Williams menyatakan bahwa tujuan manajemen kas adalah (1) menjaga saldo kas seminimal
mungkin dan biaya-biaya yang berkaitan dengannya, (2) mengurangi risiko operasional, kredit,
dan pasar; (3) meningkatkan fleksibilitas dalam mencocokkan aliran masuk dengan aliran keluar
kas; dan (4) mendukung kebijakan keuangan lainnya. Sedangkan menurut Allen (1998:243)
tujuan manajemen kas adalah (1) mengontrol belanja secara keseluruhan; (2)
mengimplementasikan anggaran secara efisien; (3) meminimalkan biaya pinjaman pemerintah;
dan (4) memaksimalkan opportunity cost sumber daya.
a. Mengontrol belanja secara keseluruhan
Pengendalian belanja merupakan unsur paling penting dalam manajemen keuangan dan anggaran
daerah. Oleh karena itu harus didukung pula oleh sistem pengelolaan keuangan dan sistem
anggaran yang memadai, baik secara manual maupun berkomputerisasi. Untuk dapat
melaksanakan manajemen anggaran secara efisien, maka pembayaran setiap kewajiban harus
dilakukan sesuai dengan kontrak. Pembayaran akan dapat dilakukan pada saat jatuh tempo
apabila dana sudah tersedia seperti diestimasi sebelumnya. Sebisa mungkin harus diminimalkan
biaya-biaya yang tidak perlu (transaction cost), melakukan pinjaman pada saat tingkat bunga
paling rendah atau menanamkan kas yang menganggur (idle cash) pada investasi jangka pendek
yang paling menguntungkan.
Dalam penganggaran berbasis kas (cash-based budgeting) pembayaran merupakan esensi dari
realisasi belanja. Pengakuan atas realisasi belanja didasarkan pada jumlah kas yang dibayarkan
sesuai dengan anggarannya. Oleh karena itu, pengaturan kas bermakna sebagai pengaturan atas
belanja. Pemahaman atas pengontrolan belanja dalam hal ini dimaksudkan untuk menghindari
pembayaran belanja yang tidak tepat waktu sehingga pemanfaatan kas dapat lebih optimal.
Dengan demikian, penyusunan jadwal pelaksanaan program dan kegiatan sangat berkaitan
dengan penyediaan dana. Dalam konteks lebih luas, pengontrolan belanja yang baik melalui
manajemen kas akan berdampak pada pencapaian kinerja (outcome) atas pelaksanaan anggaran
yang lebih baik pula.
b. Mengimplementasikan anggaran secara efisien
Anggaran berbasis kinerja mensyaratkan terpenuhinya value for money yang mencakup ekonomi
(economy), efisiensi (efficiency), dan efektifitas (effectivity), dalam pelaksanaannya. Hal ini
bermakna bahwa uang yang dikeluarkan haruslah memberikan hasil seoptimal mungkin sehingga
memberi manfaat bagi masyarakat dalam jangka panjang. Pelaksanaan anggaran sendiri
berhubungan erat dengan manajemen kas ketika keduanya didasarkan pada aturan main yang
ada.
Di pemerintah daerah di Indonesia, manajemen kas berada pada dua entitas, yakni bendahara
umum daerah dan bendahara di unit kerja. Bendahara umum daerah melaksanakan pengelolaan
kas dengan terlebih dahulu membuat anggaran kas yang didasarkan pada anggaran pendapatan
dan belanja daerah yang telah ditetapkan oleh eksekutif dan legislatif dalam bentuk peraturan
daerah (Perda). Sedangkan bendahara unit kerja menyusun anggaran kas berdasarkan rencana
kerja (program dan kergiatan) selama satu tahun anggaran di tambah dengan kebutuhan untuk
gaji dan tunjangan pegawai yang bersifat rutin (recurrent expenditures).
Pelaksanaan anggaran akan berjalan efektif apabila didukung dengan pengelolaan kas yang baik.
Pelaksanaan program dan kegiatan dapat terganggu apabila pencairan dana (arus kas keluar)
tidak lancar. Perencanaan dan pengadaan masukan (input) yang ekonomis, pelaksanaan kegiatan
yang efisien dan efektif, dipengaruhi oleh kemampuan keuangan daerah untuk memenuhi
komitmen kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan.
Efisiensi dalam pelaksanaan anggaran sangat ditentukan oleh manajemen kas. Kadang-kadang
realisasi atas anggaran belanja atau pelaksanaan kegiatan menghabiskan dana yang sangat besar,
yakni sebesar anggarannya atau bahkan lebih besar dari anggarannya apabila pembayaran tidak
dilakukan sesuai dengan kesepakatan atau dibayar lebih awal. Harus dipahami bahwa asas
penentuan alokasi dalam anggaran belanja adalah asas maksimal, yakni alokasi tersebut
merupakan pembayaran tertinggi (maksimal) yang mungkin dilakukan berdasarkan asumsi
dalam kebijakan anggaran. Anggaran belanja sudah ditentukan sedemikian rupa sehingga suatu
kegiatan hampir pasti bisa dilaksanakan tanpa terkendala atau terganggu dengan masalah
kekurangan anggaran/alokasi.
Dalam kondisi normal atau sesuai dengan asumsi awal dalam anggaran, realisasi belanja dengan
capaian sesuai target/kinerja yang ditetapkan seharusnya tidak mencapai seratus persen. Selisih
antara anggaran dengan realisasi ini merupakan bentuk dari efisiensi pelaksanaan anggaran.
Penghematan dapat dilakukan ketika pengaturan kas dilakukan dengan mempertimbangkan hal-
hal yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan pekerjaan, arus masuk kas, dan kondisi
lingkungan (misalnya perbankan, regulasi, adanya peristiwa luar biasa).
c. Meminimalkan biaya pinjaman pemerintah
Yang dimaksud dengan biaya pinjaman daerah adalah beban yang harus ditanggung oleh
pemerintah daerah ketika melakukan pinjaman atau berhutang kepada pihak ketiga sebagai
akibat adanya kekurangan kas. Dalam perspektif lebih luas, biaya pinjaman juga mencakup
biaya-biaya yang timbul karena adanya transaksi yang tidak dapat dipenuhi secara tunai. Biaya-
biaya tersebut bisa berupa hilangnya kesempatan untuk memperoleh potongan harga, harga
khusus, penundaan pekerjaan, dan sebagainya.
Pemerintah daerah kadangkala harus melakukan pinjaman karena kas yang ada di rekening kas
daerah sudah tidak mencukupi. Hal ini dapat terjadi karena tertundanya penerimaan kas dari
pendapatan dan pembiayaan, sementara ada kebutuhan untuk pengeluaran yang harus dilakukan.
Perencanaan pelaksanaan kegiatan yang tidak baik menyebabkan biaya pinjaman akan semakin
besar. Semestinya aliran kas masuk match dengan aliran kas keluar.
Untuk meminimalkan biaya pinjaman atau memaksimalkan pendapatan berupa bunga, saldo kas
haruslah tersedia seminimal mungkin. Artinya tidak boleh ada atau banyak kas menganggur (idle
cash). Di negara yang menggunakan sistem imprest fund, unit kerja (spending agencies)
seringkali membiarkan terjadinya kas menganggur dalam rekening mereka. Hal ini
mengakibatkan meningkatnya biaya pinjaman daerah karena harus mencari pembiayaan untuk
sebagian unit kerja sementara ada unit kerja lain yang memiliki kelebihan kas.
Meminimalkan biaya pinjaman dapat dilakukan dengan mengurangi ketergantungan daerah pada
pinjaman. Salah satu kebijakan yang dapat dibuat adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan
aset-aset daerah. Pemakaian aset daerah oleh unit kerja-unit kerja daerah dalam melaksanakan
kegiatan mereka harus didorong sedemikian rupa sehingga memberi hasil berupa aliran kas
masuk bagi daerah. Namun, pemanfaatan oleh pihak ketiga juga harus terus didorong.
Pemanfaatan aset untuk meningkatkan sumber pembiayaan membutuhkan sistem pengelolaan
aset daerah yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
d. Memaksimalkan opportunity cost sumber daya
Biaya peluang (opportunity cost) berkaitan dengan adanya beberapa alternatif yang harus dipilih
salah satu. Kas merupakan sumberdaya yang sumber dan peruntukkannya sudah ditentukan
dalam anggaran daerah (APBD). Akan tetapi, ketika anggaran utama tidak merinci lebih jauh
jadwal pelaksanaan atau pembayaran kegiatan-kegiatan yang direncanakan, maka akan terjadi
persaingan dalam pencairan dana untuk kegiatan-kegiatan tersebut.
Agar biaya peluang dalam pengelolaan kas tidak besar, maka perencanaan jadwal pelaksanaan
kegiatan yang baik merupakan hal yang sangat penting. Prioritas dalam pelaksanaan kegiatan
diusulkan oleh unit kerja dengan mempertimbangkan kemampuan mereka. Namun, pemerintah
daerah harus menyesuaikan kembali usulan-usulan dari unit kerja-unit kerja tersebut dengan
prioritas daerah dengan mempertimbangkan kondisi keuangan daerah selama satu periode
anggaran. Dalam perspektif pengeluaran jangka menengah (multi-term expenditure framework)
yang harus dilaksanakan pada tahun 2009 oleh pemerintah daerah, pertimbangan atas prioritas
pelaksanaan kegiatan menjadi semakin kompleks.
Dalam hal ini, aspek regulasi merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan. Dana yang
dimiliki dapat digunakan untuk membayar belanja pada saat tertentu, namun bisa lebih
menguntungkan apabila pada waktu tertentu yang lain digunakan untuk memperoleh keuntungan
jangka pendek. Meskipun manajemen kas tidak untuk mencari keuntungan finansial bagi daerah,
namun pemanfaatan peluang bisa saja menghasilkan tambahan dana yang pada akhirnya dapat
dipergunakan untuk meningkatan pelayanan publik.
Anggaran Kas
Anggaran kas merupakan rencana keuangan yang mencakup rencana aliran kas masuk, aliran kas
keluar, sumber kas, peruntukan penggunaan kas, dan saldo pada akhir periode anggaran.
Menurut PP No. 58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri (Permendagri) No. 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, aliran kas
masuk yang dianggarkan dapat bersumber dari pendapatan dan penerimaan pembiayaan,
sementara aliran kas keluar dapat berupa pembayaran belanja-belanja dan pengeluaran
pembiayaan.
Penyusunan anggaran kas di pemerintah daerah pada dasarnya mengikuti pedoman dan struktur
organisasi yang berlaku di daerah tersebut. Karena anggaran kas berhubungan erat dengan fungsi
bendahara, yakni satuan yang bertugas menerima, menyimpan, dan membayarkan uang, maka
pelaksana fungsi tersebut bertugas menyusun rencana aliran kas ke depan. Berdasarkan struktur
organisasi pengelolaan keuangan daerah, unit kerja yang menangani perbendaharaan adalah sub-
bagian perbendaharaan di bagian keuangan atau bidang perbendaharaan di badan pengelolaan
keuangan daerah.
Meskipun perbendaharaan adalah pihak yang paling mengetahui kondisi kas pada peridoe
berjalan, memiliki catatan historis aliran kas, dan tren aliran kas selama ini, dalam menyusun
anggaran kas haruslah melakukan “koordinasi” dengan satuan kerja yang merupakan pelaksana
pelayanan publik. Dengan demikian, besaran kas masuk dan kas keluar selama satu bulan,
triwulan, semester, dan tahun, didasarkan pada kebutuhan satuan kerja. Hal ini tergambar dari
pengaturan yang ada di dalam Permendagri 13/2006 tentang keharusan satuan kerja melampirkan
anggaran kas selama empat triwulan satuan kerja ketika menyampaikan dokumen pelaksaan
anggaran (DPA) kepada Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Juga dinyatakan bahwa
plafon anggaran yang diperoleh tidak boleh dibagi rata ke dalam empat triwulan.
Anggaran kas yang diusulkan oleh SKPD kepada TAPD didasarkan pada kebutuhan dana SKPD,
baik untuk pengeluaran yang bersifat rutin maupun kegiatan. Untuk anggaran yang jumlahnya
relatif tetap setiap tahun, perencanaannya relatif tidak sulit, seperti misalnya gaji dan biaya-biaya
operasional kantor. Akan tetapi untuk kegiatan atau proyek, SKPD harus mempertimbangkan
banyak hal, yang diantaranya adalah (1) kedaruratan atau urgensi, (2) kemampuan sumber daya
manusia (SDM), (3) waktu, dan (4) kesesuaian dengan kegiatan atau program lain yang
dilaksanakan bersamaan.
Kedaruratan atau urgensi merupakan kondisi di mana suatu kegiatan harus diprioritaskan atau
didahulukan pelaksanaannya dibanding kegiatan lain. Dalam kondisi ekstrim (force-majeur),
kedaruratan ini bahkan bisa dibiayai dengan pinjaman atau pembiayaan lain, meskipun
anggarannya belum tersedia.
Kemampuan SDM, baik dari segi kapasitas maupun kuantitas, harus diperhitungkan oleh SKPD
ketika merencanakan teknis pelaksanaan kegiatan. Seorang pegawai tentunya tidak mungkin
melaksanakan dua kegiatan di tempat berbeda secara secara bersamaan.
Waktu pelaksanaan kegiatan akan menentukan berapa besar aliran kas keluar dalam rentang
waktu tertentu. Adalah tidak mungkin semua kegiatan yang direncanakan dilaksanakan sekaligus
dalam waktu bersamaan oleh SKPD. Untuk kegiatan tertentu bisa saja berhubungan dengan
kondisi alam atau musim tertentu.
Kesesuaian dengan kegiatan atau program lain menjadi pertimbangan penting ketika SKPD
melaksanakan dua atau beberapa kegiatan berkelanjuran (berseri) dalam satu periode anggaran
atau sebuah program dilaksanakan oleh beberapa SKPD. Penyesuaian jadwal pelaksanaan perlu
dilakukan agar hasil yang ditargetkan dapat tercapai.
Apabila anggaran kas yang diusulkan oleh SKPD relatif smooth sepanjang tahun, artinya tidak
terlalu berfluktuasi antartriwulan, bendahara umum daerah akan lebih mudah merencanakan
penerimaan dan pengeluaran. Namun, untuk waktu-waktu tertentu perlu dibuat kebijakan khusus,
yakni ketika pengeluaran daerah lebih besar dari biasanya. Oleh karena itu, dalam penganggaran
kas harus diupayakan perdiksi seakurat mungkin tentang waktu penerimaan daerah berupa kas,
baik dari pendapatan maupun pembiayaan, sehingga pengalokasian waktu pencaiaran belanja
dapat dilakukan lebih mudah. Untuk ini sangat disarankan untuk tidak melakukan perata-rataan
jumlah pencaiaran kas setiap bulan atau triwulan.
Mekanisme penyusunan anggaran kas menurut Permendagri 13/2006 adalah:
Kepala SKPD berdasarkan rancangan DPA-SKPD menyusun rancangan anggaran kas
SKPD;
Rancangan anggaran kas SKPD disampaikan kepada PPKD selaku BUD bersamaan
dengan rancangan DPA-SKPD;
Pembahasan rancangan anggaran kas SKPD dilaksanakan bersamaan dengan pembahasan
rancangan DPA-SKPD;
Mekanisme pengelolaan anggaran kas pemerintah daerah ditetapkan dalam peraturan
kepala daerah.
Definisi Dana Idle dan Penentuan Kriteria Dari sisi peraturan, sampai saat ini belum terdapat
juga peraturan yang mendefinisikan mengenai dana idle. Peraturan hanya menjelaskan definisi
kelebihan kas. Di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 03/PMK.05/2010 dinyatakan
bahwa kelebihan kas merupakan suatu kondisi saat terjadinya dan/atau diperkirakan saldo
Rekening KUN melebihi kebutuhan pengeluaran negara pada periode tertentu setelah
diperhitungkan dengan saldo awal dan SKM. Selama ini pemerintah sebenarnya memiliki dana
idle berupa dana SAL yang terkadang digunakan untuk menutupi kekurangan kas sementara
maupun sebagai salah satu alternatif pembiayaan. Menurut mantan Menteri Keuangan Bambang
P.S. Brodjonegoro dana idle ialah dana yang ditempatkan di bank dalam bentuk giro, deposito,
dan tabungan yang jumlahnya melebihi kebutuhan belanja APBD selama 3 bulan (Dikutip dari
https://www.kemenkeu.go.id/Berita/pemerintah-akan-pantau-dana-idle-di-daerah). Dengan
menggunakan konsep dana idle dari Bambang PS Brodjonegoro, maka definisi dana idle dalam
kajian ini ialah dana yang menganggur minimal selama 3 bulan dan besarnya melebihi segala
pengeluaran selama 3 bulan ke depan.
Kriteria Dana Idle Kriteria Dana Idle pada kajian ini dibangun berdasarkan definisi dari dana idle
dan rekening pemerintah serta disesuaikan dengan tujuan kajian ini. Kajian ini bertujuan
mengidentifikasi rekening idle dari rekening pemerintah yang dapat dimanfaatkan ketika terjadi
kekurangan kas pada RKUN dalam jangka pendek. Berdasarkan definisi pada poin sebelumnya
serta tujuan kajian, maka kriteria dana idle dalam kajian ini ialah sebagai berikut:
1. BUN memiliki kewenangan untuk mengakses dana tersebut. Kewenangan ini didasari oleh
peraturan yang menjadi dasar bagi BUN dalam melakukan monitoring dan mengelola dana
dalam rekening tersebut.
2. Dana tersebut jumlahnya melebihi kebutuhan pengeluaran rekening tersebut minimal selama
3 bulan dan menganggur sampai akhir tahun anggaran. Dana yang menganggur tersebut
jumlahnya melebihi kebutuhan pengeluaran/kewajiban rekening tersebut dan dana tersebut
menganggur sampai dengan akhir anggaran.
3. Tidak dibatasi penggunaannya. Dana idle tersebut tidak terikat earmarked yaitu dibatasi
penggunaannya yang bisa disebabkan oleh dua hal yaitu perikatan dengan pihak ketiga dan
karena adanya regulasi. Sehingga dana tersebut sudah ditentukan tujuan penggunaannya dan
tidak bisa dimanfaatkan dalam pengelolaan kas oleh BUN.
4. BUN Pusat sewaktu-waktu dapat dengan mudah memindahkan dana idle dari rekening asal
ke RKUN (begitu juga sebaliknya). Dana idle tersebut dapat dipindahkan oleh BUN tepat
waktu, tidak terdapat biaya/fee yang besar, dan syarat-syarat lain yang dapat menghambat
proses pemindahbukuan.
5. Rekening termasuk dalam rekening yang dikelola oleh Kuasa BUN Pusat. Rekening yang
ada termasuk dalam rekening yang dikelola oleh Kuasa BUN Pusat