Anda di halaman 1dari 67

Buku Panduan Ziaroh 1

PANDUAN ZIARAH
JAMA’AH PONDOK PESANTREN AL-KAHFI
SOMALANGU
Periode Jumadil Akhir 1439 H/2018 M

Dirangkai oleh :
Muhammad Fauhan bin Afifuddin Al-Hasani

Diterbitkan oleh ;
Buku Panduan Ziaroh 2

BAB I
HUKUM BERZIARAH KE ATSAR WALIYULLAH

Ziarah  adalah bentuk mashdar dari kata zara  –   –  yazuuru  –
ziyaratan yang artinya mengunjungi  atau kunjungan. Jadi ‘ziarah kubur’
artinya bukan 'menyembah kubur' atau 'meminta pada kuburan'
sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagian orang yang keliru faham.
Namun ‘ziarah kubur’ artinya adalah mengunjungi makam seseorang
atau kunjungan seseorang pada orang yang telah wafat.
Hukum berziarah kubur dalam islam adalah sunnah. Dasarnya
sabda rasulullah saw ;

          
       
       
         
. 
  
Artinya, “Dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya dari nabi saw ;
Sungguh saya dulu pernah melarang kamu sekalian dari berziarah kubur.
Akan tetapi sekarang, berziarahlah kamu sekalian, karena sungguh Allah
ta’ala telah memberikan idzin kepada nabinya untuk menziara hi kubur
ibunya”. HR Al-
Al -Hakim dalam kitab Mustadrak ‘alas Shahihain juz 1 hal
530.
Rasulullah saw menyuruh kita umatnya untuk berziarah kubur
tentu karena dengan berziarah kubur tersebut ada banyak hal
bermanfaat yang dapat kita peroleh. Jikalau saja ziarah kubur itu tidak
ada manfaatnya sama sekali bagi umat islam maka niscaya Rasulullah
Buku Panduan Ziaroh 3

saw tidak akan memberikan contoh apalagi memerintahkan kita untuk


melakukannya.

Auliyaillah
Kata "Auliyaillah" adalah bentuk jamak dari kata "Waliyullah".
Menurut Syekh Al Qusyairi kata waliyullah bisa berarti salah satu
diantara dua makna.
1. Apabila kata tersebut berasal dari wazan "fa'iilun" yang
bermakna maf'ul maka yang dimaksud adalah :

     
Artinya, "Orang yang diberi kuasa oleh Allah swt untuk
urusannya"
2. Sedangkan apabila kata tersebut diambil dari wazan
"fa'iilun" yang bermakna "muballaghah" maka yang
dimaksud adalah :

    
  
Artinya, "Orang yang senantiasa beribadah kepada Allah
swt serta taat kepadaNya".
kepadaNya".
Ulama Indonesia kebanyakan mengartikan kata Waliyullah
dengan arti Kekasih Allah. Jadi apabila digabungkan pengertian tersebut
dengan pengertian yang disampaikan oleh Syekh Al Qusyairi, maka kata
Waliyullah menjadi berarti, " Orang yang menjadi Kekasih Allah swt dan
diberi kuasa untuk urusanNya karena senantiasa taat dan rajin
beribadah kepadaNya  ".
Jika para nabi dan rasul sebagai utusan Allah swt mempunyai ciri
khusus tanda kenabian dan kerasulannya berupa sebuah keistimewaan
yang dirnamakan "Mu'jizat", maka para waliyullah-pun sebagai orang
yang dikasihi oleh Allah swt juga mempunyai ciri keistimewaan khusus
yang serupa dengan mu'jizat bernama "Karamah". Hanya saja derajat
Buku Panduan Ziaroh 4

karamah yang dimiliki oleh para waliyullah itu tidak mungkin sama
dengan derajat mu'jizat yang dimiliki oleh para nabi ataupun para rasul.
Karena pada keduanya ada perbedaan.
Perlu juga dijelaskan bahwa karamah itu berbeda pula dengan
apa yang disebut sebagai ilmu hikmah . Karena karamah para waliyullah
itu didapatkan bukan dari sebab hasil usaha tirakat -nya sang wali, akan
tetapi disebabkan semata-mata oleh sebab benar dan kesungguhannya
mereka dalam berkhidmah kepada Allah swt. Sedangkan kelebihan yang
diperoleh oleh seseorang dari sebab hasil riyadhah atau tirakatnya itulah
yang umum disebut dengan ilmu hikmah.

Golongan Waliyullah
Secara umum para waliyullah itu terbagi dalam dua golongan.
Pertama, golongan yang diberi amanah oleh Allah swt untuk memegang
kendali birokrasi wilayah. Golongan ini sering disebut dengan istilah
Rijalul Ghoib. Menurut Al-Imam Ibnu Hajar Al-Haitami, disebut dengan
istilah Rijalul Ghoib karena kebanyakan orang tidak mengetahuinya.
Kedua, golongan yang tidak memegang tampuk birokrasi wilayah.
Golongan ini sering hanya disebut dengan sebutan Rijalullah . Kedua
golongan ini sering juga disebut dengan istilah “Wali Haqiqi”. Merekalah
para “Khawash billah”. Kekhususan itu diperoleh semata –   mata hanya
karena pilihan atau rahmat Allah Swt semata. Allah swt berfirman ;

]74 :   [ }         {


Artinya, “Allah mengkhususkan dengan rahmatNya pada orang yang
dikehendakiNya”. AQ. S. Ali Imron, Ayat 74
Sedangkan yang dikandung oleh ungkapan Al-Imam As- Syafi’i
dan Al-Imam Al-Hanafi radiallahu ‘anhuma ;

    
. 
Buku Panduan Ziaroh 5

Artinya, “Jika para ahli fiqih yang mengamalkan ilmunya itu


bukanlah termasuk para waliyullah maka Allah tidak mempunyai
seorang walipun”. Lih. Al-Majmu Syarah Muhadzab, Juz 1 hal 24. Itu
yang dikehendaki adalah golongan “Waliyus Syar’i” bukan “Wali Haqiqi”.
Pada setiap zaman auliyaillah dipimpin oleh seorang pucuk
pimpinan tertinggi yang disebut dengan Quthbul Aqthab atau Quthbul
Ghauts. Beliau bergelar juga Sulthanul Auliya. Diantara tokoh Wali
quthub ini yang pernah menjabat sebagai Quthbul Aqthab pada
zamannya dan disepakati akan derajat beliau oleh para ahli hakekat
adalah Syeikh As-Sayid Abdul Qadir Al-Jilani Al-Hasani dan Syeikh As-
Sayid Abil Hasan As-Syadzili Al-Hasani. Selain keduanya ulama banyak
yang khilaf.
Wali quthub ini dalam memimpin para waliyullah dibantu oleh
para pembantu  –  pembantu beliau yang masuk dan terkenal dalam
struktur Abdal, Autad, Nujaba, Nuqaba dll. Sedangkan para quthub yang
pernah menjabat pada periode sebelumnya semua menjadi pendamping
atau pemberi advis beliau. Mungkin kalau dalam struktur keorganisasian
awam, mereka adalah penasehat wali quthub yang tengah menjabat.
Hanya saja bedanya dengan adat awam, mereka tidak akan memberikan
advis pada wali quthub yang tengah menjabat jika mereka tidak diminta
untuk itu. Namun adapula hak  –  hak yang diberikan oleh Allah swt
dalam hal  – hal tertentu untuk mereka boleh menyampaikan pada wali
quthub yang tengah menjabat. Akan tetapi yang seperti ini sulit
dijelaskan pada halayak awam, karena semua itu dalam rangka menjaga
adabul wilayah.

Waliyullah adalah orang tua dan guru kita dalam islam


Dalam sebuah hadits nabi saw riwayat Abi Hurairah ra disebutkan ;

      
     
Buku Panduan Ziaroh 6

               
            
   
Artinya, “Dari Abi Hurairah ra bahwasanya rasulullah saw besabda, jika
manusia mati maka amalnya terputus selain tiga yaitu shadaqah jariyah,
ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan orang tuanya”.
HR Al-Bukhari (Adabul Mufrad Juz 1 hal 28 hds no 38), Muslim (Shahih
Muslim Juz 3 hal 1255 hds no 1631), Ahmad (Musnad Imam Ahmad Juz 2
hal 372 hds no 8831), Abu Dawud (Sunan Abu Dawud Juz 3 hal 117 hds
no 2880) dll.
Mafhum hadits diatas menunjukkan kepada kita bahwa kematian
tidak menjadi penghalang dari keberlangsungan doa anak yang shalih
kepada orang tuanya. Karena doa anak yang shalih adalah bagian dari
khidmah (bakti) kebaikan anak kepada orang tuanya.
Jika dipertanyakan apakah mendoakan orang tua yang telah
wafat harus dimakamnya? Jawabnya adalah tidak harus dimakamnya
sebagaimana pula tidak harus tidak dimakamnya. Karena syar’i tidak
menentukan itu. Akan tetapi mendoakan dengan mengunjungi
makamnya adalah sungguh perbuatan yang mulia dan baik karena nabi
saw diriwayatkan dalam hadist shahih juga mendoakan ibunya dengan
mengunjungi makam beliau.
Siapakah orang tua kita menurut islam? Apakah hanya kedua
orang tua kandung saja? Dalam islam orang tua kita itu ada tiga.
Pertama, kedua orang tua yang jadi penyebab lahirnya kita di dunia,
yaitu ayah dan ibu kita. Kedua, mertua (ayah ibu dari suami atau istri).
Ketiga, Guru  –  guru kita yang menjadi penyebab kita beriman serta
mengenal Allah swt dan rasulNya. Dengan demikian para waliyullah juga
adalah orang tua kita karena dengan sebab merekalah kita menjadi
mengenal islam yaitu mengenal Allah swt dan rasulNya.
Buku Panduan Ziaroh 7

Berziarah ke para waliyullah adalah berziarah ke orang tua  –


orang tua kita dalam islam. Memanjatkan doa untuk mereka adalah
bagian dari bakti kita kepada orang tua kita yang dianjurkan oleh nabi
kita Muhammad saw.

Mencintai Waliyullah
Apabila kita dengan izin Allah swt diberi karunianya bisa
mengenal seseorang yang menjadi waliyullah maka wajib hukumnya
bagi kita sebagai seorang muslim untuk melahirkan rasa cinta kita
kepadanya. Karena mencintai mereka adalah bagian dari mencintai Allah
swt juga.
Disebutkan dalam sebuah riwayat hadits, Rasulullah saw pernah
bersabda ;

     
      
     
       
  
      
       
    .    
.         
Artinya, "Sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah itu ada
golongan yang bukan dari kalangan para nabi akan tetapi mereka itu ikut
Buku Panduan Ziaroh 8

pada jajaran para nabi dan syuhada (dari segi kemuliaannya dihadapan
Allah swt). Ditanyakan pada beliau, "Siapakah mereka itu? Mudah-
mudahan kami dapat ikut mencintainya". Bersabda Rasulullah saw,
"Mereka itu adalah golongan orang yang saling mencintai dengan
cahaya Allah, tanpa dasar kekerabatan dan nasab". Wajahnya bagaikan
cahaya (karena penuh ketulus ikhlasan). Mereka berada diatas mimbar
cahaya (kedudukannya amat mulia dihadapan Allah swt). Mereka tidak
akan merasakan rasa takut ketika kebanyakan orang ketakutan. Dan
mereka tidak akan pernah merasakan kesusahan dikala kebanyakan
orang tengah merasakan susah. Kemudian Rasulullah saw membaca
ayat yang termaktub dalam Al Quranul Karim ;

      
 
Artinya, "Ingat-ingatlah, bahwa para waliyullah itu adalah
seseorang yang tiada rasa takut melekat pada diri mereka dan mereka
itu orang yang tidak pernah merasa susah selamanya". HR. Ibnu Hibban
(Shahih Ibnu Hibban, Juz 2 hal 332 hds no 573), Abu Ya’la Ahmad bin Ali
Al-Mushili (Musnad Abi Ya’la, Juz 10 hal 495 hds no 6110).
Jika saja para sahabat merasa wajib untuk mencintai para
waliyullah apabila mereka dapat mengetahuinya, maka tentu saja kita
wajib pula untuk mengikutinya. Karena para sahabat mereka adalah
ikutan kita pula. Fahamilah hal ini sebaik-baiknya.

Ziarah kemakam Waliyullah


Menurut Syekh Al Imam As_Sayid Abil Hasan ‘Ali As_Syadzili
Al_Hasani ra, apabila ada seorang waliyulah wafat maka pada
hakekatnya kewafatan mereka itu tidaklah sama dengan kematian
umumnya manusia biasa. Mereka hanyalah “berpindah alam”  saja.
Mereka masih tetap hidup pada hakekatnya. Namun kehidupan mereka
tidaklah bersifat ' taklifi   sebagaimana kita yang masih tengah hidup
Buku Panduan Ziaroh 9

dialam dunia (alam fana) ini. Kehidupan mereka adalah kehidupan yang
bersifat 'tan'imi (taladzudz bin ni'mah).
Yang dimaksud dengan kehidupan taklifi adalah kehidupan yang
terkait oleh kewajiban dan aturan syari'at. Sedang kehidupan tan'imi
adalah kehidupan yang terkait dengan besarnya pemberian ni'mat oleh
Allah swt.
Oleh karena itu Allah swt berfirman dalam Al Quranul Karim ;

       
  
 
Artinya, "Janganlah kamu sekali-kali berprasangka (beri'tiqad)
bahwasanya orang-orang yang wafat dijalan Allah (para nabi, auliya dan
syuhada) mereka itu mati (sebagaimana matinya kebanyakan orang).
Mereka itu sebenarnya masih hidup serta senantiasa mendapatkan rizki
dihadapan Tuhan mereka". AQ.S. Ali Imran, Ayat 169.
Dalam hal ini Al_Habib Abdullah bin Alwi Al_Haddad berkata ;

       
        
  
         
           
           
    
  

Buku Panduan Ziaroh 10

"Sesungguhnya orang-orang terpilih (para waliyullah) itu jikalau


wafat mereka itu tidaklah rusak terkecuali tubuh dan bentuknya.
Adapun hakekatnya itu mereka tetap ada. Mereka hidup dalam alam
kuburnya. Jika saja para wali itu hidup dialam kuburnya (sebagaimana
telah diisyaratkan dalam Al Quranul Karim), maka sesungguhnya ilmu,
akal dan kekuatan ruhaniyah mereka tidaklah rusak. Bahkan ruh mereka
semakin bertambah. Demikian pula bashirah, ilmu dan kehidupan
ruhaniyah serta tawajjuhnya kepada Allah swt. Apabila ruh mereka
bertawajjuh kepada Allah swt dalam hal sesuatu maka dikabulkanlah
oleh Allah swt (sebagai bagian dari ni'mat yang mereka terima)". Lih
Kitab Syawahidul Haq fil Istighatsah Bis Sayidil Khalq, Muhammad Haqqi
An-Nazili, hal 150.
Para syuhada (berarti termasuk pula para nabi dan para
waliyullah yang telah wafat), mereka itu sebenarnya didalam alam kubur
mampu mendengarkan kalam serta faham terhadap pembicaraan orang
yang datang berziarah kepadanya walau dengan dan dalam bahasa
apapun juga.
Disebutkan dalam sebuah hadis sahih, yang artinya ;
"Sesungguhnya Allah ta'ala berkata kepada mereka (dalam alam
kubur), "Apakah yang kamu inginkan?". Maka mereka menjawab,
"Seperti ini….seperti ini…". Berulanglah pertanyaan dan berulang pula
 jawaban. Kemudian mereka meminta untuk bisa kembali kealam dunia
guna berjihad, (…dst) kemudian dijawab oleh Allah swt, "Aku kabulkan
apa yang kamu inginkan".
Karena ketinggian derajat yang sedemikian inilah maka wajar jika
diantara para waliyullah itu ada yang diberi karamah oleh Allah swt
dapat hidup dan wafat lebih dari satu kali.

Apakah Wanita diperbolehkan ziarah kubur?


Beberapa ulama ahlus sunnah wal  jama’ah khilaf atau berbeda
pendapat soal ini. Ulama yang melarang wanita ikut berziarah kubur
berargumen dikarenakan ada illat hukum pada mereka. Illatnya yaitu
wanita susah mengendalikan niyahah   (meratap  –  ratap) dan untuk
Buku Panduan Ziaroh 11

menjaga jatuhnya fitnah. Itu artinya jika illat tersebut dapat dihilangkan
atau diminamilisir maka hukum berziarah bagi wanita menjadi boleh
adanya karena berlaku qa’idah fiqh ;

        
Artinya, “Hukum itu ada dan tidak ada(nya) berputar karena illat
(alasan)-nya”.
Selain dasar dari kalangan ahli fiqih yang memperbolehkan
berziarah bagi wanita tersebut, perhatikan pula hadits berikut ini ;

  :  - -  
      
          
      :    
      
    :      ,  

Artinya, “Dari ‘Aisyah rah ia berkata, aku pernah kehilangan
rasulullah saw pada suatu permulaan malam. Aku menyangka mungkin
beliau tengah berada dirumah istri beliau lainnya. Kemudian aku
mencarinya sehingga sampai kutemukan beliau berada di pemakaman
Baqi’. (Aku mendengar) Beliau berkata, Assalamu’alaikum wahai para
penghuni daerahnya orang – orang mu’min. Sesungguhnya aku pasti kan
bertemu dengan kalian semua. (Lalu beliau berdoa) Ya Allah, janganlah
Engkau halangi pahala mereka. Janganlah Engkau sesatkan kami
sesudah mereka. Kemudian beliau menengok melihatku. Beliaupun
Buku Panduan Ziaroh 12

bersabda, Celaka jika engkau mampu tapi tidak mau mengerjakan


seperti apa yang aku perbuat (ini)”.   HR Imam Muslim dan Dawud Ath-
Thayalisi, dinukil dari Ithaful Khaerah Al-Muhirrah, Ahmad bin Abi Bakar
bin Isma’il Al-Bushairiy, Juz 2 hal 511 hds no 2002.
Hadits ini menunjukkan bahwa wanita juga dianjurkan untuk
berziarah kubur sepanjang ia mampu menjaga dirinya untuk tidak
meratap – ratap dan jauh dari fitnah. Oleh karenanya para wanita yang
mengikuti rombongan ziarah dimohon untuk sedapat mungkin
berangkat beserta muhrimnya serta tidak memakai perhiasan dan
berhias diri secara berlebihan.

Tujuan Berziarah
Tujuan dari berziarah kemakam para waliyullah yang terpenting adalah :
1) Mengingat-ingat bahwa kita semua juga akan menyusul beliau-
beliau yang ditinggikan derajatnya oleh Allah swt itu untuk
meninggalkan alam dunia ini menuju dan mengarungi alam
akhirat
2) Melahirkan dan senantiasa menambahkan rasa cinta yang
mendalam kepada orang-orang yang memang wajib dan sudah
seharusnya kita cintai secara terus menerus dikarenakan Allah
swt serta rasulNya pun amat mencintai mereka
3) Berharap semoga dengan melahirkan rasa cinta kepada para
kekasih Allah swt itu, Yang Maha Pengampun berkenan untuk
memberikan ampunan atas dosa-dosa yang pernah kita perbuat
baik sengaja ataupun tidak dikarenakan adanya hadist Rasulullah
saw ;

  
     
Buku Panduan Ziaroh 13

Artinya, "Mengingat-ingat para nabi itu adalah bagian daripada


ibadah. Sedangkan mengingat-ingat para shalihin adalah suatu perkara
yang bisa menjadi penyebab diperolehnya ampunan dari beberapa
dosa".

Faedah Ziarah Ke Makam Auliyaillah


Banyak sekali faedah yang dapat kita peroleh jika kita mau sering
berziarah kemakam para waliyullah. Diantaranya ialah :
1) Diringankan dosa-dosanya.
2) Mengingat-ingat para nabi adalah ibadah. Sedang mengingat-
ingat orang yang shalih adalah perbuatan yang mampu
mengurangi dosa-dosa seorang hamba. Begitu inti hadis
Rasulullah saw sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Oleh
karena itu ziarah ke makam auliya adalah suatu perbuatan yang
berguna untuk mengingat-ingat tokoh-tokoh shalihin sehingga
mampu meringankan dosa-dosa seorang hamba.
3) Dikabulkan hajat-hajatnya. Tersebut dalam kitab Tanwirul Qulub,
susunan Syekh As_Sayid Muhammad Amin Al_Kurdi Al_Hasani,
hal 410 berkata sebagian Masyayikh, "Sesungguhnya Allah swt
menguasakan seorang malaikat pada kubur setiap waliyullah
untuk mengabulkan berbagai hajat orang-orang yang berziarah
padanya".
4) Mendapat rahmat dari Allah swt. Para waliyullah adalah bagian
dari rahmat Allah swt. Oleh karena itu berziarah kemakam
waliyullah juga termasuk mendekat pada rahmat Allah swt.
5) Disukai oleh Allah swt dan Rasulullah saw. Para waliyullah adalah
orang-orang yang amat dicintai oleh Allah swt dan Rasulullah
saw. Bahkan saking cintanya Rasulullah saw kepada para
waliyullah radiallahu'anhum, dalam sebuah hadis sahih riwayat
Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim disebutkan yang artinya,
Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa orangnya yang berani
menyakiti hati waliyullah maka telah aku izinkan untuk
memerangi orang tersebut". Begitu tegas pernyataan beliau.
Buku Panduan Ziaroh 14

Pengertian baliknya dari pernyataan Rasulullah saw tersebut


tentu bahwa barangsiapa yang mau berbuat baik (termasuk
berziarah) kepada para waliyullah maka ia akan disukai oleh
Rasulullah saw.
6) Sangat mungkin kelak diakhirat dikumpulkan bersama yang
diziarahi. Rasulullah saw pernah bersabda yang artinya,
"Seseorang itu besok dihari kiamat akan dikumpulkan dengan
orang yang dicintainya". Tidak bermuluk-muluk jika kita berharap
untuk bisa dikumpulkan besok dihari kiamat dengan waliyullah
yang kita ziarahi sepanjang kita benar-benar mencintai beliau
dengan sepenuh hati.
7) Mendapat kesembuhan dari penyakit. Penyakit itu ada dua jenis.
Penyakit dzahir dan penyakit batin. Semuanya jika menurut
Rasulullah saw bermuara dari sebab persoalan hati. Jika sehat
hati seseorang maka akan sehat pula jiwa raganya. Namun
sebaliknya, jika sakit hati seseorang maka akan sakit pula jiwa
atau raganya. Salah satu obat untuk mengobati penyakit hati
adalah berdekatan atau mengunjungi orang-orang yang shalih.
Maka zarah ke para waliyullah juga merupakan salah satu
perbuatan yang dapat mengobati penyakit. Insyaallah.
8) Hati menjadi terang. Para waliyullah adalah golongan orang-
orang yang penuh dengan selimut cahaya Allah swt. Maka sangat
masuk akal jika kita berziarah kemakam para waliyullah, cahaya
Allah swt yang ada pada mereka akan dapat menerangi hati kita.
9) Fikiran bisa bertambah lapang. Hal yang bisa membuat kelamnya
fikiran seseorang adalah kesibukannya dalam mengurus urusan
duniawi. Berziarah kemakam para waliyullah adalah salah satu
cara untuk membuat fikiran kita menjadi bertambah lapang.
Sehingga diharapkan sepulangnya dari berziarah akan banyak
motivasi positif yang bisa mengisi energi fikiran kita.
10) Bertambah ketawakalannya kepada Allah swt. Jasa para
waliyullah jika kita rasakan dengan sebenar-benarnya
sungguhlah amat besar. Mereka berjuang mensyiarkan islam
Buku Panduan Ziaroh 15

sehingga islam sampai kepada kita. Mereka tak meminta imbalan


 jasa kepada kita. Suka duka mereka alami demi kebesaran agama
dan selamatnya kita dari jalan yang keliru. Para waliyullah dalam
mengarungi dakwah tentu tidak begitu saja mudah terlepas dari
hambatan dan tantangan yang dihadapinya. Namun semua
hambatan dan tantangan itu dapat mereka atasi tiada lain berkat
tingkat ketawakalannya yang amat tinggi kepada Allah swt.
11) Ini adalah suri tauladan yang amat baik untuk diteladani. Karena
dapat mendorong untuk semakin hari semakin kuat dalam
bertawakal kepada Allah swt. Dan insyaallah apabila kita benar-
benar kuat dalam bertawakal kepada Allah swt maka segala
problem yang kita hadapi akan dapat pertolongan dariNya.
Amiin.
dll.
Buku Panduan Ziaroh 16

BAB II
SEKILAS SEJARAH SINGKAT
PONDOK PESANTREN AL-KAHFI SOMALANGU
Pondok Pesantren AL-Kahfi Somalangu Kebumen merupakan
Pondok Pesantren yang telah terhitung cukup tua keberadaannya.
Karena Pondok Pesantren ini telah ada semenjak tahun 1475 M. Adapun
tahun dan waktu berdirinya dapat kita ketahui diantaranya dari Prasasti
Batu Zamrud Siberia (Emerald Fuchsite) berbobot 9 kg yang ada didalam
Masjid Pondok Pesantren tersebut. Sebagaimana diketahui menurut
keterangan yang dihimpun oleh para ahli sejarah bahwa ciri khas
Pondok Pesantren yang didirikan pada awal purmulaan islam masuk di
Nusantara adalah bahwa didalam Pondok Pesantren itu dipastikan
adanya sebuah Masjid. Dan pendirian Masjid ini sesuai dengan
kebiasaan waktu itu adalah merupakan bagian daripada pendirian
sebuah Pesantren yang terkait dengannya.
Prasasti yang mempunyai kandungan elemen kimia Al, Cr, H, K,
O, dan Si ini bertuliskan huruf Jawa & Arab. Huruf Jawa menandai
candra sengkalanya tahun. Sedangkan tulisan dalam huruf Arab adalah
penjabaran dari candra sengkala tersebut. Terlihat jelas dalam angka
tanggal yang tertera dengan huruf A rabic : “25 Sya’ban 879 H”. Ini
artinya bahwa Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu dinyatakan resmi
berdiri semenjak tanggal 25 Sya’ban 879 H atau bersamaan dengan
Rabu, 4 Januari 1475 M. Sedangkan candra sengkala tahunnya ada
lukisan hewan bulus berkaki tiga dalam tiga sisi berbeda serta pada
wajah prasati tertulis dalam tulisan huruf jawa berbunyi “Bumi Pitu Ina”.

Pendiri & Biografi Ringkas


Pendirinya adalah Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al_Hasani. Beliau
semula merupakan seorang tokoh ulama yang berasal dari
Hadharamaut, Yaman. Lahir pada tanggal 15 Sya’ban 827 H di kampung
Jamhar, Syihr. Datang ke Jawa tahun 852 H/1448 M pada masa
Buku Panduan Ziaroh 17

pemerintahan Prabu Kertawijaya Majapahit atau Prabu Brawijaya I


(1447  –  1451). Jadi setelah 27 tahun pendaratannya di Jawa, Syekh
As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani barulah mendirikan Pondok Pesantren
Al_Kahfi Somalangu.
Nama asli dari Syeikh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani adalah
Sayid Muhammad ‘Ishom Al-Hasani. Beliau merupakan anak pertama
dari 5 bersaudara. Ayahnya bernama Sayid Abdur_Rasyid bin Abdul
Majid Al-Hasani, sedangkan ibunya bernama Syarifah Zulaikha binti
Mahmud bin Abdullah bin Syeikh Shahabuddin Al-Huseini ‘Inath.
Ayah dari Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani adalah keturunan ke-22
Rasulullah saw dari Sayidina Hasan ra, melalui jalur Syeikh As_Sayid
Abdul Bar putera Syekh As_Sayid Abdul Qadir Al_Jaelani Al_Baghdadi.
Ayah dari Syeikh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani datang dari
Baghdad, Irak ke Hadharamaut atas permintaan Syeikh As_Sayid
Abdullah bin Abu Bakar Sakran (Al_Idrus Al_Akbar) untuk bersama  –
sama ahlibait nabi yang lain menanggulangi para ahli sihir di
Hadharamaut. Setelah para ahli sihir ini dapat dihancurkan, para ahlibait
nabi tersebut kemudian bersama  –  sama membuat suatu
perkampungan dibekas basis tinggalnya para ahli sihir itu.
Perkampungan ini kemudian diberi nama “Jamhar” sesuai dengan
kebiasaan ahlibait waktu itu yang apabila menyebut sesamanya dengan
istilah Jamhar sebagaimana sekarang apabila mereka menyebut
sesamanya dengan istilah “Jama’ah”. Sedangkan wilayah tempat
kampung itu berada kini lebih dikenal dengan nama daerah Syihr, Syihir,
Syahar ataupun Syahr. Yaitu diambil dari kata “Sihir” (mengalami
pergeseran bunyi dibelakang hari) untuk menandakan bahwa dahulu
wilayah tersebut memang sempat menjadi basis dari para ahli sihir
Hadharamaut, Yaman.
Ayah dari Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani ini akhirnya
tinggal, menetap dan wafat di Palestina, karena beliau diangkat menjadi
Imam di Baitil Maqdis (Masjidil Aqsha). Di Palestina beliau masyhur
dengan sebutan Syeikh As_Sayid Abdur_Rasyid Al_Jamhari Al_Hasani.
Makam beliau berada di komplek pemakaman imam  –  imam masjid
Buku Panduan Ziaroh 18

Al_Quds. Sedangkan 4 saudara Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al_Hasani


yang lain tinggal serta menetap di Syihr, ‘Inath serta Ma’rib,
Hadharamaut.
Sayid Muhammad ‘Ishom Al_Hasani semenjak usia 18 bulan
telah dibimbing dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan keagamaan
oleh guru beliau yang bernama Sayid Ja’far Al_Huseini, Inath dengan
cara hidup didalam goa  –  goa di Yaman. Oleh sang guru setelah
dianggap cukup pembelajarannya, Sayid Muhammad ‘Ishom Al_Hasani
kemudian diberi laqob (julukan) dengan Abdul Kahfi. Yang menurut sang
guru artinya adalah orang yang pernah menyendiri beribadah kepada
Allah swt dengan berdiam diri di goa selama bertahun  – tahun lamanya.
Nama Abdul Kahfi inilah yang kemudian masyhur dan lebih
mengenalkan pada sosok beliau daripada nama aslinya sendiri yaitu
Muhammad ‘Ishom.
Syeikh As_Sayid Abdul Kahfi Al_Hasani ketika berusia 17 tahun
sempat menjadi panglima perang di Yaman selama 3 tahun pada masa
akhir dynasty Thahiri. Setelah itu beliau tinggal di tanah Haram, Makkah.
Kemudian Pada usia 24 tahun, beliau berangkat berdakwah ke Jawa.
Mendarat pertama kali di pantai Karang Bolong, kecamatan Buayan,
Kabupaten Kebumen.
Setelah menaklukan dan mengislamkan Resi Dara Pundi di desa
Candi Karanganyar, Kebumen lalu menundukkan Resi Candra Tirto serta
Resi Dhanu Tirto di desa Candi Wulan dan desa Candimulyo kecamatan
Kebumen, beliau akhirnya masuk ke Somalangu. Ditempat yang waktu
itu masih hutan belantara ini, beliau hanya bermujahadah sebentar,
mohon kepada Allah swt agar kelak tempat yang sekarang menjadi
Pondok Pesantren Al_Kahfi Somalangu dapat dijadikan sebagai basis
dakwah islamiyahnya yang penuh barokah dikemudian hari. Selanjutnya
beliau meneruskan perjalanannya ke arah Surabaya, Jawa Timur.
Di Surabaya, Syeikh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani tinggal di
Ampel. Ditempat itu beliau diterima oleh Sunan Ampel dan sempat
membantu dakwah Sunan Ampel selama 3 tahun. Kemudian atas
permintaan Sunan Ampel, beliau diminta untuk menaklukan pendekar
Buku Panduan Ziaroh 19

Bae Young dan membuka pesantren di tempat tersebut. Kini tempat itu
lebih dikenal dengan nama Sayung (berasal dari Bae Young), Demak.
Setelah pesantren beliau di Sayung, Demak mulai berkembang
Syeikh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani kemudian diminta oleh muballigh
 –  muballigh islam di Kudus agar berkenan pindah dan mendirikan
pesantren di Kudus. Problem ini terjadi karena para muballigh islam
yang telah lebih dahulu masuk di Kudus sempat kerepotan dalam
mempertahankan dakwah islamiyahnya sehingga mereka merasa amat
membutuhkan sekali kehadiran sosok beliau ditengah  –  tengah mereka
agar dapat mempertahankan dakwah islamiyah di wilayah tersebut.
Setelah Syekh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani tinggal di Kudus
dan mendirikan pesantren ditempat itu, Sunan Ampel kemudian
mengirim puteranya yang bernama Sayid Ja’far As -Shadiq belajar pada
beliau di Kudus. Tempat atsar pesantren Syeikh As_Sayid Abdul Kahfi Al-
Hasani di Kudus ini sekarang lebih dikenal orang dengan nama “Masjid
Bubrah”.
Ketika berada di pesantren beliau ini, Sayid Ja’far As_Shadiq
sempat pula diminta oleh beliau untuk menimba ilmu pada ayah beliau
yang berada di Al-Quds, Palestina yaitu Syeikh As_Sayid Abdur Rasyid Al-
Hasani. Oleh karena itu setelah selesai belajar pada ayah Syeikh
As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani di Al-Quds, Palestina dan atas rasa suka
cita serta sebagai ungkapan syukur ke hadjirat Allah Swt, beliau bersama
Syeikh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani mendirikan sebuah masjid yang ia
beri nama “Al-Quds”. Kata “Al-Quds” ini dikemudian hari masyhur
disebut orang dengan sebutan “Kudus”.
Setelah selesainya pembangunan masjid al-quds, oleh Syeikh
As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani, Sayid Ja’far  As_Shadiq kemudian
ditetapkan sebagai imam masjid tersebut dan Syeikh As_Sayid Abdul
Kahfi Al-Hasani pindah tinggal di Demak guna membantu perjuangan
Sultan Hasan Al-Fatah Pangeran Jimbun Abdurrahman Khalifatullah
Sayidin Panatagama.
Syeikh As_Sayid Abdul Kahfi Al-Hasani menikah di Demak pada
saat usianya kurang lebih 45 tahun. Pada waktu putera pertamanya
Buku Panduan Ziaroh 20

telah berusia kurang lebih 5 tahun, beliau bersama isteri dan puteranya
hijrah dari Demak ke Somalangu untuk mendirikan Pesantren. Di
Somalangu inilah beliau akhirnya bermukim. Dan pesantren yang beliau
dirikan kemudian hari dikenal dengan nama Pesantren Al_Kahfi
Somalangu.
Syeikh As_Sayid Abdul Kahfi Al_Hasani terhitung cukup lama
dalam mengasuh Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu. Yaitu berkisar
mencapai 130-an tahun.
Syeikh As_Sayid Abdul Kahfi Al_Hasani wafat pada malam
 jum’ah, 15 Sya’ban 1018 H atau bertepatan dengan tanggal 12
November 1609 M. Jasad beliau dimakamkan di bukit Lemah Lanang,
Somalangu, Kebumen.
Buku Panduan Ziaroh 21

BAB III
SEJARAH SINGKAT WALIYULLAH, ULAMA
& TEMPAT YANG DIZIARAHI

01. KH Hisyam bin Zuhdi


Pondok Pesantren At-Taujieh Al-Islamiy, Leler,
Banyumas
KH Hisyam bin Zuhdi adalah Pengasuh periode ke-2 Pondok
Pesantren At-Taujihul Islamiy, Leler, Krandegan, kecamatan Kebasen,
Kabupaten Banyumas. Ayahnya bernama KH Zuhdi bin Abdul Manan dan
ibunya bernama Nyi Muhfilah binti KH Abdullah Suyuthi, Pengasuh
Pesantren Bogangin, Sumpiuh, Banyumas.
Beliau adalah penerus pesantren yang didirikan oleh
ayahandanya yang semula bernama Madrasah Tarbiyatun Nahwiyah
(1914). Dalam sejarahnya, pesantren ini beberapa kali sempat berganti
nama. Dari awal berdiri dengan nama Madrasah Tarbiyatun Nahwiyah,
kemudian berganti nama menjadi Syamsul Huda dan Pondok Pesantren
At-Taujihul Islamiy sampai sekarang. Pesantren ini juga sempat
mengalami fatrah ketika ditinggal wafat oleh KH Zuhdi (1937) selama
lebih kurang 7 tahun.
Buku Panduan Ziaroh 22

Menurut KH ‘Athourrohman putera dari KH Hisyam,


penamaan Attaujieh Al-islamy itu terinspirasi oleh judul buku yang
berbunyi “Ila aina Yattajihul Islam ?”. Nama, menurut beliau ada
pengaruhnya terhadap yang dinamainya. Sebagaimana sebuah qaul
yang berbunyi ”Wa likulli musamma wa lahu ta’tsir min ismihi”. Oleh
karenanya berubah  –  rubahnya nama pesantren ini tidak menjadi
masalah asal menuju kearah kebaikan sebagaimana dalil ”F ahssinuu
asmaakum”.

    :   
            " :  
."     
Artinya, “Dari Abu Dardaa’, ia berkata : Telah bersabda
Rasulullah Saw :“Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat
dengan nama kalian dan nama bapak-bapak kalian. Maka baguskanlah
nama-nama kalian ” HR. Abu Dawud no. 4948, Ad-Daarimiy no. 2736, Al-
Baihaqi 9/306, dan yang lainnya.
Buku Panduan Ziaroh 23

Catatan : Walau sanad hadits ini dha’if, namun maknanya


benar.
Pada masa mudanya, KH Hisyam bin Zuhdi belajar ilmu agama
pada beberapa guru atau ulama yang menjadi tokoh  –  tokoh islam di
Nusantara ini. Diantaranya adalah Syeikhona Kholil, Bangkalan, Madura,
Syeikhona Hasyim Asy’ari, Tebu Ireng, Jombang, Syeikh Masduqi, Lasem,
Rembang, KH Bisri Musthofa, Rembang, KH Khozin, Bendo, Pare, Kediri
dll.
Beliau menikah dengan Nyi Hafshah binti Abdullah Al-Muqri,
Kebarongan, Banyumas yang merupakan adik kandung dari Nyi Maidatul
Mardiyyah, istri dari Syeikh As-Sayid Mahfudz bin Abdurrahman Al-Jilani
Al-Hasani, Pengasuh Pesantren Al-Kahfi Somalangu. Jadi antara KH
Hisyam bin Zuhdi dengan Syeikh As-Sayid Mahfudz Somalangu sama  –
sama menantu dari KH Abdullah Al-Muqri, Kebarongan yang merupakan
menantu dari Syeikh As-Sayid Abdul Kahfi Ats-Tsani Somalangu.
Sebagai seorang yang semenjak muda senang dengan kajian
ilmu, maka seiring dengan berjalannya waktu, tangan dingin beliau
mampu mendidik dan mencetak banyak tokoh  – tokoh kyai dan ulama di
daerah Banyumas dan sekitarnya. Sehingga beliaupun menjadi tokoh
ulama di Banyumas yang menjadi rujukan dari para tokoh ulama lainnya
di Banyumas serta seputarannya. Hingga kini, walaupun beliau telah
wafat akan tetapi petuah  –  petuah beliau masih amat mengakar kuat
bagi kaum muslimin Banyumas.
Pada masa hidup beliau, disela  –  sela waktu kesibukannya
mendidik para santri dengan kajian  – kajian ilmu keagamaan, KH Hisyam
Zuhdi mempunyai hobi mengkoleksi dan merawat burung perkutut serta
batu akik “Untu Bledeg”. Untuk yang terakhir ini merupakan sebuah
hobi yang langka dan jarang dimiliki oleh orang lain. Harga batu akik gigi
petir ini terhitung mahal di dunia pasaran batu akik. Selain karena
langka dan sulitnya memperoleh benda tersebut, tingkat kekerasan yang
tinggi setara dengan batu permata, juga khasiatnya yang banyak dan
bersifat alamiah.
Buku Panduan Ziaroh 24

Disamping menguasai ilmu  –  –  ilmu keagamaan, KH Hisyam


Zuhdi juga memiliki keahlian beladiri silat dengan memainkan senjata
trisula sebagai bekal untuk menyertai dakwah islamiyah. Menurut orang
yang mengalami masa muda beliau ketika di pesantren, siapa saja yang
bertanding olah krida silat dengan memakai senjata melawan beliau,
maka senjata lawan seperti pedang atau samurai apabila terkena
 jebakan trisulanya hampir dipastikan tidak dapat terlepas dari jepitan
trisula tersebut. Jika tidak terlepas dari tangan lawan, maka senjata
lawan akan menjadi patah dua.
KH Hisyam Zuhdi wafat pada hari Jum’at, tanggal 22
September 1995 atau bertepatan dengan 26 Rabi’uts Tsani 1416 H.
Beliau dimakamkan di pemakaman Leler, sebelah utara Pondok
Pesantren At-Taujiehul Islamiy.

02. Uwa Ajengan Khoer Afandi, Pondok Pesantren


Miftahul Huda Manonjaya
Uwa Ajengan Khoer Affandi, bernama kecil Husein. Pada masa
kecilnya ia lebih akrab dipanggil dengan panggilan Onong Husein. Lahir
pada hari Senin tanggal 12 September 1923 M di kampung
Palumbungan Desa Cigugur Kecamatan Cigugur Kewedanan Cijulang,
kabupaten Ciamis. Ayahnya bernama Raden Mas Abdullah bin Hasan
Ruba’i dan
Ruba’i dan ibunya bernama Siti Aminah binti Marhalan yang merupakan
keturunan dari Wali Godog, Garut, Jawa Barat.
Ajengan adalah sebutan lain “Kyai” untuk di daerah J awa
Barat. Sedangkan panggilan “Uwa” adalah sebutan untuk yang dituakan.
Apabila di Jawa Tengah ada istilah “Mbah Kyai” maka yang seperti itu di
Jawa Barat disebut dengan “Uwa Ajengan”.
Beliau adalah muassis atau pendiri Pondok Pesantren Miftahul
Huda, Manonjaya, Tasikmalaya. Salah satu pesantren kharismatik yang
berpengaruh di Tasikmalaya dan Jawa Barat bagian Selatan.
Buku Panduan Ziaroh 25

Pada tahun 1936, neneknya mengarahkan beliau untuk mulai


belajar di pesantren  –
 – pesantren.
 pesantren. Jadilah Ajengan Khoer ini menjelajahi
dunia pesantren. Diantaranya yaitu ;
Belajar Ilmu Tauhid di Pesantren Cipancar, Cigugur, Ciamis dan di
Pesantren KH Abdul Hamid, Pangkalan, Langkap Lancar, Ciamis. Belajar
Ilmu Fiqih di Pesantren Cikalang, Tasikmalaya. Belajar Ilmu Nahwu &
Sharaf di Pesantren Sukamanah, Singaparna, Garut ; Pesantren asuhan
KH Masluh, Legok Ringgit, Singaparna,
S ingaparna, Garut ; dan Pesantren di Lewisari,
Paniis, Singaparna, Garut. Belajar Ilmu Falak pada Madrasah Tuan Guru
Mansur, Penyusun Kitab Sulamun Nayirain, Jembatan Lima, Grogol,
Jakarta Barat ; dll

Uwa Ajengan Khoer Afandi pertama


p ertama kali mendirikan pesantren
di daerah Cigugur, Ciamis, Jawa Barat dengan nama Pesantren
Wanasuka. Dapat dikatakan inilah awal cikal bakal berdirinya pesantren
Miftahul Huda, Manonjaya, Tasikmalaya. Dikarenakan kondisi politik dan
Buku Panduan Ziaroh 26

pergerakan perjuangan waktu itu, maka beliau dari Cigugur, Ciamis


berpindah tempat ke kampung Cisitukaler desa Pasirpanjang Manonjaya
Tasikmalaya. Disini beliau memulai mendirikan pesantren dengan nama
Pondok Pesantren Gombongsari.
Pada perkembangannya para santri yang belajar di Pondok
Pesantren Gombongsari itu semakin banyak dan butuh perluasan, maka
area Pondok Pesantren Gombongsari ini berganti tempat yang lebih luas
sekaligus berganti nama menjadi Pondok Pesantren Miftahul Huda
(1967). Kini pondok pesantren ini terletak di areal tanah seluas 8 hektar
dan terus bertambah seiring perkembangan perluasan pembangunan
pesantren.
Menurut KH Asep Maushul, putera Ajengan Khoer Affandi
yang kini menjadi Pengasuh Utama pesantren ini, Pondok Pesantren
Miftahul Huda Manonjaya setidaknya telah mempunyai jaringan 1000
buah pesantren yg didirikan oleh alumni pesantren ini dan tersebar di
seluruh Indonesia. Selain itu, pesantren yang didirikan oleh Uwa
Ajengan Khoer Affandi ini sampai sekarang juga telah mempunyai
alumni tidak kurang dari 15.000 an santri.
Ajengan Khoer Affandi pergi menghadap Allah Swt pada hari
Jum’at, 29 September 1994 M atau 23 Robi’ul Akhir 1415 H. Beliau
dimakamkan di dalam komplek Pondok Pesantren Miftahul Huda,
Manonjaya, Tasikmalaya
Tasikmalaya..

03. Syeikh Abdul Muhyi Pamijahan


Lahir di Mataram
di Mataram (Lombok, NTB?), sekitar tahun 1650 Masehi
atau 1071 Hijriah. Ayahnya di daerah Tasikmalaya masyhur dengan
 julukan Sembah Lebe Warta Kusumah, seorang bangsawan keturunan
raja Galuh (Pajajaran). Syeikh Abdul Muhyi dibesarkan oleh orang
tuanya di kota Gresik.
kota  Gresik.   Ada yang meriwayatkan di seputar Ampel,
Surabaya. Dia selalu mendapat pendidikan agama baik dari orang tua
maupun dari para ulama. Karena ketekunannya menuntut ilmu disertai
dengan ibadah disamping kesederhanaan dan kewibawaan yang
Buku Panduan Ziaroh 27

menempel di dalam dirinya maka tak heran jika teman-teman sebaya


selalu menghormati dan menyeganinya.

Pada saat berusia 19 tahun dia pergi ke  Aceh untuk berguru


kepada  Syekh Abdurrauf Singkil bin Abdul Jabar selama 8 tahun yaitu
dari tahun 1090-1098 Hijriah atau 1669 -1677 Masehi. Pada usia 27
tahun dia beserta teman sepondok dibawa oleh gurunya
ke Baghdad untuk berziarah ke makam Syeikh As-Sayid Abdul Qodir Al-
Jailani dan bermukim di sana selama dua tahun. Setelah itu diajak oleh
sang guru menunaikan Ibadah Haji.
Ketika sampai di Baitullah, Syeikh Abdulrauf mendapat ilham
kalau di antara santrinya akan ada yang mendapat pangkat kewalian.
Dalam ilham itu dinyatakan, apabila sudah tampak tanda-tanda maka
Syeikh Abdulrrauf harus menyuruh santrinya pulang dan mencari gua di
Jawa bagian barat untuk bermukim di sana.
Suatu saat sekitar waktu ashar di Masjidil Haram tiba-tiba ada
cahaya yang langsung menuju Syeikh Abdul Muhyi dan hal itu diketahui
oleh gurunya Syeikh Abdur Rauf sebagai tanda-tanda dimaksud dalam
ilham. Setelah kejadian itu, Syeikh Abdurrauf kemudian mengajak
Buku Panduan Ziaroh 28

mereka untuk segera pulang ke Kuala, Aceh tahun 1677 M. Sesampainya


di Kuala, Syeikh Abdul Muhyi disuruh pulang ke  Gresik (Ampel?) untuk
minta restu dari kedua orang tua karena telah diberi tugas oleh gurunya
untuk mencari gua dan harus menetap di sana. Sebelum berangkat
mencari goa, Syeikh Abdul Muhyi dinikahkan lebih dahulu oleh orang
tuanya dengan Ayu Bakta putri dari Sembah Dalem Sacaparana
putra Dalem Sawidak atau Raden Tumenggung Wiradadaha III (R
Anggadipa, berkedudukan di Leuwiloa, Sukaraja (1674-1723 ). Raden
Tumenggung Wiradegdaha (Wiradadaha) adalah gelar yang diberikan
Sultan Agung Mataram kepada Raden Ngabehi Wirawangsa Bupati
Sukapura I (sekarang kota Tasikmalaya) karena berjasa menumpas
pemberontakan Adipati Ukur tahun 1632 M.   RNg Wirawangsa adalah
putera dari Pangeran Suryadiwangsa saudara kandung dari Pangeran
Kusumah Dinata, Sumedang.
Tak lama setelah pernikahan, dia bersama istrinya berangkat
ke arah barat dan sampailah di daerah yang bernama Darma, wilayah
Kuningan, Jawa Barat. Atas permintaan penduduk setempat Syeikh
Abdul Muhyi menetap di Darma, Kuningan selama 7 tahun (1678-1685
M). Kabar tentang menetapnya Syeikh Abdul Muhyi di
Darma, Kuningan terdengar oleh orang tuanya, maka orang tuanya
menyusul dan ikut menetap di sana.

Perjalan Mencari Goa Pamijahan


Dalam perjalanan mencari goa sesuai petunjuk guru
sampailah Syeikh Abdul Muhyi dan keluarga di
daerah Pamengpeuk (Garut Selatan). Di sini beliau bermukim selama 1
tahun (1685-1686 M), untuk menyebarkan agama Islam secara hati-hati
mengingat penduduk setempat waktu itu masih beragama  Hindu.
Setahun kemudian ayahanda (Sembah Lebe Warta Kusumah) meninggal
dan dimakamkan di kampung Dukuh di tepi Kali Cikaengan. Beberapa
hari seusai pemakaman ayahandanya, dia melanjutkan perjalan mencari
gua dan sempat bermukim di Batu Wangi. Perjalanan dilanjutkan dari
Batu Wangi hingga sampai di Lebaksiu dan bermukim di sana selama 4
Buku Panduan Ziaroh 29

tahun (1686-1690 M). Walaupun di Lebaksiu tidak menemukan gua yang


di cari, dia tidak putus asa dan melangkahkan kakinya ke sebelah timur
dari Lebaksiu yaitu di atas gunung kampung Cilumbu. Akhirnya dia turun
ke lembah sambil bertafakur melihat indahnya pemandangan sambil
mencoba menanam padi untuk mengetahui apakah di daerah tersebut
ada goa sesuai petunjuk guru atau tidak. Sebab menurut petunjuk
gurunya yaitu Syeikh Abdur Rauf As-Sinkili, jika di daerah itu ditanam
padi kemudian tanaman padi itu hanya berbuah satu bij i padi saja, maka
di daerah itu berarti terdapat goa yang dimaksud.
Bila senja tiba, dia kembali ke Lebaksiu menjumpai
keluarganya, karena jarak dari tempat ini tidak begitu jauh, sekitar 6 km.
Suasana di pegunungan tersebut sering membawa perasaan tenang,
maka gunung tersebut diberi nama Gunung Mujarod  yang berarti
gunung untuk menenangkan hati.
Pada suatu hari, Syeikh Abdul Muhyi melihat padi yang
ditanam telah menguning dan waktunya untuk dipetik. Saat dipetik
terpancarlah sinar cahaya dan terlihatlah kekuasaan Allah Swt. Padi yang
telah dipanen tadi ternyata hasilnya tidak lebih dan tidak kurang, hanya
mendapat sebanyak benih yang ditanam. Ini sebagai tanda bahwa
perjuangan mencari gua sudah dekat. Untuk meyakinkan adanya gua di
dalamnya maka di tempat itu ditanam padi lagi, sambil berdo'a kepada
Allah, semoga goa yang dicari segera ditemukan. Maka dengan kekuasan
Allah, padi yang ditanam tadi segera tumbuh dan waktu itu juga
berbuah dan menguning, lalu dipetik dan hasilnya ternyata sama,
sebagaimana hasil panen yang pertama. Disanalah dia yakin bahwa di
dalam gunung itu adanya goa.
Sewaktu Syeikh Abdul Muhyi berjalan ke arah timur,
terdengarlah suara air terjun dan kicaun burung yang keluar dari dalam
lubang. Dilihatnya lubang besar itu, di mana keadaannya sama dengan
keadaan gua yang telah digambarkan oleh gurunya. Seketika itu juga
kedua tangannya diangkat, memuji kebesaran Allah. Telah ditemukan
gua yang ia cari selama ini. Sejak goa tersebut ditemukan maka Syeikh
Abdul Muhyi kemudian bersama keluarga beserta santri-santrinya
Buku Panduan Ziaroh 30

bermukim disana. Disamping mendidik santrinya dengan ilmu agama,


beliau juga mengajarkan ilmu tarekat. Menurut pendapat yang masyhur
Syeikh Abdul Muhyi mengajarkan dzikir dengan metode thariqah
Satariyah.
Konon goa ini sebelum dihuni oleh beliau adalah tempat
orang bertapa untuk memperoleh ilmu sihir dan keabadian “Batara
Karang”. Dalam tempo yang amat singkat, orang –   orang yang semula
menganut ilmu Batara Karang untuk kepentingan sihir dan kejahatan
lainnya seperti merampok, mencuri dll berhasil beliau taklukan dan
ilmunya dimusnahkan. Sehingga banyak diantaranya yang bertobat dan
menjadi santri beliau.
Setelah sekian lama mendidik santrinya di dalam goa itu,
maka tibalah saatnya untuk menyebarkan agama Islam di
perkampungan penduduk. Di dalam perjalanan, sampailah beliau di
salah satu perkampungan yang terletak di kaki gunung, bernama
kampung Bojong (sekitar 6 km dari goa dan sekarang lebih dikenal
dengan kampong Bengkok). Selama bermukim di Bojong beliau
dianugerahi beberapa putra dari istrinya, Ayu Bakta.
Beberapa lama setelah menetap di daerah Bojong itu, atas
petunjuk dari Allah Swt, Syeikh Abdul Muhyi beserta para santri
kemudian pindah ke daerah bernama Safarwadi. Yaitu suatu tempat
perkampungan yang berjarak sekitar 2 km dari Bojong. Disini beliau
mendirikan sebuah masjid yang sekarang dikenal sebagai Masjid Agung
Pamijahan.

Karomah Syeikh Abdul Muhyi


Dalam kitab Istighal Tareqat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah
diceritakan beberapa kisah karomah Syekh Abdul Muhyi. Diantaranya
adalah sebagai berikut :
Pertama, suatu hari ada orang yang dikejar-kejar sekawanan
lebah, lari meminta pertolongan Syekh Abdul Muhyi. Kemudian Syekh
Abdul Muhyi berseru kepada kelompok lebah itu, “Kenapa kalian lebah
bersikap begitu kepada manusia. Apakah kalian tak mengerti di dalam
Buku Panduan Ziaroh 31

tubuh manusia lahir dan batin ada lathoif laa ilaha illa Allah !” Lebah -
lebah itu langsung mati. Lalu tubuh orang itu seperti keluar asap. Dia
selamat tanpa bekas luka apapun.
Kedua, saat seseorang membawa istrinya yang buta setelah
melahirkan menemui Syekh Abdul Muhyi untuk minta kesembuhan.
Oleh Syekh Abdul Muhyi mereka diajak dzikir, membaca kalimat tahlil
(laa ilaha illa Alloh) sebanyak 165 kali di masjid. Tak berapa lama wanita
yang buta itu pun sembuh.
Ketiga, di waktu yang lain seseorang membawa anak yang
terkena stroke, tubuhnya mati separuh untuk menemui Syekh Abdul
Muhyi. Kemudian diajak oleh Syekh Abdul Muhyi berzikir kalimat tahlil
sebanyak 165 kali. Akhirnya setelah itu anak yang stroke tadi sembuh
total.
Keempat, ketika ada orang yang tidak bisa tidur selama 11
hari dan minta tolong kepada Syekh Abdul Muhyi. Orang itu juga diajak
berzikir sebanyak 165 kali dan lagi-lagi orang tadi akhirnya bisa tidur.
Kelima, Syekh Abdul Muhyi juga menolong orang lewat
karomahnya untuk memperbanyak hasil panen dan ternak kerbau.
Keenam, Syekh Abdul Muhyi juga dikenal kesaktiannya. Beliau
mengalahkan dua tukang sihir sakti, dan kemudian dua penyihir itu
menjadi murid-muridnya
Disamping ahli dalam llmu agama Syekh Abdul Muhyi juga ahli
dalam ilmu kedokteran, ilmu hisab, ilmu pertanian dan juga ahli seni
baca Alquran.
Maka pada saat itu banyak para wali yang datang ke
Pamijahan untuk berdialog masalah agama seperti waliyullah dari
Banten Syekh Maulana Mansyur, putra Sultan Abdul Patah Ageng
Tirtayasa keturunan Sultan Hasanuddin bin Sunan Gunungjati juga Syekh
Ja’far Shodiq yang makamnya di Cibiuk, Limbangan- Garut.

Wafatnya
Syeikh Abdul Muhyi, wafat dan dimakamkan di Pamijahan,
Bantar Kalong, Tasikmalaya, Jawa Barat pada tahun 1151 H/1738 M.
Buku Panduan Ziaroh 32

Sebuah daerah perdikan yang sampai sekarang dipimpin oleh seorang


khalifah keturunan beliau. Makamnya banyak diziarahi kaum muslimin
sampai dengan sekarang.

04. Pangeran Suria Kusumah Adinata (Pangeran


Sugih)
Beliau adalah Adipati Sumedang antara tahun 1836  – 1882 M.
Dijuluki Pangeran Sugih oleh masyarakat Sumedang karena beliau
termasuk Adipati penerus Kerajaan Sumedang Larang yang kaya raya.
Lahir dari ayah Dalem Adipati Koesoemayoeda (Dalem Ageung) dan ibu
Nyi Mas Samidjah (cucu Pangeran Kornel).
Sepanjang 46 tahun beliau memimpin Sumedang, Pangeran
Suria Kusumah Adinata amat berjasa untuk perkembangan agama islam.
Pada masa beliau ini, agama islam sudah masuk daerah Sumedang.
Namun masih miskin figure tokoh mubaligh dan ulama yang
memperkuat ajaran islam. Karena perhatiannya terhadap islam itu,
beliau kemudian meminta pada Keraton Kasepuhan Cirebon agar dikirim
seorang ulama yang mampu mengajarkan dan memperkuat ajaran Islam
di Sumedang. Oleh Keraton Kasepuhan Cirebon dikirimlah tokoh KR
Asyrofudin sebagai jawabannya.
Dalam rangka memperkuat islam di Sumedang, selain
memanggil tokoh ulama beliau juga memasukan salah satu puteranya
yaitu R Sadeli untuk belajar islam di pesantren. Berkat bimbingan tokoh
ulama R Sadeli ini ahirnya menjadi bangsawan muslim yang bukan saja
pintar memimpin daerah secara umum namun beliau juga menjadi
orang yang berjasa pada pemerataan ajaran islam di Sumedang. Karena
setelah dewasa kelak R Sadeli menjadi pengganti dari Pangeran Suria
Kusumah ayahandanya menjadi Adipati penerus beliau di Sumedang.

05. Cut Nyak Dhien, Pahlawan Putri Asal Aceh


Cut Nyak Dhien adalah seorang Pahlawan Nasional dari Aceh
yang berjuang melawan Belanda pada masa Penjajahan Belanda. Beliau
Buku Panduan Ziaroh 33

dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat beragama di  Aceh Besar,


wilayah VI Mukim pada tahun1848.  Ayahnya bernama Teuku Nanta
Seutia,  seorang Uleebalang VI Mukim,  yang juga merupakan
keturunan Datuk Makhudum Sati, perantau dari Minangkabau.  Datuk
Makhudum Sati merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta
yang merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman
pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Pariaman. Datuk Makhudum Sati
mungkin datang ke Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan
Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir. Sedangkan ibunya
merupakan putri Uleebalang Lampageu.
Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien memperoleh pendidikan
agama dari kedua orang tuanya dan alim ulama di Aceh. Pada usia 12
tahun, ia sudah dinikahkan oleh orangtuanya yaitu pada
tahun 1862 dengan Teuku Cik Ibrahim Lamnga, putra dari Uleebalang
Lamnga XIII. Dari pernikahan ini beliau dikaruniai seorang anak laki  –
laki.
Pada tanggal 26
Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh,  dan mulai
melepaskan tembakan meriam ke daratan  Aceh dari kapal perang
Citadel van Antwerpen . Perang Aceh pun meletus. Pada perang pertama
(1873-1874), Aceh yang dipimpin oleh Panglima Polim dan Sultan
Machmud Syah bertempur melawan Belanda yang dipimpin Johan
Harmen Rudolf Köhler. Saat itu, Belanda mengirim 3.198 prajurit. Lalu,
pada tanggal 8 April 1873, Belanda mendarat di Pantai Ceureumen di
bawah pimpinan Köhler, dan langsung menguasai Masjid Raya
Baiturrahman serta membakarnya. Dalam pertempuran ini Kesultanan
Aceh ahirnya dapat memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga
yang bertarung di garis depan dapat kembali dengan sorak kemenangan,
sementara Köhler tewas tertembak pada April 1873.
Buku Panduan Ziaroh 34

Sisi atas makam Cut Nyak Dhien


(sejajar posisi kepala)
Di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten,  daerah VI
Mukim dapat diduduki oleh Belanda pada tahun 1873,  sedangkan
Keraton Kesultanan Aceh jatuh pada tahun 1874.  Karena peristiwa ini
Cut Nyak Dhien dan bayinya akhirnya mengungsi bersama ibu-ibu dan
rombongan lainnya pada tanggal 24 Desember 1875.  Suaminya
selanjutnya tetap meneruskan bertempur untuk merebut kembali
daerah VI Mukim.
Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas
pada tanggal 29 Juni 1878.  Hal ini membuat Cut Nyak Dhien sangat
marah dan bersumpah akan menghancurkan Belanda sampai titik darah
penghabisan.
Sepeninggal sang suami, Cut Nyak Dhien dilamar oleh Teuku
Umar yang juga tokoh pejuang kemerdekaan di Aceh untuk menjadi
isterinya. Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak, tetapi karena Teuku
Umar memperbolehkannya ikut dalam medan perang, maka ahirnya Cut
Nyak Dhien setuju untuk menikah dengannya pada tahun  1880. Mereka
Buku Panduan Ziaroh 35

dikaruniai anak yang diberi nama  Cut Gambang. Setelah pernikahannya


dengan Teuku Umar,  Cut Nyak Dhien bersama Teuku Umar bertempur
bersama melawan Belanda. Namun, Teuku Umar gugur saat
menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899,  sehingga ia
berjuang sendirian di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya.
Cut Nyak Dhien saat itu sudah tua dan memiliki penyakit  encok dan
rabun, sehingga satu pasukannya yang bernama Pang Laot melaporkan
keberadaannya karena iba. Ia akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda
Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Namun,
keberadaannya menambah semangat perlawanan rakyat Aceh. Ia juga
masih berhubungan dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap.
Akibatnya, Cut Nyak Dhien dibuang ke Sumedang.
Pada waktu tinggal di Sumedang, tidak banyak orang
Sumedang tahu kalau beliau itu adalah tokoh pejuang kemerdekaan
melawan Belanda dari Aceh. Yang diketahui oleh warga Sumedang
adalah sosok seorang wanita tua renta bermata rabun. Tasbih tidak
pernah lepas dari tangannya. Juga dikenal sering membawa periuk nasi
dari tanah liat. Beliau di Sumedang disertai dua orang pengikutnya
sebagai tahanan politik Belanda.
Cut Nyak Dhien ahirnya wafat pada tanggal  6
November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang (satu
komplek dengan makam Pangeran Sugih). Gambar Cut Nyak Dhien kini
diabadikan dalam salah satu lembar uang bank Indonesia. Makam Cut
Nyak Dhien pertama kali dipugar pada 1987 dan dapat terlihat melalui
monumen peringatan di dekat pintu masuk yang tertulis tentang
peresmian makam yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh, Ibrahim
Hasan pada tanggal 7 Desember 1987. Makam Cut Nyak Dien dikelilingi
pagar besi yang ditanam bersama beton dengan luas 1.500 meter
persegi.
Buku Panduan Ziaroh 36

06. KR Asyrofuddin, Pendiri Pesantren Pertama &


Tertua di Sumedang
Pada masa Pangeran Sugih memerintah tepatnya tahun 1846,
keturunan dari Pangeran Syamsuddin I dari Keraton Kasepuhan Cirebon.
Yakni Hadharatus Syeikh KR. Asyrofuddin, atas permintaan Pangeran
Sugih, mendirikan pondok pesantren pertama di Sumedang. Mulanya,
pondok pesantren yang terletak di kaki Gunung Tampomas. tepatnya di
Dusun Cipicung, Desa Conggeang Wetan, Kecamatan Conggeang,
Kabupaten Sumedang ini bernama Pondok Pesantren Ardli Sela Singa
Naga (daerah bebatuan yang dihuni macan dan ular). Namun, oleh
generasi penerus berikutnya, yaitu pada zaman KHR E Bukhori Ukasah
Mubarok (tahun 1965), nama ini diganti menjadi Pondok Pesantren
Asyrofuddin hingga saat ini. Nama ini digunakan untuk tafa’ulan  atau
mengenang jasa pendiri pondok pesantren. Kini pesantren ini diasuh
oleh generasi ke-6 dari muassisnya yaitu KHR Ahmad Sadad.
Dalam salah satu versi sejarah, disebutkan bahwa Hadharatus
Syeikh KR. Asyrofuddin semula tinggal dan mendirikan pesantren di
Cikuleu, Kecamatan Ujung Jaya, Sumedang. Namun setelah Pangeran
Suria Kusumah Adinata (Pangeran Sugih) mengetahuinya, beliau diminta
untuk pindah di daerah Cipicung, Kecamatan Conggeang. Disinalah
beliau untuk pertama kalinya mendirikan pondok pesantren yang diberi
nama Pondok Pesantren Ardli Sela Singa Naga.
Hadharatus Syeikh KR. Asyrofuddin adalah seorang ulama
yang menentang terhadap penjajahan Belanda. Karenanya selain
mengajarkan ilmu  –  ilmu agama islam, beliau juga mengajarkan ilmu
beladiri dan ilmu hikmah serta perpolitikan. Dari tangan beliau ini
banyak lahir para pejuang kemerdekaan di daerah Sumedang.

07. SULTAN HASANUDDIN BANTEN


Sultan Maulana Hasanudin adalah putera kandung dari Syarif
Hidayatullah, Sunan Gunung Jati dari ibu Nyi Kawunganten, putri Prabu
Surasowan, Banten.
Buku Panduan Ziaroh 37

Ketika Prabu Surasowan wafat, pemerintahan Banten


diwariskan kepada anak laki  –  lakinya bernama Arya Surajaya yang
bergelar Prabu Pucuk Umun dan beragama Hindu. Pada masa
pemerintahan Prabu Pucuk Umun ini, Syarif Hidayatullah yang semula
sempat tinggal di Banten kemudian kembali lagi ke Cirebon. Sedangkan
puteranya Maulana Hasanudin memilih tinggal di Banten mengasuh
pesantren dan menjadi pengajar ajaran islam.
Meskipun beliau menetap di Banten, namun beliau sering
menjenguk sang Ayahnya di Cirebon untuk bersilahturahmi, setelah
sering bersilahturahmi, beliau mendapatkan tugas dari Ayahnya untuk
meneruskan Tugas Sang Ayah yakni menjadi penyebar Agama Islam di
Banten.
Pada masa pemerintahan Prabu Pucuk Umun, hubungan
antara Prabu Pucuk Umun dan Maulana Hasanuddin sangatlah buruk
yang tidak di pahami oleh masyarakat. Prabu Pucuk Umun tetap bersih
Kukuh untuk mempertahankan Ajaran Sunda Wiwitan (agama Hindu
sebagai agama resmi di Pajajaran) di Banten, namun tidak sedemikian
dengan Maulana Hasanuddin, beliau terus melanjutkan dakwahnya
dengan Lancar.
Dikisahkan karena perbedaan pendapat yang tajam ini, Prabu
Pucuk Umun kemudian menantang Maulana Hasanuddin untuk
berperang. Tantangan perang ini bukanlah berperang secara duel fisik,
akan tetapi berperang dengan cara adu Ayam. Karena jika berperang
secara fisik maka akan dapat menimbulkan banyak korban, itulah alasan
Prabu Pucuk Umun mengapa ia menantang berperang dengan cara adu
ayam.
“Wahai, Mualana Hasanuddin. Jika kamu ingin menyebarkan
Islam di daerah Banten, kalahkan dulu ayam jagoku! Jika kamu berhasil
memenangkan pertarungan ini, jabatanku sebagai Adipati Banten
Girang akan kuserahkan kepadamu. Tapi ingat, jika kamu yang kalah,
maka kamu harus menghentikan dakwahmu itu,” kata Prabu Pucuk
Umum.
Buku Panduan Ziaroh 38

“Baiklah, kalau itu yang Prabu inginkan. Hamba menerima


tantangan tersebut  ,” jawab Maulana Hasanuddin.
Prabu Pucuk Umun memilih tempat adu kesaktian Ayam di
Lereng Gunung Karang, karena dianggap sebagai tempat yang netral,
pada waktu yang di tentukan Kedua Pihak pun beramai-ramai
mendatangi lokasi. Prabu Pucuk Umun dan Maulana Hasanuddin tidak
hanya membawa Ayam Jago saja melainkan membawa Pasukan untuk
meramaikan dan menyaksikan pertarungan tersebut. Bahkan pasukan
satu sama lain membawa senjata, karena untuk menghadapi berbagai
kemungkinan. Prabu Pucuk Umun membawa Golok yang terselip di
pinggangnya dan Tombak yang digenggamnya. Namun Maulana
Hasanuddin hanya membawa sebilah Keris Pusaka milik Ayahnya yakni
Sunan Gunung Djati yang diwariskan kepada beliau.
Setiba di arena pertarungan, Prabu Pucuk Umun mengambil
tempat di tepi utara arena dengan mengenakan pakaian hitam-hitam,
rambut gondrong sampai leher, dan mengenakan ikat kepala.
Sementara itu, Maulana Hasanuddin tampak berdiri di sisi selatan arena
dengan mengenakan jubah dan sorban putih di kepala.
Sebelum pertarungan dimulai, kedua ayam jago dibawa ke
tengah arena. Kedua ayam jago tersebut masih berada di dalam
kandang anyaman bambu. Ayam jago milik Prabu Pucuk Umun telah
diberi ajian otot kawat tulang besi dan di kedua tajinya dipasangi keris
berbisa. Sementara ayam milik Maulana Hasanuddin tidak dipasangi
senjata apapun, tapi tubuhnya kebal terhadap senjata tajam. Ayam itu
telah dimandikan dengan air sumur Masjid Agung Banten. Pada saat
ayam itu dimandikan, dibacakan pula ayat-ayat suci Alquran.
Dalam sebuah kisah, konon ayam jago milik Maulana
Hasanuddin adalah penjelmaan salah seorang pengawal sekaligus
penasehatnya yang bernama Muhammad Saleh murid Sunan Ampel
yang tinggal di Gunung Santri, Bojonegara, Serang. Karena ketinggian
ilmunya dan atas kehendak Allah, ia mampu mengubah dirinya menjadi
seekor ayam jago.
Buku Panduan Ziaroh 39

Akhirnya pertarungan tersebut dimulai, dari kedua belah


pihak saling memberikan semangat kepada jagoannya masig-masing.
Tiba-tiba ayam jago Pucuk Umun jatuh terkulai di tanah dan
meregang nyawa. Rupanya ayam jago itu terkena tendangan keras ayam
 jago Maulana Hasanuddin. Para pendukung Pucuk Umun pun menjadi
bungkam, sedangkan pendukung Maulana Hasanuddin melompat
kegirangan sambil meneriakkan:
“Allahu Akbar! Hidup Maulana Hasanuddin! Hidup Syariat
Islam!” 
Akhirnya, Maulana Hasanuddin memenangkan pertandingan
adu ayam itu. Prabu Pucuk Umun pun mengaku kalah. Ia kemudian
mendekati Maulana Hasanuddin untuk memberi ucapan selamat seraya
menyerahkan golok dan tombaknya sebagai tanda pengakuan atas
kekalahannya. Penyerahan kedua senjata pusaka juga berarti
penyerahan kekuasaannya kepada Maulana Hasanuddin atas Banten
Girang.
“ Selamat, Maulana Hasanuddin! Sesuai dengan kesepakatan
kita, maka kini engkau bebas melakukan dakwah Islam sekaligus
menjadi penguasa di Banten Girang,” ujar Prabu Pucuk Umun.
Setelah itu, Prabu Pucuk Umun berpamitan. Ia bersama
beberapa pengikutnya kemudian mengungsi ke Banten Selatan,
tepatnya di Ujung Kulon atau ujung barat Pulau Jawa. Mereka bermukim
di hulu Sungai Ciujung, di sekitar wilayah Gunung Kendeng. Atas
perintah Prabu Pucuk Umun, para pengikutnya diharapkan untuk
menjaga dan mengelola kawasan yang berhutan lebat itu. Konon,
merekalah cikal bakal orang Kanekes yang kini dikenal sebagai suku
Badui. Sedangkan para pengikut Prabu Pucuk Umun yang terdiri dari
pendeta dan punggawa Kerajaan Pajajaran menyatakan masuk Islam di
hadapan Maulana Hasanuddin. Dengan demikian, semakin muluslah
 jalan bagi Maulana Hasanuddin dalam menyebarkan dakwah Islam di
Banten. Atas keberhasilan tersebut, ia kemudian diangkat oleh Sultan
Demak sebagai Adipati Kadipaten Banten. Pusat pemerintahan yang
Buku Panduan Ziaroh 40

semula berada di Banten Girang dipindahkan ke Banten Lor (Surosowan)


yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa.
Selanjutnya, karena keberhasilannya memimpin daerah itu
dengan membawa kemajuan yang pesat di berbagai bidang, Kadipaten
Banten kemudian diubah menjadi negara bagian Demak atau Kesultanan
Banten dengan tetap mempertahankan Maulana Hasanuddin sebagai
sultan pertama.
Pada tahun 1526 M Banten Pasisir berhasil direbut oleh
Panglima Fadillah Khan dan pasukannya, karenanya Maulana Hasanudin
pun diangkat menjadi Bupati Banten Pasisir, pada usia 48 tahun.
Sehingga karena ini praktis Maulana Hasanudin menjadi penguasa
Banten Pasisir dan Banten Girang atau seluruh wilayah Banten. Dan dari
sebab ini maka hampir semua penduduk Banten beralih agama ke Islam.
Untuk memperkuat posisi pemerintahannya, Hasanudin lalu
membangun wilayah tersebut sebagai pusat pemerintahan dan
administratif. Ia pun mendirikan istana yang megah yang didberi nama
Keraton Surasowan, mengambil nama kakeknya (Surasowan) yang
sangat menyayanginya. Nama Keraton tersebut akhirnya berkembang
menjadi nama kerajaan. Berita ini diabadikan didalam prasasti tembaga
berhuruf Arab yang dibuat oleh Sultan Abdul Nazar (1671-1687), nama
resmi kerajaan Islam di Banten adalah Negeri Surasowan .
Pada tahun 1568 M Syarif Hidayatullah wafat, kemudian
Maulana Hasanuddin memproklamirkan Surasowan sebagai sebuah
negara yang merdeka, lepas dari kekuasaan Cirebon. Maulana
Hasanuddin menikah dengan puteri Indrapura, kemudian memperoleh
seorang putera bernama Maulana Yusuf. Kelak Maulana Yusuf
menggantikan posisinya sebagai penguasa di Banten.

08. Al-Habib Husein Bin Abubakar Alaydrus (Habib


Keramat Luar Batang)
Buku Panduan Ziaroh 41

Beliau lahir di Migrab, dekat Hazam, Hadhramaut, Yaman.


Datang ke Betawi sekitar tahun 1746 M. Berdasarkan cerita, bahwa
beliau wafat di Luar Batang, Betawi tanggal 24 Juni 1756 M. bertepatan
dengan 17 Ramadhan 1169 Hijriyah dalam usia lebih dari 30 tahun
(dibawah 40 tahun). Jadi diduga sewaktu tiba di Betawi beliau masih
berumur sekitar 20 tahunan.
Habib Husein bin Abubakar Alaydrus memperoleh ilmu tanpa
belajar atau dalam istilah Arabnya “Ilmu Wahbi“, yaitu pemberian dari
Allah tanpa belajar lebih dahulu. Silsilah beliau : Habib Husein bin
Abubakar bin Abdullah bin Husein bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin
Husein bin Abdullah Al-Aydrus bin Abubakar As-Sakran bin
Abdurrahman As-Saqqaf bin Muhammad Maula Ad-Dawilah bin Ali bin
Alwi bin Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam bin Ali bin Muhammad
Shahibul Mirbath.
Habib Husein Alaydrus yang lebih terkenal dengan sebutan
Habib Keramat Luar Batang itu adalah termasuk jenis auliyaallah yang
mempunyai perilaku di mata umum aneh atau ganjil. Diantara beberapa
keganjilan yang dilakukan beliau, adalah :
Habib Husein Alaydrus tiba di Luar Batang, daerah Pasar Ikan,
Jakarta Utara yang merupakan benteng pertahanan Belanda di Jakarta.
Kapal layar yang ditumpangi Habib Husein terdampar didaerah ini,
padahal daerah ini tidak boleh dikunjungi orang. Karena itu pula maka
Habib Husein Alaydrus dan rombongan diusir serta digiring keluar dari
teluk Jakarta. Tidak beberapa lama kemudian Habib Husein dengan
sebuah sekoci terapung-apung dan terdampar kembali di daerah yang
dilarang oleh Belanda. Ketika itu ada seorang Betawi yang membawa
Habib Husein Alaydrus dan menyembunyikannya. Orang Betawi ini pun
ahirnya berguru kepada Habib Husein Alaydrus dan ia sewaktu
meninggal dimakamkan disamping makam Habib Husein Alaydrus.
Orang Betawi ini bernama Haji Abdul Kadir.
Habib Husein Alaydrus sering tidak patuh pada Belanda. Sekali
Waktu beliau tidak mematuhi larangannya, kemudian ditangkap Belanda
dan di penjara di Glodok. Di Tahanan ini Habib Husein Alaydrus kalau
Buku Panduan Ziaroh 42

siang dia ada di sel, tetapi kalau malam menghilang entah kemana.
Sehingga penjaga tahanan (sipir penjara) menjadi takut oleh kejadian ini.
Kemudian Habib Husein Alaydrus disuruh pulang, tetapi beliau tidak
menghiraukan alias tidak mau pulang, maka Habib Husein Alaydrus
dibiarkan saja. Suatu Waktu beliau sendiri yang mau pergi dari penjara.
Tentu hal seperti ini adalah hal yang ganjil bagi masyarakat umum.

Karomah Habib Husein Al-Aydrus


Belanda segan pada beliau. Dikisahkan suatu malam Habib
Husein Alaydrus  kedatangan tamu yang basah kuyup dan meminta
pertolongan. Ia mengaku seorang tawanan dari kapal dagang milik
orang Tionghoa dan akan dikenakan hukuman mati. Karenanya ia
sekarang jadi buronan kompeni (VOC). Habib Husein Alaydrus  pun
memberinya perlindungan. Ketika pasukan kompeni datang siangnya,
mereka meminta Habib Husein Alaydrus menyerahkan  tawanan itu.
Namun dengan tegas Habib Husein membelanya, “Saya akan melindungi
tawanan ini dan saya menjadi j aminannya,” katanya.
Pasukan Kompeni yang meminta tawanan tersebut pun
ahirnya mundur, segan dan tidak berani memaksa Habib Husein
Alaydrus. Sang tawanan pun merasa berhutang budi dan kagum dengan
karisma dan kepribadian lembut Habib Husein Alaydrus ini. Dia akhirnya
memeluk agama Islam.
Bisa melihat tempat  – tempat yang jauh. Suatu saat H Abduul
Qodir murid beliau diajak mancing oleh Habib Husein Alaydrus. Ketika
itu Habib Husein Alaydrus menitipkan imamah beliau padanya. Habib
Husein Alaydrus berpesan agar H Abdul Qodir jangan memakai imamah
tersebut. Namun larangan ini dilanggar oleh H Abdul Qodir. Secara
sembunyi  –  sembunyi ia memakai imamah Habib Husein Alaydrus itu.
Apa yang terjadi? Ketika ia memakai pertama kali tiba  –  tiba ia melihat
negeri China, India, dll. Ia kemudian melepas lagi. Terus coba memakai
lagi, tiba – tiba ia meliahat Lautan yang luas. Dilepas dan dipakainya lagi.
Begitu sampai 3x, H Abdul Qodir dapat melihat negeri dan tempat  –
tempat yang jauh. Subhanallah.
Buku Panduan Ziaroh 43

Ketika Habib Husein Alaydrus wafat, pemerintah Belanda di


Batavia (Jakarta) mempunyai aturan para pendatang di Batavia yang
meninggal harus dimakamkan di pemakaman umum Tanah Abang. Tidak
terkecuali Habib Husein Alaydrus, karena beliau dating dari Yaman.
Namun saat jasad Habib Husein Alaydrus itu dibawa ke Tanah Abang
dan hendak dimakamkan disana, ketika keranda diturunkan dan tutup
keranda dibuka, jasad beliau hilang dan tidak ada di keranda tersebut.
Ketika para pembawa keranda itu pulang kerumah Habib Husein
Alaydrus ternyata jasad beliau telah ada di kamarnya kembali. Begitu
terjadi berulangkali sehingga pemerintah Belanda pun ahirnya
mengizinkan Habib Husein Alaydrus untuk dimakamkan di kamar beliau
sendiri. Kamar Habib Husein Alaydrus itulah yang kini menjadi area
ziarah dan wisata rohani. Dan dari peristiwa inilah asal muasal
munculnya nama “Luar Batang”.

Wafatnya
Habib Husein bin Abu Bakar bin Abdillah Alaydrus wafat pada
hari Kamis 27 Ramadhan 1169 H atau bertepatan dengan 24 Juni 1756
M. Beliau dimakamkan di kamar rumah beliau sendiri.
Buku Panduan Ziaroh 44

09. Manaqib Tentang Habib Hasan bin Muhammad


Al-Haddad (Mbah Priok)

Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad (mbah Priuk/Priok)


lahir di Ulu, Palembang, Sumatera Selatan, pada sekitar tahun 1291 H /
1870 M. Semasa kecil beliau mengaji kepada kakek dan ayahnya di
Palembang. Saat remaja, beliau mengembara selama babarapa tahun ke
Hadhramaut, Yaman, untuk belajar agama, sekaligus menelusuri jejak
leluhurnya, Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, Shohib Ratib Haddad
dan kitab Risalatul Mu’awwanah yang hingga kini masih dibaca sebagian
besar kaum muslimin Indonesia. Beliau menetap beberapa tahun
lamanya disana dan setelah itu kembali ke tempat kelahirannya di Ulu,
Palembang
Ketika petani Banten, dibantu para Ulama, memberontak
kepada kompeni Belanda (tahun 1880), banyak ulama melarikan diri ke
Palembang. Disana mereka mendapat perlindungan dari Habib Hasan.
Buku Panduan Ziaroh 45

Tentu saja pemerintah kolonial tidak senang. Dan sejak itu, beliau selalu
diincar oleh mata-mata Belanda.
Pada tahun 1899, ketika usianya 29 tahun, beliau berkunjung
ke Jawa, ditemani saudaranya, Habib Ali Al-Haddad, dan tiga orang
pembantunya, untuk berziarah ke makam Habib Husein Al Aydrus di
Luar Batang, Jakarta Utara, Sunan Gunung Jati di Cirebon dan Sunan
Ampel di Surabaya. Dalam perjalanan menggunakan perahu layar itu,
beliau banyak menghadapi gangguan dan rintangan. Mata-mata
kompeni Belanda selalu saja mengincarnya. Sebelum sampai di Batavia,
perahunya di bombardir oleh Belanda. Tapi Alhamdulillah, seluruh
rombongan selamat hingga dapat melanjutkan perjalanan sampai di
Batavia.
Dalam perjalanan yang memakan waktu kurang lebih dua
bulan itu, mereka sempat singgah di beberapa tempat. Hingga pada
sebuah perjalanan, perahu mereka dihantam badai. Perahu terguncang,
semua perbekalan tumpah ke laut. Untunglah masih tersisa sebagian
peralatan dapur, antara lain periuk, dan beberapa liter beras. Untuk
menanak nasi, mereka menggunakan beberapa potong kayu kapal
sebagai bahan bakar. Beberapa hari kemudian, mereka kembali
dihantam badai. Kali ini lebih besar. Perahu pecah, bahkan tenggelam,
hingga tiga orang pengikutnya meninggal dunia. Dengan susah payah
kedua Habib itu menyelamatkan diri dengan mengapung menggunakan
beberapa batang kayu sisa perahu. Karena tidak makan selama 10 hari,
akhirnya Habib Hasan jatuh sakit, dan selang beberapa lama kemudian
beliaupun wafat.
Sementara Habib Ali Al-Haddad masih lemah, duduk di perahu
bersama jenazah Habib Hasan, perahu terdorong oleh ombak-ombak
kecil dan ikan lumba-lumba, sehingga terdampar di pantai utara Batavia.
Para nelayan yang menemukannya segera menolong dan memakamkan
 jenazah Habib Hasan. Kayu dayung yang sudah patah digunakan sebagai
nisan dibagian kepala; sementara di bagian kaki ditancapkan nisan dari
sebatang kayu sebesar kaki anak-anak. Sementara periuk nasinya
Buku Panduan Ziaroh 46

ditaruh disisi makam. Sebagai pertanda, di atas makamnya ditanam


bunga tanjung.
Di kemudian hari, masyarakat di sekitar daerah itu melihat
kuburan yang ada periuknya itu apabila tiba waktu malam hari terlihat
selalu bercahaya. Lama-kelamaan masyarakat menamakan daerah
tersebut menjadi “Tanjung Periuk”. Sesuai yang mereka lihat di makam
Habib Hasan, yaitu bunga tanjung dan periuk.
Ketika lama kelamaan periuk itu hilang yang konon katanya
ada yang mengatakan bahwa periuk tersebut lama-lama bergeser dan
akhirnya sampai ke laut, banyak orang yang bercerita bahwa, tiga atau
empat tahun sekali, periuk di laut tersebut terlihat sama dengan ukuran
periuk sebesar rumah. Diantara orang yang menyaksikan kejadian itu
adalah anggota TNI Angkatan Laut, Sersan Mayor Ismail. Tatkala
bertugas di tengah malam, ia melihat langsung periuk tersebut. Karena
kejadian itulah, maka ahirnya banyak orang tetap menyebut daerah itu
dengan nama Tanjung Periuk.
Sebenarnya tempat makam yang sekarang adalah makam
pindahan dari makam asli. Awalnya ketika Belanda akan menggusur
makam Habib Hasan, mereka tidak mampu, karena kuli-kuli yang
diperintahkan untuk menggali menghilang secara misterius. Setiap
malam mereka melihat orang berjubah putih yang sedang berdzikir
dengan kemilau cahaya nan gemilang selalu duduk dekat nisan periuk
itu. Akhirnya adik Habib Hasan, yaitu Habib Zein bin Muhammad Al-
Haddad, dipanggil dari Palembang khusus untuk memimpin doa agar
 jasad Habib Hasan mudah dipindahkan. Berkat izin Allah swt, jenazah
Habib Hasan yang masih utuh, kain kafannya juga utuh tanpa ada
kerusakan sedikitpun, dipindahkan ke makam sekarang di kawasan
Dobo, tidak jauh dari seksi satu sekarang.
Salah satu karomah Habib Hasan adalah suatu saat pernah
orang mengancam Habib Hasan dengan singa, beliau lalu membalasnya
dengan mengirim katak. Katak ini dengan cerdik lalu menaiki kepala
singa dan mengencingi matanya. Singa kelabakan dan akhirnya lari
terbirit-birit.
Buku Panduan Ziaroh 47

10. Syeikh Hasanuddin (Syeikh Quro), Pendiri


Pesantren Pertama di Jawa Barat
Menurut Babad Tanah Jawa, pesantren pertama di Jawa Barat
adalah pesantren Quro yang terletak di Tanjung Pura, Karawang.
Pesantren ini didirikan oleh Syeikh Hasanuddin, seorang ulama yang
datang dari Campa, pada tahun 1412 saka atau 1491 Masehi. Karena
pesantrennya sering disebut orang dengan Pesantren Quro, maka
belakangan Syeikh Hasanuddin dikenal juga dengan sebutan Syeikh
Quro.
Syeikh Hasanuddin atau Syeikh Quro adalah putra dari Syeikh
Yusuf Shiddiq. Awalnya, Syeikh Hasanuddin datang ke Pulau Jawa
sebagai duta dari Kerajaan China. Ia datang bersama rombongan kapal
yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho/  Sam Po Tay Kam (nama gelar)
yang bernama Tionghoa Ma He/Ma San Bao dan atau bernama islam
Mahmud Syams (1371  –  1433) dalam perjalanan menuju Majapahit.
Cheng Ho adalah seorang muslim yang menjadi Panglima Perang
Kerajaan China pada masa pemerintahan Kaisar Yongle (berkuasa tahun
1403 – 1424), kaisar ke-3 dari dinasti Ming.
Syeikh Hasanuddin dan Syeikh Dzatul Kahfi keduanya adalah
sama  –  sama keturunan dari Al-Amir Abdullah Azmat Khan bin Abdul
Malik Azmat Khan, seorang tokoh ahlul bait dari Ba’alawi Yaman
keturunan Ammul Faqih Al-Muqaddam yang juga menurunkan
Walisongo tinggal dan menjadi Al-Amir di India.
Dalam pelayaran tersebut, ketika armada kapal Cheng Ho tiba
di daerah Tanjung Pura Karawang, Syeikh Hasanuddin beserta beberapa
pengiringnya turun di Karawang dan ahirnya menetap di kota ini tidak
ikut melanjutkan perjalanan ke Majapahit. Sedangkan Syeikh Dzatul
Kahfi turun di pelabuhan Cirebon serta menetap di kota tersebut.
Di Karawang, Syeikh Hasanuddin menikah dengan gadis
setempat yang bernama Ratna Sondari yang merupakan puteri Ki
Gedeng Karawang. Di tempat inilah, Syeikh Hasanuddin kemudian
Buku Panduan Ziaroh 48

membuka pesantren yang diberi nama Pesantren Quro yang khusus


mengajarkan Alquran (1340 Saka/1418 M). Inilah awal Syeikh
Hasanuddin digelari Syeikh Quro atau syeikh yang mengajar Alquran.
Didalam fiqih, Syeikh Hasanuddin mengikuti madzhab Hanafi.
Dari sekian banyak santrinya, ada beberapa nama besar yang
ikut pesantrennya. Mereka antara lain adalah Putri Subang Larang, anak
Ki Gedeng Tapa, penguasa kerajaan Singapura, sebuah kota pelabuhan
di sebelah utara Muarajati Cirebon. Puteri Subang Larang inilah yang
kemudian menikah dengan Prabu Siliwangi, penguasa kerajaan Sunda
Pajajaran.
Kesuksesan Syeikh Hasanuddin menyebarkan ajaran Islam
adalah karena ia menyampaikan ajaran Islam dengan penuh kedamaian,
tanpa paksaan dan kekerasan. Begitulah caranya mengajarkan Islam
kepada masyarakat yang saat itu berada di bawah kekuasaan raja
Pajajaran yang didominasi ajaran Hindu.

Ditentang penguasa Pajajaran


Berdirinya pesantren ini menuai reaksi keras dari para resi. Hal
ini tertulis dalam kitab Sanghyang Sikshakanda Ng Kareksyan . Pesatnya
perkembangan ajaran Islam membuat para resi ketakutan agama
mereka akan ditinggalkan.
Berita tentang aktivitas dakwah Syeikh Quro di Tanjung Pura
yang merupakan pelabuhan Karawang rupanya didengar Prabu Angga
Larang. Karena kekhawatiran yang sama dengan para resi, ia pernah
melarang Syeikh Quro untuk berdakwah ketika sang syeikh mengunjungi
pelabuhan Muara Jati di Cirebon.
Sebagai langkah antisipasi, Prabu Angga Larang kemudian
mengirimkan utusan untuk menutup pesantren ini. Utusan ini dipimpin
oleh putera mahkotanya yang bernama Raden Pamanah Rasa. Namun
baru saja tiba ditempat tujuan, hati Raden Pamahan Rasa terpesona
oleh suara merdu pembacaan ayat-ayat suci Alquran yang dilantunkan
Nyi Subang Larang.
Buku Panduan Ziaroh 49

Putra mahkota yang setelah dilantik menjadi Raja Pajajaran


bergelar Prabu Siliwangi itu dengan segera membatalkan niatnya untuk
menutup pesantren tersebut. Ia justru melamar Nyi Subang Larang yang
cantik. Lamaran tersebut diterima oleh Nyi Santri dengan syarat
maskawinnya haruslah Bintang Saketi, yaitu simbol "tasbih" yang ada di
Mekah.
Pernikahan antara Raden Pamanah Rasa dengan Nyi Subang
Karancang pun kemudian dilakukan di Pesantren Quro atau yang saat ini
menjadi Masjid Agung Karawang. Syeikh Quro bertindak sebagai
penghulunya.

Menyebar santri untuk berdakwah


Tentangan pemerintah kerajaan Pajajaran membuat Syeikh
Quro mengurangi intensitas pengajiannya. Ia lebih memperbanyak
aktivitas ibadah seperti shalat berjamaah, dzikir dan mujahadah.
Sementara para santrinya yang berpengalaman kemudian ia
perintahkan untuk menyebarkan Islam ke berbagai kawasan lain. Salah
satu daerah tujuan mereka adalah Karawang bagian Selatan seperti
Pangkalan, lalu ke Karawang Utara seperti daerah Pulo Kalapa dan
sekitarnya.
Dalam penyebaran ajaran Islam ke daerah baru, Syiekh Quro
dan para pengikutnya menerapkan cara yang unik. Antara lain sebelum
berdakwah menyampaikan ajaran Islam, mereka terlebih dahulu
membangun Masjid. Hal ini dilakukan Syeikh Quro mengacu pada
langkah yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika berhijrah dari Makkah
ke Madinah. Saat itu beliau terlebih dahulu membangun Masjid Quba.
Cara lainnya, adalah dengan menyampaikan ajaran Islam
melalui pendekatan dakwah bil hikmah. Hal ini mengacu pada Al-Quran
surat An Nahl ayat 125, yang artinya: " Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik "
Sebelum memulai dakwahnya, Syeikh Quro juga telah
mempersiapkan kader-kadernya dengan pemahaman yang baik soal
Buku Panduan Ziaroh 50

masyarakat setempat. Ini dilakukan agara penyebaran agamanya


berjalan lancar dan dapat diterima oleh masyarakat. Hal inilah yang
melatarbelakangi kesuksesan dakwah Syeikh Quro yang sangat
memperhatikan situasi kondisi masyarakat serta sangat menghormati
adat istiadat penduduk yang didatanginya.
Selama sisa hidup hingga akhirnya meninggal dunia, Syeikh
Quro bermukim di Karawang. Ia dimakamkan di Desa Pulo Kalapa,
Kecamatan Lemah Abang, Karawang. Tiap malam Sabtu, makam ini
dihadiri ribuan peziarah yang datang khusus untuk menghadiri acara
Sabtuan untuk mendoakan Syeikh Quro.
Belakangan masjid yang dibangun oleh Syeikh Quro di
pesantrennya, kemudian direnovasi. Namun bentuk asli masjid --
berbentuk joglo beratap dua limasan, menyerupai Masjid Agung Demak
dan Cirebon -- tetap dipertahankan.

11. SUNAN GUNUNG JATI, SYARIF HIDAYATULLAH


Syarif adalah sebutan untuk ahlibait laki  –  laki keturunan
Rasulullah Saw. Kalau untuk ahlibait wanita disebut Syarifah. Sebutan
lainnya selain syarif adalah Sayid dan Al-Habib. Juga As-Syeikh ketika
sebutan As-Syeikh belum dipakai oleh banyak pihak. Era sekarang lebih
banyak dikenal sebutan Al-Habib karena gencarnya sosialisasi sebutan
tersebut oleh para ahlibait nabi Saw yang berasal dari Yaman dan
datang ke Indonesia belakangan waktu.
Syarif Hidayatullah atau yang masyarakat umum lebih
mengenalnya dengan sebutan Sunan Gunung Jati Lahir sekitar tahun
1448 M. Ayahnya bernama Syarif Abdullah bin Nurul ‘Alam bin Husein
Jamaludin Al-Kabir (Syeikh Jumadil Kubro) bin Ahmad Jalal Syah bin
Abdullah bin Abdul Malik Azmat Khan bin Alawi Ammul Faqih Al-
Muqaddam . Ibunya konon merupakan putri dari keraton Pajajaran yang
bernama Nyai Rara Santang, Putri Sri Baduga Prabu Siliwangi.
Syarif Hidayatullah mewarisi kecendrungan spiritual dari
kakek buyutnya yaitu Syarif  Jamaluddin Al-Kabir (Syeikh Jumadil Kubro),
Buku Panduan Ziaroh 51

sehingga ketika telah selesai menimba ilmu di pesantren  Syekh Dzatul


Kahfi ia meneruskan pembelajaran agamanya ke Timur Tengah.
Memasuki usia dewasa (sekitar tahun 1470 - 1480) beliau
menikah dengan adik dari Bupati Banten saat itu,  Nyai Kawunganten.
Dari pernikahan ini lahir putera laki  –  laki beliau bergelar Maulana
Hasanuddin. Maulana Hasanuddin inilah yang kelak menjadi Sultan
Banten.
Setelah pendirian Kesultanan Demak,  antara
tahun 1490 hingga 1518 adalah masa-masa paling sulit baik bagi Syarif
Hidayatullah maupun Raden Patah,  karena proses Islamisasi secara
damai mengalami gangguan internal dari  Kerajaan
Sunda, Galuh (sekarang bagian dari Jawa Barat) dan Majapahit (di Jawa
Tengah danJawa Timur)  serta gangguan eksternal dari Portugis yang
telah mulai melakukan ekspansi di wilayah  Asia Tenggara.
Raja Pakuan di awal abad 16, seiring
masuknya Portugis di Pasai dan Malaka, merasa mendapat sekutu untuk
mengurangi pengaruh Syarif Hidayatullah yang telah berkembang
di Cirebon dan Banten.  Di saat yang genting inilah Syarif Hidayatullah
berperan dalam membimbing Pati Unus dalam pembentukan armada
gabunganKesultanan Banten-Demak-Cirebon di Pulau Jawa dengan misi
utama mengusir Portugis dari wilayah Asia Tenggara.
Kegagalan Ekspedisi Jihad II Pati Unus yang sangat fatal pada
tahun 1521 kemudian memaksa Syarif Hidayatullah merombak
pimpinan armada gabungan yang masih tersisa dan
mengangkat Tubagus Pasai sebagai Panglima berikutnya yang menyusun
strategi baru untuk memancing Portugis bertempur di Pulau Jawa,
menggantikan Pati Unus yang syahid di Malaka.
Setelah Pakuan Pajajaran yang merupakan ibukota Kerajaan
Sunda Galuh jatuh ketangan Syarif Hidayatullah sebagai Sultan Cirebon
pada tahun 1568 (hanya satu tahun sebelum ia wafat pada
tahun 1569 dalam usia yang hampir 120 tahun), kemudian terjadi
perundingan terakhir antara Syarif Hidayatullah dengan para pegawai
istana, Syarif Hidayatullah kemudian memberikan 2 opsi:
Buku Panduan Ziaroh 52

1. Bagi para pembesar Istana Pakuan yang bersedia


masuk Islam akan dijaga kedudukan dan martabatnya,
seperti gelar Pangeran-Putri atau Panglima akan tetap
disandangnya, dan kemudian mereka dipersilakan
tetap tinggal di keraton masing-masing.
2. Bagi para pembesar Istana Pakuan yang tidak bersedia
masuk Islam maka harus keluar dari keraton masing-
masing dan keluar dari ibukota Pakuan Pajajaran untuk
diberikan tempat di pedalaman Banten
(wilayah Cibeo sekarang).
Dalam perundingan terakhir yang sangat menentukan dari
riwayat Pakuan ini, sebagian besar para Pangeran dan Putri-Putri Raja
menerima opsi pertama. Sedang Pasukan Kawal Istana dan Panglimanya
(sebanyak 40 orang) yang merupakan Korps Elite dari Angkatan Darat
Pakuan memilih opsi kedua. Diyakini mereka inilah cikal bakal
penduduk Badui Dalam yang sekarang yang terus menjaga anggota
pemukiman hanya sebanyak 40 keluarga (karena keturunan dari 40
pengawal istana Pakuan). Anggota yang tidak terpilih harus pindah ke
pemukiman Badui Luar.
Dengan segala jasa Syarif Hidayatullah inilah yang kemudian
umat Islam di Jawa Barat memanggilnya dengan nama lengkap Maulana
Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati.

Wafatnya
Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati pergi
menghadap Allah Swt pada tanggal 26 Rayagung (Dzulhijjah?) tahun 891
Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1568 Masehi. Tanggal Jawanya
adalah 11 Krisnapaksa bulan Badramasa tahun 1491 Saka. Meninggal
dalam usia 120 tahun, sehingga putra dan cucunya tidak sempat
memimpin Cirebon karena meninggal terlebih dahulu. Cicitnyalah yang
meneruskan memimpin Kesultanan Cirebon setelah wafatnya beliau.
Buku Panduan Ziaroh 53

Syarif Hidayatullah dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati karena


beliau dimakamkan di Bukit Gunung Jati

12. KI GEDE SURO/KI Ageng Suro (MBAH WALI


SURO), Tegal Gubug, Arjowinangun, Cirebon
Dahulu orang menyebut tokoh ulama besar tingkat kadipaten
(kabupaten & provinsi, sekarang) dengan sebutan Ki Ageng atau Ki
Gede. Sedangkan untuk tokoh ulama setingkat kademangan (kelurahan
& kecamatan, sekarang) dengan sebutan Ki Alit. Jadi jika ada orang
menyebut dengan sebutan Ki Gede Suro atau Ki Ageng Suro, berarti
beliau itu dahulu tokoh yang berpengaruh di tingkatan Kadipaten atau
dikenal diseantero Kadipaten.
Namanya Syeikh Fathul Barri. Setidak itu yang ada dalam
catatan di Somalangu. Beliau adalah sahabat karib dari Syeikh Jawahir,
Pengasuh Pesantren Al-Kahfi Somalangu ketika berada di Kudus. Bahkan
diantara orang yang menjuluki Syeikh Jawahir dengan Syeikh Wali Ghoib
adalah Ki Gede Suro. Hanya saja orang disekitar Cirebon sekarang
mengenal beliau dengan nama Syeikh Abdurrahman atau terkadang
sebagai Syeikh Muhyiddin. Ketahuilah bahwa nama Syeikh Muhyiddin
yang berarti orang yang menghidupkan ajaran agama islam bagi orang
yang berdarah arab itu biasanya bukanlah merupakan nama asli. Akan
tetapi merupakan nama panggilan atau gelar. Seperti juga Jamaluddin,
Jalaluddin, Syamsuddin dsb. Jadi bisa jadi dahulu ada orang yang
memang memberikan gelar pada Syeikh Fathul Barri dengan sebutan
Syeikh Muhyiddin.
Nama panggilan “Suro” yang melekat pada panggila n beliau
amat terkait dengan kedudukan beliau yang pernah menjadi Panglima
Perang Kasultanan Cirebon. Ketika menjadi Panglima tersebut beliau
diberi gelar oleh keraton Cirebon “Suro Pati” yang berarti “Digdaya
berani mati”. Karena beliau juga seorang ulama   maka akhirnya beliau
dikenal sebagai “Ki Ageng/Ki Gede Suro Pati”. Dan orang memilih
menyebut dengan sebutan pendek “Ki Gede Suro” atau “Ki Ageng Suro”.
Buku Panduan Ziaroh 54

Setelah menikah, beliau kemudian membangun sebuah


perkampungan di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Tegal
Gubug. Semasa hidupnya beliau suka mengamalkan doa sbb :

        
        
    
Artinya, “Wahai Tuhan segala sesuatu, dengan kekuasaanMu
atas sesuatu, Ampunilah bagiku segala sesuatu, Dan janganlah Engkau
mintai pertanggung jawaban padaku atas segala sesuatu, juga
 Janganlah Engkau hisab bagiku segala sesuatu, serta Berikanlah padaku
segala sesuatu”

Wafatnya
Belum diketahui persis kapan wafatnya beliau. Mudah  –
mudahan dilain waktu dapat diperoleh informasi lebih jelas. Yang jelas,
beliau insyaallah min jumlatil auliya. Sehingga kita mendekat para
auliyaillah insyaallah bisa jadi syahadah dunia akhirat bahwa kita masuk
golongan orang – orang yang mencintai mereka.

BAB IV

SHALAT SAFAR, JAMA’ DAN QASHAR

Termasuk diantara adabnya orang yang hendak berziarah dan


menempuh perjalanan jauh maka ia harus mengerti tentang kaifiyah
(cara) mengerjakan shalat sunnah safar, jama’  dan jama’ qashar . Berikut
kaifiyah  shalat-shalat tersebut.
Buku Panduan Ziaroh 55

1. Shalat Safar
Hukum mengerjakan safar adalah sunnah terutama bagi setiap
muslim yang hendak bepergian jauh melebihi jarak dari perjalanan ± 87
km. Adapun kaifiyahnya cukup banyak. Salah satu diantara cara
mengerjakan shalat sunnah safar  adalah sebagai berikut:
Berniat degan lafadz niat

 –           


Artinya, ‘Saya berniat mengerjakan shalat sunnah safar dua rakaat
dengan menghadap kiblat karena Allah ta’ala – Allahu akbar.’
Setelah membaca fatihah, bacalah suratan al-Qur’an yang Anda
sukai. Setelah salam, sujud lagi sambil membaca doa berikut ini :

           3 ×
            
      
Artinya, ‘Wahai Tuhanku 3x. Saya titipkan; kedua orang tuaku,   anak-
anakku, saudara laki-lakiku, saudara perempuanku, rumahku ini dan
segala sesuatu yang ada di dalamnya kepadaMu. Maka kembalikanlah
semuanya kepadaku dalam keadaan selamat, selamat di saat
kepulanganku’
Doa tersebut dibaca sebanyak 3 (tiga) kali. Kemudian bangun
dari sujud lalu bacalah doa berikut ini sebanyak 3 (tiga) kali.

      
Buku Panduan Ziaroh 56

        
          
       
Artinya, ‘Ya Allah, hanya kepadaMu lah aku menghadap dan hanya
kepadaMu lah aku memohon perlindungan. Ya Allah, peliharalah aku
atas suatu mara bahaya yang menyusahkanku dan suatu mara bahaya
yang tidak menyusahkanku. Ya Allah, bekalilah aku dengan taqwa.
Ampunilah dosa-dosaku dan tunjukanlah aku pada kebaikan kemana
saja aku menuju.’
Ketika hendak keluar rumah, di depan pintu keluar bacalah ayat
berikut ini sebanyak 3 (tiga) kali.

      
     
Artinya, ‘Sesungguhnya Allah mewajibkan atas kalian (membaca) al -
Qur’an agar kalian kembali (mengingat) kepada akhirat.’
Menurut guru penulis, ketika setelah selesai membaca doa ini
maka Anda diminta melangkahkan kaki kanan Anda menuju keluar
rumah dan Anda tidak diperbolehkan lagi masuk kerumah untuk
mengambil sesuatu (barang) sampai dengan Anda kembali dari
perjalanan safar nya. Jika hal ini dilanggar maka Anda harus mengulangi
shalat safar kembali dengan kaifiyah tersebut.
Insyallah jika hal ini dikerjakan dengan sungguh - sungguh, maka
segala sesuatu yang Anda tinggal di rumah, baik berupa barang maupun
keluarga, akan diberi keselamatan sampai dengan kepulangan Anda ke
rumah lagi.

2. Shalat Jama’ -Qashar 
Buku Panduan Ziaroh 57

Apabila kita melakukan perjalanan safar , maka dalam agama kita


ada istilah rukhshah  (kemurahan) yang datangnya dari Allah swt. untuk
men jama’   (menggabungkan) shalat-shalat fardhu selain dari shalat
subuh. Khusus untuk shalat yang empat rekaat, kita juga boleh
menqashar nya (meringkas) hanya menjadi dua rekaat saja.
Jama’ sendiri ada dua jenis, yaitu  Jama’ Taqdim  dan  Jama’
Ta’khir . Yang dimaksud dengan  Jama’ Taqdim adalah shalat  jama’   yang
dilakukan pada waktu shalat yang pertama, sedangkan  Jama’ Ta’khir 
adalah shalat  jama’  yang dilakukan pada waktu shalat yang kedua

a. Shalat Jama’ Taqdim dengan Qashar  antara Dzuhur dan Ashar


Shalat ini dilakukan pada waktu dzuhur dengan cara
mengerjakan shalat dzuhur terlebih dahulu dua rekaat karena qashar ,
baru kemudian diteruskan dengan mengerjakan shalat ashar dua rekaat
karena qashar . Adapun lafadz niat ketika mau mengerjakan shalat
dzuhur adalah:

 
        
 –       
Artinya, ‘Saya mengerjakan shalat fardhu dzuhur dijama’  ashar dengan
 jama’ taqdim  dua rekaat karena qashar   dengan menghadap kiblat
karena Allah ta’ala – Allahu akbar.’

Setelah salam, janganlah sampai berhenti terlalu lama, langsung


saja Anda mengerjakan shalat ashar dengan lafadz niat

 
        
 –       
Artinya, ‘Saya mengerjakan shalat fardhu ashar dijama’  dengan dzuhur
dengan jama’ taqdim serta qashar  dua rekaat dengan menghadap kiblat
karena Allah ta’ala – Allahu akbar.’
Buku Panduan Ziaroh 58

b. Shalat Jama’ Taqdim dengan Qashar  antara Maghrib dan Isya


Shalat ini dilakukan pada waktu Maghrib dengan cara
mengerjakan shalat Maghrib terlebih dahulu tiga rekaat baru kemudian
diteruskan dengan mengerjakan shalat Isya dua rekaat (karena qashar ).
Adapun lafadz niatnya ketika mau mengerjakan shalat Maghrib adalah

 
         
 –         
Artinya, ‘Saya mengerjakan shalat fardhu Maghrib dijama’   Isya dengan
 jama’ taqdim tiga rekaat dengan menghadap kiblat karena Allah ta’ala –
Allahu akbar.’
Setelah salam, janganlah sampai berhenti terlalu lama. Langsung
saja Anda mengerjakan shalat Isya dengan lafadz niat

 
         
 –       
Artinya, ‘Saya mengerjakan shalat fardhu Isya dijama’  Maghrib dengan
 jama’ taqdim  dua rekaat karena qashar   dengan menghadap kiblat
karena Allah ta’ala – Allahu akbar.’

c. Shalat  Jama’ Ta’khir   antara Ashar dan Dzuhur dengan Diqashar 


Keduanya
Shalat ini dilakukan pada waktu ashar dengan cara mengerjakan
shalat dzuhur terlebih dahulu dua rekaat karena qashar   baru kemudian
diteruskan dengan mengerjakan shalat ashar juga dua rekaat karena
qashar . Adapun lafadz niatnya ketika mau mengajarkan shalat dzuhur
adalah

        
 –       
Buku Panduan Ziaroh 59

Artinya, ‘Saya mengerjakan shalat fardhu dzuhur di jama’   ashar dengan


 jama’ ta’khir   dua rekaat karena qashar   dengan menghadap kiblat
karena Allah ta’ala – Allahu akbar.’
Setelah salam, janganlah sampai berhenti terlalu lama. Langsung
saja Anda mengerjakan shalat ashar dengan lafadz niat

        
 –       
Artinya, ‘Saya mengerjakan shalat fardhu ashar di jama’  dzuhur dengan
 jama’ ta’khir   dua rekaat karena qashar   dengan menghadap kiblat
karena Allah ta’ala – Allahu akbar.’

d. Shalat  Jama’ Ta’khir   antara Isya dan Maghrib dengan Isya


Diqashar 
Shalat ini dilakukan pada waktu Isya dengan cara mengerjakan
shalat maghrib terlebih dahulu tiga rekaat baru kemudian diteruskan
dengan mengerjakan shalat Isya dua rekaat karena qashar. Adapun
lafadz niatnya ketika mau mengerjakan shalat maghrib adalah

         
 –         
Artinya, ‘Saya mengerjakan shalat fardhu maghrib di jama’  isya’ dengan
 jama’ ta’khir  tiga rekaat dengan menghadap kiblat karena Allah ta’ala –
Allahu akbar.’
Setelah salam, janganlah sampai berhenti terlalu lama. Langsung
saja Anda mengerjakan shalat Isya dua rekaat karena qashar dengan
lafadz niat
Buku Panduan Ziaroh 60

      
 –          
Artinya, ‘Saya mengerjakan shalat fardhu Isya di jama’   Maghrib dengan
 jama’ ta’khir   dua rekaat karena qashar   dengan menghadap kiblat
karena Allah ta’ala – Allahu akbar.’
Buku Panduan Ziaroh 61

BAB V. DOA-DOA TAMBAHAN

Sya’ir Salam Untuk Waliyullah


Apabila tiba di suatu makam waliyullah, sembari menunggu
teman-teman lain yang tengah mencari tempat dan demi menjaga adab
yang baik di hadapan waliyullah  yang diziarahi, alangkah baiknya Anda
membaca salam yang telah disya’irkan ini

        
      
Artinya:
‘Salam dan rahmat Allah disampaikan kehadiratmu wahai waliyullah .
Kami datang berkunjung serta menghadapkan diri di hadapanmu wahai
waliyullah .’

        
    
Artinya:
‘Berbahagialah kami karena bisa bertemu denganmu untuk
menyampaikan maksud kami wahai waliyullah . Kami bertawasul
denganmu, kiranya engkau berkenan menyetujuinya.’

        
         
Artinya:
Buku Panduan Ziaroh 62

‘Kami berharap dari karamah yang engkau punyai, kiranya engkau


berkenan doakan kami wahai waliyullah . Kepada Dzat Yang Maha
Pengasih, semoga dikabulkan apa yang menjadi hajat kami.’

    

     
Artinya:
‘Kami berharap mendapatkan keleluasan rizki halal wahai waliyullah .
Juga dapat berkunjung ke Baitullah berkali-kali.’

       
         
Artinya:
‘Kami ingin meninggal dalam keadaan bahagia dan husnul khatimah
wahai waliyullah . Semoga saja Allah meridhai kami dan menjadikan
dekat’

       
          
Artinya:
‘Mudah-mudahan Allah berkenan (pula) berikan Shalawat Ta’dzim  serta
salam kepada Nabi Muhammad saw, wahai waliyullah . Serta puji syukur
kami panjatkan kehadirat Dzat Yang Maha Perkasa

Keleluasan Rizki
Buku Panduan Ziaroh 63

Sayyid as-Syaikh Abi al-Hasan asy-Syadzili al-Hasani r.a berkata;


barangsiapa mau membaca doa ini, ia akan diberi tambahan limpahan
rizki dunia dan akhirat:

 .      
Artinya:
‘Cukuplah yang menjadi penolong bagiku ialah Allah . Allah akan
memberikan kepada kami sebagian dari anugerah-Nya dan rasul-Nya.
Sesungguhnya kami termasuk golongan orang-orang yang mencintai-
Nya.’
Doa ini dibaca sebanyak-banyaknya sesuai dengan maksud dan
tujuan Anda.

Doa Naik Kendaraan


Agar supaya dalam perjalanan ziarah kita diberikan kesalamatan,
maka setiap kendaraan yang ingin berangkat dari suatu tempat ke
tempat lain, bacalah doa berikut ini sebanyak 3x :

          
3×    
Artinya;
“Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami
padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya”.

Doa Apabila Rem Kendaraan Blong


Buku Panduan Ziaroh 64

Kita semua menghendaki keselamatan dalam bepergian, namun


apabila kita menghadapi situasi yang tidak terduga seperti rem
kendaraan blong, maka kita tidak boleh panik. Bacalah doa berikut ini

         
Doa Naik Gunung
Diriwayatkan apabila Rasullullah SAW. berjalan naik menuju ke suatu
pegunungan maka beliau akan membaca doa ini

    
     

Artinya:
‘ Ya Allah, Engkaulah yang memiliki kemuliaan lebih dari segala
kemuliaan yang tinggi. BagiMu segala puji atas setiap keadaan.’

Doa Menghadapi Waktu Malam di Perjalanan


Supaya perjalanan Anda di waktu malam, khususnya saat berziarah tidak
terkena oleh gangguan makhluk yang tidak diinginkan, maka bacalah


 .     
.           
         
.         
Shalawat Arwah
Shalawat ini termaktub dalam kitab “Dalailil Khairat” karya Sayyid as -
Syaikh Muhammad ibn Sulaiman al-Jazuli al-Hasani r.a. Jika peserta
ziarah hendak bertawasul secara pribadi kepada yang di ziarahi, maka
dapat membaca shalawat ini beberapa kali terlebih dah ulu.
Buku Panduan Ziaroh 65

         
        
       
Doa Tawasul
Jika hendak bertawasul pada waliyullah  yang diziarahi, maka Anda dapat
membaca doa di bawah ini setelah melakukan tahlil bersama imam

 ........        
    
    ........
.           .......
Artinya, “Ya Allah, sesungguhnya saya bermohon kepadaMu dan
menghadap kepadaMu beserta kekasihMu...(sebutkan nama dari
waliyullah   yang tengah di ziarahi) waliyullah   yang mempunnyai
karamah. Wahai waliyullah   yang mempunyai karamah......(sebutkan
nama beliau lagi). Sesungguhnnya saya menghadap denganmu kepada
kehadirat Tuhanku dalam hal keperluanku....... (sebutkan hajat
kepentingan Anda) supaya dapat terlaksana. Ya Allah, tolonglah ia untuk
membantuku dan tolonglah aku dalam keperluanku”.
Doa tawasul ini minimalnya dibaca sekali, dapat tiga kali atau
lebih. Yang terpenting dalam membaca sebuah doa, diharapkan
membaca dan memohon dengan sepenuh hati, insyallah dapat terkabul.

Supaya Doa Terijabah


Salah satu kaifiyah agar doa yang dipanjatkan selama dalam rangka
berziarah itu dapat terkabul bacalah doa berikut ini dengan ikhlas

Anda mungkin juga menyukai