OLEH :
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas berkat, kasih dan karuniaNya
sehingga makalah ini berjudul ”Standarisasi Bahan Baku“ dapat selesai dengan
lancar. Maksud dari penulisan makalah ini adalah mengkaji lebih dalam tentang
bagaimana penerapan studi observasional dalam pelayanan kefarmasian.
Selama penyusunan makalah ini, penyusun banyak dihadapkan dengan
berbagai kendala, namun atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya penyusun
dapat menyelesaikan makalah. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu
membangun gagasan ini terutama dari Dosen Pengampu.
Penulis juga tahu dan sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan
agar makalah ini dapat berkembang dengan lebih baik. Penulis berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat dan diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Akhir kata, semoga Allah SWT. selalu memberikan perlindungan-Nya kepada
kita.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................
Kata Pengantar..................................................................................................
Daftar Isi...........................................................................................................
BAB 1 Pendaahuluan.........................................................................................
A. Latar Belakang...................................................................................
B. Rumusan Masalah..............................................................................
C. Tujuan ................................................................................................
D. Manfaat ..................…………………………………………………
BAB 2 Pembahasan.............................................................................................
A. Standarisasi..............................................................................................
B. Standarisasi Simplisia..............................................................................
C. Standarisasi Ekstrak................................................................................
D. Jurnal acuan.............................................................................................
BAB 3 Penutup.................................................................................................
A. Kesimpulan.....................................................................................
B. Saran...............................................................................................
Daftar pustaka..................................................................................................
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan keanekaragaman
hayati terutama tumbuh-tumbuhan. Ada lebih dari 30.000 jenis tumbuhan yang
terdapat di bumi Nusantara ini, dan lebih dari 1000 jenis telah diketahui dapat
dimanfaatkan untuk pengobatan. Pada era globalisasi ini obat bahan alam baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri sangat pesat
perkembangannya, dengan demikian agar produk-produk herbal tersebut dapat
terjaga kualitas dan khasiatnya maka diperlukan suatu standarisasi baik pada
bahan baku ataupun dalam bentuk sediaan ekstrak. Beberapa negara baik di
Eropa, Asia, dan Amerika telah menetapkan beberapa standar terhadap bahan
baku produk herbal ini, bahkan WHO juga telah menetapkan standar terhadap
beberapa tanaman yang biasa digunakan sebagi bahan baku obat / produk herbal.
Beberapa contoh jenis standar yang dimaksud adalah BHP (British Herbal
Pharmacopoeia), USP (United States Pharmacopoeia), JSHM (Japanese
Standards For Herbal Medicines), API (The Ayurvedic Pharmacopoeia of India),
WHO's Guidelines For Medicinal Plant Materials.
5
B. Rumusan Masalah
1) Apakah yang dimaksud standarisasi?
2) Bagaimanakah proses standarisasi simplisia?
3) Bagaimanakah proses standarisasi ekstrak?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui yang dimaksud dengan standarisasi.
2) Untuk mengetahui proses standarisasi simplisia.
3) Untuk mengetahui proses standarisasi ekstrak.
D. Manfaat
1) Agar Mahasiswa dapat mengetahui mengenai standarisasi.
2) Agar Mahasiswa dapat mengetahui mengenai proses standarisasi simplisia
3) Agar Mahasiswa dapat mengetahui mengenai proses standarisasi ekstrak.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Standarisasi
7
B. Standarisasi Simplisia
1. Kebenaran simplisia
8
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik,
makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan
makroskopik dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan
memeriksa kemurnian dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk
dan ciri-ciri luar serta warna dan bau simplisia.Sebaiknya pemeriksaan
mutu organoleptik dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri anatomi
histologi terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.
2. Parameter non spesifik
Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan pencemaran
yang disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat,
penetapan kadar abu, kadar air, kadar minyak atsiri, penetapan susut
pengeringan.
3. Parameter spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari
simplisia.Uji kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan
kandungan senyawa tertentu dari simplisia.Biasanya dilkukan dengan
analisis kromatografi lapis tipis (Depkes RI, 1985).
Standarisasi simplisia harus dilakukan pada setiap tahap penyiapan
simplisia. Meliputi penyiapan bibi, budidaya sampai dengan proses
pemanenan dan penanganan pasca panen (pengeringan).
1. Pre-Farm
Teknologi produksi benih / bibit unggul tumbuhan obat, secara
konvensional ataupun bioteknologis.
2. On-Farm
Teknologi budidaya tumbuhan obat yang mengacu pada GAP
3. Off-Farm
9
Teknologi panen yang memperhatikan kandungan senyawa aktif
berkhasiat obat maupun parameter kualitas lainnya yang
dipersyaratkan.
a. Teknologi pasca panen / pengolahan yang menghasilkan simplisia
yang memenuhi persyaratan.
b. Teknologi ekstrak standar untuk mendapatkan ekstrak yang
tervalidasi kandungan senyawa aktif.
c. Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas pada tingkat pre klinik
yang memenuhi persyaratan validitas (Herbal Terstandar).
d. Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas pada tingkat klinik
yang memenuhi persyaratan validitas (Fitofarmaka).
C. Standarisasi Ekstrak
10
konstan, yang dinyatakan dalam porsen. Dalam hal khusus (jika
bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut
organik) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena
berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI, 2000).
Langkah – Langkah Pengukuran Susut Pengeringan:
1) Ekstrak diratakan dalam botol timbang hingga setinggi
± 5-10 mm
2) Ekstrak ditimbang sebanyak 1-2 gram dalam botol
timbang yang sebelumnya dipanaskan pada suhu 105°C
selama 30 menit dan telah ditara
3) Masukkan dalam desikator hingga suhu kamar,
kemudian masukkan kedalam ruang pengering,
keringkan pada suhu 105°C hingga bobot tetap
4) Hitung Susut Pengeringan.
b. Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang
mengindikasikan spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting,
karena bobot jenis ekstrak tergantung pada jumlah serta jenis
komponen atau zat yang larut didalamnya (Depkes RI, 2000).
Langkah – Langkah Pengukuran Bobot Jenis:
1) Hitung bobot piknometer dan bobot air yang baru
dididihkan pada suhu 25°C.
2) Atur suhu ekstrak ± 20°C, masukkan dalam piknometer.
Atur suhu piknometer hingga 25°C, buang kelebihan
ekstrak cair yang ditimbang.
3) Kurangkan bobot piknometer kosong dari berat
piknometer yang telah disini. Bobot jenis ekstrak adalah
11
hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak
dengan bobot air dalam piknometer suhu 25°C
c. Kadar air
Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau
banyaknya air yang diserap dengan tujuan untuk memberikan
batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air
dalam bahan (Depkes RI, 2000).
Menggunakan Metode Titrasi, Destilasi dan Gravimetri.
1) Metode Titrasi
a) Masukkan ± 20 ml metanol P ke labu titrasi
b) Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik
akhir tercapai
c) Masukkan zat dengan cepat yang telah ditimbang
seksama yang diperkirakan mengandung 10 – 50
mg air kedalam labu titrasi, aduk selama 1 menit
d) Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer yang telah
diketahui kesetaraan airnya
e) Hitung jumlah air dalam mg dengan rumus V × F, V
adalah volume pereaksi Karl Fischer pada titrasi
kedua, F adalah Faktor Kesetaraan air
2) Metode Destilasi
12
a) Masukkan ekstrak yang telah ditimbang seksama
yang mengandung 2-4 ml air kedalam labu kering
b) Masukkan ± 200 ml toluen kedalam labu.
Hubungkan alat. Tuang toluen melalui alat
pendingin. Panaskan labu selama 15 menit
c) Setelah toluen mulai mendidih, suling dengan
kecepatan ± 2 tetes per detik, hingga sebagian air
tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan
hingga 4 tetes per detik.
d) Setelah semua air tersuling, cuci bagian dalam
pendingin dengan toluen. Lanjutkan penyulingan
selama 5 menit. Dinginkan tabung hingga suhu
kamar.
e) Setelah air dan toluen memisah sempurna, baca
volume air. Hitung kadar air dalam persen. %Kadar
air = (V/W) x 100%
3) Metode Gravimetri
13
1) Masukkan ± 10 gram ekstrak dan timbang dalam
wadah yang telah ditara. Keringkan dalam suhu
105°C selama 5 jam dan ditimbang
2) Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1
jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan
berturut – turut tidak lebih dari 0,25%
d. Kadar abu
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah
abu fisiologik bila simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik
hilang. Abu fisiologik adalah abu yang diperoleh dari sisa
pemijaran (Depkes RI, 2000).
Langkah – Langkah pengukuran kadar abu:
1) Penetapan Kadar Abu
a) Pijarkan krus silikat
b) Gerus ekstrak, timbang seksama 2-3 gram ekstrak
c) Masukkan ekstrak kedalam krus silikat, ratakan
d) Pijarkan perlahan hingga arang habis, dinginkan
lalu timbang
e) Jika arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air
panas
f) Saring melalui kertas saring bebas abu
g) Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus
yang sama
h) Masukkan filtrat kedalam krus, uapkan
i) Pijarkan hingga bobot tetap, timbang
j) Hitung kadar abu terhadap bahan yang dikeringkan
di udara
14
a) Didihkan abu yang diperoleh dari penetapan kadar
abu dalam 25 ml asam sulfat encer P selama 5 menit
b) Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam krus
c) Saring melalui kertas saring bebas abu
d) Cuci dengan air panas
e) Pijarkan hingga bobot tetap, timbang
f) Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam
terhadap bahan yang telah dikeringkan
e. Sisa Pelarut
Menentukan kandungan sisa pelarut tertentu yang mungkin
terdapat dalam ekstrak dengan kromatografi gas.
Langkah – Langkah:
1) Timbang 2 gram ekstrak etanol, larutkan dalam 25 mL air
2) Masukkan dalam labu destilasi
3) Atur suhu destilat 78,5°C
4) Lakukan destilasi hingga selesai
5) Tambahkan aquadest 25 ml, tetapkan bobot jenis cairan pada
suhu 25°C
6) Hitung bobot jenis dan cocokkan pada tabel alkoholmetrik
f. Residu Pestisida
Prinsip dalam metode ini adalah untuk menentukan sisa
kandungan pestisida yang mungkin sajapernah ditambahkan atau
mengkontaminasi pada bahansimplisia pembuatan ekstrak
(Depkes RI, 2000). Tujuannya memberikan jaminan bahwa
ekstrak tidak mengandungpestisida melebihi nilai yang ditetapkan
karena berbahaya(toksik) bagi kesehatan (Depkes RI, 2000)
Metode : KLT dan kromatografi gas cair.
15
Jika kandungan kimia pengganggu analisis yangbesifat non
polar relatif kecil seperti pada ekstrakyang diperoleh
dengan penyari air atau etanolberkadar kurang dari 20%
menggunakan metode KLT secara langsung tanpamelalui
tahap pembersihan lebih dahulu atau menggunakan
kromatografi gas jika tidak terdapatkandungan kimia
dengan unsur N (klorofil, alkaloiddan amina non polar
lain)
Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etanol berkadar
tinggi dan tidak mengandung senyawa nitrogen non polar
bisa menggunakan metode KLT atau kromatografi gas
secaralangsung tanpa pembersihan
Jika tidak dapat dilakukan karena banyaknya kandungan
kimia pengganggu dapat dilakukan pengujian sesuai
metode baku.
Agar memudahkan penelusuran kembali jika ada masalah
analisis dapat dilakukan penomoran dan perincian terhadap
analisis disesuaikan dengan buku aslinya.
g. Cemaran Mikroba
Prinsip dari metode ini adalah untuk menentukan (identifikasi)
adanya mikroba yang pathogen secara analisis mikrobiologis
( Depkes RI, 2000). Tujuannya adalah memberikan jaminan
bahwa ekstrak tidak mengandungmikroba patogen dan tidak
mengandung mikroba nonpatogen melebihi batas yang ditetapkan
karenaberpengaruh terhadap kestabilan ekstrak dan
berbahaya(toksik) bagi kesehatan (Depkes RI, 2000).
MetodeALT dan uji nilai duga terdekat (MPN) coliform.
ALT (Angka Lempeng Total) digunakan untuk mengetahui
jumlah mikrobayang ada pada suatu sampel. Uji Angka
Lempeng Total (ALT) dan lebihtepatnya ALT aerob mesofil
16
setelah cuplikan diinokulasikan pada medialempeng agar
dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai.
o Media yang digunakan :PCA (Plate Count Agar)
o Pereaksi yang digunakan :PDF (Pepton Dilution Fluid),
FCDSLP (Fluid Casein Digest Soy Lecihitin
Polysorbate), Parafin cair (Minyak mineral), Tween 80
dan 20.
o Peralatan khusus :Stomacher (blender) dan Alat hitung
koloni
Langkah-langkah :
1. Siapkan 5 tabung atau lebih yang telah diisi dengan 9 ml
pengenceran PDF.
2. Hasil homogenisasi dipipet pengenceran 10-1 sebanyak 1 ml
ke dalam tabung yang berisi pengenceran PDF pertama
hingga pengenceran 10-2 , dikocok hingga homogen.
3. Buat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai
dengan yang diperlukan.
4. Setiap pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri dan
dibuat duplo.
5. Tiap cawan petri dituangkan 15-20 ml media PCA (45±1o
C), cawan petri digoyang dan diputar hinggan suspense
tersebar merata.
6. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat
uji blangko (kontrol).
7. Satu cawan hanya diisi 1 ml pengenceran dan media agar,
dan cawan yang lain diisi pengencer dan media.
8. Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu
35-37o C selama 24-48 jam dengan posisi terbalik.
9. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.
17
Uji Nilai Duga Terdekat (MPN) Coliform
Adalah pertumbuhan bakteri coliform setelah
cuplikandiinokulasikan pada media cair yang sesuai, adanya
reaksi fermentasi dan pembentukan gas di dalam tabung
durham.
o Pereaksi yang digunakan : PDF (Pepton Dilution Fluid),
MCB (Mac Conkey Broth), BGLB (Brilliant Green
Lactose Bile Broth, EMBA (Eosin Methylene Blue Agar),
VRBA (Violet Red Billie Agar), Methyl Red-Voges
Proskauer (MR-VP)Medium, Trypton Broth, Simmon’s
Citrate Agar, Nutrient Agar
o Peralatan :Stomacher atau blender atau cawan mortar, pipet
ukur, tabung durham.
Langkah-langkah:
1. Siapkan 5 tabung reaksi berisi 9 ml PDF.
2. Hasil homogenisasi pada penyiapan dipipet 1 ml
pengenceran 10-1 ke dalam tabung PDF pertama diperoleh
suspense dengan pengenceran 10-2, dikocok sampai
homogen.
3. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6
Uji Prakiran
1) Siapkan 3 tabung berisi 9 ml MCB yang dilengkapi tabung
durham.
2) Tiap tabung dimasukkan 1 ml suspense pengenceran,
kemudian diinkubasi pada suhu 37o C selama 24-48 jam.
3) Setelah 24 jam dicatat dan diamati adanya gas yang
terbentuk didalam tiap tabung, kemudian inkubasi
dilanjutkan hinggan 48 jam dan dicatat tabung-tabung yang
menunjukkan gas positif.
Uji Konfirmasi
18
1) Tabung yang menunjukkan uji prakiraan positif
dipindahkan 1 sengkelit ke dalam tabung berisi 10 ml
BGLB yang telah dilengkapi tabung durham.
2) Seluruh tabung diinkubasi pada suhu 37o C selama 24-48
jam, dilakukan pengamatan terhadap pembentukan gas.
3) Jumlah tabung yang positif gas dicatat dan hasil
pengamatan tersebut dirujuk ke table Nilai Duga Terdekat
(NDT)/ Minimal Presumtif Number (MPN), angka yang
diperoleh pada table MPN menyatakan jumlah bakteri
coliform dalam tiap gram.
h. Cemaran Kapang, Khamir dan aflatoksin
Prinsip dari metode ini adalah menentukan adanya jamur secara
mikrobiologis dan adanya aflatoksin dengan KLT (Depkes RI,
2000). Tujuannya untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak
mengandung cemaran jamur melebihi batas yang ditetapkan
karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan aflatoksin yang
berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2000)
a. Uji Angka Kapang dan Khamir
Adalah pertumbuhan kapang dan khamir setelahdiinokulasikan
pada media yang sesuai dandiinkubasikan pada suhu 20-25ºC.
o Pereaksi/Media Khusus: Potato Dextrose Agar (PDA),
Czapek Dox Agar (CDA) atau Malt Agar, Air suling Agar
0,05% (ASA), Kloramfenikol 100 mg/liter media.
o Peralatan : Lemari aseptic, Stomacher atau blender, Pipet
ukur mulut lebar.
Langkah-langkah:
1. Siapkan 3 buah tabung yang masing-masing telah diisi 9
ml ASA.
2. Dipipet 1 ml pengenceran 10-1 ke dalam tabung ASA
pertama hinggan diperoleh pengenceran 10-2 , dan dikocok
19
sampai homogen, dibuat pengenceran selanjutnya hingga
10-4.
3. Dari masing-masing pengenceran dipipet 0,5 ml,
dituangkan pada permukaan PDA, segera digoyang sambil
diputar agar suspense tersebar merata dan dibuat duplo.
4. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengenceran,
dilakukan uji blangko, ke dalam satu cawan petri
dituangkan media dan dibiarkan memadat.
5. Ke dalam cawan petri lainnya dituangkan media dan
pengencer, kemudian dibiarkan memadat. Seluruh cawan
petri diinkubasi pada suhu 20-25o C selama 5-7 hari.
6. Sesudah 5 hari diinkubasi, dicatat jumlah koloni jamur
yang tumbuh, pengamatan terakhir pada inkubasi 7 hari.
b. Uji Cemaran Aflatoksin
Pemisahan isolat aflatoksin secara kromatografilapis tipis
o Pereaksi : Media dan pengenceran Media Yeast
ExtractSucrose Broth (YES)
o Peralatan : Lemari aseptic, Lampu Ultra Violet, Mikropipet
10 ml
Langkah-langkah:
1. Kultur aspergillus flavus hasil isolate dan identifikasi dari
ekstrak diinokulasikan pada permukaan media YES.
2. Tabung diinokulasikan pada suhu 25o C selama satu minggu
dalam posisi miring untuk mendapatkan permukaan yang luas.
Biakan diautoklaf pada suhu 121o C selama 15 menit, biakan
dibiarkan sampai dingin.
3. Ambil media biakan menggunakan pipet Pasteur dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi kecil atau vial.
c. Kromatografi Lapis Tipis
o Lempeng : Silika gel (Lempeng pralapis), Kiesel gel 60,
Merck
20
o Baku Aflatoksin :Merupakan campuran siap pakai terdiri
dari 0,5 ug, Aflatoksin B1 ; 1,5ug, Aflatoksin B2 ; 5,0 ug,
Aflatoksin G1 ; 1,5 ug, Aflatoksin G2 dalamlarutan
campuran benzene : acetonitril (98:2) (Sigma
ChemicalCompany)
o Eluen :Campuran kloroform : aseton : n-heksan (85:15:20)
o Jarak rambat : 10 cm
o Penampak bercak: Bercak berwarna biru atau hijau
kebiruan setelah lempeng diletakkandibawah cahaya
ultraviolet (366 nm), menandakan aflatoksin positif.
4. Parameter Spesifik
a. Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Deskripsi tata nama:
1) Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
2) Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
3) Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)
4) Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa
tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu.
Parameter identitas ekstrak mempunyai tujuan tertentu untuk
memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa
identitas (Depkes RI, 2000).
b. Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan
bentuk, warna, bau, rasa menggunakan panca indera dengan tujuan
pengenalan awal yang sederhana dan seobyektif mungkin (Depkes
RI, 2000).
c. Kadar sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah
kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia. Parameter kadar
21
sari ditetapkan sebagai parameter uji bahan baku obat tradisional
karena jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia
akan berkaitan erat dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas
farmakodinamik simplisia tersebut (Depkes RI,1995).
d. Pola kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan
gambaran awal komponen kandungan kimia berdasarkan pola
kromatogram kemudian dibandingkan dengan data baku yang
ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI, 2000).
D. Jurnal Acuan
1) Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan standarisasi ekstrak daun
gedi yang mengandung antioksidan berdasarkan parameter spesifik dan
non spesifik. Parameter spesifik meliputi penetapan organoleptik ekstrak,
analisis kandungan flavonoid total dan penetepan kadar senyawa terlarut
dalam pelarut tertentu. Sementara itu, parameter non spesifik yang diamati
adalah parameter kadar air, parameter kadar abu, ,penentuan total bakteri
dan kapang, penentuan batas logam timbale (Pb)
2) Metode penelitian
Alat penelitian
22
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sentrifuse,
magnetik strirer, beaker glass, oven, blender, neraca analitis dan Kertas
saring Whatman
Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun gedi yaitu
ekstrak daun gedi, bahan organic, bahan garam, pelarut
Metode penelitian
Pembuatan Ekstrak Daun gedi diambil pada pagi hari yaitu daun
yang kelima dari pucuk hingga ke bawah yang masih hijau, dipetik
secara langsung dengan tangan. Daun yang telah dikumpulkan dari
ketiga daerah, yakni daerah Makassar, Palu, dan Gorontalo masing-
masing disortasi basah atau dicuci dengan air mengalir, kemudian
dikeringkan. Daun yag telah kering disortasi kering dan diserbukkan.
Serbuk daun gedi diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi
dan infundasi. Mula-mula 800 g serbuk daun gedi dimaserasi dengan
pelarut etanol 70% dan 96% selama 3x24 jam pada wadah kaca yang
berbeda hingga 1- 3 cm di atas serbuk. Filtrat dikumpulkan lalu
diuapkan dengan rotavapor hingga diperoleh ekstrak kental etanol
70% dan 96%. Selain itu, dibuat infusa dari daun gedi dengan
menimbang sebanyak 500 gram serbuk daun gedi, kemudian
dibasahkan dengan 5000 ml air suling di dalam panci. Pemanasan
dilakukan pada suhu 90°C selama 15 menit sambil sesekali diaduk.
Infus disekai sewaktu masih panas melalui kain flannel dan untuk
mencukupi volumenya, ditambahkan air mendidih melalui ampasnya.
Kemudian dikeringkan secara freeze drying.
23
ekstrak tanaman obat, perlu dilakukan penetapan standar mutu spesifik
dan non spesifik agar nantinya ekstrak terstandar dapat digunakan
sebagai obat yang mengandung kadar senyawa aktif yang konstan dan
dapat dipertanggung jawabkan.
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh data seperti pada tabel 1.
Parameter organoleptik ekstrak bertujuan memberikan pengenalan
awalekstrak secara objektif berupa bentuk, warna, bau, dan rasa. Data ini
juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menguji simplisia secara fisis
selama penyimpanan yang dapat mempengaruhi khasiatnya
2. Penentuan Kadar Senyawa Terlarut Dalam Pelarut Etanol dan Air
Parameter senyawa terlarut dalam pelarut tertentu bertujuan memberikan
gambaran awal jumlah kandungan senyawa yang dapat diekstraksi.
Penentuan parameter ini dilakukan secara gravimetrik dan
mempersyaratkan untuk menggunakan dua pelarut, yaitu pelarut air dan
etanol. Kedua pelarut ini dan campuran keduanya merupakan cairan
pelarut yang diperbolehkan dan memenuhi syarat kefarmasian
(pharmaceutical grade). Pelarut air dimaksudkan untuk melarutkan
senyawa polar dan etanol untuk melarutkan senyawa kurang polar yang
terdapat dalam ekstrak. Pada penelitian ini persentase kadar senyawa
terlarut dalam air dan persentase kadar senyawa terlarut dalam etanol
pada ekstrak daun gedi
3. Penentuan Kadar Air
Untuk penentuan kadar air digunakan metode gravimetrik, yang pada
prinsipnya menguapkan air yang ada pada bahan dengan jalan pemanasan
pada suhu 1050C, kemudian menimbang bahan sampai berat konstan.
Pada penelitian ini persentase kadar air ekstrak daun gedi dapat dilihat
pada tabel 3. Pada penelitian ini, persentase kadar air dalam ekstrak daun
gedi tergolong memenuhi syarat . Menurut literatur, kadar air dalam
ekstrak tidak boleh lebih dari 10%. Hal ini bertujuan untuk menghindari
cepatnya pertumbuhan jamur dalam ekstrak
Parameter non spesifik.
1. Penetapan kadar abu total dan abu tidak larut asam
24
Pada penelitian ini kadar abu total dan abu tidak larut asam dalam ekstrak
daun gedi dapat dilihat pada tabel 1. Abu adalah zat anorganik sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya
tergantung pada macam bahan dan carapengabuannya. Kadar abu ada
hubungannya dengan mineral suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam
suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu :
1. Garam-garam organik, misalnya garam dari asam malat, oksalat,
asetat, pektat, dan lain-lain
2. Garam-garam anorganik, misalnya fosfat, karbonat, klorida, sulfat
nitrat dan logam alkali. Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang
mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang kompleks yang bersifat
organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk
aslinya adalah sangat sulit. Oleh karenanya biasanya dilakukan dengan
menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal
dengan pengabuan (Sudarmadji, 1986). Penentuan kadar abu total dapat
digunakan untuk berbagai tujuan antara lain:
1. menentukan baik tidaknya suatu pengolahan,
2. mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan
3. penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan.
Data kadar abu total dan abu tidak larut dalam asam yang terdapat pada
ekstrak daun gedi dapat dilihat pada tabel 3. Besarnya kadar abu total
dalam setiap ekstrak daun gedi mengindikasikan bahwa ekstrak yang
diperoleh dari proses maserasi dan infudasi banyakmengandung mineral.
Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang rendah
menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain dalam kadar rendah.
Pengujian cemaran bakteri termasuk salah satu uji untuk syarat kemurnian
25
maksimum mikroba dalam makanan, bahwa batas maksimum cemaran bakteri
dalam makanan yaitu 106 koloni/g dan untuk kapang yaitu 104 koloni/g. Ini
juga sesuai dengan standar uji cemaran mikroba menurut SNI 19-2897-1992,
yaitu standar batas kontaminasi bakteri yang masih dianggap aman untuk
yang masih dianggap aman untuk dikonsumsi pada obat tradisional sebesar <
104 CFU/ml (Pratiwi, 2005). Data angka lempeng total bakteri dan kapang
dari masing-masing ekstrak daun gedi dapat dilihat pada tabel 3. Pada infus
daun gedi umumnya mempunyai angka lempeng total bakteri yang tinggi dari
3. Pencemaran Logam Pb
Penentuan kandungan logam timbal (Pb) pada ekstrak berguna untuk dapat
ditetapkan karena bersifat toksik terhadap tubuh. Agar didapatkan data yang
logam timbal pada rempah – rempah sebesar 10 mg/kg atau 0,01 mg/g (Arifin,
2006). Dari data cemaran logam berat yang terdapat pada tabel 3, diperoleh
kadar Pb dalam ekstrak daun gedi tergolong memenuhi syarat, yakni untuk
infus sebesar 0,003 ± 0,02 – 0,005 ± 0,002 mg/g, ekstrak etanol 70% sebesar
0,004 ± 0,001 – 0,007 ± 0,003 mg/g, dan ekstrak etanol 96% sebesar 0,007 ±
26
0,002 – 0,008 ± 0,003 mg/g. Adapun perbedaan kadar Pb dalam tanaman
tersebut tumbuh, antara lain kondisi udara dan tanah lingkungannya. Timbal
(Pb) adalah logam yang bersifat toksik terhadapa manusia yang berasal dari
debu yang tercemar Pb, kontaklewat kulit, mata, dan melalui parenteral
(Widowati, Astiana dan Raymond, 2008). Timbal adalah salah satu bahan
pencemar utama saat ini di lingkungan. Timbal digunakan sebagai aditif pada
Partikel timbal yang terdapat dalam asap kendaraan bermotor berukuran 0,02
– 1,00 μm, dengan masa tinggal di udara sekitar 4 – 40 hari. Partikel yang
(Naria, 2005). Selain itu, kandungan logam dalam tanah sangat berpengaruh
logam dalam tanaman tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam
tanah, tetapi juga tergantung pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah,
Hasil KLT dari masing-masing ekstrak ketika diamati di bawah sinar UV 366
nm terlihat ada beberapa noda yang tampak berfluoresensi dengan latar gelap.
semakin lebih jelas ketika diamati di bawah sinar UV 366 nm. Noda
27
bertetangga yang tahan asam ataudengan gugus ortohidroksil yang tidak tahan
asam dan bertetangga seperti pada gambar 1 berikut ini (Markham, 1988).
Farmakope Jerman dan German Drug Codex 1986 (Soares et. al., 2003).
Hidrolisis dimaksudkan agar ikatan antara gula dan aglikon yang terdapat
aseton, dan larutan HCl 25% dalam air kemudian direfluks (dilakukan
pada rentang 420 – 430 nm (Soares et al., 2003). Kadar flavonoid total
glikosida flavonoid rutin yang telah dihidrolisis dengan asam menurut German
Drug Codex 1986 (Soares et. al., 2003). Pada analisa kuantitatif, kadar
flavonoid total pada ekstrak daun gedi yang diperoleh secara maserasi
28
5. Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH
mahal. DPPH telah digunakan secara luas untuk mengukur kemampuan suatu
DPPH dapat digunakan pada sampel uji yang berupa cairan maupun padatan.
maksimum pada panjang gelombang 517 nm dan berwarna ungu. Warna ungu
ini akan berkurang hingga menjadi berwarna kuning pucat akibat elektron
senyawa peredam radikal bebas (Prakash et al, 2001). Dari penelitian yang
dilakukan diperoleh data IC50 ekstrak daun gedi seperti pada tabel 4, bahwa
ekstrak etanol 96% yang berasal dari daerah Palu memiliki IC 50 sebesar 0,575
mg/ml (575 ppm) yang tergolong efektif dalam menghambat 50% radikal
berdasarkan IC50, yakni jika suatu senyawa memiliki nilai IC 50 200 – 1000
ppm tergolong kurang aktif. Namun, masih bersifat antioksidan dan jika suatu
sebesar 0,018 mg/ml (18 ppm) yang tergolong sangat efektif dalam
3) Kesimpulan
29
Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: Ekstrak daun
gedi (Abelmoschus manihot L.) Medik yang dipersyaratkan adalah ekstrak etanol
96%, yakni:
a) Secara organoleptis ekstrak yang berasal dari ketiga daerah tidak berbeda,
yakni berbentuk kental, berwarna hijau kecoklatan, berbau khas, dan berasa
sepat.
b) Kadar rata-rata senyawa yang terlarut dalam air yakni 7,38 ± 0,22 – 8,91±0,21
%b/b.
c) Kadar rata-rata senyawa yang terlarut dalam etanol yakni 21,12 ± 0,16 –
29,44±0,2 %b/b.
d) Kadar air maksimum yang terkandung yakni 8,25± 2,51%b/b.
e) Kadar abu total maksimum yang terkandung yakni 22,00 ± 1,46% b/b.
f) Kadar abu tidak larut asam maksimum yang terkandung yakni 0,50 ± 0,12% b/b.
g) Total cemaran bakteri maksimum yakni 6,7.105 koloni/g; total cemaran kapang
maksimum yakni 6,7.102 koloni/g, sesuai dengan ketentuan SNI 19-2897-1992
dan SK Dirjen POM No: 03726/B/SK/VII/89.
h) Cemaran logam timbal (Pb) sesuai dengan ketentuan SK Dirjen POM No
03725/B/SK/VII/89.
i) Kadar flavonoid total minimum yakni 23,63 ± 0,06 mg/g ekstrak.
Ekstrak daun gedi (Abelmoschus manihot L.) Medik yang diperoleh secara
maserasi dengan pelarut etanol 96% mempunyainilai efektivitas antioksidan
yakni 1,496 – 0,575 mg/ml dan yang berasal dari daerah Palu memiliki
efektivitas antioksidan yang optimal dibandingkan dengan daerah lain yaitu
dengan nilai IC50 sebesar 0,575 mg/ml atau 575 ppm
30
BAB III
KESIMPULAN
31
dari daerah Palu memiliki efektivitas antioksidan yang optimal dibandingkan dengan
daerah lain yaitu dengan nilai IC50 sebesar 0,575 mg/ml atau 575 pp
DAFTAR PUSTAKA
Pine, A.T,D., Gemini A., dan Faisal A., 2015, STANDARDISASI MUTU
EKSTRAK DAUN GEDI ( Abelmoschus manihot (L.) MEDIK) DAN
UJI EFEK ANTIOKSIDAN DENGAN METODE DPPH, JF FIK UINAM
,Vol.3 No.3
32