Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akuntansi adalah suatu wujud pengelolaan dan pencatatan keuangan yang

mendasari timbulnya standar pelaporan keuangan pemerintah dan menyajikan

sebuah informasi kepada pihak-pihak yang berhak dan berkepentingan terhadap

laporan keuangan. Standar akuntansi merupakan suatu pedoman, petunjuk, serta

aturan yang digunakan sebagai acuan bagi aparatur pemerintah (akuntan) sebagai

prosedur yang diambil dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah sehingga

dapat menghasilkan laporan keuangan yang bermanfaat dan berkualitas.

Laporan keuangan yang berkualitas menurut Peraturan Pemerintah Nomor

71 Tahun 2010 adalah laporan keuangan yang mempunyai karakteristik relevan,

andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami. Relevan yaitu laporan keuangan

yang memuat informasi dan dapat memengaruhi keputusan pengguna dengan

membantu mereka mengevaluasi peristiwa pada masa lalu atau masa kini dan

dapat memprediksi masa depan, serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi

peristiwa mereka di masa lalu. Andal yaitu laporan keuangan yang memuat

informasi bebas dan tak terikat dengan pengertian yang menyesatkan dan

kesalahan yang material, menyajikan setiap fakta yang ada secara jujur, serta

informasi yang disajikan dapat diverifikasi. Dapat dibandingkan melalui laporan

keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada

biasanya atau pada umumnya. Dapat dipahami dalam artian dapat dimengert dan

memahami isi atau informasi yang ada pada laporan keuangan oleh pengguna dan

dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman
para pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud dalam laporan

keuangan.

Laporan keuangan pemerintah harus menyajikan informasi yang bermanfaat

untuk para pengguna dalam menilai akuntabilitas serta membuat keputusan baik

keputusan ekonomi, sosial, dan politik. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam

Kerangkaa Konseptual Standar Akuntansi Pemerintahan, yaitu: (1) Menyediakan

informasi tentang kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh

pengeluaran, (2) Menyediakan informasi tentang kesesuaian cara memperoleh

sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan

peraturan perundang-undangan, (3) Menyediakan informasi tentang jumlah sumber

daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil

yang telah dicapai, (4) Menyediakan informasi tentang bagaimana entitas pelaporan

mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya, (5) Menyediakan

informasi tentang posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan

sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang,

termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman, (6) Menyediakan

informasi tentang perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami

kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode

pelaporan. Instansi pemerintah harus menerapkan akuntansi pemerintah yang

sesuai dengan standar akuntansi untuk menghasilkan Laporan keuangan yang

berkualitas.

Proses penyusunan laporan keuangan telah menjadi proses terpenting bagi

organisasi untuk mengetahui bagaimana kinerja atau eksistensi suatu organisasi

dalam satu periode. Kualitas laporan keuangan pemerintah daerah setiap tahunnya

dinilai oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selaku auditor pemerintah. BPK
dapat memberikan empat jenis opini terhadap laporan pertanggungjawaban yang

disajikan oleh pemerintah, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) termasuk Wajar

Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP), Wajar Dengan

Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW) serta Tidak Memberi Pendapat (TMP).

Pada saat BPK memberi Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap LKPD,

hal ini berarti laporan keuangan suatu pemerintah daerah disajikan dan juga

diungkapkan secara wajar dan berkualitas. Representasi kewajaran dituangkan

dalam bentuk opini dengan cara mempertimbangkan terhadap kriteria kesesuaian

laporan keuangan dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), kecukupan

pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas

pengendalian internal (Indriasih, 2014 dalam Lailatur Rohmah, 2020). Kemudian,

laporan keuangan pemerintah disampaikan kepada DPR/DPRD.

Fenomena dalam penelitian ini didasari oleh informasi yang diperoleh dari

survey lapangan pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kota Ternate.

Pemerintah Kota Ternate merupakan salah satu dari banyak daerah di Indonesia

yang secara konsisten mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama Lima Tahun berturut-turut.

Tingginya kualitas laporan keuangan pemerintah daerah dilihat dari seberapa baik

pengendalian internal yang dimiliki oleh institusi pemerintah daerah. Pengendalian

internal yang lemah menyebabkan sulitnya mendeteksi kecurangan/ ketidakakuratan

proses akuntansi sehingga bukti audit yang diperoleh dari data akuntansi menjadi

tidak kompeten. Badan pemeriksa keuangan berhasil temukan penyimpangan-

penyimpangan dalam pelaksanaan audit laporan keuangan pemerintah.

Saat ini pemkot ternate diberi penghargaan oleh BPK ranking satu dalam

penyelesaian tindak lanjut temuan pada semeter I tahun anggaran 2020. Maka ini
menjadi motivasi bagi pemkot untuk segera menyelesaikan temuan-temuan dari

awal yang pernah diperiksa oleh BPK dan belum terselesaikan agar dapat

mempertahankan opini WTP di masa datang.

“Kami menyadari meskipun laporan keuangan Pemkot 2020 memperoleh

opini WTP, namun dari hasil pemeriksaan BPK masih ditemukan beberapa

kelemahan baik ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang

berlaku maupun kelemahan sistem intern, kelemahan dan kekurangan yang

ditemukan akan diperbaiki dan ditindaklanjuti,“ ucap Wali Kota Ternate.

Pemkot Ternate telah menyusun rencana aksi dalam implementasi dan

mohon bimbingan BPK, sehingga tindaklanjuti temuan BPK selesai tepat waktu.

Pemkot juga berkomitemen dan berupaya untuk menyelesaikan rekomendasi

temuan hasil pemeriksaan BPK, termasuk hasil temuan tahun sebelumnya yang

belum selesai. Disamping itu, Pemkot juga membutuhkan pendampingan dari BPK,

karena adanya perubahan sistem pengelolaan keuangan dan dapat menimbulkan

resiko salah saji dalam penyajian laporan keuangan tahun berikutnya. Dari

fenomena di atas dapat dikatakan bahwa Pemerintah Kota Ternate memiliki temuan

permasalahan yang harus segera ditindaklanjuti dan dicari solusinya.

Tabel 1 berikut ini menyajikan opini yang diperoleh daerah Kota Ternate dari tahun

2013 sampai dengan 2020 sebagaimana disajikan pada tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Hasil Laporan Pemerintah Kota Ternate

No Tahun Laporan Hasil Pemeriksaan dari BPK

1 2013 Wajar Dengan Pengecualian


1 2014 Wajar Tanpa Pengecualian

1 2015 Wajar Tanpa Pengecualian

1 2016 Wajar Tanpa Pengecualian

1 2016 Wajar Tanpa Pengecualian

1 2017 Wajar Tanpa Pengecualian

1 2018 Wajar Tanpa Pengecualian

1 2019 Wajar Tanpa Pengecualian

1 2020 Wajar Tanpa Pengecualian

Berdasarkan tabel 1 tersebut di atas, maka dapat dinyatakan bahwa dengan

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang pada awalnya berstatus Wajar Dengan

Pengecualian pada tahun 2013 menjadi Wajar Tanpa Pengecualian untuk pertama

kalinya pada tahun 2014 hingga tahun 2020.

Perolehan opini tertinggi atas laporan keuangan pemerintah daerah Kota

Ternate secara konsisten selama tujuh kali berturut-turut menjadi suatu fenomena

yang sangat menarik perhatian penulis untuk meneliti faktor apakah yang

mempengaruhi kualitas LKPD Kota Ternate sehingga mendapat opini WTP dari

BPK.

Anda mungkin juga menyukai