahan dan penyecerahan terkait penyusunan

karya ilmia akhir (KIA) ini

3. Bapak Kens Napolion, SKp., M.Kep., Sp.Kep.J Selaku Ketua Program Studi

Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Panakkukang


Makassar yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis

hingga terselesaikan karya ilmiah akhir ini.

4. Bapak Ns. I Kade Wijaya, S.Kep., M.Kep Selaku penguji I yang telah

memberikan pengarahan dan memberikan banyak masukan pada penulis

untuk kesempurnaan karya ilmiah akhir (KIA) ini.

5. Ibu Nofianty Idris, SKM., S.Kep., M.Kes Selaku penguji II yang telah

memberikan pengarahan serta kritik dan saran yang membangun sehingga

KIA ini dapat terselesaikan.

6. Rumah sakit RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar khususnya kepada

kepala ruangan IGD PJT yang telah membantu memberikan informasi data

yang dibutuhkan, dimana informasi tersebut sangat berguna sebagai data

untuk penyusunan karya ilmiah akhir (KIA)

7. Orang tua saya tercinta Samin La Pou dan Umi La Muha, serta kedua adik

tercinta Yusmita Samin dan Nurcahya Samin yang memberikan banyak

dukungan serta do’a yang tiada henti-hentinya.

8. Keluarga besar Program Studi Ners baik dari tim dosen maupun dari rekan-

rekan mahasiswa Ners seangkatan, serta kepada staf Stikes Panakukkang

Makassa serta jajarannya yang memberikan dukungan pada penulis hingga

saat ini.

Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya

ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan baik berupa saran

dan kritik yang membangun dari para pembaca akan sangat


membantu. Semoga Karya Ilmiah Akhir ini bisa bermanfaat bagi kita semua

dan pihak-pihak yang terkait.

Makassar,.....................2019

Wahyudin Samin, S.Kep


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN............................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................... iii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................

vi BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Tujuan Umum ...................................................................... 2
C. Tujuan Khusus..................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan............................................................... 4
E. Sistematika Penulisan ......................................................... 5
BAB II TINJAUAN KASUS KELOLAAN
A. Tinjauan Teori
1. Konsep dasar medis ..................................................... 8
a. Pengertian ................................................................ 8
b. Anatomi Fisiologi ...................................................... 8
c. Etiolgi ......................................................................... 25
d. Patofisiologi .............................................................. 26
e. Manifestasi klinis ....................................................... 27
f. Pemeriksaan penunjang ........................................... 27
g. Penatalaksanaan ....................................................... 29
2. Konsep asuhan keperawatan
a. Pengkajian ................................................................ 32
b. Diagnosa keperawatan ( NANDA ) ........................... 38
c. Intervensi keperawatan ............................................ 39
d. Implementasi ............................................................. 45
e. Evaluasi .................................................................... 45
B. Tinjauan Kasus Kelolaan
1. Pengkajian primer .......................................................... 46
2. Pemeriksaan penunjang..................................................................50
3. Analisa data ................................................................... 52
4. Diagnosa keperawatan .................................................
5. Intervensi .......................................................................
6. Implementasi dan evaluasi ............................................
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengkajian ........................................................................... 59
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................ 64
C. Rencana Keperawatan......................................................... 67
D. Implementasi Keperawatan.................................................. 71
E. Evaluasi Keperawatan ......................................................... 71
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................... 74
B. Saran .................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskuler merupakan salah satu penyakit tidak menular

yang dapat menyebabkan kematian setiap tahunnya. Data World Health

Organization (WHO) pada tahun 2012 penyakit kardiovaskular merupakan

penyebab kematian utama dari seluruh penyakit tidak menular dan

bertanggung jawab atas 17,5 juta kematian atau 46% dari seluruh kematian

penyakit tidak menular. Dari data tersebut diperkirakan 7,4 juta kematian

adalah serangan jantung akibat penyakit jantung koroner (PJK) dan 6,7 juta

adalah stroke (Mendis, 2015 dikutip dalam Yuliyanti, 2018)

Jantung merupakan sebuah organ dalam tubuh manusia yang termasuk

dalam sistem sirkulasi. Jantung bertindak sebagai pompa sentral yang

memompa darah untuk menghantarkan bahan-bahan metabolisme yang

diperlukan ke seluruh jaringan tubuh dan mengangkut sisa-sisa metabolisme

untuk dikeluarkan dari tubuh(Andra & Yessie, 2016 dikutip dalam Yuliyanti,

2018)

Supraventricular Tachycardia (SVT) adalah takikardia atrium yang

ditandai dengan awitan mendadak dan penghentian mendadak. Gangguan

irama ini dapat terjadi karena faktor pencetus seperti emosi, tembakau,

kafein, kelelahan, pengobatan simpatomimetik atau

1
alkohol. Takikardia atrium biasanya tidak berhubungan dengan penyakit

jantung organik. Frekuensi yang sangat tinggi dapat menyebabkan angina

sebagai akibat penurunan pengisian arteri koroner, curah jantung akan

menurun dan dapat terjadi gagal jantung (Padila, 2012).

Sebagian besar SVT menyulitkan namun tidak mengancam nyawa,

meskipun kematian mendadak dapat terjadi tetapi jarang. Gejala yang umum

terjadi adalah palpitasi, pusing dan nafas pendek. SVT seringkali disebabkan

oleh pemicu ektopik dan dapat timbul dalam salah satu atrium. Takikardi

dapat mulai dan berhenti secara mendadak atau bertahap. Pada ektopik

atrium, gelombang P terbentuk abnormal dimana gelombang P tumpang

tindih dengan gelombang T, diikuti oleh kompleks QRS yang normal.

Mekanisme aritmia pada SVT bisa merupakan otomatisitas abnormal,

triggerred activity dan re-entry (Padila, 2012).

Kebanyakan SVT merupakan takikardia regular yang disebabkan re-

entry, suatu irama abnormal yang gelombang depolarisasinya berjalan secara

berulang pada lingkaran jaringan jantung. 4 Jalur re- entry pada takikardia

supraventrikular dijumpai di nodal AV (50%), jalur aksesoris lain (40%)

serta di atrium atau nodal SA (10%). 3 Kelompok lain dari SVT dianggap

sebagai takikardia otomatisasi. Aritmia ini bukan (Padila, 2012).


Berdasarkan latar belakang dan pengalaman praktik yang ditemukan di

rumah sakit, maka dari itulah penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan

judul “ Asuhan Keperawatan Pada Pasien SVT (Supraventrikular Takikardi)

di Ruangan IGD PJT RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar ” sebagai

Karya Ilmiah Akhir..

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Diketahui gambaran dan pengalaman langsung dalam

mengaplikasikan teori asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada

gangguan system kardiovaskuler dengan kasus Supraventricular

Tachycardia (SVT) di ruangan IGD PJT RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran nyata tentang manajemen asuhan keperawatan

kegawatdaruratan pada Tn. “J” dengan gangguan sistem

kardiovaskuler pada kasus Supraventrikular Takikardia (SVT).

b. Diketahuinya gambaran nyata tentang pengkajian primer dan sekunder

pada kegawatdaruratan sistem kardiovaskuler dengan kasus

Supraventrikular Takikardia (SVT).

c. Diketahuinya gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan

perumusan diagnosa keperawatan kegawatdaruratan pada Tn.

”J” Supraventricular Tachycardia


(SVT) di ruangan IGD PJT RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar berdasarkan prioritas masalah.

d. Diketahuinya gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan

penyusunan intervensi keperawatan kegawatdaruratan pada Tn.”J”

Supraventricular Tachycardia (SVT) di ruangan IGD PJT RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

e. Diketahuinya gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan

implementasi keperawatan kegawatdaruratan pada Tn.”J”

Supraventricular Tachycardia (SVT) di ruangan IGD PJT RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

f. Diketahuinya gambaran dan pengalaman langsung dalam melakukan

evaluasi keperawatan kegawatdaruratan pada Tn.”J”

Supraventricular Tachycardia (SVT) di ruangan IGD PJT RSUP

Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

C. Manfaat Penulisan

a. Bagi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya

pengembangan pengetahuan khususnys tentang pemberian asuhan

keperawatan kritis pada pasien dengan gangguan system kardiovaskuler

dengan kasus Supraventricular Tachycardia (SVT).


b. Bagi Tenaga Kesehatan

Memberikan informasi mengenai konsep medis dan pemberian

asuhan keperawatan kritis pada pasien dengan gangguan sistem

kardiovaskuler dengan kasus Supraventricular Tachycardia (SVT)

c. Bagi Pasien/keluarga pasien

Dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk menambah

penetahuan tentang gangguan pada sistem kardiovaskuler pada kasus

Supraventricular Tachycardia (SVT) dan menambah pengalaman dalam

menangani SVT.

d. Bagi Penulis

Memberikan manfaat melalui pengalaman bagi penulis untuk

mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dari pendidikan kepada pasien-

pasien dengan gangguan system kardiovaskuler khususnya pasien dengan

kasus Supraventricular Tachycardia (SVT).

D. Sistematika Penulisan

1. Tempat : Ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

2. Waktu : Tanggal 07 Oktober 2019

3. Teknik pengumpulan data :

a. Wawancara

Teknik wawancara yaitu dengan melakukan pendekatan dan bertemu

langsung dengan dengan pasien, keluarga dan tim kesehatan yang menangani

pasien.
b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi kepala sampai kaki. Teknik

pemeriksaan organ sistem yang terdiri dari empat teknik diantaranya :

1) Inspeksi

Inspeksi yaitu pemeriksaan dengan cara melihat secara langsung atau

melakukan observasi terhadap keadaan pasien untuk mendeteksi tanda-

tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik

2) Palpasi

Palpasi yaitu pemeriksaan dengan menggunakan sentuhan, rabaan

maupun sedikit tekanan pada bagian tubuh yang akan diperiksa dan

dilakukan secara terorganisir dari satu bagian ke bagian yang lain untuk

mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ.

3) Perkusi

Palpasi yaitu pemeriksaan dengan cara mengetuk untuk menentukan

batas-batas organ atau bagian tubuh dengan cara merasakan vibrasi yang

ditimbulkan akibat adanya gerakan yang diberikan ke bawah jaringan

(udara, air, atau zat padat).

4) Auskultasi

Auskultasi yaitu pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop untuk

dapat mendengar bunyi jantung, paru-paru, bunyi usus serta mengukur

tekanan darah dan nadi


c. Observasi

Melakukan pengamatan langsung kepada pasien dengan cara melakukan

pemeriksaan yang terkait dengan perkembangan pasien.


BAB II

TINJAUAN KASUS KELOLAAN

A. TINJAUAN TEORI

1. Konsep Medis

a. Definisi

Supraventrikular takikardi (SVT) adalah detak jantung yang

cepat dan regulerberkisar antara 150-250 denyut per menit.

SVT sering juga disebut Paroxysmal Supraventrikular Tachycardi

(PSVT). Paroksismal atau gangguan tiba-tiba dari denyut jantung yang

menjadi cepat (Wangko dan Edmond, 2015 dikutip dalam Siagian,

2018)

Kelainan pada TSV mencakup komponen sistem konduksi dan

terjadi di bagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan TSV mempunyai

kompleks QRS normal. Kelainan ini sering terjadi pada demam, emosi,

aktivitas fisik dan gagal jantung (Thomson dan Sanders, 2011 dikutip

dalam Siagian, 2018)

b. Anatomi Fisiologi Jantung

Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat buah ruang

yang terletak di rongga dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit

ke sebelah kiri sternum. Ruang jantung terdiri atas dua


ruang yang berdinding tipis disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang

berdinding tebal disebut ventrikel (bilik) (Padila, 2012). Bentuk jantung

menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung)

dan disebut juga basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang

disebut apeks kordis. Letak jantung didalam rongga dada

sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah

kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diafragma, dan

pangkalnya terdapat dibelakang kiri antara kosta V dan VI dua jari

dibawah papilla mamae.Ukurannya lebih kurang sebesar genggaman

tangan kanan dan beratnya kirakira 250-300

gram (Padila, 2012).

Gambar 2.1 organ jantung

Fungsi jantung adalah memompa darah kejaringan, menyuplai

oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sisa

hasil metabolisme. Terdapat dua pompa jantung terletak sebelah kanan

dan kiri.Hasil keluaran jantung


kanan didistribusikan seluruhnya keparu melalui arteri pulmonalis, dan

hasil keluaran jantung kiri seluruhnya di distribusikan keseluruh tubuh

melalui aorta. Kedua pompa tersebut menyemburkan darah secara

bersamaan dengan kecepatan keluaran yang sama. Kerja pompaan

jantung dijalankan oleh kontraksi dan relaksasi ritmik dan dinding

otot.Selama kontraksi otot (sistolik), kamar jantung menjadi lebih kecil

karena darah di semburkan keluar (Padila, 2012).

Selama relaksasi otot dinding jantung (diastolik), bilik jantung akan

terisi darah sebagai persiapan untuk penyemburan berikutnya. Jantung

dewasa normalnya 50-80 x/menit, menyemburkan darah sekitar 70 ml

dari kedua ventrikel tiap detak, dan hasil keluaran totalnya 5 L/menit

(Padila, 2012)

1) Lapisan Selaput Jantung

Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan

pericardium, dimana lapisan pericardium ini dibagi menjadi 3

lapisan. Lapisan Fibrosa, yaitu lapisan paling luar pembungkus

jantung yang melindungi jantung ketika jantung mengalami

overdistention. Lapisan fibrosa bersifat sangat keras dan

bersentuhan langsung dengan bagian dinding dalam sternum rongga

thorax, disamping itu lapisan fibrosa ini termasuk penghubung antara

jaringan, khususnya pembuluh darah besar yang menghubungkan

dengan lapisan ini.Kedua,


lapisan parietal yaitu bagian dalam dinding lapisan fibrosa.Ketiga,

lapisan visceral, lapisan perikardium yang bersentuhan dengan

lapisan luar dari otot jantung atau epikardium.Diantara lapisan

parietal dan visceral terdapat ruangan yang berisi cairan

perikardium.Cairan ini berfungsi untuk menahan gesekan.

Banyaknya cairan pericardium ini antara 15-50 ml, dan tidak boleh

kurang atau lebih karena akan mempengaruhi kerja jantung (Padila,

2012).

2) Lapisan Otot Jantung

Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan jaringan yaitu

epikardium, miokardium, dan endocardium bagian dalam.Fungsi

epikardium luar sebagai lapisan pelindung terluar, yang mencakup

kapiler darah, kapiler getah bening, dan serabut saraf. Hal ini mirip

dengan pericardium visceral, dan terdiri dari jaringan ikat tertutup

oleh epitel (jaringan membrane yang meliputi organ internal dan

permukaan internal lain dalam tubuh.Lapisan dalam yang disebut

miokardium, yang merupakan bagian utama dari dinding jantung,

terdiri dari jaringan otot jantung. Jaringan ini bertanggung jawab

untuk kontraksi jantung, yang memfasilitasi memompa darah. Di

sini, serat otot dipisahkan dengan jaringan ikat yang kaya di sertakan

dengan kapiler darah dan serabut saraf. Lapisan dalam disebut

endocardium,
dibentuk dari jaringan epitel dan ikat yang mengandung banyak serat

elastis dan kolagen (kolagen adalah protein utama jaringan ikat).

Jaringan jaringan ikat mengandung pembuluh darah dan serat otot

jantung khusus yang di sebut serabut purkinje (Padila, 2012).

3) Katup Jantung

Katup jantung terbagi menjadi 2 bagian, yaitu katup yang

menghubungkan antara atrium dengan ventrikel dinamakan katup

atrioventrikuker, sedangkan katup yang menghubungkan sirkulasi

sistemik dan sirkulasi pulmonal dinamakan katup seminular. Katup

antrioventrikuler terdiri dari katup tricuspid yaitu katup yang

menghubungkan antara atrium kiri dengan ventrikel kiri yang

dinamakan dengan katup mitral atau bicuspid. Katup semilunar

terdiri dari katup pulmonal, katup semilunar yang lain

menghubungkan antara ventrikel kiri dengan asendence aorta yaitu

katup aorta. Katup berfungsi mencegah aliran darah balik ke ruang

jantung sebelumnya sesaat setelah kontraksi atau sistolik dan sesaat

saat relaksasi atau diastolic.Tiap bagian daun katup jantung di ikat

oleh chordae tendinea sehingga pada saat kontarksi daun katup

tidak terdorong masuk keruang sebelumnya yang bertekanan

rendah.chordae tendineasendiri berikatan dengan otot yang disebut

muskulus papilaris (Padila, 2012).


4) Bilik Jantung

Jantung manusia memiliki 4 ruang, ruang atas dikenal sebagai

atrium kiri dan kanan, dan ruang bawah disebut ventrikel kiri dan

kanan. Dua pembuluh darah yang disebut vena kava superior dan

vena kava inferior, masing - masing membawa darah teroksigenasi

ke atrium kanan dari bagian atas dan bagian bawah tubuh.Atrium

kanan memompa darah ini ke ventrikel kanan melalui katup

tricuspid. Ventrikel kanan memompa darah ini melalui katup

pulminal ke arteri pulmonalis, yang membawanya ke paru - paru

(untuk mendapatkan kembali oksigen). Atrium kiri menerima darah

ini melalui katup bicuspid atau mitral. Ventrikel kiri memompa

darah ini melalui katup ke aorta ke berbagai bagian tubuh melalui

aorta, yang merupakan pembuluh darah terbesar dalam tubuh. Otot -

otot jantung juga disertakan dengan darah beroksigen melalui arteri

coroner. Atrium dengan berdinding tipis, dibandingkan dengan

ventrikel. Ventrikel kiri adalah yang terbesar dari empat bilik jantung

dan dindingnya memiliki ketebalan setengah inci (Padila, 2012).

5) Arteri Koroner

Arteri koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan

jantung, karena darah bersih yang kaya akan oksigen dan elektrolit

sangat penting agar jantung bisa bekerja


sebagaimana fungsinya. Apabila arteri coroner mengalami

pengurangan suplainya ke jantung atau yang disebut dengan iskemia,

ini akan menyebabkan terganggunya fungsi jantung. Apalagi arteri

coroner mengalami sumbatan total atau yang disebut dengan

serangan jantung mendadak atau miokardiac infarction dan bisa

menyebabkan kematian. Begitupun apabila otot jantung dibiarkan

dalam keadaan iskemia, ini juga akan berujung dengan serangan

jantung juga atau miokardiac infarction. Arteri koroner adalah

cabang pertama dari sirkulasi sistemik, dimana muara arteri coroner

berada dekat dengan katup aorta atau tepatnya di sinus valsava

(Padila, 2012). Arteri coroner dibagi dua, yaitu :

a) Arteri koroner kiri

Arteri coroner kiri memiliki 2 cabang yaitu LAD (Left

Anterior Desenden) dan LCX (left Cirkumplex). Kedua arteri ini

melingkari jantung dalam dua letak anatomis ekterna, yaitu

sulcus coronary atau sulcus atrioventrikuler yang melingkari

jantung diantara atrium dan ventrikel, yang kedua yaitu sulcus

interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel.Pertemuan

kedua lekuk ini dibagian permukaan posterior jantung yang

merupakan bagian dari jantung yang sangat penting yaitu kruks

jantung. Nodus AV berada pada titik ini. Arteri LAD

bertanggung jawab
untuk mengsuplai darah untuk otot ventrikuler kiri dan kanan,

serta bagian interventrikuler septum.Arteri LCX bertanggung

jawab untuk mensuplai 45% darah untuk atrium kiri dan

ventrikel kiri, 10% bertanggung jawab mensuplai SA Node

(Padila, 2012).

b) Arteri koroner kanan

Arteri coroner kanan bertanggung jawab mensuplai darah

ke atrium kanan, ventrikel kanan, permukaan bawah dan

belakang ventrikel kiri, 90% mensuplai AV Node, dan 55%

mensuplai SA Node (Padila, 2012).

6) Pembuluh dasar besar jantung

Ada beberapa pembuluh besar yang perlu diketahui, (Padila, 2012).

yaitu :

a) Vena kava superior, yaitu vena besar yang membawa darah

kotor dari bagian atas diafragma menuju atrium kanan

b) Vena kava inferior, yaitu vena besar yang membawa darah

kotor dari bagian bawah diafragma ke atrium kanan.

c) Sinus coronary, yaitu vena besar di jantung yang membawa

darah kotor dari jantung sendiri.

d) Pulmonary trunk, yaitu pembuluh darah besar yang membawa

darah kotor dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis


e) Artery pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang

membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-

paru.

f) Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang

membawa darah bersih dari kedua paru - paru ke atrium kiri.

g) Assending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa

darah bersih dari ventrikel kiri ke arkus aorta ke cabangnya

yang bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian atas.

h) Desending aorta, yaitu bagian aorta yang membawa darah

bersih dan bertanggung jawab dengan organ tubuh bagian

bawah.

b. Fisiologi Jantung

1) Hemodinamika Jantung

Darah yang kehabisan oksigen dan mengandung banyak

karbondioksida (darah kotor) dari seluruh tubuh mengalir melalui

dua vena terbesar (vena kava) menuju ke atrium kanan. Setelah

atrium kanan terisi darah, ia akan mendorong darah ke dalam

ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis. Darah dari ventrikel

kanan akan dipompa melalui katup pulmoner ke dalam arteri

pulmonalis menuju ke paruparu. Darah akan mengalir melalui

pembuluh darah yang sangat


kecil (pembuluh kapiler) yang mengelilingi kantong udara diparu-

paru menyerap oksigen, melepaskan karbondiokasida dan

selanjutnya di alirkan kembali kejantung. Darah yang kaya akan

oksigen mengalir di dalam vena pulmonalis menuju ke atrium kiri.

Peredaran darah di antara bagian kanan jantung, paru-paru dan

atrium kiri disebut sirkulasi pulmoner karena darah di alirkan ke

paru - paru. Darah dalam atrium kiri akan di dorong menuju

ventrikel kiri melalui katup bikuspidalis/ mitral, yang selanjutnya

akan memompa darah bersih ini melewati katup aorta masuk ke

dalam aorta (arteri terbesar dalam tubuh). Darah kaya akan oksigen

ini disirkulasikan ke seluruh tubuh, kecuali paru-paru (Muttaqin,

2014).

2) Siklus Jantung

Secara umum, siklus jantung dibagi menjadi 2 bagian

besar, (Muttaqin, 2014). yaitu :

a) Systole atau kontraksi jantung

b) Diastole atau relaksasi atau ekpansi jantung Secara spesifik,

siklus jantung dibagi menjadi 5 fase yaitu :

I. Fase ventrikel filling

II. Fase Atrial Contraction

III. Fase Isovolumetric Contraction

IV. Fase Ejection


3) Fase Isovolumetric Relaxation

Perlu anda ingat bahwa siklus jantung berjalan secara

bersamaan antara jantung kanan dan jantung kiri, dimana satu siklus

jantung – 1 denyut jantung = 1 beat EKG 9 P,Q,R,S,T) hanya

membutuhkan waktu kurang dari 0,5 detik (Muttaqin, 2014).

4) Fase Ventrikel Filling

Sesaat setelah kedua atrium menerima darah dari masing -

masing cabangnya, dengan demikian akan menyebabkan tekanan di

kedua atrium naik melebihi tekanan di kedua ventrikel. Keadaan ini

akan menyebabkan terbukanya katup atrioventrikuler, sehingga

darah secara pasif mengalir ke kedua ventrikel secara cepat karena

pada saat ini kedua ventrikel dalam keadaan relaksasi/ diastolic

sampai dengan aliran darah pelan seiring dengan bertambahnya

tekanan di kedua ventrikel. Proses ini dinamakan dengan pengisian

ventrikel atau ventrikel filling.Perlu anda ketahui bahwa 60% sampai

90% total volume darah di kedua ventrikel berasal dari pengisian

ventrikel secara pasif. Dan 10% sampai 40% berasal dari kontraksi

kedua atrium (Muttaqin, 2014).

5) Fase Atrial Contraction

Seiring dengan aktivitas jantung yang menyebabkan kontaksi

kedua atrium, dimana setelah terjadi pengisian


ventrikel secara pasif, disusul pengisian ventrikel secara aktif yaitu

dengan adanya kontraksi atrium yang memompakan darah ke

ventrikel atau yang kita kenal dengan “ atrial kick”. Dalam grafik

EKG akan terekam gelombang P. proses pengisian ventrikel secara

keseluruhan tidak mengeluarkan suara, kecuali terjadi patologi pada

jantung yaitu bunyi jantung 3 atau cardiac murmur (Muttaqin, 2014).

6) Fase Isovolumetric Contaction

Pada fase ini, teknaan di kedua ventrikel berada pada puncak

tertinggi tekanan yang melebihi teknanan di kedua atrium dan

sirkulasi sistemik maupun sirkulasi pulmonal. Bersamaan dengan

kejadian ini, terjadi aktivitas listrik jantung di ventrikel yang terekam

pada EKG yaitu kompel QRS atau depolarisasi ventrikel (Muttaqin,

2014).

Keadaan kedua ventrikel ini akan menyebabkan darah

mengalir balik ke atrium yang menyebabkan darah mengalir ke

atrium yang menyebabkan penutupan katup atrioventrikuler untuk

mencegah aliran balik darah tersebut. Penutupan katup

atrioventrikuler akan mengeluarkan bunyi jantung satu (S1) atau

sistolik. Periode waktu antara penutupan katup AVsampai sebelum

pembukaan katup semilunar dimana volume darah di kedua

ventrikel tidak berubah dan semua katup dalam


keadaan ertutup, proses ini di namakan dengan fase

isovolumetrik contaction (Muttaqin, 2014).

7) Fase Ejection

Seiring dengan besarnya tekanan di ventrikel akan

menyebabkan kontaksi kedua ventrikel membuka katup semilunar

dan memompa darah dengan cepat melalui cabangnya masing -

masing. Pembukaan katup semilunar tidak mengeluarkan bunyi.

Bersamaan dengan kontraksi ventrikel, kedua atrium akan di isi oleh

masing - masing cabangnya (Muttaqin, 2014).

8) Fase Isovolumetrik Relaxation

Setelah kedua ventrikel memompakan darah, maka tekanan di

kedua ventrikel menurun atau relaksasi sementara tekanan di

sirkulasi sistemik da sirkulasi pulmonal meningkat. Keadaan ini akan

menyebabkan aliran darah balik kekedua ventrikel, untuk itukatup

semilunar akan menutup untuk mencegah aliran darah balik ke

ventrikel. Penutupan katup semiluanar mengeluarkan bunyi jantung

dua (S2) atau diastolic. Proses relaksasi ventrikel akan terekam

dalam EKG dengan gelombang T, pada saat ini juga aliran darah ke

arteri coroner terjadi. Aliran balik dari sirkulasi sitemik dan

pulmonal ke ventrikel juga ditandai dengan adanya “dicroric notch”

(Muttaqin, 2014).
9) Total volume darah yang terisi setelah fase pengisian ventrikel

secara pasif maupun aktif (fase ventrikel filling dan fase atrial

contraction ) disebut dengan End Diastolic Volume (EVD)

(Muttaqin, 2014). Yaitu :

a) Total EVD di ventrikel kiri (LVEDV) sekitar 120 ml.

b) Total sisa volume dara di ventrikel kiri setelah kontaksi/ sistolik

disebut End Systolic Volume (ESV) sekitar 50 ml.

c) Perbedaan volume darah di ventrikel kiri antara EVD dengan

ESV adalah 70 ml atau diienal dengan stroke volume. (EDV-

ESV=Stroke Volume) (120-50=70).

10) System Listrik Jantung

Jantung berkontraksi atau berdenyut secara berirama akibat

potensial aksi yang ditimbulkannya sendiri. Hal ini disebabkan

karena jantung memiliki mekanisme aliran listrik sendiri guna

berkontraksi atau memompa dan berelaksasi. Potensial aksi ini

dicetuskan oleh nodus nodud pacemaker yang terdapat di jantung

dan dipengaruhi oleh beberapa jenis elektrolit seperti K+, Na+, dan

Ca+ gangguan terhadap kadar elektrolit tersebut di dalam tubuh dapat

mengganggu mekanisme aliran listrik jantung. Sumber listrik jantung

adalah SA Node ( Nodus Sinoatrial ) (Muttaqin, 2014).

Arus listrik yang dihasilkan oleh otot jantung menyebar ke

jaringan di sekitar jantung dan dihantarkan melalui cairan -


cairan tubuh. Sebagian kecil aktivitas listrik ini mencapai permukaan

tubuh dan dapat dideteksi menggunakan alat khusus. Rekaman aliran

listrik jantung disebut dengan elektrokardigram atau EKG.EKG

adalah rekaman mengenai aktivitas listrik di cairan tubuh yang

dirangsang oleh aliran listrik jantung yang mencapai permukaan

tubuh. Berbagai komponen pada rekaman EKG dapat dikorelasikan

dengan berbagai proses spesifik di jantung. EKG dapat digunakan

untuk mendiagnosis kecepatan denyut jantung yang abnormal,

gangguan irama jantung, serta kerusakan otot jantung. Hal ini

disebabkan karena aktivitas listrik akan memicu aktivitas mekanis

sehingga kelainan pola listrik biasanya akan disertai dengan kelainan

mekanis atau otot jantung sendiri (Muttaqin, 2014).

11) Curah Jantung

Cardiac Output adalah volume darah yang dipompa oleh

tiaptiap ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa

oleh jantung). Selama setiap perode tertentu, volum darah yang

mengalir melalui sirkulasi sitemik. Dengan demikian, curah jantung

dari kedua ventrikel dalam keadaan normal identik, walaupun

apabila diperbandingkan denyut demi denyut, dapat terjadi variasi

minor. Dua faktor yang mempengaruhi cardiac output adalah

kecepatan denyut
jantung (denyut permenit) dan voume sekuncup (volume darah yang

dipompa perdenyut). Curah jantung merupakan faktor utama yang

harus diperhitungkan dalam sirkulasi, karena curah jantung

mempunyai peranan penting dalam transportasi darah yang memasok

berbagai nutrisi curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan

oleh venrtikel selama satu menit. Nilai normal pada orang dewasa

adalah 5 L/menit (Muttaqin, 2014).

Volume sekuncup adalah jumlah darah yang disemburkan

setiap denyut, maka curah jantung dapat dipengaruhi oleh perubahan

volume sekuncup maupun frekuensi jantung. Frekuensi jantung

istirahat pada orang dewasa rata - rata 0 - 80 denyut/menit dan rata-

rata volume sekuncup 70 ml/denyut. Perubahan frekuensi jantung

dapat terjadi akibat kontrol reflex yang di mediasi oleh system saraf

otonom, meliputi bagian simpatis dan parasimpatis. Impuls

parasimpatis, yang berjalan ke jantung melalui nervus vagus, dapat

memperlambat frekuensi jantung, sementara impuls simpatis

meningkatkan. Efeknya terhadap frekuensi jantung berakibat mulai

dari aksi pada NOdus SA untuk meningkatkan maupun menurunkan

kecepatan depolarisasi intrinsiknya, keseimbangan anatara kedua

reflex tadi mengontrol system yang normalnya menentukan

frekuensi jantung. Frekuensi


jantung dirangsang juga oleh pengingkatan kadar katekolamin (yang

disekresikan oleh kelenjar adrenal) dan oleh adanya kelebihan

hormone tiroid yang menghasilkan efek menyerupai katekolamin.

Volume sekuncup jantung ditentukan oleh tiga factor (Muttaqin,

2014). Yaitu :

a) Kontrakstilitas Intrinsik Otot Jantung

Kontraksi intrinsik otot jantung adalah istilah yang

digunakan untuk menyatakan tenanga yang dapat dibangkitkan

oleh kontraksi miokardium pada kondisi tertentu.Kontraksi ini

dapat meningkat akibat aktekolamin yang berdar, aktivitas daraf

simpatis dan berbagai obat seoerti digitalis serta dapat menurun

akibat hipoksemia dan sidosis, peningkatan kointraktilitas dapat

terjadi pada peningkatan volume sekuncup.

b) Derajat peregangan otot jantung sebelum kontraksi (preload)

Preload merupakan tenaga yang menyebabkan otot

ventrikel meregang sebelum mengalami eksitasi dan kontraksi.

Preload ventrikel ditentukan oleh volum darah dalam ventrikel

pada akhir diastolic. Semakin besar preload, semakin besar

volume sekuncupnya, sampai pada titik dimana otot sedemikian

teregangnya dan tidak mampu berkontraksi lagi. Hubungan

antara peningkatan
volume akhir diastolic ventrikel pada kontraktilitas intrinsik

tertentu dinamakan hokum starling jantung, yang didasarkan

pada kenyataan bahwa semakin besar pula derajat pemendekan

yang akan terjadi. Akibatnya terjadi peningkatan interkasi antara

sarkomer filament tebal dan tipis.

c) Tekanan yang harus dilawan otot jantung untuk menyeburkan

darah selama kontaksi (afterload)

Afterload adalah suatu tekanan yang harus dilawan

ventrikel untuk menyemburkan darah. Tahanan terhadap ejeksi

ventrikel kiri dinamakan tahanan vaskuler sitemik. Tahanan oleh

tekanan pulmonal terhadap ejeksi ventrikel dinamakan tahanan

vaskuler pulmonal. Peningkatan afterload akan mengakibatkan

penurunan volume sekuncup.

c. Etiologi

Adapun penyebab dari SVT antara lain (Tortora, 2012 dikutip

dalam Jayanti, 2017). Yaitu :

1) Kardiomiopati

2) Penyakit jantung koroner

3) Serangan jantung

4) Gagal jantung

5) Miokarditis atau peradangan otot jantung


6) Cacat jantung bawaan

d. Patofisiologi

Otomatisasi (automaticity). Irama ektopik yang terjadi akibat

otomatisasi sebagai akibat adanya sel yang mengalami percepatan

(akselerasi) pada fase 4 dan sel ini dapat terjadi di atrium, A-Vjunction,

bundel HIS, dan ventrikel. Struktur lain yang dapat menjadi

sumber/fokus otomatisasi adalah vena pulmonalis dan vena kava

superior. Contoh takikardi otomatis adalah sinus takikardi. Ciri

peningkatan laju nadi secara perlahan sebelum akhirnya aritmia berhenti.

Takiaritmia karena otomatisasi sering berkaitan dengan gangguan

metabolik seperti hipoksia, hipokalemia, hipo magnesemia, dan

asidosis (Tortora, 2012 dikutip dalam Jayanti, 2017).

ReentryIni adalah mekanisme yang terbanyak sebagai penyebab

takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan

elektrofisiologi. Syarat mutlak untuk timbulnya adanya dua jalur

konduksi yang saling berhubungan baik pada bagian distal maupun

proksimal hingga membentuk suatu rangkaian konduksi tertutup. Salah

satu jalur tersebut harus memiliki blok searah (Tortora, 2012 dikutip

dalam Jayanti, 2017).

Aliran listrik antegrad secara lambat pada jalur konduksi yang

tidak mengalami blok memungkinkan terangsangnya bagian distal jalur

konduksi yang mengalami blok searah untuk


kemudian menimbulkan aliran listrik secara retrograd secara cepat

pada jalur reentry Ini adalah mekanisme yang terbanyak sebagai

penyebab takiaritmia dan paling mudah dibuktikan pada pemeriksaan

elektro fisiologi (Tortora, 2012 dikutip dalam Jayanti, 2017).

e. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala dari Supraventrikular Takikardia (SVT) (Ardiansyah,

2012). Yaitu :

1) Palpitasi

2) mudah lelah

3) nyeri dada

4) nafas pendek

5) penurunan kesadaran

6) pucat

7) gelisah

8) takipneu

9) sukar minum

10) Denyut jantung; 180-300 kali/menit (mungkin sulit dihitung)

11) Dapat terjadi gagal jantung (bila dalam 24 jam tidak membaik)

f. Pemeriksaan Diagnostik

Biasanya terbatas pada sistem kardiovaskular dan respirasi. Pasien

sering tampak terganggu dan mungkin takikardi satu satunya yang

dijumpai pada pasien yang sehat dan memiliki


hemodinamik yang baik. Sedangkan pada pasien dengan gangguan

hemodinamik dapat dijumpai takipnu dan hipotensi, crackles dapat

dijumpai pada auskultasi sekunder terhadap gagal jantung, S3 dapat

djumpai dan pulsasi vena jugularisjuga dapat terlihat. 4Pada

pemeriksaaan fisik pada saat episode dapat menunjukkan frogsign –

penonjolan vena jugularis , gelombang yang timbul akibat kontraksi

atrium terhadap katup trikuspid yang tertutup. Persentasi EKG pada

pasien dengan supraventrikular takikardi biasanya terdapat QRS

kompleks yang sempit ( QRS interval kurang dari 120msec), tetapi

beberapa kasus( kurang dari 10 %), dapat dijumpai QRS kompleks yang

lebar jika berhubungan dengan preexisting or rate related bundle

branch block. Pada QRS kompleks yang lebar. Setelah kembali

keirama sinus rhythm, ke

12 lead EKG harus diperhatikan ada apa tidaknya gelombang delta

(slurred upstroke at the onset of QRS complex), yang

mengindikasikan adanya jalur tambahan ( accessory pathway). Adapun

bukti adanya preexcitation dapat minimal ataupun absen jika jalur

tambahan terletak jauh dari nodus sinus atau jika jalur tambahan

“concealed”. Pada pasien ambulatory dengan episode SVT sering ( dua

atau lebih perbulan), rekaman EKG dan lanjutan sampai 7 hari dapat

berguna untuk dokumentasi aritmia (Ardiansyah, 2012).


g. Penatalaksanaan

Penting untuk membedakan aritmia reentry SVT berdasarkan

miokard atrium ( cth: AFib) versus aritmia pada sirkuit reentry. Karena

setiap bentuk aritmia tersebut memiliki respon yang berbeda pada terapi

yang ditujukan untuk menghalangi konduksi melalui nodusAV. Denyut

ventricular dari aritmia reentry beasal dari miokard atrium dapat

diperlambat, tapi tidak dapat dihentikan oleh obat-obatan yang

memperlambat konduksi melalui AV node. Aritmia yang salah satu

tungkai sirkuit berada pada nodus AV (AVNRT atau AVRT) dapat

diterminasi oleh obat-obat (Ardiansyah, 2012). seperti :

1) Manuver vagal

Manuver vagal dan adenosine merupakan pilihan terapi awal

untuk SVT stabil. Maneuver vagal saja akan menghentikan 25%

SVT. Sedangkan untuk jenis SVT lainnya maneuver vagal dan

adenosine dapat memperlambat denyut ventrikel secara transien dan

mebantu diagnosis irama, tetapi tidak selalu menghentikan irama

jantung yang abnormal ini.

2) Pemijatan karotis harus dilakukan dengan sangat hati - hati.

a) Auskultasi adanya bising karotis (bruit), jika ada penyakit

karotis. JANGANMELAKUKAN PIJAT KAROTIS !!!!.

b) Pasien berbaring datar, kepala ekstensi (leher), rotasi menjauhi

anda.
c) Palapasi artesi karotis pada mandibula, tekanlah dengan lembut

selam 10-15 detik.

d) Jangan menekan kedua arteri karotis secara bersamaan,

dahulukan arteri komunisdekstra karena tingkat keberhasilannya

sedikit lebih baik.

e) Buat strip irama selama prosedur, siapkan alat – alat resusitasi

karena pada kasus yang jarang dapat menyebabkan henti sinus.

3) Adenosine, 6 mg adenosine IV cepat pada vena besar (cth:

antesurbital) diikuti flush 20 ml saline. Bila tidak berubah dal 1-2

menit berikan 12 mg adenosine dengan cara seperti diatas.

4) Penghambat kanal kalsium.Verapamil 2,5-5mg IV bolus selama 2-3

menit. Bila tidak berespon dan tidak ada efek samping obat, ulang 5-

10mg dosis setiap 10-30 menit sampai total dosis 20 mg. atau dosis

alternative 5 mg setiap 15 menit sampai total 30 mg.2. diltiazem 15-20

mg ( 0,25mg/kgBB ) IV selama 2 menit, bila diperlukan dapat

diberikan dosis tambahan 20 - 25 mg (0,35mg/kgBB) selama 15

menit. Dosis maintenans 5mg/jam sampai 15mg/jam, titrasi sesuai

heart rate.

5) Penghambat beta (metoprolol, bisoprolol, atenolol, esmolol,

labetolol).

6) Obat-obat antiaritmia (amiodarone, prokainamide, sotalol).


7) Beta blockers seperti propranolol (Inderal), metoprolol (Lopressor,

Toprol XL), dan atenolol (Tenormin) biasanya diberikan dini selama

serangan jantung dan diteruskan untuk waktu yang lama. Beta

blockers menentang (antagonis) aksi dari adrenalin dan membebaskan

stres pada otot-otot jantung. Beta blockers mengurangi beban kerja

jantung dengan memperlambat detak jantung dan mengurangi

kekuatan kontraksi otot jantung. Mengurangi beban kerja mengurangi

permintaan untuk oksigen oleh jantung dan membatasi jumlah

kerusakan pada otot jantung. Pemasukan beta blockers untuk waktu

yang lama setelah serangan telah ditunjukan memperbaiki

kelangsungan hidup dan mengurangi risiko dari serangan jantung

berulang. Beta blockers juga memperbaiki kelangsungan hidup

diantara pasien – pasien dengan serangan jantung, dengan

mengurangi kejadian dari irama – irama jantung abnormal yang

mengancam nyawa. Beta blockers dapat diberikan secara intravena di

rumah sakit dan kemudian dimakan secara oral untuk perawatan

dalam jangka waktu yang lama (Ardiansyah, 2012).

Efek samping dari beta blockers adalah mencuit – cuit

(perburukan dari pernapasan pada pasien – pasien dengan asma),

denyut jantung yang perlahannya secara abnormal, dan perburukan

dari gagal jantung (terutama pada pasien – pasien


dengan kerusakan yang signifikan pada otot jantung mereka).

Meskipun demikian, pada pasien -pasien dengan gagal jantung kronis,

beta blockers baru - baru ini telah ditunjukan bermanfaat dalam

mengurangi gejala - gejala dan memprerpanjang kehidupan

(Ardiansyah, 2012).

2. Konsep Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan,

pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan

status kesehatan dan pertahanan pasien, mengidektifikasi kekuatan dan

kebutuhan klien serta merumuskan diagnose keperawatan. Ada 3 fase

dasar untuk pengkajian (Muttaqin, 2014). Yaitu :

1) Pengkajian awal: pengkajian yang dibuat dengan cepat selama

pertemuan pertama dengan pasien yang meliputi ABCD ( airway,

breathing, cirkulatio dan disability ).

2) Pengkajian dasar: Pengkajian lengkap dimana semua system dikaji.

3) Pengkajian terus-menerus: suatu pengkajian ulang secara terus-

menerus yang dibutuhkan pada status perubahan yang sakit kritis.

Dalam pengkajian kegawatdaruratan dilakukan dua tahap pengkajian

yaitu pengkajian primary survey dan pengkajian


sekundery survey. Prioritas dilakukan pada primary survey

meliputi :

1) Airway maintenance, dengan cervical spine protection.

Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa

responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk

memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan napas. Seorang pasien

yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan napas pasien terbuka.

Hal-hal yang perlu dikaji :

a) Bersihkan jalan napas.

b) Ada tidaknya sumbatan jalan napas.

c) Distress pernapasan.

d) Tanda-tanda pendarahan dijalan napas, muntahan, edema laring.

e) Sumbatan jalan napas total.

f) Pasien sadar: memegang leher, gelisah, sianosis.

g) Pasien tidak sadar: tidak terdengar suara napas dan

sianosis.

h) Sumbatan jalan napas sebagian.

i) Korban mungkin masih mampu bernapaas namun kualitas

pernapasannya bisa baik atau buruk.

j) Pada korban dengan pernapasan yang masih baik, anjurkan untuk

batuk dengan kuat sampai benda keluar.

k) Bila sumbatan parsial menetap, aktifkan system emergency.


l) Obstruksi parsial dengan pernapasan buruk diperlukan seperti

sumbatan jalan napas komplit.

m)Sumbatan dapat disebabkan oleh berbagai hal penyebab pasien

bernapas dengan berbagai suara: cairan akan menimbulkan

gurgling, lidah jatuh kebelakang akan menimbulkan suara ngorok,

penyempitan jalan napas akan menimbulkan suara crowing.

2) Breathing dan oksigenasi

Menilai kepatenan jalan napas dan keadekuatan pernapasan

pada pasien. Jika pernapasan tidak memadai, langka-langka yang

harus dipertimbangkan adalah:

a) Dekompresi dan drainase tension pneumothorax/hematorax

b) Ventilasi buatan

c) Frekuensi pernapasan

d) Suara pernapasan

e) Adanya udara keluar dari jalan napas

Cara pengkajian seperti Look : apakah kesadaran menurun,

gelisah, adanya jejas diatas klavikula, adanya penggunaan otot

tambahan. Listen: Dengan atau tanpa stetoskop, apakah ada suara

tambahan dan feel.

3) Circulation dan control pendarahan eksternal.

Syok didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan

oksigenasi jaringan. Hipovolemia adalah penyebab syok


paling umum pada trauma. Diagnosis syok didasarkan pada

temuan klinis:

a) Hipotensi

b) Takikardi

c) Takipnea

d) Hipotermia

e) Pucat

f) Ektremitas dingin

g) Penurunan capillary refill

h) Penurunan produksi urine

Adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang

cukup aman untuk mengansumsikan telah terjadi pendarahan.

Lakukan upaya menghentikan pendaraha.

4) Disability

Disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :

a) A ( Alert ) yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya

mematuhi perintah yang diberikan.

b) V ( Vocalizes ) tidak sesuai, atau mengeluarkan suara yang tidak

bisa dimengerti.

c) P ( responds to pain only )

d) U ( unresponsive to pain )

Pasien tidak merespon baik stimulus nyeri maupun

stimulus verbail.
5) Eksposure dengan control lingkungan

Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien.

Jika pasien diduga memiliki cederah leher atau tulang belakang,

imobilisasi penting untuk dilakukan.

Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode

SAMPLE, yaitu sebagai berikut :

1) S ( Sign and symptom ) : Tanda dan gejalah terjadinya tension

pneumothoraks, yaitu adanya jejas pada thorak, dan nyeri pada tempat

trauma, bertambah pada saat inspirasi, pembengkakan local, dan

krepitasi pada saat palpasi, pasien Manahan dadanya dan bernapas

pendek, ispnea, hemoptysis, batuk dan emfisema subkutan,

penurunan tekanan darah.

2) A ( Allergies ) : Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga

klien. Baik alegi obat-obatan ataupun kebutuhan akan makan dan

minum.

3) M ( Medications anticoagulants, insulin and cardiovascular

medicationsespecially ) : Pengobatan yang diberikan pada klien

sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak menimbulkan

reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat

pengobatan klien.

4) P ( Previous medical osurgical history ) : Riwayat pembedahan

atau masuk rumah sakit sebelumnya.

5) Last meal ( Time ) : Waktu klien terakhir makan atau minum.


6) E ( Events/environment surrounding the injury ).

Adapun hal-hal yang dikaji dalam pengkajian sekunder seperti

berikut ini :

1) Aktivitas/istirahat

Dipsnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

2) Sirkulasi

Takikardi, frekuensi tak teratur ( distitmia ), S3 atau S4

irama jantung gallop, nadi apical ( berpindah oleh adanya

penyimpangan mediastinal, tanda homman ( bunyi rendah

sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukan udara dalam

mediastinum ).

3) Psikososial

Ketakutan atau gelisah.

4) Makan dan cairan

Adanya pemasangan ( 2 vena sentral dan infuse tekanan ).

5) Nyeri dan kenyamanan

Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri dada unilateral

meningklat karena batuk, timbul tiba-tiba sementara batuk atau

regangan, tajam atau nyeri menusuk yang diperberat oleh napas

dalam.

6) Pernapasan

Pernapasan meningkat dan takipnea, peningkatan kerja napas,

penggunaan otot aksesoris pernapasan pada dada,


ekspirasi abdominal kuat, bunyi napas menurun dan hilang (

auskultasi ), mengindikasikan bahwa paru tidak mengembang dalam

rongga pleura/fremitus menurun, perkusi dada: hipersonor diatas

terisi udara, observasi dan palpasi dada: gerakan dada tidak sama bila

trauma, Kulit: pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah,

bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada atau

trauma: penyakit paru kronik, inflamasi dan infeksi paru ( empiema

dan efusi ), keganasan ( misalnya obstruksi tumor ).

b. Diagnosa Keperawatan

Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan diagnosis

Supraventrikular Takikardia (SVT) (Nurarif dan Kusuma, 2015)

Yaitu :

1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

akumulasi secret berlebihan.

2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan

peningkatan kebutuhan oksigen.

3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume

sekuncup

4) Nyeri akut berhubungan dengan arterosklorosis

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen.


c. Perencanaan dan Intervensi

Rencana asuhan keperawatan dan intervensi menurut Nurarif dan

Kusuma (2015). Yaitu :

1) ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi

secret berlebihan

Nursing outcomes classification ( NOC ) untuk diagnosa

keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan

dengan akumulasi secret berlebihan, yaitu setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 x 8 jam diharapkan jalan napas paten yang

ditandai dengan indikator hasil :

a) Akumulasi sputum berkurang

b) Penggunaan otot bantu napas tidak ada

c) Suara napas tambahan tidak ada

d) Ada kemampuan untuk mengeluarkan secret

e) Kelelahan inspirasi tidak ada

f) Irama pernapasan teratur

Nursing intervensions classification ( NIC ) untuk diagnose

keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan

dengan akumulasi secret berlebihan, yaitu :

a) Pertahankan kepatenan jalan napas

b) Posisikan pasien untuk mencegah dyspnea

c) Ajarkan teknik bernapas dengan tepat


d) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

e) Monitor pernapasan dan status oksigenasi

f) Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya

g) Auskultasi suara napas

h) Ajarkan pasien batuk efektif dan meminta pasien untuk

mengikuti

i) Lakukan terapi nebulizer

j) Kolaborasi pemberian bronkodilator sesuai kebutuhan

2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan Peningkatan

kebutuhan oksigen

Nursing outcomes classification ( NOC ) untuk diagnosa

keperawatan ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan

Peningkatan kebutuhan oksigen, yaitu setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 1 x 8 jam diharapkan pola napas pasien efektif

ditandai dengan indikator hasil :

a) Dispnea berkurang dari cukup berat ( 4 ) menjadi ringan ( 2 ).

b) Suara auskultasi nafas vesicular dan tidak ada bunyi napas

tambahan.

c) Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan berkurang.

d) Pola napas normal (eupnea).


Nursing intervensions classification ( NIC ) untuk diagnose

keperawatan Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan

peningkatan kebutuhan oksigen, yaitu :

a) Monitor Frekuensi, irama, dan usaha bernapas.

b) Monitor pola napas (bradipnea, takipnea, hiperventilasi,

kusmaul, cheyne stokes, biot)

c) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.

d) Auskultasi bunyi napas

e) Kolaborasi pemberian terapi O2

3) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume

sekuncup.

Nursing outcomes classification ( NOC ) untuk diagnosa

keperawatan penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan

volume sekuncup. yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan

selama 1 x 8 jam diharapkan curah jantung meningkat. yang ditandai

dengan indikator hasil :

a) Tekanan darah sistol dalam kisaran normal (100 – 120 mmHg)

b) Tekanan darah diastole dalam kisaran normal (70 – 80 mmHg)

c) Fraksi ejeksi tidak terganggu

d) Ukuran jantung tidak bertambah


e) Serangan angina tidak ada

f) Edema perifer berkurang

g) Edema paru berkurang

h) Kelelahan berkurang

i) Dyspnea saat istirahat tidak ada

j) Tidak ada sianosis

Nursing intervensions classification ( NIC ) untuk diagnose

keperawatan penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan

volume sekuncup, yaitu :

a) Kaji tada – tanda vital secara berkala

b) Evaluasi nyeri dada (intensitas, lokasi, penyebaran, lama serangan,

faktor yang memperberat dan yang mengurangi nyeri).

c) Monitor gambaran EKG

d) Menilai secara kompherensif terhadap status jantung yang

didalamnya adalah sirkulasi perifer.

e) Monitor irama jantung

f) Auskultasi suara jantung

g) Lakukan teknik relaksasi jika perlu

h) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet jantung yang tepat dengan

membatasi konsumsi kafein, natrium, dan makanan yang berlemak

tinggi.

4) Nyeri akut berhubungan dengan arterosklorosis


Nursing outcomes classification ( NOC ) untuk diagnosa

keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan arterosklorosis yaitu

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam diharapkan

nyeri yang dirasakan pasien berkurang yang ditandai dengan indikator

hasil:

a) Melaporkan nyeri berkurang dari skala 2 ( Ringan ) menjadi skala 1

(ringan).

b) Memperlihatkan tehnik relaksasi secara individual yang efektif.

c) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu

menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan).

d) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dari skala 2 ( ringan ) menjadi

skala 1( ringan ).

Nursing intervensions classification ( NIC ) untuk diagnose

keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan arterosklorosis, yaitu:

pain management :

a) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

b) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

lokasi, karakterisitik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi.

c) Ajarkan teknik non farmakologis : tekni relaksasi napas

dalam, dan distraksi.


d) Kolaborasi pemberian obat

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen

Nursing outcomes classification ( NOC ) untuk diagnosa

keperawatan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, yaitu setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 1x8 jam diharapkan pasien

mampu melakukan aktivitas sehari - hari ( ADL ) yang ditandai

dengan indicator:

a) Tidak ada dyspnea saat beraktivitas

b) Terjadi peningkatan kekuatan fisik pada pasien

c) Pasien dapat melakukan aktivitas secara perlahan

d) Pasien menyatakan kanyamanan terhadap kemampuan untuk

melakukan ADL.

e) Dapat melalukan ADL tampa bantuan.

Nursing intervensions classification ( NIC ) untuk diagnose

keperawatan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen yaitu :

a) Kaji tingkat kemampuan pasien untuk melakukan ambulasi dan

berpindah posisi.

b) Anjurkan pasien untuk tidak melakukan aktivitas secara

berlebihan

c) Monitor dampak akibat aktivitas yang dilakukan pasien.


d) Anjurkan untuk tirah baring untuk mencegah kelelahan.

d. Implementasi

Implementasi merupakan suatu bagian dari perilaku keperawatan, di

mana dilakukan utntuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari

Asuhan Keperawatan ( Potter & Perrry 2007 dikuti dalam Supriadi,

2018). Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau

mengarahkan kinerja sehari-hari. Dengan kata lain implementasi adalah

melakukan rencana tindakan yang telah ditentukan untuk mengatasi

masalah pasien.

Tahap-tahap dari proses implementasi yaitu mengkaji ulang untuk

menentukan data tambahan pemenuhan kebutuhan fisik pasien,

perkembangan, intelekstual, emosional, social, dan spiritual. Menelaah

dan memodivikasi rencana asuhan keperawatan yang ada sebelum

memulai perawatan sesuai dengan apa yang dibutuhkan pasie,

mengimplementasikan intervensi asuhan keperawatan dengan tujuan

membantu dalam kebutuhan aktivitas, mengkonsultasikan, memberi

penyuluhan pada pasien dan keluarga serta mengevaluasi tindakan

asuhan keperawatan ( Haryanto, 2007 dikuti dalam Supriadi, 2018).

e. Evaluasi

Proses terakhir proses keperawatan didasarkan pada tujuan

keperawatan yang ditetapkan. Penentuan keberhasilan asuhan

keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku dari kriteria


hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi pada individu (

Nursalam, 2008 dikuti dalam Supriadi, 2018).

B. TINJAUAN KASUS

1. Pengkajian

Ruangan : IGD PJT

Tanggal : 07/10/2019

Jam : 14 : 30 WITA

2. Identitas Pasien

No.RM 897607

Nama pasien : Tn. “J”

Jenis Kelamin : Laki - laki

TTL : Mamasa, 30/03/1993/ 26 Thn, 6 bulan

Alamat : Mamasa

Rujukan : RS. Mamasa

Diagnosa Medik : SVT

Diantar oleh : Orang tua/ Keluarga

Alamat : Mamasa

Keluhan Utama : Sesak napas

Anamnesa terpimpin : Pesien mengeluh sesak sejak pagi,

kemudian pasien dibawah kepuskesmas, dan

dibawa RS. Majene. Melihat kondisi pasien yang

memburuk dan membutuhkan pemeriksaan yang

lebih lengkap, pasien


ahirnya dirujuk dengan menggunakan ambulans

yang sebelumnya sudah mengonfirmasi pada pihak

RSUP. Dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar.

Pasien tiba di RSUP. Dr. Wahidin Sudiro Husodo

Makassar pada pukul 14 : 16 WITA. Pada pukul 15

: 00 pasien mengalami penurunan kesadaran

selama diperjalanan dan kondisi pasien semakin

memburuk, setibanya di RSUP. Dr. Wahidin

Sudiro Husodo Makassar pasien diberikan alat

bantu napas menggunakan ventilator yang

dikarenakan SpO2 pasien yang selalu menurun. 16

: 00 pasien mengalami henti jantung, sehingga

membutuhkan tindakan resusitasi. Resusitasi

diberikan dan selama 30 menit dan nadi kembali.

Riwayat Keluhan Sekarang : Mengalami penurunan kesadaran.


3. Pemeriksaan penunjang

Hasil pemeriksaan darah lengkap, tanggal, 07-10-2019 Tebel 2.4

Hasil Pemeriksaan Labolatorium

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


WBC 42.15 4.00-10.00 103/mm3
RBC 5.81 4,00- 6.00 106/mm3
HGB 15.5 12.0-16.0 g/dl
HCT 45,2 37-48 %
MCV 77,8 80-97 µm3
MCH 26,7 26.5-33.5 pg
MCHC 34,3 31.5-35.0 g/dl
RDWcv 12,2 10.0-15.0 %
RDWsd 34.2 39-52 µm3
PLT 560 150-400 103/mm3
MPV 10.0 6.0-11.0 µm3
PCT 0,56 0.15-0.50 %
PDW 11.7 10.0-18.0 %

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HEMATOLOGI

Koagulasi

PT 12,2 10-14 detik

INR 1.19 ….

APTT 91,0 22.0-30.0 detik

KIMIA DARAH

Fungsi ginjal
Ureum 68 10-50 mg/dl

Kreatinin 1.69 P(<1.3 L(<1.1) mg/dl

Fungsi hati

SGOT 16 <38 U/l

SGPT 29 <41 U/l

Elektrolit

Natrium 124 136-145 mmol/l

Kalium 7.8 3.5-5.1 mmol/l

Klorida 93 97-111 mmol/l

Kesan : Pemanjangan masa koagulasi

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

KIMIA DARAH

Analisa Gas Darah

PH 6.929 7.35 – 7.45

SO2 92.2 95 – 98 %

PO2 101.9 80.0 – 100.0 mmHg

ctO2 - 15.8 – 22.3 ml/dl

PCO2 20.2 35.0 – 45.0 mmHg

ctCO2 4.9 23 – 27 mmol/l

HCO3 4.3 22 - 26 mmol/l

Kesan : Asidosis Metabolik Terkompensasi sebagian


4. Pemeriksaan EKG

Interpretasi EKG sebelum trombolitik

a. Frekuensi ( Heart Rate ) : 248 x/menit

b. Irama ( Rhythm ) : Sinus Tachycardia

c. Gelombang P dan T yang sulit dinilai

Kesan : Supraventrikular Tachikardia

PRIMARY SURVEY

a. Circulation

1) Keadaan sirkulasi :

a) Tensi : 70/50 mmHg

b) Nadi : 248 x/menit, teraba kuat , tidak teratur

c) Suhu axila : 35.8 oC

d) Akral dingin

e) Ada edema

f) Sirkulasi perifer melambat (CRT >3 detik)

2) Gambaran kulit:

a) Warna kulit pucat

b) Kulit tipis dan lembut, elastis.

3) Assesment :

a) Dobutamin 250 mg/50 cc. diberikan 3,84 ml/jam/siring pump

b) Norepineprin 4 mg/50 cc. Diberikan 3.00 ml/jam/siring pump

c) Insulin 50 unit dalam NaCl 0.9 % 50 cc/jam/sirig pump

d) Calsiu gluconate 1000 mg/bolus IV


e) Meylon-84 12 ml/bolus IV

4) Resusitasi : -

5) Re evaluasi : -

6) Masalah keperawatan : Penurunan curah jantung

7) Intervensi

No. DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KRITERIA HASIL
1. Domain 4 : Aktivitas / Setelah dilakukan 1. Kaji status
Istirahat tindakan selama 6 jam sirkulasi
Kelas 4 : Respon diharapkan curah 2. Monitor irama
kardiovaskuler / pulmonal jantung meningkat. jantung
Kode : 00029 Yang ditandai dengan 3. Auskultasi suara
Diagnosa : Penurunan indikator. Yaitu : jantung
curah jantung 1. Ukuran jantung 4. Observasi sirkulasi
berhubungan dengan tidak bertambah perifer
perubahan volume 2. Edema paru tidak 5. Kaji tanda sianosis
sekuncup ada dan perubahan
DS : 3. Dyspnea saat warna kulit
DO : istirahat tidak ada 6. Berikan terapi O2
1. Nampak pucat 4. Tidak ada sianosis 7. Kolaborasi
2. Akral dingin pemberian obat
3. Nadi 248x/ menit
4. SpO2 86%
5. Tidak ada clabing finger
6. Nampak ada edema
7. CRT >2 detik
9) Implementasi/ Evaluasi :

No. IMPLEMENTASI EVALUASI


07/10/2019 07/10/2019
1. 1. Memonitor irama jantung S:-
Hasil : O:
a) Irama jantung tidak teratur 1. Kulit pasien nampak pucat
2. Mengauskultasi suara jantung 2. Ada edema
Hasil : 3. Nadi perifer teraba lemah
a) Tidak tampak sura jantung 4. Tidak ada suara jantung
tambahan tambahan
b) Nadi 236 x/menit 5. SpO2 94%
3. Mengobservasi sirkulasi perifer
A : Penurunan curah jantung yang
Hasil :
dialami pasien belum teratasi
a) Ada edema perifer
P : Pertahankan intervensi
b) Nadi teraba lemah
c) Akral dingin
4. Mengkaji tanda sianosis dan
perubahan warna kulit
Hasil : Kulit nampak pucat
5. Memonitor status O2
Hasil : SpO2 94%
6. Melakukan pemberian obat
Hasil : TD : 80/40 mmHg
7. Analisa gas darah
Hasil : Asidosis metabolic
terkompensasi sebagian
b. AIR WAY

Pengkajian jalan napas

Bebas ☑ Tersumbat : ada cairan yang menutupi jalan napas,

terpasang ventilator

Trachea di tengah : ☑ Ya Tidak

Resusitasi :-

Re evaluasi :-

Masalah keperawatan : Bersihan jalan napas tidak efektif

Intervensi :

No. DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


KRITERIA HASIL
1. Domain 11 : keamanan / . Setelah dilakukan 1. Pertahankan
perlindungan tindakan keperawatan kepatenan jalan
Kelas 2 : cedera fisik selama 6 jam diharapkan napas
Kode : 00031 akumulasi secret pada 2. Posisikan pasien
Diagnose : jalan napas berkurang. untuk mencegah
Ketidakefektifan bersihan Yang dyspnea
jalan napas berhubungan ditandai dengan 3. Monitor pernapasan
dengan akumulasi secret indikator : dan status
berlebihan 1. Akumulasi sputum oksigenasi
DS :- berkurang 4. Lakukan fisioterapi
DO : 2. Penggunaan otot dada sebagaimana
1. Nampak ada ekskresi bantu napas tidak ada mestinya
cairan atau mucus pada 3. Suara napas 5. Auskultasi suara
jalan napas tambahan tidak ada napas
2. Ada suara napas 4. Kelelahan inspirasi 6. Lakukan terapi
tambahan (rhonci) tidak ada nebulizer
3. Nampak sesak 5. Irama pernapasan
4. SpO2 86% teratur

1. Implementasi/ Evaluasi

No. IMPLEMENTASI EVALUASI


07/10/2019 07/10/2019
1. 1. Mempertahankan kepatenan jalan S:-
napas O:
Hasil : Jalan napas bebas dari 1. Akumulasi sputum berkurang 2.
sumbatan SpO2 94%
2. Memonitor status oksigenasi 3. Akumulasi sputum berkurang
Hasil : SpO2 94 %
A : Bersihan jalan napas tidak
3. Mengauskultasi suara napas
efektif
Hasil : Suara napas Rhonchi
P : Lanjutkan intervensi
4. Melakukan suction
Hasil : Akumulasi sputum
berkurang

c. BREATHING

1. Fungsi pernapasan :

a. Dada simetris : ☑ Ya Tidak

b. Sesak napas : ☑Ya T idak

c. Respirasi : 46 x/menit

d. Krepitasi : Ya ☑Tidak

e. Suara napas : rhonchi

f. Saturasi 02 : 86 %

g. Assesment : -

h. Resusitasi : -
i. Re evaluasi :-

j. Masalah keperawatan : Ketidakefektifan Pola Nafas

k. Intervensi

No. DIAGNOSA SLKI SIKI


1. Domain 4 : aktivitas / Setelah dilakukan 1. Atur posisi pasien
istirahat tindakan keperawatan sesuai kebutuhan
Kelas 4 : respon selama 6 jam diharapkan 2. Monitor frekuensi,
kardiovaskuler / status irama, kedalaman,
pulmonal pernapasan pasien dalam dan usaha pasien
Kode : 00032 batas normal. Yang untuk bernapas
Diagnosa : ditandai dengan indikator 3. Kaji adanya pucat
Ketidakefektifan pola sebagai berikut atau kebiruan
napas berhubungan : 4. Berikan terapi O2
dengan ketidakseimbangan Kriteria Hasil : sesuai kebutuhan
antara suplai dan 1. Dipsnea berkurang
kebutuhan O2 2. Penggunaan otot bantu
DS :- bernapas tidak ada
DO : 3. Status pernapasan
1. Pasien nampak dalam batas normal
sesak 4. Kedalaman inspirasi
2. Kulit nampak pucat sama dengan
3. Nampak penggunaan ekspirasi
otot bantu napas
4. Inspirasi lebih
panjang dari
ekspirasi
l. Implementasi :

No. IMPLEMENTASI EVALUASI


07/10/2019 07/10/2019
1. 1. Mengatur posisi pasien sesuai S:-
kebutuhan O:
Hasil : Pasienlebih nyaman dengan 1. Pernapasan 48x/ menit
posisi kepala ditinggikan 2. Irama tidak teratur
2. Memonitor frekuensi, irama, dan 3. Ada penggunaan otot bantu
usaha pasien untuk bernapas untuk bernapas
Hasil :
A : Pola napas pasien tidak
a) Pernapasan 48x/menit
efektif
b) Irama tidak teratur
P : Lanjutkan intervensi
c) Ada penggunaan otot bantu
untuk bernapas.
3. Memberikan terapi O2
Hasil : SpO2 94 %

d. Disability

1) Penilaian fungsi neurologis

2) Kesadaran : GCS 9

3) Masalah keperawatan : -

4) Intervensi/Implementasi : -

5) Evaluasi : -

E. Exposure

1) Penilaian Hipotermia/hipertermia

2) Hipertermia : -

3) Hipotermia : Suhu 35,8 °C


4) Masalah keperawatan :

5) Intervensi/Implementasi :

6) Evaluasi : -
BAB III

PEMBAHASAN

Keperawatan kritis adalah penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-

hati terhadap suatu kondisi krusial dalam rangka mencari penyelesaian atau jalan

keluar. Keperawatan kritis merupakan salah satu spesialisasi dibidang

keperawatan yang mengancam hidup. Seorang perawat kritis adalah perawat

professional yang bertanggung jawab untuk menjamin pasien yang kritis dan akut

beserta keluarganya mendapatkan pelayanan keperawatan optimal (Tortora, 2012

dikutip dalam Jayanti, 2017).

Pada bab sebelumnya, penulis telah membahas tentang

Supraventrikular Tachicardia (SVT), yang dimana membahas tentang teori

- teori yang termuat dalam tinjauan kepustakaan yang didapatkan dari literatul-

literatul dan langsung berorientasi langsung dengan pasien. Pada bab ini penulis

akan menguraikan kesenjangan secara teoritis dengan kasus nyata yang ditemukan

pada pasien Tn “J” dengan gangguan system kardiovaskuler Supraventrikular

Tachicardia (SVT) di Ruang IGD PJT RS DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

Secara garis besar ada beberapa persamaan antara tinjauan teori dengan kasus

yang didapakan baik dari pengkajian maupun masalah - masalah yang muncul.

Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan respon dari masing - masing individu.
Berikut ini akan diuraikan pembahasan yang meliputi kesenjangan dari

persamaan antara asuhan keperawatan pada pasien Supraventrikular

Tachicardia (SVT) secara teori dan asuhan keperawatan yang diberikan kepada

Tn “J”

A. Pengkajian

Proses pengkajian keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn. “J”

dengan diagnose medis Supraventrikular Tachicardia (SVT) melalui

wawancara, observasi, mengkaji, melakukan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang lainnya. Melalui wawancara didapatkan data subyektif

dari keluarga pasien, selain itu pengkajian juga dilakukan dengan

pemeriksaan fisik dan laboratorium sebagai pendukung untuk menegakkan

diagnosa.

Dalam proses manajemen asuhan keperawatan kegawatdaruratan terdapat

dua pengkajian secara mendasar yaitu primary survey dan secondary

survey. Primary survey diuraikan sebagai berikut:

1. Airway ( jalan napas )

Dalam suatu proses asuhan keperawatan kegawatdaruratan tindakan

paling pertama yang dilakukan yaitu memeriksa responsifitas pasien

dengan cara bertanya atau bercakap-cakap untuk memastikan tidak ada

sumbatan jalan nafas. Pasien yang mapu bercerita dengan suara yang jelas

menandakan jalas napas yang terbuka. Jika pasien tersebut tidak mampu

menjawab dengan jelas maka pasien tersebut mungkin membutuhkan

tindakan
bantuan Airway dan ventilasi. Pada teori yang ada pasien dengan

Supraventrikular Tachicardia (SVT), pada pengkajian airway akan

ditemukan masalah yaitu adanya produksi sputum pada jalan napas, ada

suara napas tambahan, dan penurunan kesadaran sehingga penderita tidak

bisah mengeluarkan lender pada jalan napas (Thygerson, 2011 dikutip

dalam Jayanti 2017).

Pada kasus yang dikelolah ditemukan jalan napas tersumbat, ada

lendir pada jalan napas, ada suara napas tambahan hal ini sesuai dengan

yeori pada pasien dengan Supraventrikular Tachicardia (SVT) terdapat

sumbatan pada jalan napas, ada lendir pada jalan napas. serta ada suara

napas tambahan.

Terjadi kesamaan antara hasil pengkajian dengan kasus dimana teori

dilakukan wawancara, observasi, pengkajian serta melakukan pengkajian

fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Ditemukan bahwa tidak

terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.

2. Breating ( pernapasan )

Dalam suatu proses asuhan keperawatan kegawatdaruratan Tindakan

yang selanjutnya dilakukan yaitu menilai status pernapasan dan usaha

pasien dalam bernapas. Jika seseorang pasien dengan pernapasan yang

tidak mamadai, maka perlu dilakukan dekompresi dan drainase tension

pneumothorax, closure of open injury, flas chit, suching chest, dan

penggunaan otot bantu.


Dalam tindakan kegawatdaruratan tindakan ventilator dan oksigenasi

yang paling diutamakan serta mengkaji masalah pernapasan yang

mengancam nyawa pasien dan ketepatan terapi sesuai kebutuhan pasien.

Pada teori yang ada pasien dengan Supraventrikular Tachicardia (SVT)

pada pengkajian akan ditemukan data yaitu adanya sesak, peningkatan

frekuensi napas, penggunaan otot bantu napas, serta penurunan saturasi

oksigen (Wilkinson & Skinner, 2000 dikutip oleh Rini, 2013)

Pada kasus yang dikelolah ditemukan , sesak napas, frekuensi

pernapasan 46x/mnt, SpO2 86%, serta menggunakan otot bantu napas.

Hal ini sejalan dengan teori Supraventrikular Tachicardia (SVT)

ditemukan bahwa ada sesak napas karena ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen, kurangnya pasokan oksigen ke jaringan

menyebabkan terjadinya hipoksia jaringan, kompensasi tubuh untuk

mempertahankan hemostasis akhirnya terjadi peningkatan frekuensi

napas.

Terjadi kesamaan antara hasil pengkajian dengan kasus dimana teori

dilakukan wawancara, observasi, pengkajian serta melakukan pengkajian

fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya. Ditemukan bahwa tidak

terdapat kesenjangan antara teori dan kasus.


3. Circulation

Gangguan cirkulasi atau syok adalah ketidakadekuat perfusi jaringan

organ dan jaringan didalam tubuh. Hipovolemik penyebab syok paling

umum pada trauma. Yok didasarkan pada tanda dan gejalah seperti

hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, penurunan capililary

refill, ekstremitas dingin dan penurunan produksi urine. Hal-hal yang

harus diperhatikan dalam pemeriksaan sirkulasi yaitu: pemeriksaan nadi,

melakukan CPR (dilakukan sampai defibrilasi siap digunakan, mengkaji

kulit, melihat adanya hipoksia dan hipoperfusi ). Pada teori yang da

pasien dengan Supraventrikular Tachicardia (SVT) pada pengkajian

akan ditemukan data yaitu peningkatan frekuensi nadi dan teraba lemah,

akral dingin, CRT yang melambat, serta penurunan tekanan darah dan

sulit dinilai (Wilkinson & Skinner, 2000 dikutip oleh Rini, 2013).

Pada kasus yang dikelolah data yang ditemukan Tekanan darah: 70/50

mmHg, Nadi: 248x/mnt, Suhu 35,8oC, akral dingin, serta pengisian

kapiler >2 detik akral dingin dan nadi teraba lemah. Hal ini sejalan

dengan teori bahwa terdapat masalah pada sirkulasi.

Hal ini sejalan dengan teori Supraventrikular Tachicardia (SVT)

ditemukan adanya masalah pada circulasi karena ketidakmampuan

jantung untuk memompa darah dengan efektif


sehingga menyebabkan suplai darah kejaringan berkurang dan

menyebabkan peningkatan pada denyut nadi.

Setelah dianalisis dari tanda dan gejalah yang muncul ditemukan

masalah yang berarti dengan demikian tidak terdapat kesenjangan antara

teori dan kasus yang dikelolah.

4. Disabilities

Dalam tahap pengkajian kegawatdaruratan dilakukan dengan beberapa

tahap dan menggunakan sebuah skala standar (Wilkinson & Skinner,

2000 dikutip oleh Rini, 2013). yaitu AVPU :

1) Alert yaitu pasien mampu merespon suara dengan tepat, dan

mematuhi perintah.

2) Vocalises ( mungkin atau mengeluaarkan suara yang kurang

dimengerti ).

3) Respon to pain only ( harus dinilai semua keempat tungkai jika

extremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk

merespon).

4) Unresponsive to pai ( jika pasien tidak merespon sama sekali ).

Pada kasus dalam penilaian fungsi neurologis pasien tampak lemah.

Kesadaran menurun GCS 15 ( Eyes: 3, Verbal: 2, Motoric: 4 ). Hal

ini sejalan dengan teori bahwa pada pasien Supraventrikular

Tachicardia (SVT) ada masalah pada disability sehingga dapat di

simpulkan bahwa tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus

yang dikelolah.
5. Exposure

Pengkajian primer yang telah dilakukan guna proses penyembuhan

pasien. Pengkajian yang dilakukan untuk mengetahui trauma atau jejas

lain yang mengancam nyawa yang didasarkan pada mekanisme trauma.

Penilaian trauma dapat dilihat dan terjadi hipotermi dan hipertermi. Serta

tindakan ini ditujukan untuk menilai ada tidaknya nyeri yang dirasakan

oleh pasien. Pada kasus data pengkajian nyeri pada persendian sejak 2

bulan yang lalu, ekpresi wajah tampak umurung, skala nyeri 2 ( ringan

).Dalam tinajuan teori, data yang dapat ditemukan pada pasien dengan

diagnose Supraventrikular Tachicardia (SVT) pada umumnya gejalah

yang dapat diketahui yaitu : nyeri dada, demam atau keringat di waktu

malam hari ( Ningsih, 2015 dikutip dalam Supriadi, 2018 )

Dari penjelasan diatas tidak ditemukan kesenjangan antara teroi dan

kasus yang dikelolah.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan

memenuhi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah actual

atau resiko tinggi. Diagnosa keperawatan adalah diagnosa yang paling logis

terjadi ketika terjadi suatu kondisimedis tertentu. Tentu saja seorang pasien

dengan suatu kondisi medis yang tidak akan mempunyai semua diagnosa
keperawatan yang ditampilkan. Pilih hanya Diagnosa keperawatan yang

didapatkan dengan data pengkajian. Kemudian daftar yang telah dipilih ini

harus telah dipertimbangkan dengan tidak berlebihan. Mungkin saja terjadi,

bahwa seorang pasien dengan suatu kondisi medis tertentu akan mempunyai

diagnosa keperawatan yang tidak terdaftar dalam daftar yang telah dijabarkan.

Karena pasien mewakili respon manusia yang unik, diagnosa keperawatan

tidak dapat ditambahkan berdasarkan kondisi medis saja ( Ningsih, 2015

dikutip dalam Supriadi, 2018 ).

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon

individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan actual dan

potensial, berdasarkan pendidikan dan pengalaman. Perawat sacara

akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti

untuk menjaga, menurunka, membatasi, mencegah dan mengubah status

kesehatan pasien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang

masalah atau status kesehatan pasien yang nyata ( actual ) dan kemungkinan

akan terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang

perawat ( Hidayat, 2019 dikutip dalam Supriadi 2019 ). Pada kasu Tn " J "

dimana sebagian besar diagnosa keperawatan sesuai dengan teori tidak

muncul pada pasien yang dikelolah. Menurut teori diagnosa keperawatan

pada pasien Supraventrikular Tachicardia (SVT) terdapat


6 diagnosa yang dapat muncul diantara sebagai berikut (Nurarif dan

Kusuma, 2015). Yaitu :

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

akumulasi secret berlebihan.

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan peningkatan

kebutuhan oksigen.

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume

sekuncup

4. Nyeri akut berhubungan dengan arterosklorosis

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplai dan kebutuhan oksigen.

Dari semua diagnosa diatas hanya ada 3 diagnosa yang tepat untuk

diimplementasikan pada kasus yang sesuai dengan hasil pengkajian pada

tanggal 07 Oktober 2019, dibuktikan dengan data subjektif ( DS ) dan data

objekstif ( DO ) yang ditemukan, seperti:

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume

sekuncup

Adapun data yang ditemukan dari diagnose penurunan curah jjantung

yaitu pasien nampak puca, akral dingin, nadi 248x/ meni, SpO2 86%,

nampak ada edema dan CRT >2 detik

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi

secret berlebihan :
Adapun data yang ditemukan dari diagnose penurunan curah jjantung

yaitu pasien nampak ada adanya ekskresi cairan atau mucus pada jalan

napas, ada suara napas tambahan (rhonci), pasien ampak sesak, SpO2 86%

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan O2

Adapun data yang ditemukan dari diagnose penurunan curah jjantung

yaitu pasien nampak sesak, kulit nampak pucat, tampak penggunaan otot

bantu napas, inspirasi lebih panjang dari ekspirasi

Penetapan diagnosa keperawatan diatas selalu berdasarkan analisis dan

interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian Tn " J " dimana diagnosa

keperawatan diterapkan guna memberikan gambaran tentang kesehatan yang

diharapkan baik secara nyata atau actual dan kemungkinan akan terjadi pada

pasien, penegakan diagnosa keperawatan sesuai pada kondisi nyata pasien dan

opini kemungkinan terjadi. Diagnosa keperawatan dapat berbeda pada

beberapa pasien meskipun penyakit yang diderita sama, namun pada dasarnya

tujuan dari penentuan setiap diagnosa bertujuan untuk mempermuda dalam

perencanaan asuhan keperawatan yang tepat.

C. Rencana Asuhan Keperawatan

Tidak ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus. Semua

tindakan dilakukan dalam pemberian asuhan keperawatan terhadap klien

sesuai dengan rencana tindakan. Hal ini penting untuk


mencapai tujuan. Tindakan keperawatan dapat dalam bentuk observasi,

tindakan prosedur tertentu, tindakan kolaboratif dan pendidikan kesehatan.

Dalam tindakan perlu ada pengawasan terus menerus terhadap kondisi klien

termasuk evaluasi perilaku.

Ditujukan terapi gejala-gejala yang muncul pertama kali untuk

pencegahan krisis dan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama

sampai dapat beradaptasi dengan tercapainya tingkat kesembuhan yang lebih

tinggi atau terjadi kematian. Untuk penyusunan rencana keperawatan dalam

kasus ini penulis menggunakan referensi nursing intervention classification

(Nurarif dan Kusuma, 2015).

Intervensi keperawatan yang didapatkan dalam teori Supraventrikular

Tachicardia (SVT) menurut teori untuk diagnosa penurunan curah jantung

intervensi yang di berikan yakni

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan volume

sekuncup

Dalam proses perencanaan asuhan keperawatan diagnosa penurunan

curah jantug secara teori yaitu :

a. Kaji status sirkulasi

b. Monitor irama jantung

c. Auskultasi suara jantung

d. Observasi sirkulasi perifer

e. Kaji tanda sianosis dan perubahan warna kulit


f. Berikan terapi O2

g. Kolaborasi pemberian obat

Dari perencanaan keperawatan diatas pada kasus perioritas rencana

tindakan yaitu :

a. Kaji adanya sianosis, bertujuan untuk menilai status keefektifan dari

sirkulasi darah, pasien dengan sirkulasi yang buruk atau tidak adekuat

akan menyebabkan terjadinya sianosis atau jaringan kekurangan akan

oksigen.

b. Kolaborasi pemberian obat, hal ini dikarenakan pasien dengan

gangguan kardiovaskuler biasanya sangat bergantung pada obat

dikarenakan fungsi jantung yang terganggu secara permanen dan akan

terus mengalami kerusakan. Pemberian obat bertujuan untuk

mengurangi beban kerja jantung.

Semua rencana keperawatan akan dilaksanakan dengan harapan

proses pemberian asuhan keperawatan yang maksimal terutama dalam

tahap penyembuhan pasien. Setiap tahapan perencanaan didasarkan

pada kondisi dan situasi pasien saat itu.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

akumulasi secret berlebihan

Dalam proses perencanaan asuhan keperawatan diagnose

Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi

secret berlebihan secara teori yaitu sebagai berikut :


a. Pertahankan kepatenan jalan napas

b. Posisikan pasien untuk mencegah dyspnea

c. Monitor pernapasan dan status oksigenasi

d. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya

e. Auskultasi suara napas

f. Lakukan terapi nebulizer

Dari perencanaan keperawatan diatas pada kasus perioritas rencana

tindakan yaitu :

a. Pertahankan kepatenan jalan napas, hal ini bertujuan agar dapat

mempertahankan kepatenan pertukaran gas, sehingga dapat menjaga

saturasi oksigen pasien.

Semua rencana keperawatan akan dilaksanakan dengan harapan

proses pemberian asuhan keperawatan yang maksimal terutama dalam

tahap penyembuhan pasien. Setiap tahapan perencanaan didasarkan

pada kondisi dan situasi pasien saat itu.

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan O2

Dalam proses perencanaan asuhan intoleransi aktivitas berhubungan

dengan kelemahan yaitu secara teori sebagai berikut:

a. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan

b. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan usaha pasien untuk bernapas


c. Kaji adanya pucat atau kebiruan

d. Berikan terapi O2 sesuai kebutuhan

Dari perencanaan keperawatan diatas pada kasus perioritas rencana

tindakan yaitu :

a. Atur posisi pasien, bertujuan untuk memudahkan ekspansi paru

sehingga dapat mengurangi sesak yang dirasakan oleh pasien.

b. Berikan terapi oksigen, hal ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

oksigen dan meningkatkan saturasi oksigen dalam darah.

Semua rencana keperawatan akan dilaksanakan dengan harapan proses

pemberian asuhan keperawatan yang maksimal terutama dalam tahap

penyembuhan pasien. Setiap tahapan perencanaan didasarkan pada kondisi

dan situasi pasien saat itu.

D. Implementasi dan evaluasi

Implementasi yang dilakukan berdasarkan perencanaan sebelumnya,

semua yang telah direncanakan harus dilakukan diimplmentasi. Setelah

dilakukan tindakan tersebut jangan lupa melihat respon pasien baik dari data

subyektif maupun data objektif. Tindakan semua telah dilakukan dan melihat

respon atau kondisi pasien secara umum atau biasa disebut evaluasi. Apabila

masalah hanya teratasi sebagian, intervensi bisa dilanjutkan atau dimodifikasi.

Apabila masalah sudah teratasi, intervensi dipertahankan atau dihentikan.


Implementasi pola napas tidak efektif yaitu Mengatur posisi pasien,

Menilai adanya penggunaan otot bantu napas danretraksi dada, memonitor

frekuensi dan irama pernapasan, memberikan oksigen sesuai dengan

kebutuhan (Nurarif dan Kusuma, 2015). Evaluasi yang didapatkan yaitu

pasien nampak gelisah, pernapasan 48 x/menit, irama tidak teratur, ada

penggunaan otot bantu napas. Dengan demikian masalah pola napas tidak

teratasi maka dilanjutkan intervensi.

Implementasi diagnosa penurunan curah jantung yaitu Memonitor

irama jantung, Mengauskultasi suara jantung, Mengobservasi sirkulasi periver,

memonitor adanya sianosis, memonitos status oksigen, dan kolaborasi

pemberian obat. Evaluasi yang didapatkan data objektif yaitu kulit pasien

nampak pucat, tidak ada edema, nadi periver teraba, tidak ada suara jantung

tambahan, SpO2 100%, Nadi 196 x/ment. Dengan demikian masalah

keperawatan penurunan curah jantung pasien belum teratasi sehingga

intervensi di lanjutkan.

Implementasi pada diagnose ketidakefektifan bersihan jalan napas

yaitu mempertahankan kepatenan jalan napas, memonitor status oksigen,

mengauskultasi suara napas, melakukan suction. Evaluasi yang didapatkan

yaitu akumulasi sputum berkurang, nampak gelisah, SpO2 94%. Dengan

demikian diagnose keperawatan dengan


bersihan jalan napas tidak efektif belum teratasi, maka intervensi

dilanjutkan..
BAB IV

PENUTUP

Setelah penulis membahas tentang “ Asuhan Keperawatan pada pasien

Tn. “J” dengan Diagnosa Supraventrikular Tachicardia (SVT) Diruangan

IGD PJT RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Maka pada bab ini

penulis mencoba menarik kesimpulan dan mengajukan saran - saran.

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah di temukan penulis

dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

Setelah melakukan pengkajian keperawatan di dapatkan data sebagai

berikut : data subjektif yaitu pasien mengeluh sesak yang dialami sejak

pagi sebelum dibawa kepuskesmas, pemeriksaan tanda-tanda vital (TD :

70/50 mmHg, Nadi : 248 x/menit, Pernapasan : 46 x/menit, S : 35,8oc).

Data yang menunjang juga dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

hasil terjadi pemanjangan masa koagulasi dan hiperglikemia, dan asidosis

metabolic terkompensasi sebagian. Dan pada pemeriksaan EKG

didapatkan hasil yaitu gambaran gelombang P dan T yang saling timpang

tindih sehingga sulit untuk dinilai.

Setelah didapatkan data melalui pengkajian keperawatan maka di

dapatkan masalah keperawatan (Nurarif dan Kusuma, 2015). yaitu :


1. Penurunan cerah jantung berhubungan dengan perubahan volume

sekuncup

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

akumulasi secret berlebihan

3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Perencanaan keperawatan yang angkat pada Tn. “ J” dengan

Supraventrikular Tachicardia (SVT) yaitu : perencanaan keperawatan

dengan diagnosa penurunan curah jantung yaitu Monitor irama jantung,

auskultasi suara jantung, observasi sirkulasi periver, monitor adanya

sianosis, monitos status oksigen, dan kolaborasi pemberian obat.

Perencanaan pada diagnosa pola napas tidak efektif yaitu atur posisi

pasien, nilai adanya penggunaan otot bantu napas dan retraksi dada,

monitor frekuensi dan irama pernapasan, berikan oksigen sesuai dengan

kebutuhan, perencanaan pada diagnose dengan ketidakefektifan bersihan

jalan napas yaitu pertahankan kepatenan jalan napas, monitor status

oksigen, auskultasi suara napas, lakukan suction.

Implementasi keparawatan dilakukan selama 5 jam dimulai dari

pertama masuk rumah sakit, implementasi dapat dilakukan dengan baik

dimana hal ini didukung oleh kondisi pasien, peran serta keluarga pasien

selama dilakukan implementasi keperawatan.


Evaluasi selama kurang lebih 5 jam implementasi yang dilakukan

dan diberikan kepada pasien, maka masalah keperawatan belum teratasi

meliputi penurunan curah jantung dan ketidakefektifan pola napas.

B. SARAN

Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka penulis

mengemukakan saran yang mungkin bermanfaat untuk penanganan

khususnya terhadap pasien dengan gangguan system kardiovaskuler

Supraventrikular Tachicardia (SVT) sebagai berikut

1. Bagi Pendidikan

Diharapkan berperan serta dalam peningkatan kualitas perawat

dengan cara menyediakan akses yang mudah bagi perawat untuk

memperoleh ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan

dan kemajuan jaman untuk mengatasi masalah dibidang

kegawatdaruratan.

2. Bagi Rumah Sakit

Seorang perawat perlu memperhatikan kondisi pasien secara

komperhensif, tidak hanya fisik tetapi semua aspek manusia sebagai

satu kesatuan yang utuh yang meliputi bio- psiko-sosial-kultural-

spiritual.

3. Bagi Klien/Keluarga Klien

Diharapkan tetap memperhatikan pengobatan yang dijalaninya

agar tidak mengalami hal yang tidak diinginkan, dan


tetap mencari informasi yang mendukung guna untuk

kesembuhannya.

4. Bagi Penulis

Diharapkan dapat memperluas ilmu dan pengetahuannya tentang

asuhan keperawaratan kegawatdaruratan pada system kardiovaskuler

khususnya pada kasus Supraventrikular Tachicardia (SVT)


DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, (2012). "Medikal Bedah Untuk Mahasiswa” Diva Press.


Yogyakarta
Jayanti N., (2013). Supraventrikular tachycardia (SVT). Diakses 07 Januari
2020. Dikutip dalam
http://rentalikari.wordpress.com/2013/03/23/lp-gagal- gjantung.pdf
Muttaqin dan arif, (2012). Asuhan Keperawatan kasus Kardiovaskuler.
Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif dan Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan
Diagnosis Medis dan NANDA NIC NOC. Edisi Revisi Jilid 3.
Yogyakarta.
Padila, (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika Rubenstein dkk. 2007. Lecture notes : Kedokteran Klinis.
Jakarta: Penerbit Erlangga; 389-391.
Rini, (2013). Asuhan Keperawata Kardiovaskuler. Diakses 10 Februari 2020.
Pukul 16:00 WIT. Dikutip dari
http://repository.poltekeskupang.ac.id/1493/1/KTI%20LENGK AP
%20%28Recovered%29.pdf
Supriadi, (2018). ASUHAN KEPERAWATAN. A. Pengkajian. Diakses 09
Februari 2020. Pukul 16:00 WIT. Dikutip dari
http://eprints.ums.ac.id/25856/22/NASKAH/_PUBLIKASI.pdf
Siagian, (2018). Tatalaksan Ventrikular Takikardi. Diakses 10 februari 2020.
Pukul 02:15 WIT. Dikutip dari
http://www.kalbemed.com/Portals/0/uploaded/10_268CMETa
talaksana%20Takikardia%20Ventrikel.pdf
Udjianti dan Wajan, (2011). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba
Medika
Yuliyanti, (2018). BAB I LATAR BELAKANG. Diakses 10 februari 2020. Pukul
16:15 WIT. Dikutip dari
http://scholar.unand.ac.id/45264/2/BAB%201.pdf

Anda mungkin juga menyukai