H4 Elperida Juniarni Sinurat (2020)
H4 Elperida Juniarni Sinurat (2020)
DISERTASI
OLEH :
NIM : 168115009
Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Doktor dari Program Studi Doktor (S3) Ilmu Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan
hasil karya saya sendiri.
Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari
hasil karya orang lain dalam penulisan disertasi ini, telah saya cantumkan
sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan karya
ilmiah.
Apabila kemudian hari ternyata ditemukan atau sebagian Disertasi ini
bukan karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu yang
secara sengaja saya lakukan, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar
akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, Saya yang bertanda tangan
dibawah ini :
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Non
Eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan dalam bentuk
database, merawat dan mempublikasikan disertasi saya tanpa meminta izin dari
saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.
Dibuat di Medan
Pada Tanggal Desember 2020
Yang menyatakan,
DISERTASI
Oleh
Elperida Juniarni Sinurat
168115009
ABSTRAK
Salah satu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja Bank BUMN,
adalah dengan meningkatkan kinerja marketing. Situasi ini membuat Bank
BUMN membuat kebijakan yakni pegawai harus mampu menjadi marketing pada
semua produk-produk perbankan, bahkan tidak jarang pegawai akhirnya memiliki
pekerjaan ganda. Situasi tersebut seringkali menjadi sumber konflik bagi pegawai
marketing khususnya pegawai marketing perempuan, yang mana pegawai
marketing perempuan menjadi tidak kompatibel dalam menjalankan perannya
terhadap keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk membangun model kinerja
pegawai marketing perempuan di Bank BUMN, dengan peran leader agar
meminimalkan timbulnya konflik akibat beban kerja yang yang dapat menurunkan
kinerja pegawai marketing perempuan. Penelitian ini dilakukan di empat (4) Bank
BUMN di Kota Medan, sampel penelitian sebesar 215 pegawai. Penelitian ini
bersifat deskriptif dengan teknik sample purposive sampling dan menggunakan
software partial least square (PLS). Hasil penelitian ini menunjukkan (1) WFC
berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap Enjoyable Employee
Experience (2) WFC berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Employee
Engagement (3) Employee Engagement berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Enjoyable Employee Experience (4) Enjoyable Employee Experience
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja pegawai (5) Enjoyable
Employee Experience berpengaruh positif dan signifikan terhadap Need for
Achievement (6) Need for Achievement berpengaruh negatif namun tidak
signifikan terhadap kinerja pegawai (7) Enjoyable Employee Experience
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja pegawai yang dimoderasi
Leader Passionate Performance (8) WFC berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kinerja pegawai (9) WFC berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Kinerja Pegawai melalui Employee Engagement dan Enjoyable Employee
Experience (10) WFC berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Need
for Achievement melalui Enjoyable Employee Experience (11) WFC berpengaruh
negatif namun tidak signifikan terhadap Kinerja Pegawai melalui Need for
Achievement dan Enjoyable Employee Experience
ABSTRACT
One of the efforts to maintain and improve the performance of state-owned banks
is by improving marketing performance. This situation has made state-owned
banks make a policy that employees must be able to become marketing for all
banking products, sometimes even employees end up having multiple jobs. This
situation is often a source of conflict for marketing employees, especially women
marketing employees, where female marketing employees are incompatible in
carrying out their roles with the family. The purpose of this research is to build a
model of the performance of female marketing staff at state-owned banks, with the
role of a leader to minimize the occurrence of conflicts due to workloads that can
reduce the production of female marketing employees. This research was
conducted in four (4) state-owned banks in the city of Medan, with a sample of
215 employees. This research is descriptive with purposive sampling technique
and uses partial least square (PLS) software. The results of this study indicate (1)
WFC has a negative but not significant effect on Enjoyable Employee Experience
(2) WFC has a negative and significant impact on Employee Engagement (3)
Employee Engagement has a positive and significant effects on Enjoyable
Employee Experience (4) Enjoyable Employee Experience has a positive and
Significant on employee performance (5) Enjoyable Employee Experience has a
positive and significant effect on Need for Achievement (6) Need for Achievement
has a negative but insignificant impact on employee performance (7) Enjoyable
Employee Experience has a negative and significant effect on employee
performance moderated by Leader Passionate Performance (8) WFC has a
negative and significant effect on employee performance (9) WFC has a positive
and significant effect on Employee Performance through Employee Engagement
and Enjoyable Employee Experience (10) WFC has a positive but not significant
effects on Need for Achievement t through the Enjoyable Employee Experience
(11) WFC has a negative but insignificant effect on Employee Performance
through Need for Achievement and Enjoyable Employee Experience
ii
pada Bank BUMN di Kota Medan”. Penyusunan Disertasi ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program
menyadari bahwa dalam proses penulisan disertasi ini banyak mengalami kendala,
namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan pertolongan
Tuhan sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ramli, S.E., M.S, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
3. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, M.Si., selaku Ketua Program Studi Doktor Ilmu
4. Ibu Dr. Beby Karina F. Sembiring, M.M., selaku Sekretaris Program Studi
iii
Absah, S.E., M.Si dan bapak Dr. Parapat Gultom, MSIE, selaku Co. Promotor
dengan sabar, tulus dan ikhlas meluangkan waktunya, tenaga dan pikiran
6. Ibu Prof. Dr. Ritha Dalimunthe, selaku komisi pembanding yang telah
disertasi ini.
7. Prof. Dr. Djoko Setyadi, S.E., M.Sc, selaku komisi pembanding yang telah
8. Ayahanda tercinta St. Marcenius Sinurat (Alm) dan Ibunda tercinta Hotnida
memberikan doa, kasih sayang, perhatian dan motivasi; Ayahanda Mertua St.
9. Secara khusus, suami penulis Harrys Parlindungan Pospos atas ijin, motivasi,
perhatian serta doa yang tulus; Kedua anak-anak penulis Yockye Efrat
Alexsandro Pospos dan Ferdio Albert Torkis Pospos atas dukungan, doa dan
10. Kakak dan abang penulis Linda Sinurat, S.Pd dan kel, Ir. Jusman EU Sinurat
dan kel, Drg. Erika Sinurat (Alm) dan kel, Reni Sinurat, S.E., dan kel, Ernist
Sinurat, S.E dan kel, Ir. Marintan Sinurat, M.Si, Ir Belgrad Sinurat dan kel,
iv
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan Ilmu
12. Bishop Kristi Wilson Sinurat, S.Th, M.Pd Gereja Methodist Indonesia
MMA, Kepala Prodi Manajemen Bapak Robinhot Gultom, S.E, M.Si, serta
13. Para staf, pegawai, dan karyawan Program Studi Doktor Ilmu Manajemen
14. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Manajemen, Dr. Lailan
Tawila, Supriadi, S.E, M.Si, Afridayanti Surbakti, S.E, M.Si, Rasyid, S.E,
M.Si, Erry Mergery, S.E, M.Si, Zulfa, S,E, M.Si, Dr. Mareta Ginting, Dr.
Hardi Mulyono Surbakti, Dr. Syafrizal Helmi, Dr. Immanuel Ginting, S.E,
M.Si, Dr. Wan Suryani, yang telah banyak memberikan masukkan bagi
Bank BRI (khususnya Ibu Lenny Limbong), Pimpinan Bank BNI (khususnya
Bapak Guntur Pangaribuan, SE, Ak,. Pimpinan Bank BTN (khususnya Bapak
Edison Ginting dan Ibu Tri Arni), yang telah memberikan informasi yang
beserta Parhalado HKBP Padang Bulan, Ketua Yayasan SD dan SMP HKBP
Padang Bulan, Dr. Kuras Purba yang memberikan dukungan doa kepada
penulis.
17. Sahabat terkasih Riani Helionita Malau, S.E, Ak, Nettywati Limbong, S.E,
Ak,. M.Si, Ika Sukawaty, S.E, Ak, Fitri Yanti Sinaga, S.P, Yosephine
Sembiring, S.E, M.Si, Tiur Rajagukguk, S.E, M.Si untuk doa, motivasi dan
dukungannya.
18. Para responden yang telah meluangkan waktu untuk mengisi angket yang
diajukan peneliti.
19. Seluruh pihak yang terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu
pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatian kepada penulis, baik ketika
masa kuliah maupun saat penulisan disertasi. Dengan segala kekurangan dan
dan manfaat bagi para pembaca, sehingga dapat memperkaya khasanah penelitian-
penelitian sebelumnya dan dapat memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.
Penulis,
vi
vii
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................................... i
ABSTRACT ................................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... xiii
viii
ix
No Judul Halaman
xi
No Judul Halaman
Gambar 2.1 Grand Theory, Middle Theory dan Applied Theory ........................................... 19
Gambar 2.2 Atributes of Higher Levels of Performance ...................................................... 47
Gambar 2.3 Sintesa Variabel Leader Passionate Performance ............................................. 78
Gambar 2.4 Sintesa Variabel Enjoyable Employee Experience ............................................. 80
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian .................................................................... 109
Gambar 4.1 Indikator Kinerja Pegawai .............................................................................. 115
Gambar 4.2 Indikator Need For Achievement .................................................................... 116
Gambar 4.3 Indikator Leader PassionatePperformance .................................................... 117
Gambar 4.4 Indikator EnjoyableEmployee Experience ....................................................... 118
Gambar 4.5 Indikator Employee Engagement ................................................................... 119
Gambar 4.6 Indikator Work Family Conflict ...................................................................... 119
Gambar 5.1 Pendidikan - Usia ........................................................................................... 141
Gambar 5.2 Pendidikan –Lama Bekerja ............................................................................. 142
Gambar 5.3 Outer Model Penelitian .................................................................................. 178
Gambar 5.4 Model Struktural (Inner Model)...................................................................... 188
xii
Lampiran 1. Kuisioner
Lampiran 2. Uji Validitas dan Reliabilitas Kinerja Pegawai
Lampiran 3. Uji Validitas dan Reliabilitas Need For Achievement
Lampiran 4. Uji Validitas dan Reliabilitas Leader Passionate Performance
Lampiran 5. Uji Validitas dan Reliabilitas Enjoyable Employee Experiance
Lampiran 6. Uji Validitas dan Reliabilitas Employee Engagement
Lampiran 7. Uji Validitas dan Reliabilitas Work Family Conflict
Lampiran 8. Hasil PLS
xiii
PENDAHULUAN
bagaimana bisnis diatur dan dijalankan. Perubahan ini juga membawa dampak
digital telah mengubah organisasi dan model bisnis untuk menciptakan aliran
pendapatan baru, produk dan layanan baru. Hasil riset Delloit (2019) pada
kinerja Bank Badan Usaha Milik Negara di Indonesia saat ini (Otoritas Jasa
diakibatkan oleh pelbagai indikator, salah satu diantaranya adalah lesunya kinerja
pinjaman tahun 2018 yang berdampak pada tidak maksimalnya laba perseroan
(Direktur Utama BRI, 2018). Hal senada juga terjadi pada BNI yaitu meskipun
sepanjang 2019 perseroan masih mampu menyalurkan kredit yang cukup baik,
yakni Rp 556,77 triliun atau naik 8,58% dari Rp 512,78 triliun di tahun
BNI, 2018)
1
Universitas Sumatera Utara
2
yang disebabkan oleh menurunnya angka pertumbuhan kredit bank Mandiri dari
12,4% menjadi 10,79% (Direktur Utama Bank Mandiri, 2019). Sementara dari
2019 setidak-tidaknya sampai artikel ini ditulis hanya BTN. Namun jika dilihat
berdasarkan laporan keuangan BTN pada kuartal III-2019, agaknya bank spesialis
penyalur kredit perumahan ini akan memiliki performa paling suram (Otoritas
kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Stephan et al., (2016)
Pertama, SDM dapat membantu para pemimpin bisnis dan karyawan beralih ke
pola pikir digital, cara mengelola organisasi dengan bantuan digital, mengatur
Menurut Volini et al., (2017), pada 1960-an dan 1970-an, SDM fokus
layanan" dimana organisasi menangani kebutuhan individu dan mitra bisnis SDM
serta mengelola bakat karyawan. Pada 1990-an dan awal 2000-an, SDM
dirancang ulang lagi secara terintegrasi, disertai dengan penerapan sistem baru
Saat ini, fokus SDM telah bergeser ke arah membangun organisasi masa
kerja. Dengan demikian pekerjaan administratif dapat dilakukan lebih cepat, lebih
murah dan lebih mudah. Selain itu teknologi SDM membantu karyawan saling
terkoneksi satu sama lain serta merasakan rasa memiliki melalui hubungan pribadi
(Ulrich, 2019). Rasa saling memiliki di dalam organisasi akan sangat membantu
Perasaan positif membuat pegawai akan lebih senang didalam bekerja dan
kondisi yang serupa yakni menganalisis kondisi kesenangan di tempat kerja pada
menunjukkan bahwa efek kesenangan kerja di tempat kerja pada kepuasan kerja
Pegawai lebih puas dan senang bekerja ketika pegawai bisa menikmati
tugasnya dan ketika pegawai bekerja dalam kondisi menyenangkan. Oleh karena
karyawan dalam manajemen dan kepuasan kerja. Namun, dalam artikel yang sama
(Tews, 2014) menyatakan bahwa efek enjoyable ini akan menjadi buruk bagi
Mengacu kepada uraian tersebut ternyata bahwa efek enjoy bisa saja
memberikan dampak positif maupun negatif. Untuk itu peran pemimpin semakin
tugas yang kompleks, di sisi lain leader harus mampu membuat pegawai enjoy
Capaian kinerja pada era digital dimana bekerja dengan teknologi adalah
al., (2016), teknologi mensyaratkan tingkat kesiapan organisasi yang lebih tinggi
dalam bekerja sehingga evaluasi terhadap hasil kerja pegawai tidak dapat
dipandang hanya dari satu sisi. Evaluasi hasil tugas atau disebut dengan task
yang diusulkan oleh Campbell (1990), ada lima faktor yang mengacu pada kinerja
tugas (Campbell et al., 1996; Motowidlo & Schmit, 1999): yakni kemahiran
pegawai baik dalam konteks tugas, di luar tugas, komunikasi, pengawasan dan
komunikasi secara efektif dan memberi tahu orang lain (Borman & Brush, 1993).
perubahan pada sistem kinerja. Jika pada dekade lalu perusahaan terbiasa
karyawan dan melihatnya tumbuh dan berkontribusi dimasa mendatang. Saat ini,
siklus promosi terus menerus, serta memberi kesempatan kepada karyawan untuk
karyawan merasa diberdayakan dan punya rasa memiliki untuk pekerjaan mereka,
dan aspek hasil kinerja (Campbell, 1990; Campbell, et al, 1993; Kanfer, 1990;
Roe, 1999). Tidak setiap perilaku dimasukkan dalam konsep kinerja, tetapi hanya
perilaku yang relevan untuk tujuan organisasi yang dapat dimasukkan dalam
konsep ini: "Kinerja adalah apa yang telah dirancang organisasi untuk dilakukan,
dan dilakukan dengan baik" (Campbell et al., 1993). Dengan demikian, kinerja
tidak didefinisikan oleh tindakan itu sendiri tetapi oleh proses penilaian dan
evaluasi (Ilgen & Schneider, 1991; Motowidlo et al., 1997). Sebuah organisasi
bisnis akan berkinerja tinggi dan terus berkembang jika unsur utama yang ada di
dalam organisasi tersebut yaitu: manusia, juga berkinerja tinggi dan mau
mengembangkan diri. Untuk dapat bersaing secara lebih unggul, perusahaan tidak
produk yang hebat, layanan yang prima, teknologi yang canggih, maupun strategi
yang mumpuni, semua hal itu tidak akan terwujud dan terlaksana dengan baik
tanpa sumber daya manusia yang tepat sebagai pengelolanya. Sehebat apapun
Kekuatan dari adanya karyawan yang tepat pada suatu perusahaan adalah
bahwa mereka sama sekali tidak mudah ditiru. Sangat berbeda dengan produk,
jasa, teknologi, strategi, bahkan pasar yang dengan mudah dibuat imitasinya.
dengan baik karyawannya yang dinilai memiliki kinerja tinggi dan memperhatikan
lebih penting karena karyawan yang unggul tidak akan muncul, berkembang dan
bertahan dengan sendirinya. Hal yang sama juga dialami oleh bank, dimana
marketing. Shifting yang dilakukan oleh bank ini umumnya membuat banyak
Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki jumlah bank terbanyak
(115) dibandingkan negara tetangga yakni Thailand (30) dan Malaysia (19)
padahal rata-rata asset bank di Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan Malaysia
Indonesia ditemukan menurun drastis dari yang berjumlah 242.000 orang pada
tahun 2016, berkurang menjadi 22.000 orang lebih pada akhir 2018 dimana hal
tersebut sebagai dampak dari pesatnya perubahan teknologi, namun meski banyak
karyawan yang ada. Bukan hanya beban kerja, pegawai juga dituntut untuk
memberikan waktu kerja yang lebih banyak pada perusahaan. Tidak jarang
ditemukan banyak karyawan Bank yang bekerja diluar jam kerja, dan terpaksa
konflik dari peran ganda yang dijalankannya, dimana peran tersebut menjadi tidak
pria dan wanita, dimana kinerja umumnya diukur melalui tingkat absensi dan
inconclusive. Belum ada data pasti yang menunjukkan bahwa pria lebih baik
antara pria dan wanita adalah mengenai absensi. Wanita memiliki tingkat absensi
yang lebih tinggi karena biasanya wanita memiliki peran lebih besar ketimbang
pria dalam menjaga dan mengurusi anak-anak, orang tua yang renta, dan
pasangannya yang sakit, sehingga membuat wanita harus absen dari pekerjaan
dan membina keluarga, namun disisi lain, sebagai seorang karyawan yang baik
merasa sulit menuntut lembur ataupun menugaskan karyawan wanita yang telah
sikap kerja yang negatif misalnya kurang motivasi dalam bekerja, kurang
terhadap kinerja organisasi atau perusahaan secara keseluruhan. Ibu yang bekerja
kebutuhan keluarga memang sangat mulia, tetapi tetap harus diingat bahwa tugas
wanita lebih melihat perannya di keluarga sebagai bagian dari identitas sosial
mereka, jika dibandingkan dengan pria (Crouter, 2015). Ketika peran wanita di
tempat kerja semakin meningkat, harapan yang ditumpukan pada mereka dalam
memainkan peran di keluarganya tidaklah hilang (Crouter, 2015). Oleh karena itu,
dengan pria, karena pekerjaan dilihatnya lebih sebagai ancaman bagi peran sosial
sentralnya (Grandey et al., 2015). Wanita yang telah menikah memiliki potensi
yang lebih besar untuk menghadapi konflik kerja karena tuntutan peran ganda
Hampir semua bank memiliki pegawai wanita yang telah menikah, bahkan
terdapat bank yang pegawai wanitanya lebih banyak dari pegawai pria. Konflik
wanita. Tingkat konflik ini akan memberikan pengaruh terhadap komitmen dan
yang terkait bukan hanya pegawai yang bersangkutan saja namun juga
Hasil pra survey kepada 30 (tiga puluh) orang pegawai wanita di Bank
Dari Tabel 1.1 ditemukan bahwa separuh wanita yang bekerja di bank mengalami
work family conflict dan merasa kelelahan setelah pulang kerja sehingga, waktu
yang dihabiskan untuk berkumpul dengan keluarga menjadi lebih sedikit. Tidak
hanya itu saja, banyaknya tuntutan pekerjaan juga membuat wanita tidak memiliki
keluarga dan kondisi lingkungan kerja dapat memberikan pengaruh yang besar
terhadap stress kerja. Maka untuk mencegah hal ini terjadi dibutuhkan upaya
yang tinggi kepada perusahaan saat rekrutmen, bisa mengalami penurunan atau
bahkan kehilangan engagement. Hal ini dapat terjadi jika karyawan menghadapi
stress kerja dan tidak mendapatkan pengalaman yang menyenangkan saat bekerja.
Oleh karena itu, karyawan yang tingkat enjoyment nya tinggi akan mampu
kecelakaan kerja 48%, tingkat kecacatan produk 41%, dan terjadi peningkatan
pada: jumlah pelanggan sebesar 10%, produktivitas yang lebih tinggi (21%) dan
keuntungan 22%.
engagement yang tinggi merupakan hal yang sangat diinginkan oleh perusahaan.
Namun demikian, di tengah kondisi pasar yang sangat kompetitif dan dengan
Untuk mencapai tingkat engagement yang tinggi peran utama yang paling
penting dan tidak dapat diabaikan adalah Leader. Pimpinan tidak hanya
membuat lingkungan kerja yang kondusif, tetapi pimpinan harus melibatkan diri
secara aktif dalam proses tersebut atau dikenal dengan istilah “Leader passionate
performance (LPF)”.
kepemimpinan yang unggul. Selain itu, melalui LPF akan membantu pegawai
tinggi lagi guna meningkatkan kinerja pegawai. Kapabilitas yang tinggi dan
komitmen yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang sangat tinggi (Result
dengan motivasi diri untuk pencapaian atau motivasi prestasi karyawan umumnya
dianggap memiliki dampak penting pada kinerja dan kepuasan kerja karyawan
(Shantakumary, 2012).
kebijakan masa depan mempertimbangkan faktor penting ini dalam fase seleksi,
tidak ada keraguan bahwa bank akan menunjukkan produktivitas yang lebih besar.
kompensasi yang menarik, tetap saja karyawan tersebut rentan dibajak dan
yakni: Intelectual (Mind) Needs dan Emotional (Heart) Needs yang mana engaged
perhatian pada bidang ini. Namun beberapa bank pemerintah seperti BRI, BNI,
Mandiri dan BTN telah memiliki standar tersediri untuk meningkatkan kinerja
mudah tercapai.
oleh banyak faktor. Salah satu yang sering terjadi pada wanita yang telah menikah
adalah konflik keluarga yang disebabkan oleh pekerjaan itu sendiri. Konflik
keluarga seperti harus masuk kerja tepat waktu, menyelesaikan tugas harian atau
tentunya akan berakibat pada sikap kerja yang negatif dan berujung pada
senang di tempat kerja, sehingga pegawai akan memiliki tingkat kepuasan kerja
dan juga kinerja yang lebih tinggi (Karl dan Peluchette, 2006). Namun dalam
artikel Tews (2014) efek enjoyable berdampak buruk bagi kinerja pegawai. Efek
Mengacu kepada uraian tersebut bahwa enjoyable memiliki efek positif namun
menciptakan lingkungan yang kondusif saja. Peran penting LPF adalah memimpin
dasar pegawai yakni Intelectual (Mind) Needs dan Emotional (Heart) Needs yang
mana engaged mind akan membangun performance pegawai dan engaged hearts
Dalam hal ini pemimpin di bank sudah melakukan beberapa hal terkait
meningkat.
Experience?
Pegawai?
Achievement?
10. Apakah WFC berpengaruh terhadap Need for Achievement melalui Enjoyable
Employee Experience?
untuk menekan timbulnya konflik akibat beban kerja yang dapat menurunkan
divisi.
1. Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini menjadi bahan referensi jika peneliti
pengaruhnya bersifat negatif dan signifikan (Aras dan Karakiraz, 2013). Pada
penelitian ini kedua variabel tersebut yakni WFC dan employee engagement
bahwa konflik kerja-keluarga dapat berdampak pada sikap kerja negatif yang
pengalaman kerja yang menyenangkan. Namun disisi lain, terdapat pula hasil
lagi guna meningkatkan kinerja pegawai (Berens, 2013; Boman dan Deal,
kinerja.
KAJIAN PUSTAKA
Grand Theory, Middle Theory dan Applied Theory yang merupakan dasar
lahirnya teori-teori lain dalam berbagai level dan keadaan. Grand Theory karena
teori-teori ini berada pada level makro, Middle Theory merupakan teori yang
berada pada level mezo/menengah dimana fokus kajiannya makro dan mikro dan
begitu juga dengan Applied Theory merupakan teori yang berada di level mikro
10-11). Gambar 2.1 merupakan Grand Theory, Middle Theory dan Applied
Theory
"A Behavioral Theory of the Firm," yang berusaha untuk mengembangkan teori
oleh perusahaan bisnis (Cyert dan March, 1963 : 3). Kata "Behavioral" bukan
bagian dari pedoman mereka untuk membangun teori; tetapi agar teori
berorientasi pada proses pengambilan keputusan dan relevan secara empiris, teori
19
itu harus fokus pada perilaku pengambilan keputusan yang sebenarnya. Oleh
karena itu Cyert dan March mengusulkan teori perilaku perusahaan (BTOF)
pengambilan keputusan dan tidak terbukti relevan secara empiris untuk keputusan
makro. Tinjauan dan reformulasi modern telah terbagi antara upaya untuk
yang sesuai dengan pertumbuhan umum dan diversifikasi literatur perilaku, tetapi
juga mencatat bahwa teori perilaku memiliki dasar yang sama dalam gagasan
keputusan ( Gavetti et al, 2012). Dalam bidang manajemen, gagasan bahwa teori
harus dibangun di atas pengamatan proses pengambilan keputusan saat ini begitu
teori proses dan oleh karena itu gagal dalam bagian proses dari definisi, yang
berarti bahwa teori agensi atau kontrak, misalnya, bukanlah teori perilaku. Jika
sebuah teori sesuai dengan pengamatan empiris, mungkin sesuai dengan bagian
Beberapa teori yang diutarakan pada tingkat analisis yang sangat tinggi
juga tidak memiliki teori proses pengambilan keputusan yang jelas, atau mereka
akan konsisten dengan beberapa teori proses pengambilan keputusan, dan teori
semacam itu juga tidak berperilaku. Ekologi populasi tidak dimulai sebagai teori
perilaku, meskipun kami kemudian akan berpendapat bahwa itu telah menjadi
teori perilaku.
organisasi selalu menyiratkan fokus pada banyak orang, dan berpotensi beberapa
awal dari teori perilaku perusahaan menekankan hal ini melalui teori pencarian
problemistik yang dimulai secara lokal ke suatu masalah tetapi diperluas jika
pencarian tidak memiliki solusi lokal, bersama dengan teori koalisinya dalam
analisis meso. Meskipun perlakuan khusus dapat melintasi tingkat analisis dan
mikro atau tingkat makro, tingkat meso tidak dapat dihindari. Melalui
penekanannya pada proses yang dapat diamati, teori perilaku juga sangat
tepat dari suatu organisasi, sebagian besar definisi setuju bahwa organisasi adalah
yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Karakteristik utama lain dari organisasi
adalah bahwa mereka menunjukkan beberapa keabadian dari waktu ke waktu dan
tertanam dalam lingkungan eksternal, tetapi para ahli teori berbeda dalam hal
apakah mereka melihat karakteristik ini sebagai yang menentukan atau sesering
mungkin.
dalam teori perilaku organisasi agar menjadi teori yang lengkap. Meskipun
terdapat teori-teori saat ini yang menangani masalah tersebut dengan derajat yang
berbeda. Tulisan ini menunjukkan perspektif teoretis yang berfokus pada solusi
mereka.
usulnya langsung ke "Teori Perilaku Perusahaan" (Cyert dan Maret, 1963), dan
pembelajaran organisasi (Levitt dan Maret, 1988). Ada ulasan terbaru tentang
teori perilaku perusahaan (Gavetti et al. 2012) jadi penelitian ini ditinjau secara
singkat dan dengan penekanan pada kontribusi utama dan pekerjaan terbaru.
pengambilan keputusan manajerial sebagai fitur utama dari teori ini. Fitur utama
pembuat keputusan bergaya dalam teori perilaku perusahaan adalah fokus pada
variabel tujuan dan adaptasi tingkat aspirasi, dan verifikasi asumsi ini adalah fitur
relatif terhadap tingkat aspirasi bukanlah bagian dari rumusan asli teori, tetapi
sejak itu menjadi sentral dalam pekerjaan pengambilan keputusan individu (Maret
dan Shapira, 1992), sebagian sebagai hasilnya pemupukan silang ide dengan
psikologi seperti teori prospek. Fokus pada tujuan dalam teori perilaku perusahaan
organisasi.
Oleh karena perilaku berbeda sebagai akibat dari tujuan yang diperiksa
manajemen puncak dan pernyataan publik organisasi. Pekerjaan ini berkaitan erat
pengambilan keputusan.
Hal ini telah dikembangkan menjadi aliran penelitian tentang umpan balik kinerja,
tingkat aspirasi, yang pada gilirannya beradaptasi sebagai hasil dari perbandingan
Banyak dari pekerjaan ini berada pada tingkat analisis organisasi, dan ini
pulih dari kinerja yang buruk seperti masuk pasar, investasi, dan peluncuran
inovasi (Greve, 2003). Keputusan yang sama ini berisiko, jadi penelitian juga
aspirasi.
Sebuah wawasan penting dalam The Behavioral Theory of the Firm adalah
yang mereka peroleh tertanam dalam prosedur atau rutinitas operasi standar, yang
memengaruhi kinerja masa depan. Jadi, alih-alih setiap tindakan yang dilakukan
pelajaran dari masa lalu dan dengan demikian meningkatkan efisiensi di masa
mewakili gencatan senjata politik tentang bagaimana tugas harus dilakukan dalam
adalah sumber perubahan serta stabilitas (Feldman dan Pentland, 2003) dan telah
menemukan bahwa meskipun ada variasi yang cukup besar dalam tingkat
tepat dan belajar dari pengalaman dalam organisasi (Denrell dan Maret, 2001).
Kedua untaian penelitian ini telah terjalin sampai batas tertentu dengan
membantu kinerja organisasi. Menurut Levitt dan March (1988) bahwa tidak
hanya organisasi belajar dari pengalaman langsung mereka sendiri, mereka juga
belajar dari pengalaman organisasi lain. Bentuk pembelajaran yang terakhir ini
konsekuensi aturan perilaku yang ditemukan oleh penelitian empiris. Hal ini
lingkungan yang stabil atau berubah (March et al., 2000). Penemuan klasik
atau reaksi yang tepat terhadap umpan balik yang berisik, keduanya dapat
eksplorasi strategi baru dan eksploitasi strategi saat ini (Maret, 1991), argumen
yang sejak itu telah terbukti stabil di seluruh kerangka pemodelan (Denrell dan
Maret, 2001). Kesulitan dalam menemukan strategi atau struktur terbaik adalah
topik yang bertahan lama dalam tradisi pemodelan ini, dan banyak perlakuan
diterapkan dalam upaya menciptakan bisnis yang lebih efisien dalam mengubah
konstan menambah basis pengetahuan. Hal ini juga merupakan ilmu terapan,
dalam informasi tentang praktik yang efektif dalam satu organisasi. Perilaku
organisasi. Manajemen strategis "Makro" dan studi teori organisasi dan industri,
kondisi, (2) Untuk memahami mengapa orang berperilaku seperti mereka, (3)
disebagian dan beberapa aktivitas manusia di tempat kerja. (5) Untuk mengetahui
bagaimana orang bisa termotivasi dan diarahkan pada tanggung jawabnya untuk
(1) Keterbukaan dalam perilaku - yang menunjukkan langsung dan terbuka untuk
berbeda.
(3) Menampilkan pengakuan - Untuk individu dan tim yang berkontribusi pada
perusahaan keberhasilan.
(4) Mengikuti praktik etis - Dengan manajemen sesuai dengan standar perilaku
etis
harus menangani aspek internal dan eksternal dari perilaku organisasi. Organisasi
bergantung pada lingkungan internal untuk dua jenis masukan, yaitu sumber daya
alam karyawan yang merupakan masukan manusia dan masukan bukan manusia
asumsi ini, dan teori-teori yang mengikutinya, dapat dipandang sebagai suatu
organisme untuk bertindak (bukan hanya untuk menjadi reaktif) lingkungan dan
tersebut
"Apa ini?" Organisme selalu ingin tahu, dan ingin melihat efek dari tindakan
perabot, berolahraga, mengikis kayu, mendaki gunung, dan melakukan banyak hal
lain yang tidak ada ganjaran eksternal yang jelas atau berarti. Imbalannya melekat
perilaku tersebut.
Motivasi intrinsik adalah sumber energi yang menjadi pusat aktivitas sifat
psikodinamik.
memadai dan teori motivasi umum yang mencakup motivasi intrinsik serta jenis
motivasi lainnya.
dimotivasi secara intrinsik ke dalam teori penggerak Hullian dan teori naluri
Freudian terbukti tidak memadai. Seperti yang telah diramalkan Koch (1956),
fundamental. Pada tingkat fisiologis hal ini dilakukan dengan teori-teori gairah;
pada tingkat psikologis hal itu dilakukan oleh teori ketidaksesuaian dan teori yang
berfokus pada kebutuhan akan kompetensi dan penentuan nasib sendiri, atau
kompetensi dan penentuan nasib sendiri. Ini memberi energi pada berbagai
macam perilaku dan proses psikologis yang imbalan utamanya adalah pengalaman
pada defisit dasar dan tidak beroperasi secara siklis, yaitu, mendobrak kesadaran,
mendorong untuk dipuaskan, dan kemudian ketika puas, berdiam diri ke dalam
optimal.
Ketika orang bebas dari gangguan dorongan dan emosi, maka orang
kreativitas dan akal. Orang mencari tantangan yang cocok untuk menggabungkan
kompetensi dan penentuan nasib sendiri, oleh karena itu dapat melibatkan proses
Emosi secara integral terkait dengan motivasi intrinsik. Emosi minat memainkan
peran direktif penting dalam perilaku termotivasi intrinsik di mana orang secara
secara intrinsik. Imbalan ini tidak benar disebut penguatan, tentu saja, karena
tidak mengurangi defisit kebutuhan dasar (Hull, 1943) atau secara operasional
lokus kausalitas untuk perilaku mereka sebagai internal, dan dalam beberapa
hadiah. Ini telah menjadi dasar dari apa yang disebut freechoice ukuran motivasi
membingungkan.
reaksi afektif subjek. Misalnya, Ryan (1982) menemukan bahwa ketika subjek
terlibat egois dalam suatu aktivitas, ketika harga diri mereka bergantung pada
seseorang mengamati perasaan tertekan dan tegang, bahkan jika berperilaku tanpa
adanya imbalan "eksternal" yang jelas, orang mungkin curiga bahwa ada beberapa
dinamika motivasi lain yang terlibat, dan seseorang akan melihat lebih dalam
Kedua, terkadang kita melihat kualitas kinerja atau kinerja sebagai indikator
yang lebih besar (Amabile, 1983), fleksibilitas (McGraw & McCullers, 1979), dan
konsisten dikelompokkan baik pada 'sifat theoris' atau 'sifat kronologis’. Sebagai
berbasis alam sebagai Teori-Konten (Teori Hirarki Kebutuhan Maslow, teori Dua
Faktor Herzberg, Teori X dan Teori Y, ERG Alderfer teori, dan teori Kebutuhan
McClelland) dan teori Proses (Modifikasi Perilaku, Teori Evaluasi Kognitif, teori
Penentuan Sasaran, teori Penguatan Tujuan, teori Harapan, dan teori Ekuitas).
berdasarkan alam dan sejarah yang ditulis pada tulisan pertamanya. Lain halnya
tunggal dan mengkategorikan teori kepuasan kerja ke dalam Teori Awal (Hierarki
kebutuhan, Teori X & Y, Teori Dua Faktor) dan teori Kontemporer (teori
Harapan). Saat ini konten dan teori proses telah menjadi penjelasan yang kuat
Teori Konten didasarkan pada apa yang memotivasi orang di tempat kerja
mereka oleh individu untuk mendapatkan kepuasan dan dengan demikian pegawai
bekerja secara efektif (Luthans, 2005: 240). Hampir semua peneliti telah
sekunder, dan tinggi, yang harus dipenuhi setiap kali pekerja diharuskan
Ada beberapa teori yang memandu para manajer dalam memahami "apa
bahwa teori hierarki kebutuhan Maslow adalah teori motivasi pertama yang benar-
benar meletakkan dasar bagi 'teori kepuasan kerja'. Teori ini berfungsi sebagai
dasar yang baik dari mana peneliti awal dapat mengembangkan teori kepuasan
dua pertanyaan: a. kapan Anda merasa sangat baik tentang pekerjaan Anda - apa
yang membuat Anda bersemangat? dan b. kapan Anda merasa sangat buruk
tentang pekerjaan Anda - apa yang membuat Anda tidak senang? (Luthans, 2005).
pekerjaan dan bahwa pemuas kerja (faktor Kebersihan) terkait dengan konteks
pekerjaan.
pengawas, dan kondisi kerja (Herzberg et al., 1959). Teori ini telah diakui sebagai
model yang paling berguna untuk mempelajari kepuasan kerja (Kim, 2004).
1. Teori X Asumsi
2. Teori Y Asumsi
a. Upaya fisik dan mental dalam bekerja sama wajarnya dengan bermain dan
beristirahat.
d. Rata-rata manusia belajar, dalam kondisi yang tepat, tidak hanya untuk
Koontz, 1999).
dorongan kuat untuk berhasil. Mereka berjuang untuk pencapaian pribadi daripada
sesuatu yang lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan
sebelumnya sehingga mereka lebih suka pekerjaan yang menantang - ini adalah
orang-orang yang berprestasi tinggi (Shajahan & Shajahan, 2004). Teori ini
menekankan pada motif pencapaian yang juga dikenal sebagai 'teori prestasi'
namun model ini mencakup tiga kebutuhan atau motif yang saling terkait:
2004). Ini mengacu pada keinginan untuk memiliki dampak, untuk menjadi
(Shajahan & Shajahan, 2004: 95). Orang dengan afiliasi tinggi lebih suka
Tidak seperti Maslow dan Herzberg, teori ini membantah bahwa kebutuhan
tingkat yang lebih rendah harus dipenuhi sebelum kebutuhan tingkat yang lebih
motivasi terjadi? 'Konsep 'harapan' dari 'teori kognitif' memainkan peran dominan
dalam proses teori kepuasan kerja (Luthans, 2005: 246). Dengan demikian, teori
diterima secara kognitif (Perry et al., 2006). Sejumlah teori berorientasi proses
telah disarankan. Beberapa teori ini telah menarik perhatian para peneliti yang
sebagai berikut:
Teori ekuitas mengatakan bahwa karyawan menimbang input mereka dan hasil
rasio input-hasil dari orang. Jika mereka menganggap rasio mereka sama
dengan rasio orang lain yang relevan maka terjadilah ekuitas (Robbins, 2005).
hal-hal untuk mencapai tujuan jika mereka percaya tujuan itu memiliki nilai
dan jika orang tersebut juga dapat melihat peluang (probabilitas) untuk
mencapai tujuan tersebut. (Weihrich dan Koontz, 1999). Teori Vroom dicirikan
adalah kekuatan preferensi individu (nilai, insentif, sikap dan utilitas yang
bahwa upaya tertentu akan mengarah pada hasil tertentu pula di tahap awal.
Sedangkan instrumentalitas adalah sejauh mana hasil dari tahap awal akan
akan termotivasi (kekuatan atau upaya motivasi) menuju kinerja yang unggul
(Luthans, 2005).
'kemampuan dan sifat' dan 'persepsi peran.' Demikian pula, 'kepuasan' tidak
saling terkait, misalnya, usaha yang berasal dari "peluang usaha-reward yang
Pada akhir 1960-an, Edwin Locke berpendapat bahwa niat dinyatakan sebagai
tujuan dapat menjadi sumber utama motivasi dan kepuasan kerja (Shajahan dan
tujuan yang spesifik dan menantang dengan umpan balik, sebagai kekuatan
yang memotivasi (Robbins, 2005: 54). Teori penetapan tujuan adalah satu-
satunya teori motivasi karyawan yang paling banyak diteliti dan dominan
(Perry et al., 2006). Teori tujuan mengusulkan bahwa tujuan yang sulit
mendorong bertahan dan bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan. Teori
kesulitan suatu tujuan dan kemampuan untuk mencapai tujuan (Moynihan dan
Pandey, 2007).
Hackman dan Oldham (1980) perumusan asli dari teori karakteristik pekerjaan
pada kepuasan kerja yang lebih besar. Teori ini memberi kejelasan peran yang
lebih besar akan menciptakan karyawan yang lebih puas, lebih berkomitmen,
dan lebih terlibat dalam pekerjaan mereka (Moynihan dan Pandey, 2007).
konsep dasar untuk membentuk kerangka kerja yang dapat digunakan untuk
menjadi individu atau sekelompok orang yang terlibat dalam upaya kolaboratif.
Tingkat kinerja saat ini tergantung secara holistik pada 6 komponen: (1). konteks,
(2). tingkat pengetahuan, (3). tingkat keterampilan, (4). tingkat identitas, (5).
faktor pribadi, (6) dan faktor tetap. Tiga aksioma diusulkan untuk peningkatan
kinerja yang efektif. Aksioma ini melibatkan pola pikir, lingkungan dan
Perspektif Sosioanalitik
hasil ini merupakan cara yang diterapkan Ilmu Psikologi dalam memandang
kepribadian sebagai bagian dari faktor kinerja (Guion & Gottier, 1965; Locke &
Hulin, 1962), namun masih belum ada kesepakatan teoritis tentang temuan
tersebut.
terhadap kinerja ke dalam beberapa tema yaitu: (a) bergaul dan maju, dan (b) Big-
Five kategori terhadap konten kepribadian. Korelasi antara ukuran kriteria dan
interpersonal (Carson, 1969; Leary, 1957; Sullivan, 1953; Wiggins, 1979), dan
Teori ini didasarkan pada dua generalisasi yang relevan dengan perilaku
organisasi yaitu: orang selalu hidup (bekerja) dalam kelompok dan kelompok
selalu terstruktur dalam hal hierarki status. Generalisasi ini menunjukkan adanya
dua pola motif yang diterjemahkan ke dalam perilaku yang dirancang untuk
“bergaul” dengan anggota kelompok lainnya dan untuk “maju” atau mencapai
status terhadap anggota kelompok lain. Bergaul dan maju adalah tema-tema akrab
dalam psikologi kepribadian (Adler, 1939; Bakan, 1966; Rank, 1945; Wiggins &
Trapnell, 1996).
Hal ini dibenarkan dalam istilah Darwinian: orang-orang yang tidak dapat
bergaul dengan orang lain dan yang tidak memiliki status dan kekuasaan telah
adalah identitas seseorang, yang didefinisikan dalam hal strategi yang digunakan
sosial individu.
membantu, banyak bicara, kompetitif, tenang, ingin tahu dan sebagainya. Reputasi
untuk mencapai penerimaan dan status dan bagaimana upaya tersebut dievaluasi
identitasnya.
Goldberg (1993). Faktor-faktor ini adalah taksonomi dari reputasi (Digman, 1990;
John, 1990; Saucier & Goldberg, 1996), dan diberi label sebagai berikut: Faktor I,
Pengalaman (John, 1990). Karena reputasi adalah indeks kasar dari jumlah
penerimaan dan status yang dinikmati seseorang (Foa & Foa, 1974, 1980;
Wiggins, 1979), dan karena reputasi dikodekan dalam istilah Big Five (Saucier &
Goldberg, 1996), maka faktor Lima Besar juga merupakan evaluasi penerimaan
mengatur model Big-Five; dua faktor ini yaitu (1) Kepentingan sosial versus
(2) Kehidupan kerja (Motowidlo, Borman, & Schmit, 1997) yang diorganisasikan
sesuai dengan agenda dan peran - apa yang akan dilakukan dan siapa yang akan
melakukannya.
Untuk bergaul, orang harus bersikap kooperatif dan tampak patuh, ramah,
dan positif. Ketika sukses, mereka dievaluasi oleh orang lain sebagai bagian dari
tim yang baik, warga organisasi, dan penyedia layanan (Mount, Barrick, &
Stewart, 1998; Moon, 2001). Disisi lain, untuk maju orang harus mengambil
inisiatif, mencari tanggung jawab, bersaing dan berusaha diakui. Ketika sukses
untuk menilai perbedaan individu dalam kinerja di tempat kerja. Orang mencari
upaya ini. Perbedaan individu dalam kriteria kinerja dapat diatur dalam hal tema
bergaul dan maju. Faktor Big Five juga dapat diartikan sebagai upaya untuk
mendapatkan persetujuan dan status (Digman, 1997; Wiggins & Trapnell, 1996).
diperlukan untuk memprediksi dan memahami perilaku kerja. Menurut Hough and
Ones (2001) memberikan ulasan terperinci dari debat ini, dan mereka membuat
poin-poin berikut. Analisis Tupes dan Christal (1961) tentang peringkat sifat
ketahanan dan generalisasi dari lima faktor di berbagai jenis penilaian, sumber
faktor Big-Five sebagai taksonomi yang tidak lengkap dan menyarankan bahwa
Tellegen dan Waller (1987), Hogan dan Hogan (1995), Hough (1997), dan
antaranya sesuai dengan Big Five dan dua faktor tambahan. Saucier dan Goldberg
kriteria baru untuk menilai kecukupan model struktural untuk atribut kepribadian.
Multidimensi
Metaconcepts dari getting along dan getting ahead adalah laten dalam
kinerja dalam pekerjaan entry level di Angkatan Darat A.S. dapat dievaluasi
McCloy, Oppler dan Sager (1993) kemudian memperluas taksonomi ini menjadi
model umum kinerja pekerjaan yang terdiri dari delapan faktor untuk kemahiran
dengan bergaul dengan orang lain. Demikian pula Hunt (1996) mengusulkan
organisasi, dan perilaku pro-sosial. Tiga dimensi ini adalah indeks untuk bergaul
di tempat kerja. Akhirnya, Tett, Guterman, Bleier dan Murphy (2000) mensintesis
Inspeksi dimensi ini menunjukkan adanya faktor struktur dan pertimbangan yang
dalam perjalanan diberi label sebagai "tingkat kinerja." Setiap level mencirikan
orang dan sumber daya secara lebih efektif dan untuk mendapatkan hasil
keterampilan, dan lebih banyak koneksi dengan disiplin untuk kelas yang lebih
besar sambil menghabiskan lebih sedikit waktu untuk melakukan hal ini.
menghasilkan dampak yang lebih dalam dan lebih bermakna pada audiens.
1. Peningkatan kualitas — hasil atau produk lebih efektif dalam memenuhi atau
menghasilkan efisiensi.
output.
Kinerja suatu sistem tergantung pada komponen sistem dan pada interaksi
diubah, faktor lain dapat dipengaruhi oleh pemain atau oleh orang lain. Faktor-
Tabel 2.2
Components that Holistically Interact to Establish Level of Performance
Component Description Exemplars Classification
Rules
Level of Identity As individuals A student uses associated with
mature in a disciplinary slang to maturation in a
discipline, they take describe engineering discipline or culture
on the shared design activities. associated with
identity of the A teacher examines his maturation in life
professional performance through internalized by
community while the lens of student person or
elevating their own learning. organization—the
uniqueness. As an individual or
organization A college dean holds
herself accountable organization takes
matures, it on the shared
develops it mission, for her leadership.
A research team identity
its way doing
business, and its evolves its identity as
uniqueness a performance
organization.
Level of Skills Skills describe making assumptions describe an action
specific actions persisting action is relevant in
that are used by being humble a broad range of
individuals, groups, setting goals performance
or organizations in observing contexts
multiple types of
performances.
dan aspek hasil kinerja (Campbell, 1990; Campbell, McCloy, Oppler, dan Sager,
1993; Kanfer, 1990; Roe, 1999). Tidak setiap perilaku dimasukkan dalam konsep
kinerja, tetapi hanya perilaku yang relevan untuk tujuan organisasi yang dapat
dimasukkan dalam konsep ini: "Kinerja adalah apa yang telah dirancang
organisasi untuk dilakukan, dan dilakukan dengan baik" (Campbell et al., 1993).
tetapi oleh proses penilaian dan evaluasi (Ilgen & Schneider, 1991; Motowidlo,
Borman, dan Schmit, 1997). Selain itu kinerja merupakan tindakan yang dapat
diskalakan dan diukur (Campbell et al., 1993), sedangkan aspek hasil mengacu
pada konsekuensi atau hasil dari perilaku individu. Aspek hasil kinerja juga
dan Motowidlo (1993) membedakan antara tugas dan kinerja kontekstual. Kinerja
melakukan kegiatan yang berkontribusi pada 'inti teknis' organisasi. Kontribusi ini
dapat bersifat langsung (mis,. dalam kasus pekerja produksi), atau tidak langsung
A. Kinerja Kontekstual
inti teknis organisasi tetapi yang mendukung lingkungan organisasi, sosial, dan
hanya perilaku seperti membantu rekan kerja atau menjadi anggota organisasi
yang dapat diandalkan, tetapi juga membuat saran tentang cara meningkatkan
prosedur kerja.
Tiga asumsi dasar dikaitkan dengan diferensiasi antara tugas dan kinerja
B. Kinerja tugas
komponen kinerja yang diusulkan oleh Campbell (1990), ada lima faktor yang
mengacu pada kinerja tugas (Campbell, Gasser, & Oswald, 1996; Motowidlo &
5. Manajemen / administrasi.
Masing-masing faktor ini terdiri dari sejumlah subfaktor yang mungkin berbeda
balik
4. Komunikasi secara efektif dan memberi tahu orang lain (Borman & Brush,
1993).
spesifik dari kinerja tugas. Sebagai contoh inovasi dan perilaku yang berorientasi
layanan pelanggan (Anderson & King, 1993; Bowen dan Waldman, 1999).
Secara umum seseorang dapat membedakan antara dua jenis kinerja kontekstual:
yakni (1) kinerja sebagai konsep yang dinamis yang mana perilaku yang bertujuan
terutama pada kelancaran fungsi organisasi dan perilaku proaktif yang bertujuan
(mis., membantu rekan kerja, melindungi organisasi, George & Brief, 1992) dan
perilaku organisasi prososial (Brief dan Motowidlo, 1986). (2) Perilaku yang lebih
proaktif termasuk inisiatif pribadi (Frese, Fay, Hilburger, Leng, & Tag, 1997;
Frese, Garst, dan Fay, 2000; Frese, Kring, Soose, & Zempel, 1996), suara (Van
Dyne & LePine, 1998), mengambil alih (Morrison & Phelps, 1999). Dengan
demikian, kinerja kontekstual bukanlah satu set perilaku yang serupa, tetapi hal itu
Tugas dan kinerja kontekstual dapat dengan mudah dibedakan pada tingkat
konseptual. Kedua konsep ini juga dapat dipisahkan secara empiris (mis.,
Morrison & Phelps, 1999; Motowidlo & Van Scotter, 1994; Van Scotter &
Motowidlo, 1996; Williams & Anderson, 1991). Selain itu kinerja tugas dan
Wingate, 1998; Motowidlo & Van Scotter, 1994). Namun, aspek spesifik dari
kinerja kontekstual seperti inisiatif pribadi telah terbukti diprediksi baik oleh
dan perubahan jangka panjang lainnya dan (2) perubahan sementara dalam
Waldman, & McDaniel, 1990; McDaniel, Schmidt, & Hunter, 1988; Qui˜nones,
Ford, & Teachout, 1995). Selain itu, proses yang mendasari perubahan kinerja
pemeliharaan. Tahap transisi terjadi ketika individu baru dalam suatu pekerjaan
dan ketika tugas itu baru. Tahap pemeliharaan terjadi ketika pengetahuan dan
dan faktor disposisi (motivasi, minat, nilai) meningkat dalam relevansi. Perubahan
kinerja dari waktu ke waktu tidak berubah-ubah antar individu. Ada bukti empiris
intra-individu (Hofmann, Jacobs, & Gerras, 1992; Ployhard & Hakel, 1998;
yang seragam dari waktu ke waktu. Selain itu, ada variabilitas jangka pendek
Perubahan ini mungkin disebabkan oleh jam kerja yang panjang, gangguan
ritme, atau paparan stres dan dapat menyebabkan kelelahan atau penurunan
aktivitas. Namun, status ini tidak serta merta mengakibatkan penurunan kinerja.
ke strategi yang berbeda atau dengan meningkatkan usaha (Hockey, 1997; Van
kinerja. Pada level paling umum seseorang dapat membedakan antara tiga
kinerja,
Perspektif ini tidak saling terkait tetapi mendekati fenomena kinerja dari
sudut yang berbeda yang saling melengkapi. Pada bagian ini, terdapat tiga
perspektif dan pertanyaan inti ini untuk dibahas oleh masing-masing perspektif
secara rinci. Ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa motivasi sangat
penting untuk kinerja. Konstruksi motivasi yang terkait dengan kinerja dapat
dan sebagian lagi di bawah peraturan perspektif kinerja (mis., penetapan tujuan).
dan aspek hasil kinerja (Campbell, 1990; Campbell, McCloy, Oppler, dan Sager,
1993; Kanfer, 1990; Roe, 1999). Tidak setiap perilaku dimasukkan dalam konsep
kinerja, tetapi hanya perilaku yang relevan untuk tujuan organisasi yang dapat
dimasukkan dalam konsep ini: "Kinerja adalah apa yang telah dirancang
organisasi untuk dilakukan, dan dilakukan dengan baik" (Campbell et al., 1993).
tetapi oleh proses penilaian dan evaluasi (Ilgen & Schneider, 1991; Motowidlo,
Borman, dan Schmit, 1997). Selain itu kinerja merupakan tindakan yang dapat
diskalakan dan diukur (Campbell et al., 1993), sedangkan aspek hasil mengacu
pada konsekuensi atau hasil dari perilaku individu. Aspek hasil kinerja juga
menyajikan gambaran posisi yang disebut dengan Teori Peristiwa Afektif atau
AET. Tinjauan ini akan menyoroti beberapa elemen AET yang lebih penting,
kepuasan kerja.
Afektif dengan teori tradisional, titik tolak pertama adalah bahwa Teori Peristiwa
Afektif berfokus pada struktur, sebab, dan konsekuensi dari pengalaman afektif di
tempat kerja. Dimana, kepuasan adalah penilaian evaluatif yang dibuat tentang
pekerjaan seseorang.
faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, Teori Peristiwa Afektif berfokus pada
pengalaman afektif, sebagai sebuah teori yang mengimbangi teori lain secara
eksklusif yang berfokus pada proses penilaian. Namun, di sini pengalaman afektif
adalah fenomena yang lebih sentral dari minat dengan kepuasan kerja sebagai
afektif. Banyak hal terjadi pada orang-orang dalam lingkungan kerja dan orang-
orang sering bereaksi secara emosional terhadap peristiwa ini. Pengalaman afektif
ini memiliki pengaruh langsung pada perilaku dan sikap dan sifat dari efek ini
belum dieksplorasi. Tulisan ini tidak mengabaikan relevansi fitur tetapi secara
peristiwa afektif (atau ingatan atau imajinasi peristiwa afektif) lebih atau kurang
mungkin.
penting saat memeriksa pengaruh dan kepuasan. Penelitian tentang suasana hati
dan emosi dengan jelas menunjukkan bahwa tingkat pengaruh berfluktuasi dari
waktu ke waktu dan bahwa pola fluktuasi ini sebagian besar dapat diprediksi.
Tulisan ini mengusulkan bahwa pola reaksi afektif ini memengaruhi perasaan
kerja.
pengukuran tidak dianggap penting secara teoritis. Dalam pendekatan seperti itu,
kepuasan, serta indeks prediktor dan konsekuensi (kinerja, misalnya) dinilai pada
titik waktu tertentu. Mengabaikan waktu konsisten dengan posisi teoritis yang
berfokus pada efek fitur lingkungan karena fitur tersebut dianggap relatif stabil.
sikap. Artinya, pekerjaan adalah objek dan dimensinya adalah fitur-fitur seperti
gaji atau pengawasan. AET menyadari bahwa pengaruh itu sendiri bersifat
bisa merasa marah, frustrasi, bangga atau gembira dan reaksi yang berbeda ini
dalam bahasa Inggris dimulai sejak tahun 1300 dan kata 'kepemimpinan' tidak
pernah muncul sampai paruh pertama abad ke-19. Selain itu, Bass (1990)
menegaskan bahwa hingga saat ini tidak terungkap ‘kepemimpinan’ dalam bahasa
modern lainnya. Selama berabad-abad orang telah mencari arah, tujuan, dan
mengembangkan tujuan, arah, imajinasi, dan hasrat, khususnya di saat krisis atau
inspirasi, dan jalan yang akan membawa mereka ke tempat yang lebih diinginkan
kualitas total, persaingan global, kemajuan teknologi, keragaman, dan aliansi baru
dihadapi oleh sebagian besar tenaga kerja, administrator, manajer, dan eksekutif.
membuat perubahan bertahap atau linier tiba-tiba menyadari bahwa mereka telah
tergelincir ke belakang atau mengarah ke sasaran / arah yang salah. Hyden (1994)
menyatakan tidak ada cukup pemimpin tetapi terlalu banyak manajer di sana.
memperkuat model organisasi baru untuk masa depan. Organisasi birokrasi dinilai
stimulasi intelektual.
bahwa ada perbedaan yang signifikan antara istilah, 'pemimpin' dan 'manajer.
spiritual dari pekerjaan, karena memiliki pengikut yang sangat percaya pada
Namun, manajer menangani tugas rutin seperti alokasi peran, tugas dan
puas, hampir tidak ada kebutuhan untuk kepemimpinan.Tetapi ketika daya tahan
(English, 1992).
tambahan dan membuat jadwal untuk mencapai hasil tersebut (Carlson, 1996).
melalui orang-orang untuk mencapai tujuan tetapi tidak pada tujuan organisasi.
menjadi meluas pada akhir 1960-an hingga awal 1980-an. Ini menunjukkan bahwa
gaya tertentu cocok dalam beberapa keadaan sedangkan yang lain tidak. Namun,
istilah yang digunakan oleh sosiolog Max Weber untuk mendefinisikan pemimpin
manajer dan karyawan adalah saling percaya dan ditandai oleh empat faktor:
jelas, teknologi yang kuat dan otoritas yang stabil, namun kerangka sumber daya
manusia akan bekerja dalam organisasi di mana semangat dan motivasi karyawan
rendah. Kerangka politik akan menonjol di mana sumber daya langka, konflik dan
keragaman tinggi. Kerangka simbolis akan menjadi sangat penting di mana tujuan
filosofi telah dikembangkan. Ada beberapa deskripsi tentang apa itu dan dalam
keadaan apa mengungkapkan dirinya sendiri. Seperti yang didefinisikan oleh Tead
tujuan bersama yang diinginkan. Seperti yang dapat disimpulkan dari pernyataan
memimpin dan mereka yang mengikuti. Pemimpin tidak bisa hidup tanpa
kepemimpinan yang tertanam dalam bisnis dan industri. Selanjutnya akan fokus
kecerdasan, elemen lain seperti urutan kelahiran, status, dan orang tua liberal
ini menempati studi tentang kepemimpinan hingga tahun 1950-an. Hak ini
mencoba untuk menggambarkan ciri fisik atau psikologis yang berbeda dari
dalam Hoy dan Miskel, 1991) menyatakan bahwa '' dari saat lahir, beberapa
Untuk mencapai hal tersebut, variabel-variabel tertentu berinteraksi satu sama lain
berhasil antara pemimpin dan kinerja dan kepuasan kelompok adalah 'bergantung'
ditingkatkan, kita harus mengatasi tidak hanya dengan gaya pemimpin tetapi juga
situasi dengan pemimpin. Dimana Fiedler (1961) juga menyatakan bahwa ciri-ciri
kepemimpinan, jika ada, akan terpapar pada banyak pengaruh luar. Oleh karena
atribut kepribadian yang konsisten dan terukur yang memisahkan pemimpin yang
efektif dari yang tidak efektif. Namun, perilaku yang terkait dengan sifat-sifat ini
hanya akan terungkap dalam kondisi yang sesuai. Fiedler juga mengembangkan
instrumen pembeda semantik di mana pemimpin menilai rekan kerja yang paling
tidak dia kerjakan dengan baik. Pemimpin yang menilai rekan kerja mereka yang
'hubungan termotivasi' dan mereka yang menilai rekan kerja mereka yang paling
tidak disukai secara negatif dan tidak disukai didefinisikan sebagai 'tugas
Work family conflict (WFC) berasal dari studi konflik peran (Zaiton et al,
2010), maka WFC dapat didefinisikan berdasarkan teori peran sebagai: '' bentuk
konflik antar peran, dimana tuntutan pekerjaan dan peran keluarga tidak
kompatibel (Greenhaus dan Beutell, 1985) dalam beberapa hal, sehingga terjadi
ketimpangan antar peran tersebut. Artinya, terdapat dominasi antar peran yaitu
tersebut dalam keluarganya. Tanggung jawab di tempat kerja dan dalam keluarga
jelas penting bagi sebagian besar individu; Namun, ketika diambil bersama-sama,
al., 1997).
bersifat dua arah. Konflik dapat timbul dari domain: konflik kerja-ke-keluarga
(WFC) atau konflik keluarga-ke-kerja (FWC) (Stoeva et al., 2002). WFC juga
dapat dilihat dari perspektif sumber daya dan permintaan (Voydanoff, 2005) yakni
WFC adalah evaluasi kognitif sumber daya dan tuntutan pekerjaan dan keluarga
(Family inference work/FIW), dengan anteseden dan hasil yang berbeda (Frone et
al., 1997, Gutek dan Searle, 1991). Meskipun dua konflik yang berbeda ini saling
kerja (Kinnunen et al., 2003). Hal tersebut juga sejalan dengan penelitian lainnya
yang menyatakan bahwa dibandingkan dengan FIW, WIF lebih umum dan
memiliki dampak yang lebih besar pada dua hal yakni pekerjaan dan keluarga
Menurut (Dawn et al., 1995) dan (Nicholas, 2014 ) Work family conflict
(WFC) terdiri atas konflik dalam keluarga dan konflik dalam pekerjaan. WFC
konflik tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni: jumlah waktu yang
dihabiskan di tempat kerja, jumlah waktu yang dihabiskan untuk keluarga, faktor
demografi seperti: identitas diri di tempat kerja, identitas diri dalam keluarga dan
identitas sosial.
Pendapat lain dari (Neill, 2010) menyatakan bahwa work family (WF)
manajerial, dan iklim kerja) dan moderator individual yang terdiri atas dimensi
masalah dan stres dari tempat mereka bekerja ke rumah, sehingga hal tersebut
pekerjaan individu.
Hal tersebut akan berpengaruh terhadap cara seseorang dalam mensitesis perannya
menjadi tiga bagian, yaitu berdasarkan waktu, ketegangan dan perilaku (Carlson
et al., 2000). Salah satu variabel demografi yang menimbulkan terjadinya WFC
adalah gender. Perbedaan gender (Ellen et al, 1999; Cardoso, 2008; Adriana et al.,
2014), marital status, kategori pekerjaan, dan kategori pendidikan (Tri et al.,
2015).
tidak mandiri, jam kerja yang lebih lama, dan ketidakmampuan melakukan
pemisahan peran individu sebagai pekerja dan peran individu sebagai keluarga
akan turut meningkatkan terjadinya WFC. Menurut Pleck (1977) bahwa laki-laki
Namun beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa WFC dan FWC lebih
kuat untuk wanita dibandingkan dengan pria (Frone, 2003; Frone et al., 1992;
Williams dan Alliger, 1994). Alasan tersebut juga didukung oleh Idris et al, 2010)
FWC dan WFC adalah karena pria merasa kurang bersalah daripada wanita
sehingga konflik yang dialami pria tidak banyak mempengaruhi kehidupan sosial
mereka.
akan mengalami tingkat stres yang lebih tinggi daripada pasangan yang salah
satunya tidak bekerja. Work family conflict (WFC), konflik peran dan ambiguitas
peran akan lebih besar terjadi diantara pasangan yang sama-sama bekerja daripada
Hal lainnya yang menimbulkan WFC menurut Sue (2004) yakni ada
ranah akademik dan praktisi. Teori yang menjelaskan tentang engagement adalah
Teori Lewin, 1952. Di dalam Buku Pegangan, dan di dalam literatur yang lebih
tersebut adalah :
1989);
2. teori penentuan nasib sendiri/self determination theory (SDT) (Deci & Ryan,
1985);
Oldham, 1980);
kewajiban, bersikap pro sosial dan berperilaku engage. Ada berbagai cara dimana
kemunculan employee engagement. Seperti misalnya teori COR, dimana teori ini
sumber daya dan mengapa mereka dapat bekerja lebih efektif ketika mereka
memiliki akses ke berbagai sumber daya individu dan pekerjaan. Sedangkan teori
engage.
Secara teoritis teori yang paling banyak dan paling sering digunakan
adalah teori Model JD-R. Teori ini menunjukkan bagaimana sumber daya
pekerjaan (misalnya, otonomi, umpan balik, dukungan) dan sumber daya individu
tentu saja adalah bahwa banyak dari peneliti memiliki pemahaman yang berbeda
Perbedaan ini membuat sulit bagi para peneliti untuk sepakat tentang cara
berdasarkan faktor internal baik secara sadar maupun tidak sadar (Kahn, 1990).
kondisi yang stabil pekerja termotivasi karena faktor penghargaan eksternal dan
faktor intrinsik, dan hal ini akan berujung pada motivasi untuk tetap bekerja atau
tidak (Hackman & Oldham, 1980). Namun studi engagement menyatakan bahwa
karyawan membuat pilihan tentang berapa banyak dari diri mereka yang
sebenarnya mereka bawa ke dalam peran mereka dalam bekerja (Kahn, 1992).
seberapa besar karyawan mau berperan dalam organisasinya dengan emosi yang
Jika pertanda terlihat buruk, mereka akan melepaskan diri. Mereka akan
melakukan ini secara instan, tanpa pemberitahuan dan hal ini merupakan tingkatan
seperti struktur, proses dan menciptakan pola interaksi baru dengan dan diantara
karyawan. Para pemimpin harus membuat forum yang terjamin kerahasiaan dan
mereka bekerja melalui dan dengan bantuan luar, mengimplikasi dari apa yang
mereka dengar, dan pemimpin harus mencari tahu apa yang harus dilakukan
tentang hal itu. Dalam kondisi dimana engagement karyawan terbukti sangat
tangguh maka karyawan memiliki keinginan untuk engage. Hal itu dapat terjadi
siapa yang mereka inginkan, dan diberi kesempatan di tempat kerja dan mereka
daya pikat. Ada empat alternatif daya tarik yang mampu memikat karyawan yaitu:
berkinerja tinggi dan kandidat berfikir untuk diberi banyak kesempatan berkarier
jika bergabung.
Kedua, Resiko yang tinggi tetapi imbalannya besar, yakni karyawan akan merasa
tertantang untuk menunjukkan kinerja yang sangat tinggi demi imbalan yang
sangat besar.
dan fauna.
perlu dicari dan agar organisasi tahu bagaimana cara mengukur keselarasan antara
dan komitmen yang tinggi dengan lebih mudah melalui nilai pribadi karyawan,
Sejak tahun 2009 telah terjadi lonjakan penelitian secara akademik yang
yakni keterlibatan karyawan berupa "perasaan individu, energi lebih untuk tetap
sebagai "keadaan pikiran yang positif, perasaan puas terhadap organisasi yang
persisten, fokus pada objek tertentu, fokus pada peristiwa, fokus pada diri sendiri,
diukur dengan Utrecht Work Engagement Scale (UWES) (Schaufeli et al., 2002),
ukuran ini merupakan ukuran engagement yang paling banyak dikutip dan paling
banyak digunakan. Penggunaan UWES didasarkan pada teori yang dengan jelas
dimana aspek ini telah divalidasi di banyak negara yang berbeda dan sudah
bahwa skor keseluruhan untuk engagement kerja lebih cocok dalam penelitian
pertanyaan umum yang dibuat, memiliki tautan yang jelas ke konstruk penelitian.
Berikut contoh item yang mirip dengan item inti dari UWES (misalnya, "di
tempat kerja saya merasa penuh energi", "Saya biasanya sangat antusias dengan
sangat termotivasi untuk melakukan pekerjaan yang bagus untuk organisasi ini”
dan “ Saya merasakan antusiasme nyata atas apa yang dicapai dalam organisasi
ini”).
karyawan dapat berlangsung secara efektif, ada beberapa hal yang harus dilakukan
organisasi.
seperti ini?); dan jadikan hal tersebut lebih pribadi (bagaimana pengaruhnya
11. Bersikaplah objektif. Tidak perlu mendikte atau berasumsi tentang bagaimana
disampaikan.
pengirim pesan
Variabel employee experience itu sendiri terdiri atas dua bagian yakni (1) positive
experience dan (2) negative experience. Menurut (Plester et al., 2012 dan Tews et
Dalam penelitian ini, penulis tidak membahas lebih lanjut tentang negatif
dapat menghasilkan magical boldness, genius power dan engage pada pegawai
(Collan, 2017).
leader, sehingga engage pegawai bisa tetap terjaga dan terus bertumbuh (Crant,
2014). Menurut (Collan, 2017 ) engage pegawai terdiri atas (1) engage mind yang
berdampak pada kinerja pegawai dan (2) Engage heart yang berdampak pada
passion pegawai. Berdasarkan uraian di atas maka gambar dari sintesa variabel
78
Variabel employee experience itu sendiri terdiri atas dua bagian yakni (1) positive
experience dan (2) negative experience. Menurut (Plester et al., 2012 dan Tews et
al., 2015; Patel dan Desai, 2014). Berdasarkan uraian di atas maka gambar dari
80
Universitas Sumatera Utara
81
Berikut adalah hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan kinerja yang
Judul Metode
No. Peneliti Penelitian/tahun
Variabel Temuan penelitian
Analisis
1. Raduan The Effect Of Variabel Structure Hasil penelitian
Che Organizational Independen Equation menunjukkan bahwa
Rose, Learning On :Organization Model pembelajaran
Naresh Organizational al Learning organisasi
Kumar, Commitment, Variabel memainkan peran
dan Ong Job Satisfaction dependen : penting dan
Gua Pak And individual individual memberikan
Performance Performance kontribusi signifikan
(2009) terhadap komitmen
organisasi, kepuasan
kerja, dan hasil kerja
manajer layanan
publik. Selain itu,
temuan ini
menyajikan bukti
empiris bahwa
komitmen organisasi
dan kepuasan kerja
memediasi secara
parsial hubungan
antara pembelajaran
organisasi dan kinerja
kerja manajer layanan
publik Malaysia.
2. Paraskvi Measuring the Variabel Regresi Hasil penelitian
Dekoulu, Impact of Independen berganda menunjukkan bahwa
Panagiti Learning :Learning Learning Organization
sTrivella Organization on Organization berpengaruh positif
s Job Satisfaction & Work dan signifikan
and Individual Outcomes terhadap individual
Performance in Performance, Work
Greek Advertising Variabel Outcomes
Sector dependen : berpengaruh positif
(2015) individual dan signifikan
Performance terhadap individual
Performance
3. Shu- Effects of Variabel Regresi Budaya organisasi
Hung Organization Independen: berganda dan pembelajaran
Hsu Culture, IT Strategy, organisasi yang
Organizational Organization dimediasi oleh
Learning and IT al Culture, manajemen
Strategy on Organization pengetahuan yang
Knowledge al Learning, berdampak pada
Management and Knowledge kinerja, hubungan
Performance Management, antara budaya
(2014) organisasi dan
Variabel manajemen
dependen : pengetahuan, dan
Judul Metode
No. Peneliti Penelitian/tahun
Variabel Temuan penelitian
Analisis
Business hubungan antara
Performance pembelajaran
organisasi dan
manajemen
pengetahuan ;
hubungan antara
manajemen
pengetahuan dan
kinerja organisasi;
dan menghasilkan
implikasi untuk efek
strategi TI, budaya
organisasi,
pembelajaran
organisasi dan
manajemen
pengetahuan pada
kinerja organisasi
bisnis.
4. Gabriel Effect of Variabel Regresi Ada hubungan positif
Mrisha Learning Independen berganda antara pemberdayaan
Mary Organization : karyawan dan kinerja
Ibua, Culture on Learning organisasi sementara
William Organizational Organization Kirim dan dialog,
Kingi Performance Culture, sistem tertanam,
Among Logistics Individual koneksi sistem dan
Firms in Learning, kepemimpinan
Mombasa County Team strategis memiliki
(2015) Learning, hubungan positif dan
Organization kuat dengan kinerja
al Learning, organisasi. Studi ini
menyimpulkan bahwa
Variabel pembelajaran budaya
dependen : organisasi secara
Organization signifikan
al mempengaruhi
Performance kinerja organisasi.
5. Lies The Impact of Variabel Structure budaya organisasi
Putriana Organizational Independen equation belum secara
Culture On Job : model signifikan terkait
Satisfaction, organization dengan kinerja
Organizational culture, job pekerjaan, hubungan
Commitment And satisfaction, kepuasan kerja
Job Performance organizationa dengan komitmen
: Study on l commitment, organisasi, dan
Japanese hubungan positif
Motorcycle Variabel antara kepuasan kerja
Companies in dependen : dan komitmen
Indonesia job organisasi terhadap
(2015) performance kinerja pekerjaan.
Pengaruh budaya
organisasi yang relatif
kuat terhadap
kepuasan kerja dan
organisasi
Judul Metode
No. Peneliti Penelitian/tahun
Variabel Temuan penelitian
Analisis
komitmen.
6 Moham Impact of Organization Kualitatif Budaya organisasi
mad Organizational al Culture, secara signifikan
Jasim Culture on Employee mempengaruhi
Uddin, Employee Performance kinerja dan
Ruman Performance and and produktivitas
a Huq Productivity: A Productivity karyawan dalam
Luva& Case Study of konteks yang muncul
Saad Md. Telecommunicat dinamis
Maroof ion Sector in
Hossian Bangladesh
(2013)
7. Halil Analyzing The Variabel Regresi Ada hubungan positif
Zaim, Effects Of Independen berganda antara kompetensi
Mehmet Individual : dan kinerja individu.
Fatih Competencies On Individual Selanjutnya,
Yaşar, Performance: A Competencies kompetensi inti
Ömer Field Study In tampaknya memiliki
Faruk Services Variabel pengaruh paling
Ünal Industries In dependen : signifikan terhadap
Turkey Individual kinerja individu.
(2013) Performance Hasil penelitian ini
memberikan
beberapa bukti
empiris yang merujuk
pada pengaruh
kompetensi individu
pada kinerja
organisasi. Salah satu
hasil paling
mengejutkan dari
penelitian ini adalah,
ketika sampai pada
kinerja organisasi,
kompetensi
manajerial
tampaknya menjadi
faktor paling
signifikan.
8. Fakhar Impact of Organization Kualitatif Karyawan memiliki
Shahzad, Organizational Culture, komitmen dan
Rana Culture on Organization memiliki norma dan
Adeel Organizational Performance, nilai yang sama
Luqman Performance: An Employee’s dengan per
dan Overview Commitment, organisasi, dapat
Ayesha (2012) organizationa meningkatkan kinerja
Rashid l goals untuk mencapai
Khan tujuan organisasi
secara keseluruhan
9. Hary The Effect of Variabel Structural Budaya Organisasi
Sastrya Organizational Independen Equation berpengaruh
Wanto,R Culture and :Organization Model signifikan terhadap
uswiati, Organizational al Culture and Strategi Kompetitif
Suryasa Learning Organization perusahaan,
putra towards the al Learning Pembelajaran
Judul Metode
No. Peneliti Penelitian/tahun
Variabel Temuan penelitian
Analisis
Competitive Organisasi
Strategy and Variabel berpengaruh
Company dependen : signifikan terhadap
Performance Competitive Strategi Kompetitif,
(Case Study of Strategy and tetapi tidak
East Java SMEs in Company berpengaruh
Indonesia: Food Performance signifikan terhadap
and Beverage Kinerja Perusahaan
Industry)
(2012)
10. Muham The Impact Of Variabel Regresi 1) Kepemimpinan
mad Visionary Independen berganda visioner, organisasi
Anshar Leadership, : pembelajaran dan
Learning Learning perilaku inovatif
Organization And Organization memiliki hubungan
Innovative Variabel langsung
Behavior To dependen : dan dampak positif
Performance Of Performance pada kinerja,
Customs And Of Customs 2) kepemimpinan
Excise Functional visioner, dan
(2017) organisasi
pembelajaran
memiliki langsung
dan dampak positif
pada perilaku inovatif
dan
3) kepemimpinan
visioner memiliki
dampak langsung dan
positif
berdampak pada
pembelajaran
organisasi.
11. Dahlan The Effect of Variabel Structure Kepuasan kerja tidak
Habba , Leadership, Independen Equatiaon memiliki peran
Basri Organisational : Model penting dalam
Modding Culture and Organisationa menjelaskan
, Muh. Work Motivation l Culture pengaruh
Jobhaar on Job kepemimpinan dan
Bima , Satisfaction and Variabel budaya organisasi
Jamalud Job Performance dependen : terhadap kinerja
din among Civil Job pegawai negeri.
Bijang Servants in Performance Motivasi kerja
Maros District pegawai negeri sipil
Technical pada level tinggi
Working Unit terbukti
(2017) meningkatkan
kepuasan kerja dan
menciptakan
peningkatan kinerja
pegawai negeri sipil.
Kepuasan kerja
memiliki peran
penting dalam
menjelaskan
Judul Metode
No. Peneliti Penelitian/tahun
Variabel Temuan penelitian
Analisis
pengaruh motivasi
kerja terhadap kinerja
pegawai negeri.
Tingkat kepuasan
kerja pegawai negeri
yang tinggi adalah
yang menentukan
penciptaan kinerja
pegawai negeri sipil.
12. Endang The Effect of Variabel Metode Budaya organisasi
General
Eviline Organizational Independen tidak memiliki
Structured
Giri, Culture and : Component pengaruh signifikan
Umar Organizational Organization analysis terhadap komitmen
Nimran, Commitment to al Culture (GSCA). organisasi; budaya
Djamhur Job Involvement, organisasi tidak
Hamid, Knowledge Variabel memiliki pengaruh
Mocham Sharing, and dependen : signifikan terhadap
mad Al Employee Employee berbagi pengetahuan;
Musadie Performance: A Performance dan budaya
q Study on organisasi
Regional berpengaruh
Telecommunicati signifikan terhadap
ons Employees of kinerja karyawan.
PT Telkom Keterlibatan kerja
East Nusa memiliki pengaruh
Tenggara signifikan terhadap
Province, komitmen organisasi;
Indonesia keterlibatan kerja
(2016) tidak memiliki
pengaruh signifikan
terhadap berbagi
pengetahuan; dan
keterlibatan kerja
memiliki pengaruh
signifikan terhadap
kinerja karyawan.
Komitmen organisasi
memiliki pengaruh
signifikan terhadap
berbagi pengetahuan;
dan komitmen
organisasi
berpengaruh
signifikan terhadap
kinerja karyawan
Berbagi pengetahuan
memiliki pengaruh
signifikan terhadap
kinerja karyawan..
13. Ida Ayu The Influence of Variabel struktural- Dimensi komitmen
Oka Competency on Independen partial organisasi yang
Martini , Employee : least terdiri dari komitmen
I Ketut Performance Competency square afektif, komitmen
Rahyud, through (SEM- normatif, dan
Desak Organizational Variabel PLS). komitmen
Judul Metode
No. Peneliti Penelitian/tahun
Variabel Temuan penelitian
Analisis
Ketut Commitment dependen : berkelanjutan
Sinta Dimension Employee bertindak sebagai
asih, (2018) Performance mediator parsial
Putu antara kompetensi
Saroyeni dengan kinerja
Piartrini karyawan.
Judul Metode
No. Peneliti Penelitian/tahun
Variabel Temuan penelitian
Analisis
Pegawai semakin rendah
kinerja karyawan
wanita di LPP RRI
Yogyakarta
17 Nini Source of Work- -- Literature Mengingat perbedaan
Yang, Family Conflict : Review dalam nilai-nilai
Chao C a Sino-U.S tentang waktu kerja
Chen, Comparison of dan keluarga, bahwa
Jaepil the effects of orang Amerika akan
Choi, work and family mengalami
Yimin demands permintaan keluarga
Zou (2000) yang lebih besar, yang
akan memiliki
dampak yang lebih
besar pada konflik
pekerjaan-keluarga,
sedangkan orang Cina
akan mengalami
permintaan pekerjaan
yang lebih besar, yang
akan memiliki
dampak yang lebih
besar pada pekerjaan
konflik keluarga. Hasil
survei
pria dan wanita yang
bekerja di kedua
negara umumnya
mendukung hipotesis;
Namun, permintaan
pekerjaan tidak
berbeda secara
signifikan antara
kedua negara dan
tidak memiliki efek
yang lebih besar
daripada permintaan
keluarga pada konflik
pekerjaan-keluarga di
Cina.
Judul Metode
No. Peneliti Penelitian/tahun
Variabel Temuan penelitian
Analisis
dominan diperkuat di
sepanjang garis
esensialis. Hasilnya
menyoroti bagaimana
identitas kerja wanita
direkonstruksi
sepanjang garis
stereotip feminin
bahwa perempuan
menghadapi
hambatan budaya dan
organisasi untuk
kemajuan karir
mereka.
19 Suvi The spouse of --- Kualitatif fluiditas dalam
Va¨lima¨ the female gender
ki and manager: role peran antara
Anna- and influence on pasangan dikaitkan
Maija the woman’s dengan rasa
La¨msa career keberhasilan dan
And (2009) kepuasan manajer
Minna wanita dalam
Hiillos kariernya
dibandingkan dengan
konstruksi peran
gender yang lebih
konvensional.
Tampaknya peran
gender tradisional
antara pasangan
dapat menjadi salah
satu alasan kesulitan
perempuan dalam
mendapatkan posisi
manajerial (atas) di
Finlandia.
20 Taesung Organizational Variabel Structure Bahwa
Kim and culture and Independen: equation kecenderungan
Jihyun performance: a self-efficacy model berbagi pengetahuan
Chang macro-level and berdampak positif
longitudinal actualised pada perilaku berbagi
study behaviours pengetahuan. Selain
(2019) Variabel itu, perilaku berbagi
Dependen: pengetahuan
Individual memediasi hubungan
Work antara
Performance kecenderungan
berbagi pengetahuan
dan kinerja individu.
Efek yang terakhir
juga signifikan di
antara anggota
organisasi yang paling
berpendidikan tetapi
tidak di antara
Judul Metode
No. Peneliti Penelitian/tahun
Variabel Temuan penelitian
Analisis
mereka yang memiliki
tingkat pendidikan
terendah.
Judul Metode
No. Peneliti Penelitian/tahun
Variabel Temuan penelitian
Analisis
pada garis bawah.
Judul Metode
No. Peneliti Penelitian/tahun
Variabel Temuan penelitian
Analisis
dan praktik
Judul Metode
No. Peneliti Penelitian/tahun
Variabel Temuan penelitian
Analisis
performance Variabel signifikan antara tim
indicators Dependen: kerja dan organisasi
(2004) kinerja pembelajaran juga
pengetahuan, ditemukan.
kinerja
keuangan dan
kepuasan
pelanggan.
31 Ajay K. Organizational Variabel Analisis Hasil menunjukkan
Jain learning, Independen: factor bahwa faktor
knowledge Organization (Confirma pembelajaran
management al learning, tory organisasi ditemukan
practices and knowledge Factor sebagai prediktor
firm’s management analysis/ positif dari berbagai
performance: An CFA) dimensi kinerja dan
empirical study Variabel praktik manajemen
of a heavy Dependen: pengetahuan
engineering firm Performance perusahaan.
in India
(2015)
32 Wahdaa Mediating effect Varibel Structure Dalam hal ini, budaya
of knowledge Independen equation pembelajaran
management on : knowledge model organisasi memiliki
organizational management, efek terbesar pada
learning culture organizationa pencapaian kinerja
in the context of l learning organisasi.
organizational culture
performance Variabel
(2017) Dependen:
Performance
KERANGKA KONSEPTUAL
Employee Engagement
peneliti telah menetapkan keterlibatan karyawan dalam berbagai cara (mis., Ellis
& Sorensen, 2007; Gibbons, 2006). Perrin (2003) menyatakan bahwa keterlibatan
mereka dalam bentuk waktu tambahan, kekuatan otak dan energi. Istilah upaya
atau komitmen dan merupakan keadaan pemikiran dan tindakan yang ditingkatkan
93
sedikit hari sakit daripada karyawan yang secara aktif kurang memiliki
kesehatan yang baik dan pengaruh positif diantara karyawan (Crabtree, 2005).
Dari perspektif atasan, karyawan yang terlibat cenderung lebih produktif, lebih
dan tinggal lebih lama dengan perusahaan mereka daripada karyawan yang tidak
terlibat (lihat Crabtree, 2005; Ellis & Sorensen, 2007; Gallup Organization, 2006 ;
inovasi di tempat kerja (Krueger & Killham, 2006). Studi lain juga menemukan
hubungan antara keterlibatan dan hasil bisnis seperti penilaian karyawan terhadap
produktivitas pada tingkat individu, tim dan organisasi" (Gibbons, 2006,). Meta-
analisis Dewan Konferensi terhadap 12 studi utama yang diterbitkan sejak tahun
(Gibbons, 2006).
memberikan dampak positif bagi individu dan organisasi. Studi sebelumnya telah
memiliki hubungan dengan kepuasan kerja. Menurut (Tews et al., 2017) kaidah
bekerja. Keempat, peluang untuk penelitian di masa depan serta implikasi praktis.
Dalam makalah Tews (2017) memberikan dasar teoritis yang lebih kuat untuk
menyenangkan.
konflik antar-peran dimana tekanan peran dari domain pekerjaan dan keluarga
saling tidak kompatibel dalam beberapa hal (Waroka dan Febrilia, 2015). WFC
terjadi ketika ada perbedaan antara situasi nyata dan harapan orang-orang yang
akan mengganggu dan mengurangi kinerja peran mereka di tempat kerja atau
konsekuensi dari "sumber daya yang hilang baik dalam pekerjaan maupun peran
keluarga. Konflik pekerjaan-keluarga juga dianggap sebagai konflik dua arah. Ini
dibagi menjadi dua konsep utama. Pertama, pekerjaan dapat diintervensi oleh
keluarga (WIF) dan kedua, keluarga dapat diintervensi oleh pekerjaan (FIW)
WFC mengacu pada “suatu bentuk konflik antar peran dimana tuntutan
Conflict (FWC) mengacu pada" suatu bentuk konflik antar peran, dimana tuntutan
pekerjaan ”(Netemeyer et al., 1996). Dengan kata lain, WFC terjadi ketika
bagi organisasi untuk mode manajemen baru (Bilginoglu dan Yozgat, 2017).
Penelitian ini menyediakan studi kualitatif dan studi kuantitatif. Hasil dari
manajemen, namun diyakini sebagai salah satu konsep manajemen dominan yang
bertahan.
dan organisasi dikemukakan oleh (Tews dan Allenc, 2018). Tujuan dari penelitian
ini adalah (i) untuk meninjau penelitian sebelumnya tentang kesenangan di tempat
bagi pekerjaan di masa depan, (ii) untuk menawarkan kerangka kerja teoritis yang
memengaruhi nilai, perilaku dan tujuan individu yang merupakan faktor penting
untuk identitas individu (La Guardia, 2009). Hubungan antara motivasi intrinsik
Hal senada juga terjadi ketika karyawan memiliki engage yang kuat
organisasi, sehingga pegawai akan merasa enjoy dan engage (Bolman dan Deal,
2014).
manusia nomor satu di tahun 2017. Pengalaman karyawan adalah desain dan
menyenangkan.
pemberi kerja dalam jangka panjang. Interaksi ini digunakan untuk menciptakan
rasa memiliki yang mendalam dan menghasilkan kinerja tinggi serta hasil bisnis
kerja yang unggul. Hal tersebut dikarenakan menciptakan pengalam kerja yang
tugas di tempat kerja yang bersifat menyenangkan atau lucu yang memberikan
hiburan atau kesenangan bagi individu (Kamalan dan Shunta, 2018). Definisi ini
tempat kerja sebagai terlibat dalam kegiatan yang tidak secara spesifik terkait
2005)
kegiatan yang menyenangkan secara positif dan berdampak pada sikap dan
Dalam model ini karakteristik pekerja individu, pengaturan kerja fisik dan
intrinsik. Hasil akhirnya adalah produk kreatif, kepuasan kerja dan produktivitas.
sehingga mendorong karyawan bekerja lebih giat. Karyawan yang termotivasi dan
enjoy akan mencari tugas-tugas yang menantang dan bekerja keras untuk
tinggi.
pegawai
motivasi diri untuk achievement, kinerja dan kepuasan (Aloysius, 2012). Diantara
ketiga hal tersebut, sebagian besar peneliti seperti (Hackman dan Oldham (1976)
prestasi antara karakteristik dan kepuasan kerja sementara yang lain sangat sedikit
Definisi need for achievement adalah untuk mencapai sesuatu yang sulit.
Sementara definisi ini luas dan mencakup berbagai perilaku manusia. Menurut
Cassidy dan Lynn (1989) mendefinisikan motivasi diri untuk berprestasi secara
umum sebagai upaya pribadi individu untuk mencapai tujuan dalam lingkungan
sosial mereka. Menurut Spinath (2001) need for achievement terdiri dari dimensi
orang yang diilhami mengejar dan mencapai tujuan mereka. Ketika seorang
rasa harga diri positif yang berkontribusi pada pertumbuhan dan perkembangan
mereka untuk berhasil; dan oleh kekuatan eksternal seperti janji penghargaan
mencapai akan mencari tugas-tugas yang menantang dan bekerja keras untuk
berhasil pada mereka. Orang yang rendah dalam kebutuhan untuk berprestasi
tinggi; atau mereka memilih tugas yang sangat sulit, dimana tidak ada orang yang
hubungan antara kinerja dan kepuasan kerja. Efek moderasi dari kebutuhan
antara kinerja dan kepuasan kerja berhubungan positif dengan karyawan secara
menyimpulkan bahwa ada hubungan positif antara kesenangan di tempat kerja dan
kinerja karyawan dan kepuasan kerja. Namun hal ini tidak akan dapat tercapai
luar negeri bahwa tempat kerja yang menyenangkan menciptakan kegiatan yang
menghibur, lucu dan mungkin termasuk acara lucu yang mempromosikan senyum
bahagia atau senang memiliki sikap mental positif meningkatkan aliran oksigen,
endorfin dan aliran darah ke otak, memungkinkan pemikiran yang lebih jernih dan
pegawai
Konsep keluarga telah menjadi salah satu konsep penting yang terus
negatif. Selama konflik tersebut berlangsung tekanan adalah salah satu faktor
yang dominan.
hubungan konflik kerja-keluarga dengan perasaan sukses dan kinerja kerja adalah
pegawai.
kinerja kerja dan komitmen organisasi. Hasil penelitian tersebut terdapat efek
positif konflik terhadap kinerja kerja dan komitmen organisasi, namun konflik
pekerjaan dengan tingkat kehidupan dan kinerja kerja para pekerja dan
konflik kerja-keluarga dan efisiensi dan kinerja dalam organisasi, berfokus pada
konsep konflik kerja-keluarga dan gejala konflik kerja-keluarga pada orang dalam
penelitian, faktor yang dianalisis menentukan efisiensi dan kinerja dalam bisnis,
pada bisnis hotel yang dilakukan oleh Akova dan Işik (2008), ditentukan bahwa
faktor paling penting yang membuat pekerja hotel konflik kerja-keluarga adalah
dari struktur dan kebijakan organisasi, dan reaksi terhadap konflik kerja-keluarga
umum.
Oleh karena efek dari faktor-faktor yang memotivasi pekerja pada kinerja
pekerjaan dan niat pengunduran diri, maka Savcı dan Kapu (2014) menyimpulkan
bahwa gaji, kondisi kerja dan kerja sama dari pekerja mempengaruhi niat
pengunduran diri sementara pekerjaan itu sendiri, dimana gaji dan kondisi kerja
oleh Gul (2007) tentang hubungan antara konflik kerja-keluarga kerja, kesehatan
dan kinerja organisasi, disajikan bahwa ada hubungan antara konflik kerja-
ini tidak seperti penelitian lain hubungan antara kehidupan kerja-keluarga, konflik
kerja-keluarga kerja dan kinerja pekerjaan dicoba untuk dianalisis di bidang studi
hubungan yang kuat antara keterlibatan karyawan dan berbagai hasil organisasi
komitmen karyawan (Hallberg dan Schaufeli, 2006), peran dan perilaku (Bakker
et al., 2004), iklim layanan, kinerja karyawan, dan loyalitas pelanggan (Salanova
et al., 2005).
Keterlibatan individu, unit bisnis juga akan berdampak pada metrik keuangan
organisasi (Macey et al., 2009). Agar keterlibatan tetap menjadi fokus organisasi
yang bernilai, penting bagi peneliti dan praktisi untuk menunjukkan keunggulan
finansial dan non-finansial yang terkait dengan intervensi yang ditujukan untuk
organisasi. Hal yang perlu dilakukan pada level praktis untuk membangun dan
individu.
development (OD) yang dicoba dan diuji harus dipertimbangkan. Proses umpan
balik survei misalnya dapat digunakan untuk menciptakan budaya atau iklim
untuk keterlibatan.
dibangun diatas model iklim organisasi tradisional (misalnya, Koys & DeCotiis,
1991; Patterson et al., 2005) dan fokus pada pengalaman karyawan tentang
umpan balik, pengakuan dan peluang untuk pertumbuhan dan hadiah sebagai
tersebut. Tetapi menurut temuan tidak ada yang signifikan antara kesenangan di
tempat kerja dan stres. Untuk hasil tersebut ada beberapa alasan, penelitian ini
melakukan satu sektor dan satu jenis sampel yang mungkin hal itu menjadi alasan.
hanya berlatih beberapa permainan dalam ruangan dan pesta tahunan atau
bulanan. Hal ini tidak cukup untuk mengendalikan stres. Sebagian besar
pengontrol stress.
Pada studi kasus di Perusahaan IT Sri Lanka terdapat hal penting untuk
terutama ketika kesenangan tersebut bersifat resmi yang dikemas dimana semua
karyawan "diharuskan" berpartisipasi (Kamalan dan Sutha, 2018). Hal ini terjadi
libur selama akhir pekan, imbalan formal, dan aturan main-main yang ditegakkan.
menyatakan bahwa ada hubungan positif antara kesenangan di tempat kerja dan
kinerja karyawan, sementara stres juga berdampak negatif pada kinerja karyawan.
tempat kerja tidak mengendalikan stres. Jadi bagian mediasi tidak didukung untuk
penelitian ini tetapi secara langsung berdampak pada variabel dependen yaitu
Sebagai hasil dari penelitian (Kamalan dan Sutha, 2018), jelas bahwa stres
penelitian di atas dengan jelas menjelaskan bahwa hubungan positif antara kinerja
variabel seperti yang telah diuraikan pada Gambar 3.1. Dalam penelitian ini
yang telah disusun berdasarkan teori yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.
terkait dalam suatu model yang saling berkaitan. Kerangka konseptual dari
H8 Kinerja
Work Family Pegawai (Y)
Conflict (X1)
Leader
Passionate
H2 Performance (Z3)
H10 H7
H1 H4
Enjoyable H6
Employee
Experience (Z2)
H11
H3
Employee H9 H5 Need For
Engagement
(Z1)
Achievement
(Z4)
Gambar 3.1
tidak hanya berdasarkan pada review penelitian terdahulu saja namun juga
Engagement
Employee Experience
Employee Experience
Kinerja pegawai
for Achievement
pegawai
pegawai
10. Work Family Conflict berpengaruh negatif signifikan terhadap Need for
METODE PENELITIAN
disebut studi penjelasan. Penekanan disini adalah pada mempelajari situasi atau
yang lain (Hair et al., 2003). Penelitian ini adalah bersifat deskriptif. Data telah
112
Lokasi penelitian ini adalah seluruh Bank Pemerintah yang ada di wilayah
Kota Medan yaitu: Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI),
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara
langsung dari responden atau dari sumber-sumber yang dianggap penting. Data
primer adalah data yang didapatkan dari sumber asli dan pertama. Teknik
dengan pimpinan.
perantara atau pihak-pihak lain yang telah terlebih dahulu menuliskannya. Data
sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari literature baik yang telah
didapatkan dari artikel atau laporan yang belum dipublikasikan, namun data ini
Sampel dalam penelitian menggunakan syarat dari SEM yaitu 43 x 5 = 215 orang
(Hair, et al., 2011). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive
sampling dimana sampel ini diambil secara sengaja oleh peneliti dengan
pertimbangan tertentu.
pimpinan.
3. Studi dokumentasi dari catatan atau majalah Bank BUMN yang terbit secara
berkala.
yang terdiri atas: (1) Kinerja pegawai (2) Need for achievement (3) Leader
Definisi kinerja pegawai dalam penelitian ini adalah hasil kerja pegawai bank
pegawai merupakan variabel laten yang diukur dengan 12 (dua belas) variabel
Variabel endogen kedua dalam penelitian ini adalah need for achievement.
Definisi need for achievement dalam penelitian ini adalah hasrat pegawai
persepsi positif pegawai bank pemerintah tentang pengalaman bekerja dan reaksi
energi lebih yang dimiliki setiap pegawai bank pemerintah untuk tetap fokus pada
variabel laten yang diukur dengan 5 (lima) variabel manifest (indikator) yang
terdiri atas :
Variabel eksogen dalam penelitian ini adalah work family conflict. Definisi
work family conflict dalam penelitian ini adalah bentuk konflik antar peran yang
dialami pegawai dimana tuntutan pekerjaan dan peran keluarga tidak kompatibel.
Variabel work family conflict merupakan variabel laten yang diukur dengan 6
dimensi dan indikator dalam penelitian ini disajikan dalam bentul Tabel 4.1
Tabel 4.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian
b. Pelayanan yang
1. Customer
diberikan sudah
Orientation
sesuai dengan
(Sonenntag dan
kebutuhan
Frese, 2001;
pelanggan
BRI, BNI,
(Sonenntag dan
BTN, dan
Frese, 2001; BRI,
Mandiri, 2019)
BNI, BTN, dan
Mandiri, 2019)
c. Produk sesuai
Kinerja dengan
Pegawai kebutuhan
1 Ordinal
(Y) pelanggan
(Sonenntag dan
Frese, 2001; BRI,
BNI, BTN, dan
Mandiri, 2019)
a. Target tercapai
sesuai rencana
(Sonenntag dan
Frese, 2001; BRI,
BNI, BTN, dan
2. Execution Mandiri, 2019)
Focused
(Sonenntag dan b. Sumber daya
Frese, 2001; keuangan
BRI, BNI, direncanakan
BTN, dan untuk mencapai
Mandiri, 2019) target (Sonenntag
dan Frese, 2001;
BRI, BNI, BTN,
dan Mandiri,
2019)
c. Bekerja sesuai
dengan supervise
(Sonenntag dan
Frese, 2001; BRI,
BNI, BTN, dan
Mandiri, 2019)
a. Memperlihatkan
sikap yang positif
(Sonenntag dan
Frese, 2001; BRI,
BNI, BTN, dan
Mandiri, 2019)
4. Professional
b. Bertindak tepat
Mindset
pada situasi
(Sonenntag dan
tertentu
Frese, 2001;
(Sonenntag dan
BRI, BNI,
Frese, 2001; BRI,
BTN, dan
BNI, BTN, dan
Mandiri, 2019)
Mandiri, 2019)
c. Memiliki inisiatif
(Sonenntag dan
Frese, 2001; BRI,
BNI, BTN, dan
Mandiri, 2019)
Keinginan 1. Urge to excel a. Hasrat untuk Ordinal
pegawai untuk (Byars & Rue, mempengaruhi
Need for mecapai sesuatu 2002; Acquah, (hasrat untuk
2 Achievement di atas standar 2017) menjadi orang
(Z4) rata-rata berpengaruh
terhadap pegawai
lain) (Cassidy
b. Selalu ingin
unggul (Spinath,
2001; Bosse,
2015)
2. To accomplish a. Keinginan yang
in relation kuat dalam
(Byars & Rue, membina
2002; Acquah, hubungan baik
2017) dengan pegawai
lain
(Shanthakumary,
2011)
3. To struggle for a. Upaya keras
success untuk
(Byars & Rue, mempertahankan
2002; Acquah, hubungan baik
2017) dengan
perusahaan
(Minter et al.,
1994; Aloysius,
2012)
b. Upaya keras
untuk
menciptakan
hubungan saling
menguntungkan
terhadap
organisasi
(Aloysius, 2012)
Keterlibatan 1. Passion a. Love for one job Ordinal
leader secara (Drucker,2001; (Erickson; 2015;
langsung untuk Adryanto, Terry, 2016;
melihat passion 2016; Collan, Collan, 2017)
dan 2017)
performance b. Feeling vitality at
pegawai work (Erickson;
2015; Terry,
2016; Collan,
2017)
Leader
Passionate
c. Seeing one,s
3 Performance
identity
(Z3)
(Erickson; 2015;
Terry, 2016;
Collan, 2017)
d. Willingness to
learn
(Erickson; 2015;
Terry, 2016;
Collan, 2017)
c. Derive a lot
satisfaction
(Terry, 2017;
Adryanto, 2016)
b. Enthusiasm
3. Vigor (Michelli,
(Collan, 2017)
2013)
c. Excitement at
work
(Collan, 2017)
Perasaan, energi a. Intimacy (Collan,
lebih yang 2017)
dimiliki setiap
Employee pegawai bank 1. Engage Heart b. Appreciation
3 Engagement pemerintah (Collan, 2017) (Collan, 2017)
(Z1) untuk tetap
fokus pada c. Purpose (Collan,
Bank tempat 2017)
pegawai
b. Jumlah waktu
yang dihabiskan
untuk keluarga.
(Tejinder, 2013;
Nicholas, 2014 )
Monecke dan Leisch (2012) beberapa hal penting yang menjadi dasar penggunaan
1. PLS terdiri atas tiga komponen yakni (a) model structural (b) model
pengukuran dan (c) skema pembobotan. Point c merupakan ciri khusus SEM
dengan PLS dan tidak ada pada SEM yang berbasis kovarian
2. SEM yang menggunakan PLS hanya untuk model antar variabel yang
recursive saja. Hal ini sama dengan model analisis jalur (path analysis) tidak
Sedangkan menurut Hair et al., 2011, ciri dari SEM dengan PLS
prediksi terhadap variabel laten endogenous bukan didasarkan pada varian yang
dibagi diantara variabel – variabel manifest / indikator pada variabel laten yang
sama sebagaimana yang terjadi pada SEM berbasis kovarian. Oleh karena itu
berikut:
model B
4. Model jalur SEM dengan PLS sama dengan SEM yang berbasis kovarian,
yaitu didasarkan pada diagram jalur dari analisis jalur (path analysis)
asumsi normalitas dengan demikian, PLS memberi kelonggaran pada data yang
tidak berdistribusi normal. Hal ini berbeda dengan SEM yang berbasis kovarian
Oleh karena itu maka, SEM dengan PLS menjadi suatu prosedur alternatif
selain SEM yang berbasis kovarian, karena dalam praktik / kenyataan kita sering
menemukan bahwa data yang akan kita oleh tidak berdistribusi normal. Oleh
karena itu sebelum kita menggunakan prosedur ini, sebaiknya kita melakukan
pengujian terlebih dahulu seperti apa distribusi data kita. Sekalipun demikian data
yang berdistribusi normal juga dapat dipergunakan dalam SEM dengan PLS
sebagaimana kita menggunakan data tersebut dalam SEM yang berbasis kovarian.
Oleh karena akar dari PLS SEM adalah regresi linier sebagaimana sudah
kita ketahui bahwa dalam regresi linier skala pengukuran yang dipergunakan
Sekalipun demikian hal ini tidak menjadi keharusan dalam PLS. SEM dengan PLS
selain interval dimana hal ini tidak diijinkan dalam SEM yang berbasis kovarian
lainnya
sebagaimana dalam SEM yang berbasis kovarian dimana dalam SEM tersebut
2. Asumsi berikutnya ialah PLS SEM dapat menggunakan ukuran sampel yang
kecil tidak seperti pada SEM yang berbasis kovarian yang mengharuskan
purposive sampling dan sejenisnya dapat digunakan pada SEM dengan PLS.
indikator reflektif. Hal ini tidak diijinkan dalam SEM berbasis kovarian yang
selain interval.
8. Distribusi residual dalam PLS SEM tidak diharuskan seperti pada SEM yang
mengembangkan teori pada tahap awal. Hal ini berbeda dengan SEM yang
10. Pendekatan regresi dalam PLS SEM lebih cocok dibandingkan dalam SEM
11. Pada PLS SEM hanya diperbolehkan model recursive (sebab - akibat ) saja
dan tidak mengijinkan model non recurisve (timbal balik) sebagaimana dalam
12. PLS SEM memungkinkan model sangat kompleks dengan banyak variabel
Jika SEM yang berbasis kovarian mengharuskan ukuran sampel yang besar
yang dapat mencakup ratusan bahkan ribuan observasi maka, PLS SEM cukup
dengan menggunakan ukuran sampel yang kecil. Ukuran sampel kecil dengan
persyaratan minimal adalah 5 kali dari besarnya indikator formatif terbanyak yang
digunakan untuk mengukur 1 variabel laten atau 5 kali dari jumlah jalur struktural
Penelitian yang dilakukan oleh Chin dan Newsted (1999) membuktikan hanya
benar.
SEM dengan PLS digunakan saat tujuan penelitian ialah memprediksi dan
mengembangkan teori. Hal ini berlainan dengan SEM yang berbasis kovarian
yang ditujukan untuk menguji teori yang ada dan konfirmasi. Disamping itu, PLS
tersebut tidak mungkin data dapat diambil. Instrumen adalah berbagai alat ukur
yang digunakan secara sistematis untuk pengumpulan data, seperti tes, kuesioner,
melalui wawancara dan observasi langsung ke sumber data. Agar angket yang
yang tinggi dalam penggalian data penelitian, maka perlu indikator dari
untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga
alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data
kuantitatif. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert.
skala Likert dalam penelitian ini mempunyai gradasi dari sangat positif sampai
sangat negatif dan memiliki skor, yang antara lain sebagai berikut:
Skor 4 = Setuju/puas
diukur dengan cara membandingkan koefisien korelasi antara skor butir dengan
skor total melalui teknik korelasi Product Moment Pearson. Instrumen dinyatakan
valid jika koefisien korelasi hasil perhitungan lebih besar dari r tabel (rhitung >
positif atau > dari r tabel maka pertanyaan reliabel. Jika r alpha negatif atau < dari
HASIL PENELITIAN
umum atau generalisasi. Termasuk dalam statistik deskriptif antara lain adalah
median, mean, dan standar deviasi. Statistik deskriptif dapat digunakan bila
peneliti hanya ingin mendeskripsikan data sampel, dan tidak ingin membuat
inferensial adalah teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel
melalui statistik ini dinamakan dengan uji hipotesis statistik. Statistik inferensial
yang digunakan dalam penelitian ini adalah model diagram jalur pada PLS. Model
diagram jalur pada PLS terdiri atas model struktural (inner model) dan model
Penelitian ini dilakukan di empat (4) Bank BUMN yang ada di Kota
132
tahun 1968. Sejak tahun 1992, status BRI berubah menjadi Perseroan Terbatas
kemudian pada tahun 2003, BRI melakukan Initial Public Offering (IPO)
kepada segmen usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan hingga saat ini
BRI mampu mencatat prestasi selama 10 tahun berturut-turut sebagai bank dengan
laba terbesar.Keberhasilan ini adalah hasil kerja keras segenap insan BRI, yang
(UMKM) melalui lebih dari 10.000 unit kerja yang terintegrasi secara online di
seluruh Indonesia menjadikan BRI sebagai salah satu Bank dengan layanan Micro
kerja sehingga kini tercatat sebagai bank terbesar dalam hal jumlah unit kerja di
Indonesia, yaitu berjumlah 10.396 unit kerja termasuk 3 kantor cabang yang
berada di luar negeri, yang seluruhnya terhubung secara real time online.
PT Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk atau biasa dikenal dengan BNI
pertama kali didirikan pada tanggal 5 Juli 1946 sebagai bank pertama yang
sejak awal berdirinya dengan mengedarkan ORI (Oeang Republik Indonesia) yang
sedangkan hari berdirinya BNI tanggal 5 Juli diperingati sebagai Hari Bank
Nasional.Peran BNI sebagai bank sirkulasi atau bank sentral mulai dibatasi oleh
sebagai Bank Sentral sejak tahun 1949. Selanjutnya BNI diberikan hak sebagai
bank devisa selain berperan sebagai bank pembangunan dengan memiliki akses
dengan penambahan modal yang dilakukan pada tahun 1955.Hal ini menjadikan
pelayanan BNI berjalan semakin baik seiring dengan hadir-nya dukungan bagi
sektor usaha nasional.Nama BNI atau Bank Negara Indonesia 1946 yang dipakai
sebagai identitas bank secara resmi digunakan sejak akhir tahun 1968. Namun
dalam perkembangan-nya bank ini lebih dikenal sebagai 'BNI 46'. Pada tahun
BNI' dengan alasan mudah diingat oleh nasabah. Sejak tahun 1992 status hukum
Bank BNI berubah menjadi perusahaan terbuka. Hal ini sejalan dengan
hanya berhenti sampai disana saja, rencana untuk "go public" kemudian dapat
tahun 1996.
dan mencantumkan tahun berdiri "46" dalam logo perusahaan sejak tahun
2004.Pada tahun 2012, Pemerintah Indonesia telah memegang saham BNI sebesar
60% dan sisanya 40% dimiliki oleh pemegang saham publik yang datang dari
individu, instansi, domestik maupun asing. Dengan visi "Menjadi bank yang
BNI telah berhasil menjadi bank terbesar ke-4 di Indonesia bila dilihat dari
total aset, total kredit maupun total dana pihak ketiga. Hingga akhir tahun 2012
saja, BNI telah memiliki total aset sebesar Rp333,3 triliun. Hal ini merupakan
hasil kerja keras dari semua komponen BNI, terutama 24.861 karyawan yang telah
berdedikasi tinggi terhadap perusahaan. Selain itu, jaringan layanan BNI berada di
1.585 outlet yang tersebar di seluruh Indonesia dan telah berhasil merambah
hingga Hong Kong, London, New York dan Singapura. Melalui tekad dan
semangat yang tinggi ke depan-nya BNI akan selalu berupaya untuk memberikan
PT Bank Tabungan Negara (Persero), Tbk atau biasa dikenal dengan BTN
perbankan. Bank ini merupakan sebuah Badan Usaha Milik Negara Indonesia
yang pertama kali didirikan pada tahun 1987.Saat itu bank ini masih bernama
kegiatan bank tersebut dan mengganti nama menjadi Chokin Kyoku. Pemerintah
Beberapa tahun berselang tepatnya pada tahun 1963, bank ini kembali berganti
nama menjadi Bank Tabungan Negara atau biasa dikenal dengan BTN.
Lima tahun setelah itu, bank ini beralih status menjadi bank milik negara
menawarkan layanan khusus yang bernama KPR atau kredit pemilikan rumah.
dikeluarkannya surat pada tanggal 29 Januari 1974. Layanan ini pertama kali
dilakukan pada tanggal 10 Desember 1976. Selanjutnya pada tahun 1989 BTN
juga telah beroperasi menjadi bank umum dan mulai menerbitkan obligasi.Pada
tahun 1992 status hukum BTN berubah menjadi perusahaan perseroan (Persero).
Selain itu, dua tahun berselang tepatnya pada tahun 1994, BTN juga
memiliki izin sebagai Bank Devisa.Keunggulan dari BTN terlihat pada tahun
2002 yang menempatkan BTN sebagai bank umum dengan fokus pinjaman tanpa
subsidi untuk perumahan. Hal ini dibuktikan dengan keluarnya surat dari Menteri
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tanggal 21 Agustus 2002. Pada tahun 2003
berdasarkan surat Menteri BUMN tanggal 31 Maret 2003 dan Ketetapan Direksi
Bank BTN tanggal 3 Desember 2004. Tak berhenti sampai di sana, pada tahun
2008 BTN juga yang telah melakukan pendaftaran transaksi Kontrak Investasi
Kolektif Efek Beragun Aset (KIK Eba) di Bapepam. Bank BTN merupakan bank
BTN melakukan pencatatan perdana dan listing transaksi di Bursa Efek Indonesia.
Dengan visi "menjadi bank yang terkemuka dalam pembiayaan perumahan" Bank
Bank Mandiri adalah bank terbesar di Indonesia bila dilihat dari sektor
Negara (BUMN) yang terdiri dari BBD, BDN, Bank Exim, dan Bapindo pada
tanggal 31 Juli tahun 1999. Hingga pada bulan Agustus 1999 Bank Mandiri resmi
Bank ini telah melayani banyak nasabah dengan berbagai fasilitas yang
ditawarkan, sehingga bank ini merupakan salah satu bank retail dengan nasabah
terbanyak di Indonesia. Pada bulan Maret 2005, Bank Mandiri telah berhasil
membuka lebih dari 829 cabang yang tersebar di berbagai kota di Indonesia dan
beberapa cabang telah merambah penjuru luar negeri. Bank ini juga telah
mempunyai lebih dari 2.500 ATM yang tergabung dalam jaringan LINK serta tiga
anak perusahaannya, yakni Bank Syariah Mandiri, Mandiri Sekuritas, dan AXA
Mandiri. Cabang Bank Mandiri yang tersebar ke luar negeri antara lain di
Singapura, Cayman Island, Dili (Timor Leste), Hong Kong, Shanghai, Malaysia
Salah satu prioritas Bank Mandiri yakni menggalang nasabah yang datang
dari berbagai sektor sehingga Bank Mandiri juga ikut dalam usaha penggerak
yang signifikan dalam pelayanan dalam sektor Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) dan nasabah ritel. Dengan pencapaian yang diperolehnya hingga saat ini
menempatkan Bank Mandiri sebagai salah satu bank terkemuka di Indonesia dan
dengan kelompok usia 20-30 Tahun sebanyak 97 orang dan yang paling sedikit
adalah pendidikan S2. Hal ini menunjukkan bahwa Bank BUMN di Kota Medan
banyak melakukan proses rekrutmen pada fresh graduate S1 dan usia muda untuk
muda dipenuhi dengan ide-ide yang segar, unik, bahkan anti mainstream. Hal
koneksi networking generasi muda juga terbilang luas karena para generasi muda
Oleh karena itu, mempekerjakan pegawai usia muda atau fresh graduate,
kelompok generasi muda memiliki pengetahuan yang lebih baik tentang teknologi
jika dibandingkan dengan generasi tua. Hal itu memberikan keuntungan tersendiri
bagi Bank BUMN untuk menjadikan pekerjaan lebih cepat terselesaikan melalui
Tabel 5.1
Tabulasi Silang Pendidikan-Usia
Usia (Tahun)
Pendidikan Total
20-30 31-40 41-50 >50
D3 0 14 37 3 54
S1 97 53 0 0 150
S2 0 0 0 11 11
Total 97 67 37 14 215
5.2.2. Pendidikan-Usia
tahun dengan pendidikan S1. Hasil pearson Chi-Square = 0.000 < 0.05, maka
tahun
Pada Tabel 5.2 komposisi pegawai marketing perempuan terbanyak adalah pada
pendidikan S1 dengan lama bekerja 4-6 Tahun sebanyak 114 orang, dan yang
paling sedikit adalah pendidikan S1 juga dengan lama bekerja 7-9 Tahun
Bank BUMN di Kota Medan tidak banyak yang melanjutkan jenjang pendidikan
ke S2.
keterampilan yang memadai. Ditambah lagi pegawai dengan lama bekerja 4-6
tahun adalah pegawai yang lebih bersemangat dibandingkan dengan usia tua.
dilakukan.
Selain itu masa bekerja 4-6 tahun memiliki harapan gaji yang lebih rendah
dari para senior. Keuntungannya bagi perusahaan adalah lebih berhemat, karena
gaji tentu belum setinggi para senior. Dalam hal ini perusahaan memiliki
Tabel 5.2
Tabulasi Silang Pendidikan-Lama Bekerja
Lama Bekerja (Tahun)
Pendidikan Total
1-3 4-6 7-9 >10
D3 0 0 44 10 54
S1 30 114 6 0 150
S2 0 0 0 11 11
Total 30 114 50 21 215
Lama bekerja yang dimiliki pegawai marketing sebagian besar adalah 4-6
tahun dengan pendidikan S1. Hasil pearson Chi-Square = 0.000 < 0.05, maka
adalah pegawai dengan masa kerja 4-9 tahun dan berpendidikan S1 telah memiliki
pengalaman yang cakap untuk mencapai target, sehingga target marketing trennya
cenderung positif. Usia responden dibagi atas 4 kategori seperti yang terlihat pada
Gambar 5.1 dimana usia marketing yang dominan adalah di antara 20-30 tahun,
yang menunjukkan bahwa usia tersebut merupakan usia muda dan masih energik.
pegawai marketing yang masih muda, lebih energik dan menyukai tantangan.
marketing.
variabel penelitian telah ditentukan dengan nilai skor minimal 1 (satu) dan
Tabel 5.3
Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Kinerja Pegawai
Pilihan Rata-
No Pernyataan rata
Ket
STS TS KS S SS
Membangun -- 1 -- 116 98 Sangat
1 hubungan dengan (0.5%) (54%) (45.6%) baik
4.45
pelangga
-- 7 28 93 87 Sangat
2 (3.3%) (13.0%) (43.3%) (40.5%) 4.21
Kepuasan layanan baik
Pelanggan lama 1 -- 6 123 85 Sangat
3 (0.5%) (2.8%) (57.2%) (39.5%) 4.35
tidak berkurang baik
Kemampuan 7 -- 6 132 70 Baik
4 membuat (3.3%) (2.8%) (61.4%) (32.6%)
4.20
perencanaan kerja
Memaksimalkan 6 -- 22 123 64 Baik
pengelolaan (2.8%) (10.2%) (57.2%) (29.8%)
5 4.11
sumberdaya
keuangan
Memaksimalakan -- 1 18 145 51 Baik
6 sumber daya non (0.5%) (8.4%) (67.4%) (23.7%)
4.14
keuangan
Kecepatan -- -- 13 154 48 Baik
7 mengambil (6.0%) (71.6%) (22.3%)
4.16
keputusan
Ketepatan -- 2 16 127 70 Baik
8 mengambil (0.9%) (7.4%) (59.1%) (32.6%)
4.23
keputusan
Memaksimalkan -- 19 82 60 54 Baik
9 (8.8%) (38.1%) (27.9%) (25.1%) 3.70
pencapaian target
paham.
perusahaan bahwa tim marketing memiliki service skill yang baik, survey atau
sikap konsisten ini kemudian dapat ditingkatkan. Oleh karena itu pegawai yang
telah memiliki skill yang dibutuhkan, akan menjadi awal yang baik. Peningkatan
pelayanan kepada nasabah ini dilakukan dengan bertindak secara cepat dengan
memastikan layanan nasabah diterima dengan baik seperti yang telah dilakukan
mengatakan, “Masalah ini pasti membuat Anda kesal,” atau “Saya bisa
(b) Pegawai juga tidak sungkan untuk mengakui kesalahan, meski ketika pegawai
bisa mengontrol situasi, kembali fokus pada nasabah, dan mengatasi masalah.
masalah telah diatasi dan nasabah puas dengan layanan yang diberikan.
Mengirim email atau survey feedback jadi cara tepat untuk memberitahu
Pencapaian target pegawai marketing sangat erat kaitannya dengan realistis atau
tidaknya target yang ditetapkan perusahaan. Dalam hal menentukan target pun ada
yang perlu diperhatikan. Untuk itu pegawai keseluruhan akan mendapatkan target
yang realistis disesuaikan dengan peluang pasar serta sumber daya yang ada. Jika
pasar sedang lesu, pegawai beserta tim tidak mau terlalu memaksakan diri untuk
melakukan penjualan yang tinggi. Oleh karena hal ini justru membuat kerugian
akan dikontrol dengan menetapkan tenggat waktu. Tenggat waktu yang jelas
pegawai telah mencapai target, maka hal itu akan dijadikan sebagai acuan
besar beban yang harus dikerjakan dan sumber daya dalam pengerjaannya. Tim
marketing pun selalu memberikan motivasi yang lebih serta reward kepada tim
yang sukses. Cara pencapaian target ini agar mencapai hasil yang maksimal,
yang kerap mereka cari? Jaringan atau grup apa yang diikuti? Sumber apa yang
kerap dibaca? Dan lain sebagainya. Dengan melakukan riset, pegawai akan dapat
Penentuan sumber daya yang diperlukan tidak jauh dari yang dinyatakan
sebagai action plan. Dalam action plan, langkah pertama yang dilakukan pegawai
yaitu menentukan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan ini bisa berupa target atau
pun tujuan yang lebih detail yakni reward. Langkah berikutnya yaitu pegawai
tersebut. Melalui langkah mana yang akan menjadi langkah awal. Kemudian
tugas-tugas ini berdasarkan prioritas dan urutan waktunya. Tugas yang menjadi
prioritas utama tentu harus dikerjakan dan diselesaikan terlebih dahulu. Tugas
yang harus diselesaikan lebih dahulu sebelum bisa melakukan tugas lain juga
harus didahulukan.
Jika tugas-tugas tersebut sudah disusun, maka tim akan melakukan analisa
dan membagi tugas-tugas tersebut. Jika tujuan yang akan dicapai merupakan
tujuan individu, individu itu sendiri harus dapat menentukan batas waktu untuk
mengerjakan tugas tersebut. Jika tujuan yang akan dicapai merupakan tujuan
kelompok, selain menentukan batas waktunya juga menentukan siapa yang akan
atau akan memerlukan bantuan dari pegawai lain. Jika memerlukan bantuan
pegawai lain, maka tim akan menentukan pegawai seperti apa yang bisa
membantu, dimana bisa menemukan pegawai tersebut, lalu tentukan siapa saja
dan tumbuh karena adanya dorongan keamanan, kenyamanan dan benefit lain
yang dirasa tidak akan diperoleh di tempat kerja lain. Pegawai yang memiliki rasa
sayang terhadap pekerjaan terjadi karena pegawai merasa ada ikatan emosional
pekerjaannya, mungkin merasa betah dan puas dengan pekerjaan tersebut. Pada
akhirnya, tanggung jawab kerja yang meningkat ini kemungkinan akan menambah
tanggung jawab ini juga berasal dari beberapa faktor yakni pegawai merasa harus
tetap dengan perusahaan karena telah menginvestasikan uang atau waktu dalam
pelatihan pegawai.
analisis jabatan. Job desc itu sendiri berfungsi untuk mengidentifikasi jabatan,
memberikan batasan-batasan yang jelas serta menguraikan cakupan dan isi jabatan
secara lengkap dan objektif. Manajemen juga ikut membantu menganalisis serta
dengan tanggung jawab juga harus ada rasa ikhlas dan profesionalisme. Bahkan
ketika pegawai diminta untuk mengerjakan tugas di luar tanggung jawab yang
Jika ada produk yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan ini, maka pasti produk
yang ditawarkan marketing akan dipilih. Itulah mengapa penting bagi bagian
menjadi pilihan yang utama bagi nasabah/calon nasabah. Sangat penting bagi
nasabah tetap setia dengan produk perusahaan. Setelah mengetahui apa yang
seperti apa produk yang direncanakan. Produk yang direncanakan ini harus dapat
maksimal tanpa strategi yang tepat. Penyusunan strategi marketing yang tepat
inilah yang menjadi tanggung jawab utama bagian marketing, yang harus
Mempertahankan sikap yang positif adalah hal yang tidak bisa diabaikan.
Bentuk keramahan yang tulus yang diberikan pegawai kepada nasabah bukan
hanya membuat nasabah nyaman, tapi akan mengirimkan sinyal positif ke otak
sehingga pegawai bisa melihat hal menjadi lebih baik. Untuk menjaga sikap
positif itu, ucapkan kalimat “Terima kasih” atau “Saya sangat menyukainya”
kepada rekan kerja. Mengapresiasi rekan juga bisa membuat pegawai tetap
Pegawai juga dalam hal ini tidak perlu mengetahui segala hal tentang
memahami tanggung jawab dan hak mereka sehingga saling menghargai. Hal
tersebut sangat penting, mengingat sesama pegawai bertemu setiap hari dan di
waktu yang lebih lama dibanding bertemu dengan sahabat-sahabat. Oleh karena
itu berlaku dengan baik akan memudahkan hidup pegawai sehari-hari dalam
pekerjaannya.
membuat pegawai lebih puas pada diri sendiri. Hal ini dilakukan dengan
mencoba kelas online secara gratis atau video Youtube dari internet untuk
mempelajari hal baru tersebut, misalnya kelas menulis, desain atau belajar
bahasa baru.
bagaimanapun juga pegawai akan kehilangan sebagian dari diri sendiri jika
keduanya. Perusahaan dalam hal ini secara berkala melakukan kegiatan lain yang
dan penyempurnaan aturan internal agar kecepatan proses dan mitigasi risiko bisa
lebih seimbang. Nilai rata-rata pada indikator ini, adalah yang paling kecil
diantara indikator kinerja lainnya. Hal tersebut menunjukkan masih belum terjadi
Tabel 5.4
Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Employee Engagement
Pilihan Rata-
No Pernyataan rata
Ket
STS TS KS S SS
Membiasakan diri -- -- 13 100 102 Sangat
dengan (6.0%) (46.5%) (47.0%) baik
1 menggunakan kata 4.41
“please” dan
“thanks”
Pekerjaan saya -- -- -- 169 46 Sangat
2 (78.6%) (21.4%) 4.21 baik
sangat penting
Dukungan tim -- 6 20 75 114 Sangat
3 (2.8%) (9.3%) (34.9%) (53.0%) 4.38 baik
Pendapat saya -- -- -- 54 161 Sangat
4 (25.1%) (74.9%) 4.75 baik
diperhitungkan
Otorisasi terhadap -- -- 54 54 107 Sangat
5 (25.1%) (25.1%) (49.8%) 4.25 baik
perubahan
Kesempatan -- -- -- 108 107 Sangat
6 melakukan yang (50.2%) (49.8%) 4.50 baik
terbaik
Kesempatan untuk -- -- 36 72 107 Sangat
7 mengembangkan (16.7%) (33.5%) (49.8%) 4.33 baik
skill
Sumber: Data Diolah SPSS, 2020
bentuk bonus uang. Memberikan pujian yang tulus, tidak dibuat-buat, merupakan
hal sederhana yang lumrah diberikan kepada sesama rekan kerja pada divisi
marketing. Pegawai yang sudah mau bekerja menyelesaikan tugas kantor dengan
usaha lebih, layak mendapatkan pujian dengan kalimat sederhana seperti “kerja
Selain kata pujian, ada cara yang lebih bisa dikenang oleh pegawai loyal
jika mereka mencapai pencapaian yang bagus. Seperti diberi piagam, trofi atau
medali. Jika penghargaan ini dipasang di meja kantor akan mengingatkan pegawai
akan keberhasilan yang pernah dicapai. Penghargaan berupa piagam dan trofi ini
akan membuat seseorang lebih percaya diri untuk maju bersama perusahaan.
Bonus special juga biasanya diberikan bagi pegawai yang sudah bekerja
keras untuk perusahaan dengan diberi imbalan seperti voucher belanja, voucher
makan di tempat tertentu atau juga liburan ke luar negeri. Perusahaan yang
memberikan penghargaan dengan mengajak pegawai yang loyal ini keluar kota
atau luar negeri, selain untuk refreshing, acara ini bisa dipakai juga untuk
pegawai punya perspektif baru. Khusus bagi pegawai yang bekerja sebagai
marketing, hal ini sebagai ajang berpacu dalam prestasi. Jika penjualan mereka
marketing adalah memastikan tetap fokus. Perencanaan waktu yang baik juga
tetap fokus pada tujuan yang ingin dicapai yakni peluang yang menghasilkan
keuntungan dan mencapai target penjualan. Fokus kepada tujuan juga akan
membantu pegawai mengatasi gangguan yang ada di sekitar dan dapat tetap fokus
mencapai target. Untuk itu memastikan tim bisnis fokus dan terhindar dari
melalui keputusan mereka. Selain itu, seorang pegawai harus merasa bebas untuk
menyumbangkan ide dan saran dalam setiap tugas yang diberikan perusahaan.
mereka sendiri. Kebebasan yang dimaksud juga termasuk pemberian jadwal kerja
yang fleksibel, memiliki opsi untuk bekerja dari rumah dan sebagainya. Selain itu,
bahwa pegawai lebih cenderung memiliki rasa memiliki atas pekerjaannya ketika
Experience
Tabel 5.5
Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Enjoyable Employee Experience
Pilihan Rata-
No Pernyataan rata
Ket
STS TS KS S SS
Senang menjadi -- 4 7 (3.3%) 116 88 Sangat
1 (1.9%) (54.0%) (40.9%) 4.34 setuju
bagian dari tim
Senang menjadi 130 80 Sangat
2 -- -- 5 (2.3%) 4.35
bagian dari divisi (60.5%) (37.2%) setuju
Senang menjadi
137 71 Sangat
3 bagian dari -- -- 7 (3.3%)
(63.7%) (33.0%) 4.30 setuju
organisasi
Perusahaan
memberikan 6 11 116 82 Sangat
4 --
(2.8%) (5.1%) (54.0%) (38.1%) 4.27
pengalaman yang baik
menyenangkan
Rasa nyaman di 4 17 121 73 Sangat
5 --
(1.9%) (7.9%) (56.3%) (34.0%) 4.22
perusahaan baik
Perasaan
4 12 119 80 Sangat
6 dibutuhkan oleh --
(1.9%) (5.6%) (55.3%) (37.2%) 4.28 baik
tim kerja
Perasaan
54 161 Sangat
7 bersemangat di -- -- --
(25.1%) (74.9%) 4.75 baik
divisi
Suasana kerja yang -- 54 54 107 Sangat
8 --
(25.1%) (25.1%) (49.8%)
4.25
menyenangkan baik
Hubungan antara
108 107 Sangat
9 atasan dan -- -- --
(50.2%) (49.8%) 4.50
baik
bawahan
Hubungan antara
26 72 107 Sangat
10 sesama teman -- --
(16.7%) (33.5%) (49.8%)
4.33
baik
kerja
Sumber: Data diolah SPSS, 2020
Perasaan negatif yang digabungkan dengan cara kerja dan sikap kerja akan
kinerja pegawai. Untuk itu semua pegawai marketing berupaya berpikir positif
pada setiap pesan yang ingin disampaikan dengan solusi yang membangun akan
membuat tim marketing lebih bahagia dan lebih efisien di lingkungan kerja.
mudah dengan rekan kerja. Sebab lain dari pentingnya perasaan positif ini adalah
hubungan di kantor. Untuk itu maka leader dari tim marketing selalu berpikir dua
kali setiap ingin melakukan kritik kepada setiap pegawai yang berbuat kesalahan
dengan tidak mengkritik hal itu bisa sangat bermanfaat. Oleh karena terus
berfokus pada hal yang negatif dapat memiliki efek yang merugikan bagi tim.
Untuk itu jika sesama rekan kerja dalam tim ingin mengkritik, harus disampaikan
terlebih dahulu kepada pegawai yang bersalah, setelah itu baru memberi kritik
dengan cara yang positif. Tim marketing percaya bahwa dengan fokus pada cara-
cara positif tim marketing akan mampu membantu meningkatkan kinerja kerja
pegawai.
bisa berhasil. Namun, hasilnya akan lebih optimal jika pegawai menggunakan
Berapa banyak keinginan yang tercapai ketika perasaan positif. Sebaliknya ketika
perasaan negatif alias dipenuhi emosi, maka pegawai akan jauh dari kemudahan.
diliputi rasa cemas, takut, dan penuh amarah ketika divisinya tidak memberikan
Semangat pun tak banyak tersisa karena zona ini memang diselimuti energi
rendah.
Sementara, ketika hati pegawai terasa lapang dan ikhlas (positive feeling),
pegawai akan merasa penuh tenaga. Karena memang energi yang menyelimuti
zona ikhlas adalah berbagai perasaan positif yang berenergi tinggi seperti rasa
syukur, sabar, fokus, tenang dan bahagia dalam menghadapi berbagi situasi di
divisi marketing. Perasaan-perasaan ini yang menjadi sistem navigasi hati. Sistem
Menjaga agar tetap berada dalam kondisi positive feeling, maka pegawai
dengan hal-hal serius. Menggeser keseriusan ini harus dihadapi dengan rileks di
kepala, senyum di wajah dan tenang di hati. Segera segala urusan jadi begitu
sering memaksa atau menuntut banyak dari diri pegawai. Memaksakan diri terus
bekerja hingga energi habis, padahal pegawai hanya punya satu badan, dua
tangan, dan dua kaki. Untuk itu setelah lelah mendera, divisi marketing akan
Dalam bekerja konflik dengan perusahaan merupakan hal yang tidak dapat
terlebih jika tidak dibarengi dengan pemahaman yang baik terhadap ide-ide
baru.Hal ini dilakukan karena bagi perusahaan strategi baru dapat mendongkrak
perusahaan.
sehingga perasaan yang muncul akan membawa dampak positif bagi perusahaan.
memerlukan perbaikan.
dalam hal kompetensi non teknis. Hal ini bisa meningkatkan skill organiasi dalam
hal penanganan konflik internal sehingga pegawai juga menjadi lebih kuat dalam
Ketiga, mengambil sikap dengan cepat, karena jika tidak segera diatasi
mencari solusi dan berpikir kreatif, menstimulasi karyawan untuk fokus pada
merasa nyaman dengan lingkungan kerjanya, akan berdampak lebih baik untuk
yang berbeda ketika datang untuk bekerja. Bersenang-senang bagi sebagian orang
adalah melakukan hal-hal di luar kantor atau di luar ruang lingkup pekerjaan.
olah seperti mandat atau misi atau etika dalam bekerja. Tak jarang menjadi sebuah
bersenang-senang bagi pegawai dalam bekerja menjadi sesuatu yang perlu. Alasan
pertama, “perasaan senang dalam bekerja” dengan kata lain menunjukkan perilaku
yang lebih baik, teamwork yang lebih solid dan lingkungan yang positif. Pegawai
yang mengalami shock dan stres dalam pekerjaan, yang kemudian akan
berdampak pada anggapan dalam pikirannya bahwa tidak ada hal baik terjadi
dalam pekerjaan yang ditekuninya yang pada akhirnya akan menurunkan kinerja
kerja.
senang dan bahagia, akan memberikan energi dalam pikiran sehingga akan timbul
anggapan setiap orang di tempat itu memiliki niat yang baik. Energi terbesar yang
memiliki niat baik dan kecerdasan. Setiap orang ingin melakukan pekerjaan yang
pegawai.
kepada pegawainya. Apa yang perusahaan bisa fokuskan adalah membuat kondisi
yang bisa mendorong pegawai untuk menemukan nilai atau makna atas
ingin menikmati hidup mereka dengan cara-cara yang paling bermakna dalam
hidupnya.
Disamping itu, seberat apapun pekerjaan, akan terasa lebih ringan jika
mengerjakannya dengan senang hati. Setiap orang memiliki cara yang berbeda
membuat dirinya nyaman dan senang saat bekerja. Dengan melakukan banyak
aktivitas bersama dengan tim, akan ada banyak hal yang bisa dipelajari, bahkan
diketahui sebelumnya.
Sebuah dukungan dan rasa saling memiliki dalam sebuah lingkungan kerja
Ketika itu terjadi anggota tim akan saling membantu, mengandalkan satu sama
lain, dan membangun kepercayaan di dalam tim tersebut. Pada masa-masa sulit,
dukungan menjadi salah satu hal krusial untuk mendapatkan kesuksesan suatu
pekerjaan. Ketika setiap pegawai merasa diri mereka diterima dalam tim maka,
akan mampu memberikan dan mendapatkan dukungan satu sama lain, dan tim
tersebut akhirnya mencapai tujuan dari pekerjaan yang sedang dikerjakan. Jika
pegawai merasa tidak diterima dalam timnya, hal itu akan menjadi masa-masa
Tidak hanya melalui kerja sama tim, kolaborasi yang tepat juga dapat
membantu pegawai untuk membangun rasa diterima dalam tim. Kolaborasi terjadi
ketika dua pegawai atau sekelompok pegawai bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama dengan berbagi gagasan dan keterampilan. Selain itu, kolaborasi
Ketika pegawai merasa diterima oleh timnya maka, tim akan berkumpul
bersama dan bekerja untuk mencapai tujuan yang sama melalui berbagai
perspektif untuk memberikan suatu solusi dengan cara atau ide yang beragam.
Karena memiliki tujuan yang sama dengan anggota tim lainnya, sering kali
Terdapat pula nilai-nilai yang bermanfaat dari bekerja sama dengan tujuan yang
sama, baik untuk perusahaan ataupun tim. Pembagian tugas bagi setiap anggota
juga membuat beberapa anggota tim mendapatkan kesempatan yang sama untuk
menjadi menyenangkan. Saat semua orang mengalami hari yang buruk, maka
suasana kantor berubah jadi negatif. Tapi, meski lingkungan kantor sedang
muram, pegawai harus punya cara menebar energi positif di kantor. Saat
bekerja sama dengan tim, maka pegawai dan rekan akan saling bergantung satu
sama lain. Anggota tim harus saling mendukung agar mencapai tujuan utama,
baik terkait tenggat waktu atau ukuran kinerja tertentu. Setiap kali rekan-rekan
mencapai target baiknya dirayakan bersama. Hal ini akan menghasilkan energi
energy positif. Ada banyak kesempatan untuk berbuat baik di tempat seperti
misalnya menahan pintu lift untuk seseorang yang hampir terlambat atau
setiap orang memiliki jiwa yang baik sehingga siap melakukan tindakan tanpa
pamrih untuk orang lain. Hal-hal seperti itu bisa mengangkat semangat kerja di
turun disebabkan hal-hal yang dapat diketahui ataupun tidak dan bisa terjadi tiba-
tiba, yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menurunkan kinerja dan
bukan hanya supaya mereka dapat terus-menerus bekerja, tetapi juga akan
Dengan antusiasme dalam bekerja yang tinggi dari pegawai, maka akan
memberikan energi positif yang besar kepada tim dan rekan-rekan di tempat
kerjanya. Ketika masalah serta tantangan dalam pekerjaan semakin besar, maka
pada akhirnya, yang akan tersisa hanyalah pegawai dengan antusiasme tinggi.
keadaan buruk, ia akan tetap baik. Antusiasme adalah energi kehidupan yang
tertanam di dalam diri setiap manusia, energi yang membuat maju dan terus
lebih hidup, berwarna, dan bermakna, bukan saja bagi diri sendiri tetapi bagi
dan dimilikinya.
antusiasme yang karyawan miliki menjadikan dirinya haus untuk terus belajar
hal baru yang membuat dirinya lebih hebat dan semakin hebat, serta mampu
jawab.
mereka tidak punya pilihan dan tidak punya kesempatan lain di luar sana. Jika ini
terjadi akibatnya adalah pegawai terus mengeluh dan merasa pekerjaan mereka
hanyalah sekumpulan tugas dan rutinitas yang harus diselesaikan. Mereka bekerja
sekedar untuk survive atau sekedar agar tidak dipecat. Kalau sudah begini,
jangankan menikmati pekerjaan, yang terjadi adalah pegawai stress dan burn out.
Untuk itu excitement penting dimiliki oleh pegawai karena akan memicu
pegawai, tidak ada untuk melakukan hasil kerja lebih dari standar. Excitement
mereka mendapatkan kepuasan dari hal-hal yang bersifat eksternal. Seperti gaji
atau fee yang diterima, fasilitas yang menjamin pemenuhan kebutuhan dan gaya
hidup yang nyaman. Prestige jabatan atau pengakuan perusahaan dan rekan-rekan
Tabel 5.6
Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Need for Achievement
Pilihan Rata-
No Pernyataan rata
Ket
STS TS KS S SS
Menyukai 191 24
1 -- -- --
(88.8%) (11.2%) 4.11 Setuju
persaingan
Senang
72 95 48
2 mempengaruhi -- --
(33.5%) (44.2%) (22.3%) 3.88 Setuju
orang lain
Bertekad menjadi 48 114 23
3 -- --
(22.3%) (67.0%) (10.7%)
3.88 Setuju
pemimpin
Meningkatkan 5
145 59
4 keinginan untuk -- (2.3 6 (2.8%)
(67.4%) (27.4%)
4.20 Baik
bertanggung jawab %)
Meningkatkan 2
17 129 67 Sangat
5 kinerja -- (0.9
(7.9%) (60.0%) (31.2%)
4.21
%) setuju
Membangun
hubungan yang 4
107 96 Sangat
6 -- (1.9 8 (3.7%)
(49.8%) (44.7%)
4.37
erat dengan rekan %) baik
kerja
Menikmati 4
107 96 Sangat
7 tantangan -- (1.9 8 (3.7%)
(49.8%) (44.7%)
4.37
%) baik
8 Perasaan puas -- 4 7 (3.3%) 116 88 4.34 Sangat
keyakinannya sendiri, dan apapun yang mereka percaya. Itulah yang kadang
membuat seseorang berada pada situasi dimana harus meyakinkan orang lain
tentang pandangannya. Hal ini terkadang memang dapat memicu perdebatan, tapi
kalau hal itu bisa membuat tim bergerak ke arah lebih baik, maka si pemilik
Setidaknya dalam tim kerja sendiri, seseorang pasti ingin menjadi pribadi yang
didengarkan, karena pada dasarnya setiap individu memang punya hasrat natural
dalam dunia marketing pemilihan kata memang menjadi hal krusial dalam
berkomunikasi. Salah kata sedikit, maknanya bisa berbeda dan tidak jarang malah
bisa membuat orang lain menjadi tersinggung. Maka dari itu, menjadi pribadi
yang berpengaruh dalam tim marketing adalah harus pandai memilih kata untuk
lawan bicara. Hal yang tak kalah pentingnya ialah sebagai manusia yang berakal,
menggunakan logika adalah hal yang lumrah dilakukan. Begitu pula bagi pegawai
yang ingin mengutarakan pendapat kepada orang lain harus berlandaskan logika,
Tidak jarang, pegawai yang berjiwa kompetitif selalu merasa setiap orang
adalah saingan. Bahkan dirinya sendiripun bisa menjadi lawan yang ingin
sebagai tolak ukur demi menjadi lebih baik dimasa yang akan datang tentu
merupakan hal yang baik. Namun, jika hal ini terlalu berlebihan larut dalam
Pegawai yang selalu ingin unggul, diberikan batasan bahwa hidup ini tidak
semuanya sebagai lahan persaingan. Oleh karena hasrat selalu ingin unggul akan
membuat pegawai kecewa pada diri sendiri jika ada orang lain yang mampu
Pegawai marketing dalam hal ini tetap diingatkan bahwa mereka tidak bisa
selalu unggul dalam segala halnya. Sehingga pegawai tidak mengalami depresi
hanya karena kalah dalam salah satu persaingan. Bagi pegawai yang berjiwa
kompetitif, tantangan adalah hal yang harus ditaklukkan. Jika ditantang oleh orang
lain, pegawai tersebut akan langsung bersemangat dan sangat ambisi untuk
orang yang berhasrat selalu ingin unggul pasti akan sangat sedih dan menyesal.
menyebabkan kalah dari pesaing dan semangat untuk bangkit lagi dari kegagalan.
yang harmonis ini antara pimpinan dan pegawai. Sikap ini dapat ditunjukkan
Semua pegawai ingin dihargai, maka sikap saling menghargai dan menghormati
ini bisa tercermin dari pegawai yang tidak memaksakan diri dalam memberikan
aspirasinya, selain itu perlu juga saling menghargai dan menghormati peran
bahwa tidak ada hal baik ataupun hal buruk yang ditutupi perusahaan, yang bisa
merugikan pegawai. Dengan sikap pegawai seperti ini maka pegawai dapat
merasa nyaman dan tentunya pegawai akan berjuang sekuat tenaganya untuk
pencitraan negatif tentang perusahaan, menjadi hal positif yang dapat dilakukan
malah akan membuat perusahaan rugi. Selain itu, terkadang juga pegawai sudah
pesimistis ketika target belum juga tercapai. Padahal hal tersebut disebabkan
sebelumnya apakah ada peningkatan atau tidak. Pegawai bisa melakukan evaluasi
dari bulan ke bulan ataupun per triwulan. Pegawai biasanya melakukan analisis di
mana letak kelebihan dan kekurangan dari target atau startegi marketing
perusahaan. Hasil evaluasi tersebut bisa dijadikan bahan agar ke depannya bisa
Jika marketing lain hanya menjual tidak lebih dari 25% maka pegawai bisa
dan meminta tambahan waktu kepada perusahaan. Selain itu, bahan evaluasi
meminta kerjasama dari semua pihak yang ada di perusahaan tanpa terkecuali.
Performance
Tabel 5.7
Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Leader Passionate Performance
Pilihan Rata-
No Pernyataan rata
Ket
STS TS KS S SS
Kemampuan
pimpinan
2 1 26 141 45
1 memberikan (0.9%) (0.5%) (12.1%) (65.6%) (20.9%) 4.05 Baik
pekerjaan yang
cocok
Kemampuan
pimpinan 2 28 149 36
2
mengoptimalkan
--
(0.9%) (13.0%) (69.3%) (16.7%) 4.02 Baik
feeling vitality
Kemampuan
pimpinan 2 169 38
3
menemukan (0.9%)
-- 6 (2.8%)
(78.6%) (17.7%) 4.12 Baik
passion
Pimpinan
memberikan 2 13 142 58
4
kesempatan (0.9%)
--
(6.0%) (66.0%) (27.0%) 4.18 Baik
belajar
Pimpinan terus
meningkatkan 2 21 136 56
5
kemampuan (0.9%)
--
(9.8%) (63.3%) (26.0%) 4.13 Setuju
kerja
Pimpinan
mampu
2 1 14 141 57
6 meningkatkan (0.9%) (0.5%) (6.5%) (65.6%) (26.5%) 4.16 Setuju
kemampuan
multi tasking
Pimpinan
mampu membuat
keberhasilan 2 7 32 124 50
7
dalam (0.9%) (3.3%) (14.9%) (57.7%) (23.3%) 4.00 Setuju
menghadapi
perubahan
Pimpinan
4 44 125 42
8 mampu membuat --
(1.9%) (20.9%) (58.1%) (19.5%) 3.95 Setuju
kepuasan kerja
Sumber: Data diolah SPSS, 2020
sekarang dan tidak pernah berusaha menghindarinya. Hal yang sama juga
dirasakan pegawai dimana, pegawai telah sadar bahwa tidak akan mungkin bisa
mencintai pekerjaan, jika absen dari pekerjaan, atau tetap masuk kerja namun
nyawa dan perhatian tidak berada didepan pekerjaan yang sekarang. Misalnya,
melihat-lihat barang yang dijual di situs online. Karena hal itu tidak akan
memaksa diri nya dan juga pegawai untuk tetap masuk kerja dan tidak
meremehkan tanggung jawab yang dimiliki. Selain itu leaderakan berusaha untuk
semaksimal mungkin untuk tetap fokus kerja, dan menghindari hal-hal yang bisa
sangat kuat dan semangat membangun organisasi dengan landasan positive culture
menjadi lebih baik, fokus pada solusi bukan pada permasalahan), future
saja namun juga berkolaborasi untuk hasil kerja yang optimal). Sedangkan
pelaksanaan perilaku positif. Pada positive meaning yang seharusnya dimulai pada
orang lain.
Identitas diri adalah suatu hal yang ada di dalam diri seseorang, dengan
meliputi karakter, sifat, watak dan kepribadian. Jati diri itu adalah segala hal
identitas diri, yang dimiliki secara alami ataupun melalui proses pembentukan.
Identitas diri yang diinginkan pegawai atas leader nya adalah semua yang baik
pastinya, dan untuk mencapai hal baik tersebut, maka setiap orang harus mengenal
dirinya sendiri dan mencoba untuk terus melakukan hal-hal yang baik, dan hal baik
ini yang akan membantu untuk menemukan suatu kebiasaan baru yang baik dan
oleh orang bersangkutan dan hanya orang tersebut yang dapat menentukan apa
yang dibutuhkan, memiliki leader (mentor) dapat menjadi sumber yang sangat
baik saat sesorang melalui sesuatu yang negatif yang tidak dapat dihindari dalam
pekerjaannya. Maka, dalam hal ini peran leader menjadi sangat membantu. Leader
yang memiliki satu identitas diri yang baik akan memiliki kemantapan hati dalam
menjalankan tugas.
Belajar adalah bagian dari hidup manusia. Dengan belajar manusia dapat
memperbaiki diri dari kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat. Selaku leader dan
pegawai yang unggul, maka harus melakukan hal yang sama. Jangan pernah
berpuas diri atas apa yang sudah diraih. Namun, teruslah belajar dan jadi yang
setidaknya 30 menit untuk belajar setiap hari. Belajar yang dimaksud tidak hanya
membaca koran tapi juga belajar mengamati lingkungan di sekitar tempat kerja
profesionalitas. Selain harus mampu untuk bekerja dengan teratur dan sistematis,
terus menerus belajar adalah suatu keharusan. Sebab sistematis keteraturan saat
bekerja dan pembelajaran akan membuat semua pekerjaan jadi lebih ringan.
Dengan begitu, pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik dan maksimal tanpa ada
di dalam hidup. Tidak akan bisa menjadi individu yang sukses tanpa sikap
pengembangan diri yang dilakukan secara baik dan maksimal. Itulah alasan
pegawai di dalam perusahaan. Para pegawai atau SDM akan berusaha untuk
ini menunjukkan bahwa pengembangan diri dalam bekerja, khususnya untuk para
pegawai memang benar-benar harus didukung oleh perusahaan. Oleh karena itu,
lagi jumlahnya.
untuk mengenal “jiwa” yang sebenarnya. Dalam hal ini kesadaran diri adalah
faktor pertama yang perlu dimiliki agar bisa mengembangkan diri sendiri.
pengembangan diri yang berhasil, dimana menjadi tahu apa saja nilai-nilai,
keyakinan dan tujuan hidup yang menjadi pedoman di dalam hidup, karena
pemenuhan diri dan kepuasan hidup tidak akan pernah terjadi jika kita hanya
mengatur sesuatu dengan baik. Dimulai dari mengatur target kerja, strategi dan
yang sangat tepat agar semua kegiatan dan tujuan dapat berlangsung dengan baik.
Leader juga akan mengurusi masalah kantor hingga masalah personal para
tak bisa ditinggalkan. Pekerjaan prioritas dan kebutuhan perusahaan juga selalu
berubah setiap waktu sehingga leader yang baik harus memiliki skill untuk multi-
tasking.
Sering kali tim marketing berada di area abu-abu ketika dihadapkan oleh
masalah tertentu yang dialami nasabah. Misalnya mengenai kontrak dan hal
lainnya yang belum tentu bisa diselesaikan dengan aturan yang ada. Maka,
masalah “abu-abu”, leader juga harus mampu menilai sejumlah solusi yang ada.
Hal ini kemudian berujung pada negosiasi terhadap setiap pihak terkait agar tidak
Mengatasi perubahan dalam situasi bisnis yang tidak terduga dan sangat
management), dimana hal ini sering dikaitkan dengan manajemen sumber daya
manusia karena yang menjadi objek utama perubahan adalah sumber daya
dengan perubahan kebijakan yang sederhana hingga kebijakan yang kompleks dan
Sebagai makhluk yang dinamis, pegawai tidak bisa berdiam diri dengan
secara lebih luas berdasarkan sudut pandang dan tujuannya.Namun, hampir semua
perusahaan.
family conflict
Tabel 5.8
Distribusi Jawaban Responden atas Variabel Work Family Conflict
Pilihan Rata-
No Indikator rata
Ket
STS TS KS S SS
Tidak
mempunyai 2 16 127 70 Sangat
1 --
(0.91%) (7.4%) (59.1%) (32.6%)
4.23
setuju
cukup waktu
untuk keluarga
Tidak 19 82 60 54
2 --
(8.8%) (38.1%) (27.9%) (25.1%) 3.70 setuju
mempunyai
permintaan dan tekanan yang timbul, baik dari keluarga maupun dari
banyaknya pekerjaan, seorang ibu menjadi terhalang untuk merawat anak yang
sakit.
keluarga baik dari suami, anak, maupun anggota keluarga yang lain. Dukungan
keluarga yang didapatkan berupa upaya bahu membahu dalam mengurus rumah,
anak, dan lainnya. Hal ini akan menciptakan energy positif bagi pegawai baik di
manfaatnya. Dukungan yang baik adalah hal yang sangat dibutuhkan para ibu
bekerja.
pula menetapkan prioritas. Pegawai saat di rumah perhatian hanya tertuju pada
keluarga dan anak. Sementara di kantor bisa mencurahkan waktunya untuk urusan
pekerjaan. Mengingat tidak hanya karena kebutuhan financial saja yang terus
Untuk itu penting bagi keluarga untuk terus mendukung wanita yang sedang
bekerja.
banyak menghabiskan waktu di luar kantor dan di luar jam kantor. Risiko
pekerjaan ini tidak dapat dielakkan oleh pegawai, mengingat sejak awal
marketing.
Namun tidak jarang juga, kondisi ini menguntungkan pegawai, yang mana
pegawai tidak harus terpaku seharian di dalam kantor, sehingga pegawai tidak
merasa jenuh dan tidak statis. Kategori pekerjaan marketing merupakan salah
penjualan yang nilainya tidak sedikit. Hal inilah yang kemudian memicu salah
satu dominasi peran pegawai. Ketika lebih banyak waktu yang dihabiskan di
ataupun rekan kerjanya. Lewat dukungan rekan kerja yang menciptakan situasi
kerja yang menyenangkan. Peran dari leader, perusahaan dan rekan kerja juga
jangan dilupakan, karena sangat penting manfaatnya. Manajemen waktu yang baik
adalah strategi penting yang perlu ditetapkan oleh para ibu bekerja.
Pegawai saat di rumah perhatian hanya tertuju pada keluarga dan anak. Sementara
fenomena wanita yang bekerja akan selalu meningkat, maka penting juga bagi
perusahaan untuk mengupayakan social support bagi tenaga kerja wanita apapun
bekerja dari rumah ketika anak, suami dan orang tua kandung pegawai sedang
sakit.Pemberian dispensasi kerja ini juga dapat dilakukan ketika pegawai masih
perhari, meskipun terkadang bisa lebih dari itu. Hanya saja yang sering tidak
sesuai adalah waktu kerja yang digunakan pegawai. Dimana pegawai sulit
antara marketing dengan nasabah atau calon nasabah ditentukan oleh nasabah atau
calon nasabah, meskipun pegawai dapat bernegosiasi. Sama hal nya dengan hari
kerja, tidak jarang pegawai marketing bekerja di hari libur mengingat calon
banyak, mengingat pegawai marketing tidak terlalu sering dinas keluar kota.
Hanya saja ketika pegawai pulang ke rumah mereka sudah kelelahan sehingga,
waktu efektif untuk bercengkrama dengan keluarga menjadi tidak banyak. Belum
dan menjawab panggilan telepon dari nasabah atau calon nasabah saat pegawai
sudah di rumah.
inferensial yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik parametris yang
mana statistik ini digunakan untuk menguji parameter populasi melalui data
sampel. Dimana pengujian parameter melalui statistik ini dinamakan dengan uji
hipotesis statistik.
diagram jalur pada PLS. Model diagram jalur pada PLS terdiri atas model
struktural (inner model) dan model pengukuran (outer model). Berikut ini adalah
Evaluasi awal terhadap model hasil output PLS adalah evaluasi terhadap
Berdasarkan Gambar 5.3 maka untuk melihat dimensi dan notasi indikator
Tabel 5.9
Variabel, Dimensi, Indikator dan Notasi Indikator
No Variabel Dimensi Indikator Notasi Indikator
Program hubungan
pelanggan dapat dijalankan I1
Kinerja
1. Customer dengan baik
Pegawai
1 Orientation Pelayanan yang diberikan
(Y)
sudah sesuai dengan I2
kebutuhan pelanggan
Produk sesuai dengan I3
kebutuhan pelanggan
Target tercapai sesuai
I4
rencana
2. Execution Sumber daya keuangan
Focused direncanakan untuk I5
mencapai target
Bertanggung jawab
I6
terhadap tugas
Menyelesaikan pekerjaan
sesuai dengan tanggung I7
jawab
3. Results Menyelesaikan tanggung
Orientation jawab berdasarkan target I8
yang telah ditetapkan
Bekerja sesuai dengan
bimbingan/ I9
supervisi
Memperlihatkan sikap
I10
yang positif
4. Professional Bertindak cepat dan tepat
Mindset pada situasi dan kondisi I11
tertentu
Memiliki inisiatif I12
Positive feeling part of
I13
teamwork
1. Belonging Positive feeling part of
I14
divisi
Enjoyable Positive feeling part of
I15
Employee organisation
2
Experience Pleasant feeling I16
(Z2) 2. Happines Perasaan diterima orang
I17
lain
Present of energy I18
3. Vigor Enthusiasm I19
Excitement at work I20
1.Engage Heart Appreciation I21
Employee
Purpose I22
3 Engagement
(Z1) Autonomy I23
2.Engage Mind
Mastery I24
berpengaruh terhadap
pegawai lain)
Selalu ingin unggul I34
2.To accomplish in
Keinginan yang kuat
relation
dalam membina hubungan I35
baik dengan pegawai lain
Upaya keras untuk
mempertahankan
I36
hubungan baik dengan
3. To struggle for
perusahaan
success
Upaya keras untuk
menciptakan hubungan
I37
saling menguntungkan
terhadap organisasi
1.Work inference Dominasi salah satu peran I38
family (WIF) Dukungan keluarga
I39
Work Family 2.Beban kerja Kategori pekerjaan I40
6 Conflict Dukungan organisasi I41
(X) Jumlah waktu yang
I42
dihabiskan untuk bekerja
3.Waktu kerja
Jumlah waktu yang
I43
dihabiskan untuk keluarga
A. Convergent validity
reliabilitas konstuk, dan nilai AVE. Untuk validitas indikator dapat dilihat dari
korelasi antar tiap indikator dengan konstruknya. Suatu indikator dikatakan valid
bila memiliki nilai standar loadings lebih dari 0,5. Adapun nilai kuadrat dari
tersebut. Berikut adalah Tabel loading faktor penelitian yang nilainya sudah di
atas 0,5
Tabel 5.10
Loading factors item (standardized loading)
loading factor diatas 0.5 hal ini menunjukkan bahwa semua indikator pada
variabel kinerja pegawai adalah valid. Nilai loading factor terbesar pada
variabel kinerja pegawai yaitu I6 adalah 0.807 dengan nilai communalities dari
dijelaskan oleh konstruk laten kinerja pegawai. Maka, dari uraian tersebut,
terlihat bahwa konstruk laten kinerja pegawai paling tinggi menjelaskan varian
memiliki loading factor diatas 0.5 hal ini menunjukkan bahwa semua indikator
pada variabel work family conflict adalah valid. Nilai loading factor terbesar
pada variabel work family conflict yaitu I42 adalah 0.902 dengan nilai
indikator I42 mampu dijelaskan oleh konstruk laten work family conflict. Maka
dari uraian tersebut terlihat bahwa konstruk laten work family conflict paling
memiliki loading factor diatas 0.5 hal ini menunjukkan bahwa semua indikator
terbesar pada variabel Employee Engagement yaitu I22 adalah 0.943 dengan
nilai communalities dari indikator sebesar 0.890. Artinya bahwa 89.0% varian
indikator memiliki loading factor diatas 0.5 hal ini menunjukkan bahwa semua
adalah 0.922 dengan nilai communalities dari indikator sebesar 0.850. Artinya
bahwa 85.0% varian indikator I18 mampu dijelaskan oleh konstruk laten
indikator memiliki loading factor diatas 0.5 hal ini menunjukkan bahwa semua
adalah 0.929 dengan nilai communalities dari indikator sebesar 0.863. Artinya
bahwa 86.3% varian indikator I29 mampu dijelaskan oleh konstruk laten Leader
memiliki loading factor diatas 0.5 hal ini menunjukkan bahwa semua indikator
pada variabel Need For Achievement adalah valid. Nilai loading factor
terbesar pada variabel Need For Achievement yaitu I36 adalah 0.950 dengan
nilai communalities dari indikator sebesar 0.903. Artinya bahwa 90.3% varian
indikator I36 mampu dijelaskan oleh konstruk laten Need For Achievement.
Maka dari uraian tersebut terlihat bahwa konstruk laten Need For Achievement
Tabel 5.11
Composite Reliability dan AVE
Reliability di atas 0.7 maka semua konstruk pada variabel di atas memiliki nilai
yang dapat dikandung oleh konstruk laten maka semakin besar representasi
nilai AVE untuk setiap konstruk laten di atas 0.50 dengan nilai AVE konstruk
Work Family Conflict (0.720) adalah yang tertinggi dan nilai AVE untuk konstruk
B. Discriminant Validity
Tabel 5.12
Cross Loasing Factor
konstruk laten kinerja pegawai lebih tinggi daripada mengukur konstruk laten
lainnya. Sama halnya dengan I2, I3, I38, I39, I4, I40, I41, I42, I5, I6, I7, dan I8
memiliki korelasi lebih tinggi dengan konstruk kinerja pegawai (bisa dilihat
2. Korelasi indikator I34, I35,I36, dan I43 dengan konstrak laten work family conflict
konstruk leader passionate performance, dan need for achievement. Hal ini
menunjukkan bahwa indikator I34, I35, I36, dan I43mengukur konstruk laten
work family conflict lebih tinggi daripada mengukur konstruk laten lainnya.
3. Korelasi indikator I21, I22, dan I23 dengan konstrak laten employee engagement
konstruk leader passionate performance, dan need for achievement. Hal ini
menunjukkan bahwa indikator I21, I22, dan I23 mengukur konstruk laten
4. Korelasi indikator I12, I13, I14, I15, I16, I17, I18, I19, dan I20dengan konstrak laten
achievement. Hal ini menunjukkan bahwa indikator I12, I13, I14, I15, I16, I17, I18,
5. Korelasi indikator I25, I26, I27, I28, I29, I30, dan I31 dengan konstrak laten leader
achievement. Hal ini menunjukkan bahwa indikator I25, I26, I27, I28, I29, I30, dan
6. Korelasi indikator I34, I35, I36 dan I43 dengan konstrak laten need for
Hal ini menunjukkan bahwa indikator I34, I35, I36 dan I43 mengukur konstruk
lainnya.
Dalam penelitian ini terdapat lima (5) pengujian model structural yaitu :
family conflict (X) dan Employee engagement (Z1) terhadap variabel endogen
Experience (Z2), dan terhadap variabel endogen Need For Achievement (Z4)
Achievement (Z4), dan efek moderasi (Z5) terhadap variabel endogen Kinerja
pegawai (Y)
experience (Z2) Kinerja Pegawai (Y) dan Need for achievement (Z4).
Tabel 5.13
Koefisien Determinasi Variabel
mampu dijelaskan oleh Work family conflict. Hal ini menunjukkan pengaruh
experience (Z2) mampu dijelaskan oleh Work family conflict (X) dan
Employee engagement (Z1). Secara statistik model ini dinyatakan fit oleh
karena salah satu konstruk laten eksogen signifikan yaitu work family conflict
Need For Achievement (Z4), dan efek moderasi (Z5). Secara statistik model
ini dinyatakan fit oleh karena salah satu konstruk laten eksogen signifikan
yaitu leader passionate performance (Z3) dengan nilai p-value 0.001 dan
4. R Square Adjusted Need For Achievement (Z4) menunjukkan nilai 0.234 yang
artinya 23,4% variability konstruk laten Need For Achievement (Z4) mampu
tidak fit oleh karena tidak ada satu konstruk laten eksogen pada modelini
Dalam penelitian ini terdapat dua pengujian model struktural yaitu model
Berdasarkan Tabel 5.14 maka hasil pengujian model dalam penelitian ini
Tabel 5.14
Signifikansi Model Persamaan Struktural Secara Langsung (Direct)
Standard
Original Sample Mean T Statistics P
Deviation
Sample (O) (M) (|O/STDEV|) Values
(STDEV)
Employee Engagement(Z1) ->
Enjoyable Employee Engagement 0,637 0,643 0,041 15,708 0,000
(Z2)
Enjoyable Employee Engagement
0,619 0,607 0,064 9,707 0,000
(Z2) -> Kinerja Pegawai (Y)
Enjoyable Employee Engagement
(Z2) -> Need For Achievement 0,487 0,503 0,044 11,135 0,000
(Z4)
Leader Passionate Paerformance
0,000 0,005 0,044 0,005 0,996
(Z3) -> Kinerja Pegawai (Y)
Moderating Effect 1 ->Work
-0,193 -0,189 0,045 4,244 0,000
Family Conflict (Y)
Need For Achievement (Z4) ->
-0,055 -0,049 0,080 0,690 0,490
Kinerja Pegawai (Y)
Work Family Conflict (X1) ->
0,208 0,224 0,099 2,109 0,035
Employee Engagement (Z1)
Work Family Conflict (X1) -
>Enjoyable Employee Engagement -0,105 -0,098 0,083 1,260 0,208
(Z2)
Work Family Conflict (X1) ->
0,358 0,360 0,071 5,043 0,000
Kinerja Pegawai (Y)
Hasil evaluasi Tabel 5.14 direct model penelitian ini adalah sebagai berikut:
Conflict (Y)
Engagement (Z1)
Pegawai (Y)
1. Menguji model struktural tidak langsung antara variabel eksogen work family
2. Menguji model struktural tidak langsung antara variabel eksogen work family
conflict (X) terhadap variabel endogen Kinerja Pegawai (Y) melalui variabel
(Z1)
3. Menguji model struktural tidak langsung antara variabel eksogen work family
conflict (X) terhadap variabel endogen Kinerja Pegawai (Y) melalui variabel
4. Menguji model struktural tidak langsung antara variabel eksogen work family
conflict (X) terhadap variabel endogen Kinerja Pegawai (Y) melalui variabel
5. Menguji model struktural tidak langsung antara variabel eksogen work family
conflict (X) terhadap variabel endogen Kinerja Pegawai (Y) melalui variabel
(Z4)
6. Menguji model struktural tidak langsung antara variabel eksogen work family
conflict (X) terhadap variabel endogen Need for Achievement (Z4) melalui
Engagement (Z1)
7. Menguji model struktural tidak langsung antara variabel eksogen work family
conflict (X) terhadap variabel endogen Need for Achievement (Z4) melalui
(indirect) dalam penelitian ini terlihat pada Tabel 5.15. Adapun signifikansi model
Tabel 5.15
Signifikansi Persamaan Secara Tidak Langsung (Indirect)
Original Standard
Sample T Statistics
Sample Deviation P Values
Mean (M) (|O/STDEV|)
(O) (STDEV)
Work family Conflict (X1) ->
Employee Engagement (Z1) ->
0,133 0,145 0,063 2,123 0,034
Enjoyable Employee
Experience (Z2)
Work family Conflict (X1) ->
0,082 0,087 0,037 2,230 0,026
Employee Engagement (Z1) ->
Enjoyable Employee
Experience (Z2) -> Kinerja
Pegawai (Y)
Work family Conflict (X1) ->
Enjoyable Employee
-0,065 -0,060 0,052 1,252 0,211
Experience (Z2) -> Kinerja
Pegawai (Y)
Work family Conflict (X1) ->
Employee Engagement (Z1) ->
Enjoyable Employee
-0,004 -0,003 0,007 0,543 0,587
Experience (Z2) -> Need For
Achievement (Z4) -> Kinerja
pegawai (Y)
Work family Conflict (X1) ->
Enjoyable Employee
Experience (Z2) -> Need For 0,003 0,003 0,006 0,442 0,659
Achievement (Z4) -> Kinerja
Pegawai (Y)
Work family Conflict (X1) ->
Employee Engagement (Z1) ->
Enjoyable Employee 0,065 0,073 0,034 1,916 0,056
Experience (Z2) -> Need For
Achievement (Z4)
Work family Conflict (X1) ->
Enjoyable Employee
-0,051 -0,050 0,043 1,176 0,240
Experience (Z2) -> Need For
Achievement (Z4)
1. Dari empat (4) model indirect konstruk laten kinerja pegawai hanya (1)
model yang signifikan, sedangkan tiga (3) model lainnya tidak signifikan.
2. Dari dua (2) model indirect konstruk laten need for achievement tidak ada
experience.
(direct) Tabel 5.14 maupun secara tidak langsung (indirect) Tabel 5.15 maka,
hasil hipotesis pada penelitian ini dinyatakan dalam bentuk (a) terima H0 dan tolak
Ha jika p value >0.005 (b) tolak H0 dan terima Ha jika p value < 0.005. Hasil
Tabel 5.16
Hasil Hipotesis Penelitian
Experience
10 WFC berpengaruh terhadap Ditolak
Need for Achievement melalui
Enjoyable Employee
Experience
11 WFC berpengaruh terhadap Ditolak
Kinerja Pegawai melalui Need
for Achievement dan Enjoyable
Employee Experience
Hasil hipotesis Tabel 5.16 menunjukkan bahwa dari sebelas (11) hipotesis
Employee Experience
Employee Experience
Kinerja pegawai
kinerja pegawai
10. WFC berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Need for
11. WFC berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap Kinerja Pegawai
PEMBAHASAN
Penulis mendapati hasilnya adalah negatif namun tidak signifikan, antara work
penelitian ini menunjukkan pengaruh yang berbanding terbalik antara work family
conflict terhadap enjoyable employee experience, yakni jika pegawai lebih banyak
Namun demikian pada Bank BUMN di Kota Medan pengaruh work family
Ketidaksignifikanan ini bermakna work family conflict tidak memiliki efek cukup
yang berubah dengan cepat. Persaingan global, laju inovasi yang tinggi, dan
198
bersaing dengan marketing lainnya yang membuat marketing memiliki peran yang
yang berpengaruh signifikan dan negatif pada kepuasan pegawai bukan pada
Febrillia, 2015). Temuan ini dikonfirmasi oleh pernyataan "beban kerja yang
keluarga" yang telah mendorong kepuasan kerja yang lebih rendah (Work
inference family). Sebaliknya family inference work akan membuat batasan bagi
tidak signifikan, penulis merujuk artikel yang ditulis oleh Shimazu dan Schaufeli.
kerja memungkinkan dan menstimulus pegawai untuk bekerja lebih keras dari
sebelumnya. Dua jenis kerja keras dapat dibedakan: workaholic, tipe yang
"buruk" , dan engage work, tipe “baik” (Shimazu & Schaufeli, 2009). Karena dua
bentuk kerja keras ini terkait dengan hasil kerja individu dan organisasi yang
berbeda.
mengacu pada "kecenderungan untuk bekerja terlalu keras dan terobsesi dengan
Karyawan yang workaholic bekerja lebih keras daripada rekan kerja mereka dan
mengalami situasi batin yang kuat dan tidak terkendali untuk bekerja keras.
Dalam hal ini karyawan gila kerja didorong untuk terus bekerja.
(Schaufeli, dan Verhoeven, 2005), dan memiliki hubungan sosial yang lebih
kegigihan, energi dan ketahanan mental yang tinggi saat bekerja, dan kemauan
pada engage yang kuat dalam pekerjaan seseorang dan mengalami perasaan
pada terkonsentrasi penuh dan asyik dalam pekerjaan, dimana waktu berlalu
dengan cepat dan seseorang memiliki kesulitan melepaskan diri dari pekerjaan.
responden dalam penelitian mengalami work family conflict. Konflik bukan hanya
pegawai marketing secara individual memiliki rasa work engagement bahkan ada
waktu dan pikiran yang dihabiskan di tempat kerja daripada di rumah, bukan
terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai. Hal tersebut dikarenakan pegawai
itu sendiri merasa engage dengan pekerjaan mereka, sehingga pegawai tidak
menciptakan hubungan yang baik diantara karyawan dan atasan yang melepaskan
dengan keceriaan dan kebahagiaan. Hal itu diperlukan ditempat kerja untuk
dengan energi baru (Kumar et al, 2019). Happy workplace adalah tempat dimana
karyawan yang bahagia lebih loyal dan produktif. Tingkat absensi dan
dalam hal penelitian ini penulis menyatakan bahwa, seharusnya work family
sama lain serta mengembangkan ikatan yang lebih dekat yang selanjutnya
membantu pegawai untuk tampil lebih baik sebagai tim karena interaksi sosial
satu jenis obat, jika pegawai meminumnya maka akan meningkatkan moral,
dan yang paling penting membuat pegawai senang dan menghabiskan waktu di
keluarganya.
Kesenangan dalam hal ini justru diperlukan untuk menciptakan tempat kerja yang
sehat. Memang benar bahwa ketika kesehatan batin kita meningkat kita bergaul
lebih baik dengan orang lain dan melakukan pekerjaan yang lebih baik. Suasana
yang menyenangkan ini mengarah pada pengurangan rasio turnover karyawan dan
membangun kepercayaan satu sama lain dan membangun budaya yang kuat.
menit untuk melakukan sesuatu yang unik untuk mematahkan ketegangan. Paling
menyenangkan apa pun dan yang hanya dapat dilakukan oleh karyawan diwaktu
luang. Namun menyenangkan di tempat kerja juga termasuk belajar untuk melihat
Memang benar bahwa dalam situasi kritis misalnya saja pegawai sedang
mengalami konflik pegawai tetap harus dapat menghasilkan solusi kreatif. Hal itu
karyawan untuk berpikir lebih jernih dan kreatif. Kesenangan ditempat kerja
adalah cara yang efektif untuk meningkatkan kepuasan, kinerja dan produktivitas
karyawan serta semangat kerja, membangun kerja tim, dan mengurangi absensi
dan turnover. Selain itu kesenangan juga harus menjadi sesuatu yang benar-benar
Engagement
Hasil dari penelitian ini adalah work family conflict berpengaruh negatif
ini menunjukkan adanya hubungan berkebalikan antara dua variabel ini. Jika
konflik pekerjaan yang dialami oleh pegawai marketing semakin besar, maka
Penulis belum menemukan artikel lain yang memiliki kesamaan dengan penelitian
menunjukkan tingkat kepuasan kerja, turn over intention dan kinerja. Artinya
belum ada satu tulisan dari peneliti lain yang mengukur pengaruh antara work
pekerjaan.
penulis terlebih dahulu akan menjelaskan dua variabel ini secara terpisah. Dalam
konstruksi sifat, keadaan, dan perilaku serta kondisi kerja dan organisasi yang
cocok dengan apa yang dijelaskan oleh Law, Wong, dan Mobley (1998) sebagai
tidak hanya seperangkat konstruk tetapi juga untaian yang terintegrasi erat, saling
terkait dengan cara-cara yang diketahui terdiri dari konstruksi yang jelas yang
positif efektivitas kepuasan kerja. Untuk itu perasaan positif dan engagement juga
mencakup rasa identitas diri yang dimiliki orang dengan pekerjaan yang mereka
lakukan; kerja adalah bagian tentang bagaimana orang mendefinisikan diri sendiri
dan bahwa dimana orang tersebut secara pribadi menanamkan keinginan kuat.
Penulis dalam penelitian ini banyak merujuk artikel dari Machei dan
perasaan hasrat, energi, antusiasme dan aktivasi. Hal ini mencerminkan kearifan
dari konsep, dan sebagai penanda yang digunakan untuk mencerminkan efek
positif perasaan ketika menggambarkan keadaan sifat atau suasana hati. Meskipun
kesejahteraan dan kesenangan yang berkonotasi pada tingkat aktivasi atau energi
perilaku adaptif.
engage dapat dilihat sebagai perilaku yang di luar dari kondisi kerja sehari-hari,
misalnya ketika terjadi bencana dan tantangan lainnya. Semua ini mengarah
Berikutnya adalah konsep kedua ialah work family conflict. Menurut Judge
et al, 2006 selama lebih dari ¼ abad terakhir banyak literature yang mengkaji
negatif yang lebih tinggi terhadap kesenangan dalam bekerja. Oleh karena itu
cenderung mewakili peristiwa negatif dan hubungan antara peristiwa dan emosi
ditunjukkan oleh emosi yang berupa ketakutan, kesedihan, rasa bersalah dan
permusuhan. Dari emosi-emosi inti ini, emosi rasa bersalah dan permusuhan
Hasil penelitian oleh Jimenez, 2009 hubungan work family conflict dan
keluarga dengan ketegangan psikologis. Selain itu, proses ini juga memoderasi
hubungan antara Work Family Conflict dan kepuasan hidup. Artinya adalah bahwa
dari tugas-tugas terkait pekerjaan dapat menjadi sumber daya penting untuk
di tempat kerja dapat menurun dan dapat mengurangi tingkat kepuasan hidup
memutuskan hubungan dari pekerjaan bila perlu, maka tingkat kepuasan hidup
tidak berkurang.
work family conflict dan kepuasan hidup. Dalam kasus pertama mungkin ketika
konflik, yang dapat menyebabkan tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah
dalam jangka panjang. Dalam kasus kedua, penjelasan yang mungkin bisa terjadi
terus memikirkan masalah keluarga mereka, membuat lebih sulit untuk mengatasi
ketegangan psikologis.
ketika pegawai mengalami work family conflict adalah bentuk perasaan ataupun
emosi negatif dan ketegangan psikologis. Konflik yang paling utama yang
Hal ini bisa terjadi karena pegawai marketing lebih banyak bekerja di luar
kantor, tidak terikat jam kerja, bahkan tidak jarang mengorbankan hari libur untuk
pekerjaan, membuat pegawai merasa kelelahan dan jenuh, hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Judge et al, 2006. Efek kelelahan dan kejenuhan ini akan
terbawa ke dalam rumah, namun hasilnya akan berbeda jika keluarga memberikan
dukungan.
ini dapat dijelaskan dengan merujuk artikel dari Machei dan Schneider yang
perasaan dan emosi negatif terhadap dirinya sendiri, dan akan mengurangi hasrat,
antusiasme, dan energi dalam bekerja. Perlu ditegaskan bahwa ketika pegawai
marketing mengalami work family conflict, pegawai tersebut tetap dapat bekerja
secara normal. Namun tingkat antusiasme, hasrat dan energi untuk mendapat
saja. Inilah yang kemudian menjadi alasan utama mengapa work family conflict
Demikian juga, enjoyable dalam penelitian ini dianggap positif dan berhubungan
terkait dengan keceriaan dan emosi positif di tempat kerja. Enjoyable secara
ini menciptakan efek positif pada suasana hati pegawai yang kemudian akan
terbawa pada tugas atau pekerjaan pegawai. Fungsi enjoyable experience ini
organisasi akan lebih baik lagi. Jenis engagement ini didapatkan melalui
engagement organisasi.
keterhubungan dengan orang lain di tempat kerja, selain lingkungan yang aman
pada salah satu kunci engagement. Selanjutnya, hasil penelitian ini juga
iklim positif di tempat kerja, oleh karena itu, memupuk kondisi pegawai yang
seperti itu yang menunjukkan tumpang tindih konseptual yang signifikan. Namun
belum ada penelitian yang secara khusus menyelidiki hubungan antara konsep-
konsep ini. Albrecht (2010) membuat penelitian yang berfokus pada 'memahami
dan nilai-nilai organisasi (Plester, 2009) dan kesenangan sering dikutip dan
dipromosikan sebagai nilai tempat kerja tertentu (Plester 2009). Apa yang kita
ketahui adalah bahwa untuk karyawan yang terlibat, pekerjaan aktual itu
Gorgievski dan Bakker (2010 ) menyarankan bahwa gila kerja dan keterlibatan
kerja dibedakan terutama oleh pengaruh positif atau 'kesenangan' terkait dengan
keterlibatan.
Oleh karena itu dalam literatur yang ada sudah ada beberapa hubungan
yang lewat dengan gagasan kesenangan dalam keterlibatan dan panggilan untuk
budaya yang lebih besar, iklim dan studi nilai-nilai yang menyenangkan
yang terjadi secara alami antara anggota organisasi, dan gagasan bahwa
kesenangan dapat dengan sengaja dan bahkan secara taktis diatur oleh manajer
organisasi dan terjadi secara alami, sering dalam interaksi kecil seperti lelucon,
dan bahkan interaksi fisik (Lamm dan Meeks, 2009) biasanya lebih disukai karena
tugas kerja yang sebenarnya (Plester et al., 2012). Konstruksi akhir kesenangan
ini menunjukkan bahwa pekerjaan itu sendiri adalah bentuk kesenangan dan
yang menganggap kesenangan dan pekerjaan terpisah dan berbeda satu sama lain.
Penelitian terbaru (Tews et al., 2012 dan Plester et al., 2012) menantang dikotomi
bahwa bagi sebagian orang hal itu bisa adalah sama. Gagasan kesenangan yang
seperti itu membentuk apa yang oleh Czikszentmihalyi (1975) disebut aliran -
(Albrecht, 2010). Karena sangat sedikit (jika ada) penelitian yang mengeksplorasi
mendapatkan tenaga kerja potensial. Sangat penting bagi organisasi untuk fokus
pada peningkatan kinerja pekerja agar dapat bertahan di pasar yang semakin
kompetitif. Pekerja dengan kinerja tinggi adalah pilar organisasi. Oleh karena itu
kebebasan pribadi (Fluegge, 2008). Hal senada juga dikemukakan oleh Cooper
(Patel dan Desai, 2013). Studi yang dilakukan oleh (Rashid et al., 2015) tentang
tenaga kerja mereka (dosen) karena, dosen secara langsung berdampak pada
berarti terlibat dalam kegiatan yang tidak secara spesifik terkait dengan pekerjaan
tempat kerja dapat ditemukan dalam publikasi Patel dan Desai (2013).
(Morrison, 2012).
adalah pekerja produktif. Karyawan harus produktif di tempat kerja mereka dan
kesenangan di tempat kerja menjadikan mereka pekerja produktif (Patel & Desai,
2013).
tersebut dimana pada Era digital industri 4.0 suasana kerja yang nyaman, kondusif
dukung konsep open space, entertainment area, serta tata ruang meeting dengan
membangun employee engagement yang baik dan membawa tim project yang
bukan hanya super happy, namun juga super productive, sehingga dapat
kerja seperti sifat nyata dan tidak berwujud dari kesenangan di tempat kerja.
seperti permainan, dan lain-lain. Beberapa aktivitas yang khas di tempat kerja
tempat kerja yang ramah, perasaan sayang, dan hubungan yang baik terhadap
kerja (Karl dan Peluchette, 2006) studi ini menemukan bahwa kesenangan di
tempat kerja mengarah pada kepuasan kerja yang lebih besar dan menunjukkan
layanan pelanggan yang lebih baik, menghadapi lebih sedikit stres dan memiliki
memiliki dampak kuat pada produktivitas dan sikap individu dan kelompok (Tews
et al., 2012).
kerja tetapi itu tergantung pada preferensi individu atau sikap terhadap
kerja memiliki hubungan yang kuat antara kesenangan di tempat kerja dan
merawat diri mereka sendiri, mereka berpikir bahwa kesenangan di tempat kerja
memberi mereka alasan lain untuk berada di tempat kerja (Owler & Morrison,
2012). Menurut Karl dan Harland (2005) mayoritas pekerja lebih suka kegiatan
lainnya, mereka juga berpendapat bahwa individu dengan sikap positif terhadap
kesenangan di tempat kerja lebih produktif daripada individu yang memiliki sikap
tempat kerja secara umum adalah tempat yang menyenangkan untuk bekerja.
Experience terhadap Need for Achievement dan hasilnya adalah positif dan
signifikan. Hal tersebut menunjukkan terdapat pengaruh yang positif dan linear
belum ada satupun penelitian yang secara spesifik meneliti tentang kedua
hubungan ini, penulis akan menguraikan kerterhubungan dua variabel ini dengan
merujuk pada penelitian terdahulu yang mendekati atau yang mengaitkan antara
pengaruh positif antara suasana hati pegawai terhadap hasil organisasi. Mood
yang positif terkait dengan peningkatan kinerja dan extra role pegawai. Suasana
hati yang positif mendorong pegawai untuk memikirkan rekan kerja yang
kerja dan membuat saran kreatif. Perilaku extra role yang dilakukan secara
rekan kerja.
suasana hati positif harus sangat kuat untuk karyawan yang membutuhkan prestasi
tinggi karena tugas yang sulit memungkinkan karyawan untuk memenuhi dan
melampaui standar keunggulan pribadi. Akibatnya, suasana hati yang positif dapat
pegawai lain), selalu ingin unggul, keinginan yang kuat dalam membina hubungan
baik dengan pegawai lain, upaya keras untuk mempertahankan hubungan baik
menyebabkan pegawai kurang aktif dan ini sering membuat segala sesuatu
orang yang mengalami kelelahan emosi mungkin mulai mengabaikan tugas dan
demikian, ketika pegawai yang depresi berpikir tentang hal-hal yang harus
dimiliki dan akhirnya akan menunda melakukan pekerjaan. Hal ini dapat
semakin baik perasaan pegawai membuat pegawai lebih aktif untuk menunjukkan
akan berdampak membuat diri pegawai merasa lebih baik, tetapi hal ini bukan
Emosi negatif yang dirasakan oleh pegawai bukan hanya tentang merasa
sedih - ada banyak perasaan lain yang terlibat juga, seperti keputusasaan dan rasa
bersalah. Jadi, logis bagi perusahaan untuk melakukan hal-hal yang menghasilkan
lainnya, seperti prestasi dan keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan.
yang menyenangkan dan perasaan positif lainnya. Misalnya, pegawai yang selalu
ingin unggul akan memiliki rasa senang dapat mencapai target marketingnya, dan
negatif namun tidak signifikan terhadap kinerja pegawai sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Smith et al., 1992). Dalam penelitian ini yang melibatkan
marketing Bank BUMN faktor lain selain N ach lebih dibutuhkan untuk
dalam kondisi dengan isyarat prestasi tinggi menunjukkan n Ach lebih tinggi
daripada mereka yang berada dalam kondisi netral, meskipun temuannya tidak
signifikan (Smith et al.,1992). Salah satu jenis variabel yang mempengaruhi hal
ini adalah situasi internal saat pengujian. Misalnya, sangat mungkin terjadi
tekanan waktu, informasi yang berlebihan, gangguan, dan beberapa status subjek
(mis., kondisi motivasi yang sedang menurun, kelelahan atau penyakit yang tidak
Penulis membuat Nach pada penelitian ini diukur dengan indikator hasrat
ingin memimpin dan hasrat ingin selalu lebih unggul dari orang lain. Namun
ternyata motif ini dianggap sebagai hal yang cenderung negatif oleh pegawai
marketing. Motif pencapaian ini dilihat oleh pegawai sebagai alat untuk
pencapaian ambisius pribadi. Oleh karena itu, pegawai percaya bahwa mereka
keinginan ini diciptakan oleh apa yang disebut pencitraan prestasi (Bosse, 2015).
Pencitraan prestasi adalah cara dimana sikap terhadap prestasi digambarkan dalam
kehidupan sehari-hari, dalam cerita, gambar dan video. Seseorang yang dikelilingi
oleh dan dibesarkan di sekitar pekerjaan yang memotivasi dan penuh prestasi,
perlu melakukan kerja keras agar bisa berhasil pasti akan melakukan kerja keras.
motivasi berprestasi tinggi, dan menghadapi tugas-tugas yang cukup sulit, karena
mereka ingin meningkatkan kemampuan diri mereka sendiri dan memiliki peluang
lebih baik untuk berhasil dengan standar keunggulan yang tinggi, ketimbang
ambisi dan pencitraan prestasi untuk mempengaruhi pegawai lainnya dan bagi
pegawai marketing pencitraan ini adalah sebuah kondisi pamer yang berkonotasi
negatif.
adalah, lingkungan yang berbeda memiliki tingkat n Ach yang berbeda, mengingat
lingkungan yang berbeda pula. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian
McClelland.
bekerja di Bank BUMN sebagai pegawai marketing tidak sarat dengan resiko,
dengan wirausaha yang pekerjaan mereka akan sarat dengan resiko. Untuk itu
maka, prediktor N ach pada pegawai marketing lebih rendah dibandingkan dengan
kinerja secara keseluruhan. Namun perlu diingat bahwa tujuan pegawai yang
dan satu motivasi berbeda yang dimiliki seseorang dapat memicu jenis motivasi
berbeda lainnya
prestasi tinggi akan memiliki sikap dan kinerja yang lebih baik dalam pekerjaan
karena pegawai yang berprestasi tidak akan menyukai bidang yang menantang
bukan berarti pegawai tidak memandang kinerja sebagai hal yang diperlukan
untuk kepuasan kerja. Namun pegawai marketing lebih ingin untuk memiliki
semangat pegawai marketing ketika berada di divisinya menjadi hal utama dalam
Artinya adalah jika semakin tinggi enjoyable employee experience maka kinerja
pegawai akan semakin tinggi pula, begitu juga sebaliknya. Berarti terbukti secara
pegawai hasilnya menjadi negatif dan signifikan. Artinya bahwa dukungan leader
enjoyable experience nilai faktor terbesar adalah present of energy dan nilai
terbesar dari kinerja pegawai adalah bertanggung jawab terhadap tugas. Untuk
rekan kerja, yang menunjukkan bahwa membangun hubungan saling percaya bisa
Dalam penelitian lain, Peluchette dan Karl (2005) menemukan bahwa sikap positif
tempat kerja memiliki hubungan negatif antara kelelahan emosional dan kepuasan
kerja, dan Karl et al., (2007) menemukan bahwa pengalaman yang menyenangkan
dengan kepuasan kerja. Karl dan Peluchette (2006) juga menemukan bahwa
terutama bagi mereka yang menempatkan nilai tinggi pada kesenangan di tempat
kerja.
Selain itu, penulis terdahulu juga menemukan bahwa karyawan yang puas
merasa bahwa mereka memberikan kualitas layanan yang lebih baik kepada
pelanggan. Terakhir, Karl et al., (2008) menemukan bahwa sikap positif terhadap
Dalam penelitian lain, yang meneliti dimensi yang sama, Fluegge (2008)
kinerja pekerjaan, termasuk kinerja tugas, kinerja kreatif, dan perilaku kewargaan
kesenangan di tempat kerja dan kinerja tugas dimediasi oleh pengaruh positif
karyawan dan bahwa hubungan antara kesenangan di tempat kerja dan kinerja
kreatif dimediasi oleh keterlibatan kerja. Namun, tidak ada pengaruh positif atau
dan OCB.
menentukan aspek kesenangan mana yang paling dominan di dunia kerja, hal
menunjukkan bahwa kesenangan di tempat kerja adalah prediktor yang lebih kuat
daripada kompensasi dan peluang untuk maju, sementara rekan kerja dan
tanggung jawab pekerjaan yang menyenangkan adalah prediktor yang lebih kuat
yang lebih rendah karena kerja karyawan mungkin diizinkan untuk "mengendur."
Tews et al., (2014) meneliti hubungan antara tiga bentuk kesenangan di tempat
kerja pada omset — aktivitas menyenangkan, rekan kerja, dan dukungan manajer
untuk bersenang-senang dengan sampel lain dari server restoran. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa sosialisasi rekan kerja dan dukungan manajer untuk
organisasi yang berbeda, Tews et al., (2015) menemukan bahwa kesenangan akan
adalah peluang karir yang dirasakan, pujian dan hadiah, dukungan manajer untuk
informal, tetapi tidak untuk dukungan manajer. Namun, dukungan manajer untuk
berhubungan positif dengan sub-dimensi belajar dari orang lain dan belajar dari
non-interpersonal.
oleh penulis sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tews et al., (2013,
terhadap kinerja pegawai. Meskipun dalam hal ini Tews et al., tidak menjadikan
leader sebagai variabel pemoderasi. Menurut Tews et al., efek negatif tersebut
Hal yang sama dari yang ditemukan oleh penulis adalah ketika leader
akan berdampak negatif terhadap kinerja pegawai Bank. Dalam penelitian ini
penulis akan menguraikan satu persatu alasan tersebut dengan menganalisis dari
rasa nyaman ini terus ditambah oleh leader akan membuat pegawai marketing
di tempat kerja, pegawai yang merasa dibutuhkan di tempat kerja tentunya akan
membuat emosi positif bagi pegawai tersebut sehingga memunculkan rasa percaya
diri terhadap perusahaan. Namun apa jadinya jika leader terus menerus
bahwa tanpa dirinya divisi marketing tidak akan mampu mencapai target.
berfikir bahwa pegawai tersebut tidak akan diberikan sanksi meskipun melakukan
pegawai akan bekerja tidak optimal dan berdampak buruk bagi kinerja pegawai.
Keharmonisan dengan atasan dan rekan kerja akan berdampak positif jika
keharmonisan itu diberlakukan oleh atasan sesuai dengan porsinya. Hasil dari
penelitian ini tentulah sangat umum, karena dalam organisasi, karyawan bekerja
sama untuk mencapai tujuan dan visi bersama seperti yang dipetakan oleh
manajemen, namun yang penting untuk diperhatikan oleh leader adalah secara
antara pegawai dan atasan. Namun leader tetap harus menciptkan iklim kompetisi
pada sesama pegawai. Oleh karena itu leader harus menemukan cara untuk
Leader harus lebih menekankan pada pendidikan karyawan pada aspek daya saing
yang sehat dengan memberikan landasan yang setara bagi pegawai. Dengan kata
lain, leader harus menindak tegas pada segala bentuk persaingan tidak sehat
karena dampak negatif jangka panjang dan jangka pendeknya akan merugikan
bagi perusahaan. Di sisi lain keharmonisan yang berlebihan dari atasan terhadap
conflict dapat memberikan pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap kinerja
konflik kehidupan kerja dan kelebihan beban kerja di sektor perbankan. Penelitian
variabel (yaitu konflik antara kehidupan kerja dan kelebihan pekerjaan) yang
mana 30% dari 53 juta tenaga kerja adalah wanita (Kementerian Tenaga Kerja dan
wanita menunjukkan perkembangan ekonomi yang positif; dan kedua, saat ini
wanita aktif terlibat dalam dunia kerja baik untuk mengejar karir pribadi atau
Mereka adalah wanita karier independen di tempat kerja dan istri / ibu
kerja saat ini menghasilkan konflik keseimbangan peran dan tanggung jawab
sebagai wanita karir dan istri / ibu (Karatepe dan Kilic, 2007). Ada dua jenis
akibat pertumbuhan populasi usia kerja yang signifikan di mana 30% dari 53 juta
2014).
Work family conflict terjadi begitu saja ketika seseorang tidak dapat
menyeimbangkan dan mengatur waktu atau energinya untuk memenuhi peran dan
dan bahkan pekerjaan yang berkinerja buruk, dan kemungkinan besar mendorong
family conflict adalah kelebihan pekerjaan juga terkait dengan jam kerja yang
panjang yang membutuhkan tingkat energi yang tinggi. Situasi ini terkait dengan
permintaan pekerjaan yang melebihi tugas normal namun waktu yang diberikan
sangatlah terbatas. Hal ini tentunya berkaitan dengan permintaan dari perusahaan
yang menuntut kerja keras dan cepat, dan banyak hal lainnya, pada akhirnya; hal
keterlambatan, perilaku yang tidak fokus, dan ketidakpuasan (Boyar et al., 2005).
pekerjaan yang kemudian memicu penurunan kinerja. Konteks ini ialah keadaan
masing pegawai terhadap pekerjaan nya. Work family conflict yang dialami oleh
pegawai berupa kelebihan beban kerja dan waktu kerja, membuat peran pegawai
penurunan kinerja.
Sonenntag dan Frese, 2001 bahwa kinerja adalah konsep multi-dimensi. Pada
tingkat paling dasar, kinerja dibedakan atas kinerja tugas dan kinerja kontekstual.
produksi), atau tidak langsung (mis., Dalam kasus manajer atau personel staf).
Kinerja kontekstual mengacu pada kegiatan yang tidak berkontribusi inti teknis
perilaku seperti membantu rekan kerja atau menjadi anggota organisasi yang
dapat diandalkan, tetapi juga membuat saran tentang cara meningkatkan prosedur
kerja.
Tiga asumsi dasar dikaitkan dengan diferensiasi antara tugas dan kinerja
kontekstual :
(1) Kegiatan yang relevan untuk kinerja tugas bervariasi di antara pekerjaan
(3) Kinerja tugas lebih ditentukan dan merupakan perilaku dalam peran,
Terdapat lima faktor yang merujuk pada kinerja tugas: (1) kemahiran tugas
khusus pekerjaan, (2) kemahiran tugas yang tidak spesifik untuk pekerjaan, (3)
balik, (3) melatih, dan mengembangkan bawahan, (4) komunikasi secara efektif
Kinerja tugas dan kinerja kontekstual dapat dengan mudah dibedakan pada
tingkat konseptual. Selain itu kinerja tugas dan faktor kinerja kontekstual seperti
dedikasi kerja dan fasilitasi antarpribadi berkontribusi secara unik untuk kinerja
oleh variabel individu lainnya, tidak hanya kinerja tugas, kemampuan dan
Namun, aspek spesifik dari kinerja kontekstual seperti inisiatif pribadi telah
result orientation dan professional mindset. Penurunan kinerja dalam kasus ini
tidak serta merta menurunkan semua dimensi kinerja pegawai. Kinerja yang
paling menurun ketika dihadapkan oleh konflik adalah penurunan inisiatif dalam
variabel, work family conflict memiliki pengaruh yang negatif terhadap kinerja
juga signifikan. Untuk itu penting bagi penulis menguraikan ini satu persatu.
Penulis memberikan penjelasan tentang hal ini dengan terlebih dahulu, merujuk
negatif terhadap kinerja pegawai. Hal ini terjadi akibat adanya kelebihan beban
pekerjaan dan durasi waktu yang lebih panjang, sehingga menurunkan kinerja
secara langsung work family conflict memberikan pengaruh yang negatif namun
signifikan terhadap employee engagement, dimana pengaruh ini akibat dari rasa
antusiasme dan energy yang berkurang sebagai akibat beban kerja dan waktu kerja
positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai disebabkan perasaan bahagia dan
yang berbeda yaitu sikap positif yang dipegang oleh pegawai terhadap nilai-nilai
sangat ditentukan oleh tingkat engage dan kebahagiaan dari pegawai itu sendiri
Seorang pegawai yang engage dan enjoy ditandai dengan energi, kekuatan,
dedikasi, antusiasme dan keadaan positif yang digambarkan sebagai katalis untuk
kinerja pegawai. Pegawai yang enjoy dan engage memiliki sikap positif dan
memiliki pikiran yang terkait dengan pekerjaan yang ditandai dengan semangat,
dan dedikasi, dan ini membuat pegawai hadir secara psikologis di tempat kerja,
pekerjaan.
emosi positif sehingga, dapat terus berfikir positf dan justru mengarahkan pegawai
untuk menjadi lebih bijaksana dalam menyikapi pekerjaan mereka. Tidak ada
satupun dalam hal ini pegawai yang tidak mengalami konflik dalam pekerjaannya.
memiliki energy baru dan merasa puas dengan diri mereka sendiri yang justru
akan meningkatkan kinerja pegawai. Pegawai yang memiliki tingkat engage yang
tinggi menunjukkan dedikasi yang lebih dalam pekerjaan mereka yang mengarah
ke hasil kinerja yang lebih baik di tempat kerja. Tidak hanya itu pegawai yang
berbagai manfaat perusahaan akan lebih merasa wajib meningkatkan kinerja yang
lebih besar dan pada gilirannya, menampilkan sikap dan perilaku yang lebih baik.
bagi pegawai akan membuat pegawai merasa bahwa pegawai adalah bagian dari
organisasi meskipun mereka tengah berada dalam konflik, dan ini akan mengarah
pada peningkatan kinerja. Dan hal ini juga dikarenakan kondisi psikologis,
komitmen, keterikatan, suasana hati, yang berdampak pada kinerja pegawai itu
sendiri.
menyiratkan bahwa ketika pegawai enjoy, kinerjanya akan meningkat. Hasil ini
sesuai dengan banyak temuan lainnya peneliti misalnya, Sendawula et al., (2018)
berpendapat bahwa karyawan yang engage akan konteks bisnis dimana ia bekerja
organisasi.
digambarkan sebagai katalis untuk kinerja karyawan. Ini tidak menyimpang dari
Gichohi (2014) yang menjelaskan bahwa ada hubungan positif antara engagement
dan enjoyable dan kinerja karyawan melalui peningkatan komitmen. Engage juga
dapat menjadi prediktor kinerja karyawan karena mengarah pada perilaku positif,
experience, bahwa ketika work family conflict dalam hubungan antara enjoyable
penurunan.
antara work family conflict dan kinerja pegawai. Belum ada satu pun penelitian
yang menjadikan kedua variabel ini secara bersamaan sebagai pemediasi antara
6.10. WFC berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Need for
Dalam hal ini jelas bahwa sudah dapat dipastikan bahwa work family
conflict tidak akan bisa memiliki pengaruh yang signifikan, hal tersebut sebagai
akibat dari enjoyable employee experience yang menjadi pemediasi antara work
family conflict terhadap N ach. Dimana work family conflict secara langsung tidak
Dalam penelitian ini penulis tidak mengukur secara langsung efek work
ketidaksignifikanan ini terbatas pada efek tidak langsung saja. Maka dengan
Baik secara langsung maupun tidak langsung belum ada studi yang
adalah menjadi sukses dalam hal persaingan dengan beberapa standar keunggulan.
Pegawai mungkin gagal mencapai tujuan ini, tetapi bukan karena mengalami
konflik kerja-keluarga.
Konflik yang dialami pegawai lebih kepada terjadinya emosi negatif dalam
dan profesional sumber daya manusia menemukan konsep EI ini relevan dengan
1. Kemampuan untuk merasakan emosi dalam diri dan orang lain (misalnya.,
takut)
memanfaatkan ayunan suasana hati yang bahagia untuk terlibat dalam tugas
kreatif)
4. Kemampuan untuk mengelola emosi dalam diri dan orang lain (misalnya.
keluarga jika dapat dikendalikan merupakan salah satu kemampuan penting yang
keunggulan di atas rata-rata dan itu juga bisa menjadi bukti seberapa baik
melakukannya.
upayanya. N ach juga menyatakan kebutuhan untuk prestasi terdiri dari empat
bidang utama yaitu; keinginan untuk mencapai sesuatu yang sulit, mencapai
ach berusaha mencapai tujuan yang realistis meskipun menantang, baik dalam
atau melakukan sesuatu yang unik. Ini berarti bahwa kebutuhan pegawai untuk
bukan karena banyak sedikitnya konflik yang dialami. Kebutuhan pegawai untuk
N ach sejauh ini dalam kategori moderat yang mana pegawai dapat menyelesaikan
Selain itu pegawai marketing bersifat analitis dan tingkat resiko yang
dihadapi juga tidak tinggi. Hal itu menjadi motivasi bagi pegawai untuk mampu
pengakuan atas upaya mereka. Namun juga pegawai menghindari situasi berisiko
sumber daya yang tersedia, dengan sumber daya manusia yang paling penting.
employee experience. Efek tidak langsung work family conflict terhadap need for
Efek secara langsung berpengaruh negatif dan signifikan, hal ini sekali lagi
lah yang tepat dijadikan variabel intervening dalam penelitian ini. Mengapa hal
tersebut bisa terjadi, karena work family conflict berpengaruh signifikan terhadap
terhadap kinerja.
Apabila ditarik satu garis lurus maka, hipotesis ini tidak bisa menjadi
signifikan, karena variabel work family conflict tidak signifikan terhadap seluruh
variabel intervening nya, meskipun efek secara langsung terhadap kinerja hasilnya
kinerja seluruhnya. Maka, dapat dinyatakan bahwa need for achievement tidak
kinerja ini dapat terjadi jika kinerja pegawai mendapat efek langsung dari work
family conflict.
menurunkan kinerja pegawai meskipun pegawai dalam kondisi tidak sedang enjoy
dan tidak memiliki N ach. Menurut analisis penulis, kondisi ini terjadi di mana
karena objek dari penelitian ini adalah pegawai marketing bank. Nach sendiri
psikologis utama dari wirausahawan. Pandangan ini didukung oleh bukti yang
perusahaan (Minter et al., 1994). Cassidy dan Lynn (1989) mengemukakan bahwa
etos kerja, dominasi, daya saing, aspirasi status dan perolehan uang serta
akan pencapaian tidak diragukan lagi relevan dengan kemenangan dan kinerja
tinggi.
Jika merujuk pada pandangan Cassisdy dan Lynn yang menyatkan bahwa
dominasi, uang serta kekayaan adalah bagian dari N ach. Tentulah ini membuat N
marketing tidak boleh mendominasi karena mereka bekerja secara tim. Sedangkan
uang dan kekayaan tentulah mustahil apabila pegawai marketing dapat meraup
keuntungan besar, karena gaji, bonus, dan kompensasi lain telah diatur oleh
kelompok yang terdiri dari anggota dengan motivasi berprestasi tinggi, akan
dapat menjadi intervening variabel antara work family conflict dengan kinerja
kaitannya dengan apa yang diberikan perusahaan kepada pegawai. Jadi apa yang
sendiri adalah disebabkan beban kerja, dan waktu kerja yang lebih lama, dan
mana waktu yang dihabiskan lebih banyak untuk bekerja), tidak memiliki efek
emosi positif, dan ini berbanding terbalik dengan konflik keluarga-kerja. Artinya
ketika pegawai telah memiliki positif feeling terhadap pekerjaannya, tim kerja,
dan perusahaan maka, konflik akan dapat diselesaikan secara bijaksana. Hal inilah
intervening variabel.
memberikan efek positif terhadap kinerja pegawai, namun menjadi negatif ketika
sehingga kinerja karyawan akan menurun. Hasil ini berdasarkan pada kondisi
kerja yang ada di Bank BUMN. Kondisi kerja di Bank BUMN sedari awal
mendapatkan gaji dan kompensasi yang relatif cukup tinggi dibandingkan Bank
dikarenakan, apabila rasa nyaman ini terus ditambah oleh leader akan
menimbulkan kondisi kerja yang tidak sehat dan dikhawatirkan pegawai sulit
untuk menghadapi tantangan baru, sehingga membuat divisi marketing tidak akan
kewenangan menindak tegas pada segala bentuk persaingan tidak sehat yang
dalam jangka panjang dan jangka pendek akan merugikan bagi perusahaan.
7.1. Kesimpulan
Experience
Employee Experience
Kinerja pegawai
kinerja pegawai
10. WFC berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Need for
246
11. WFC berpengaruh negatif namun tidak signifikan terhadap Kinerja Pegawai
keterbatasan yaitu:
keterbatasan yaitu:
sehingga penulis tidak bisa mendapatkan informasi yang lebih dalam lagi
2. Kuesioner diberikan kepada responden pada waktu jam kerja, dengan waktu
7.3. Saran
aktif pemimpin dalam konteks menciptakan suasana kerja yang enjoy. Untuk itu
membuat tempat kerja yang lebih baik. Untuk itu Leader harus menumbuhkan
Untuk itu, Leader harus memperhatikan hal ini dengan menciptakan konsep
kesenangan di tempat kerja yaitu tidak dibatasi oleh budaya yang membuat
jenuh. Untuk mendukung hal ini leader dapat membuat iklim kerja yang
marketing, untuk itu sebaiknya selain mendapatkan gaji pokok, maka insentif
pegawai juga dinaikkan. Kenaikan insentif ini jangan hanya terfokus pada
bonus saja, tetapi bisa dimulai dengan hal kecil misalnya kenaikan uang
4. Responden dalam penelitian ini terbatas pada divisi marketing saja, maka bagi
bagian keuangan.
Al Jenaibi, B. 2010, “Job Satisfaction: Comparisons among diverse Public Organizations in the
UAE”, Management Science and Engineering, Vol. 4 No. 3, pp. 60-79.
Albrecht, S.L. 2010. Employee engagement: 10 questions for research and practice. In S. L.
Albrecht 2010. (Ed.), Handbook of Employee Engagement. 3-19 Cheltenham: Edward
Elgar.
Alicia A. Grandey and Allison S. Gabriel. 2015. Emotional Labor at a Crossroads: Where Do We
Go From Here?. The Annual Review of Organizational Pshicolgy and Organizational
Behavior
Andrews Achquah. 2017. Implications of The Achievement Motivation Theory for School
Management in Ghana: A Literature Review. Research on Humanities and Social
Science. 7: 1-15
Ari Warokka and Ika Febrilia. 2015. Work-Family Conflict and Job Performance: Lesson from a
Southeast Asian Emerging Market. Journal of Southeast Asian Research. 1-15
Aryee, S., Luk, V., Leung, A. and Lo, S. 1999, “Role stressors, interrole conflict, and well-being:
the moderating influence of spousal support and coping behaviors among employed
parents in Hong Kong”, Journal of Vocational Behavior, Vol. 54, pp. 259-78
Avolio B.J., Waldman D.A and Mc Daniel M.A. 1990. Age and Work Performance In
Nonmanagerial Jobs: The Effects of Experience and Occupational Type. Academy of
Management Journal. 3: 407-422
Bakker, A.B. 2010. Engagement and job crafting: Engaged employees create their own great place
to work. In S. L. Albrecht (2010) (Ed.), Handbook of Employee Engagement. 229-244.
Cheltenham: Edward Elgar.
Bakker, A.B. & Demerouti, E. 2008. Towards a model of work engagement. Career Development
International, 13(3), 209-223.
Barbara Plester and Ann Hutchison. 2016. Journal Employee RelationFun times: The relationship
between fun and engagement.
Berens, R. 2013. The roots of employee engagement: A strategic approach. Employment Relations
Today, 40, 43–49.
Bindl, U.K. & Parker, S.K. 2010. Feeling good and performing well. Psychological engagement
and positive behaviors at work. In S. L. Albrecht (2010) (Ed.), Handbook of Employee
Engagement. 399-415. Cheltenham: Edward Elgar.
Bodur, S. 2002, “Job satisfaction of health care staff employed at health centers in Turkey”,
Occupational Medicine, Vol. 52 No. 6, pp. 353-355
Boles, J.S., Johnston, M.W. and Hair, J.F. 1997, “Role stress, work-family conflict and emotional
exhaustion: inter-relationships and effects on some work-related consequences”, Journal
of Personal Selling and Sales Management, Vol. 17 No. 1, pp. 17-28
Bolman, L. G., & Deal, T. E. 2014. How great leaders think: The art of reframing. San Francisco,
CA: Jossey-Bass.
249
Borman, W.C and Motowidlo, S.J. 1997. Task Performance and Contextual Performance: The
Meaning for Personnel Selection Research. Human Performance Journal. 10: 99-109
Borman, W.C and Motowidlo S.J. 1993. Expanding the Criterion Domain to Include Elements of
Extra Role Performance. San Francisco
Bowen D.E and Waldman D.A. 1999. Customer Driven Employee Performance In DA Ilgen E.D.
Pulakos (Eds). The Changing Nature of Performance. San Francisco. Jossey Bass
Boyar, SL., Maertz, CP, Jr. and Pearson, AW. 2005, ‘The Effects of Work-Family Conflict and
Family-Work Conflict on Non- Attendance Behaviors,’ Journal of Business Research, 58
(7), 919-925.
Byars, L. L., and Rue, L. W. 2002. Human resource management. New York: Emerald Group
Tayyaba Rashid, Muhammad Imran Malik Dan Muhammad Sajjad.2015. Workplace Fun
As Determinant Of Teachers’ Performance In Pakistani Universities. Vfast Transactions
On Education And Social Sciences. 7. .20-32
Campbell, J.P. 1990. “Modeling the Performance Prediction Problem in Industrial and
Organizational Psychology” In M.D. Dunnette and L.M. Hough (eds). Handbook of
Industrial and Organizational Psychology. Palo Alto: Consulting Psychologist Press. 1:
687-732
Ching, C. Y. I. Y. H. 2010. Workplace Fun and Job Satisfaction: the Moderating Effects of
Attitudes toward Fun (Doctoral dissertation, Hong Kong Baptist University Hong Kong).
Cooper, C. 2008. Elucidating the bonds of workplace humor: A relational process model. Human
Relations, 61(8), 1087-1115
Dickson-Swift, V., James, E. L., Kippen, S., and Liamputtong, P. 2009. Researching sensitive
topics: qualitative research as emotion work. Qualitative Research, 9(1), 61-79.
Fluegge, E. R. 2008. Who put the fun in functional? Fun at work and its effects on job
performance (Doctoral dissertation, University of Florida)
Ford, M.T., Heinen, B.A. and Langkamer, K.L. 2007, ‘‘Work and family satisfaction and conflict:
a meta-analysis of cross-domain relations’’, Journal of Applied Psychology, Vol. 92, pp.
57-80
Frone, MR., Russell, M. and Cooper, ML. 1992, ‘Antecedents and Outcomes of Work-Family
Conflict,’ Journal of Applied Psychology, 77, 65-78
Frye, N.K. and Breaugh, J.A. 2004, “Family-friendly policies, supervisor support, work-family
conflict, family-work conflict, and satisfaction: a test of a conceptual model”, Journal of
Business and Psychology, Vol. 19 No. 2, pp. 197-220.
Greenhaus, HJ., Tammy, DA. And Spector, PE. 2006, ‘Health Consequences of Work-Family:
The Dark Side of The Work-Family Interface,’ Research in Occupational Stress and
Well-Being, 5, 61- 98
Greenhaus, J.H. and Beutell, N.J. 1985, “Sources of conflict between work and family roles”,
Academy of Management Review, Vol. 10 No. 1, pp. 76-88
Heath Y, Gifford R. 2006. Free-market ideology and environmental degradation: The case of
belief in global climate change. Environment and behavior. 1:48-71
Jeffrey H. Greehaus and Nicholas J. Beutell. 1985. Sources of Conflict Between Work and Family
Roles. The Academy of Management Review. Vol 10. 76-88
Jha, Sumi. 2010. Need for Growth, Achievement, Power and Afiliation: Determinant of
Psycological Empowerment. Global Business Review. 3: 379-393
John W. Michela., Michael J. Tews., and David G. Allen. 2018. Fun in the workplace: A review
and expanded theoretical perspective. Human Resource Management Review.1-13
Karatepe, O.M. and Baddar, L. 2006, ‘‘An empirical study of the selected consequences of
frontline employees’ work-family conflict and family-work conflict’’, Tourism
Management, Vol. 27 No. 5, pp. 1017-28.
Karatepe, OM. and Kilic, H. 2007, ‘Relationships of Supervisor Support and Conflicts in The
Work-Family Interface with The Selected Job Outcomes of Frontline Employees,’
Tourism Management, 28 (1), 238–252
Karl, K. & Peluchette, J. 2008. Give them something to smile about: A marketing strategy for
recruiting and retaining volunteers. Journal of Non-profit & Public Sector Marketing, 20,
91-96.
Karl, K., & Peluchette, J. 2006. How does workplace fun impact employee perceptions of
customer service quality?. Journal of Leadership & Organizational Studies, 13(2), 2-13.
Kinnunen, U., Vermulst, A., Gerris, J. and Ma¨kikangas, A. 2003, “Work-family conflict and its
relations to well-being: the role of personality as a moderating factor”, Personality and
Individual Differences, Vol. 35, pp. 1669-83.
Kossek, E.E. and Lambert, J.S. 2005, Work and Life Integration: Organizational, Cultural and
Individual Perspectives, Lawrence Erlbaum Associates, Mahwah, NJ.
Kumar, Preven and Priyadarsini, Kirupa. 2019. Effect of workplace fun of employee behaviors:
An empirical study. International Journal of Mechanical and Production Engineering
Research and Development (IJMPERD). 8: 1040-1050
Lambert, E.G., Hogan, N.Y. and Barton, S.M. 2002, “The impact of work-family conflict on
correctional staff job satisfaction”, American Journal of Criminal Justice, Vol. 27, pp. 35-
51
Lamm, E. & Meeks, M.D. 2009. Workplace fun: The moderating effects of generational
differences. Employee Relations, 31(6), 613-631.
Lee J. Collan. 2009. Engaging the Hearts and Minds of All Your Employees. Mc Graw Hill: New
York
Locke, E.A. 1976, “The nature and causes of job satisfaction”, in Dunnette, M. (Ed.), Handbook of
Industrial and Organizational Psychology, Rand McNally, Chicago, IL
Lovett, S., Coyle, T. and Adams, R. 2004, “Job satisfaction and technology in Mexico”, Journal of
World Business, Vol. 39 No. 3, pp. 217-232.
Macey, William and Schneider Benjamin. 2006. The Meaning of Employee Engagement.
Industrial and Organizational Psychology. 3-30
Mc Daniel M.A., Schmidth F.L and Hunter J.E. 1988. Job Experience Correlates of Job
Performance. Journal of Applied Psychology.73:327-330
McDowell T. Fun at work: Scale development, confirmatory factor analysis, and links to
organizational outcomes.2005
McElwain, A.K., Korabik, K. and Rosin, H.M. 2005, ‘‘An examination of gender differences in
work-family conflict’’, Canadian Journal of Behavioural Science, Vol. 37 No. 4, pp. 283-
98
Meyer, H. 1999. Fun for everyone. Journal of Business Strategy, 20(2), 13-17
Michael J. Tews. 2014. Fun and Friends: The Impact o Workplace Fun and Constituent
Attachment on Turnover in Hospitality Context. Human Relations Journal
Moon, W.H.S.H.J.Y.T.W. 2015, “The moderating role of perceived organizational support on the
relationship between emotional labor and job-related outcomes”, Management Decision,
Vol. 53 No. 3, pp. 605-624
Motowidlo, S.J and Schmit, M.J. 1999. Performance Assessment in Unique Jobs In D.R Ilgen and
E.D Pulakos (eds). The Changing Nature of Job Performance: Implications for Staffing,
Motivation and Development. San Francisco CA; Jossey-Bass
Namayandeh, H., Juhari, R. and Yaacob S.N. 2011, “The effects of job satisfaction and family
satisfaction on work-family conflict and family-work conflict among married female
nurses in Shiraz-Iran”, Asian Social Science, Vol. 7 No. 2, pp. 88-95
Netemeyer, R.G., Boles, J.S. and McMurrian, R.1996, “Development and validation of work-
family conflicts and work-family conflict scales”, Journal of Applied Psychology, Vol.
81, pp. 400-10.
O’Driscoll, M.P., Brough, P. and Kalliath, T.J. 2004, “Work/family conflict, psychological well-
being, satisfaction, and social support: a longitudinal study in New Zealand”, Equal
Opportunity International, Vol. 23 Nos 1/2, pp. 36-56
Organ, D.W. and Konovsky M. 1989, “Cognitive versus affective determinants of organization
Citizenship behavior”, Journal of Applied Psychology, Vol. 74 No. 1, pp. 157-164
Osman M. Karatepe and Hasan Killic. 2007. Relationships with supervisor support and conflicts in
the work-family interface with selected job outcomes of frontline employees. Tourism
Management 28(1):238-252
Owler, K., & Morrison, R. 2012. A Place to be me, A Place Belong: Defining Fun at work in a
New Zealand Call-Centre. New Zealand Journal of Human Resource Management, 12(1),
22-33.
Owler, K., Morrison, R. & Plester, B. 2010. Does fun work? The complexity of promoting fun at
work . Journal of Management and Organization, 16(3), 338-352.
Pasewark, W.R. and Viator, R.E. 2006, “Sources of work-family conflict in the accounting
profession”, Behavioral Research in Accounting, Vol. 18, pp. 147-65.
Patel, B., and Desai, T. 2013. Effect of Workplace Fun on Employee Morale and Performance.
International Journal of Scientific Research, 2(5), 323-326.
Peluchette, J., & Karl, K. A. 2005. Attitudes toward incorporating fun into the health care
workplace. The Health Care Manager, 24(3), 268 -275.
Plester, B.A., Winquist, J. & Cooper-Thomas, H. 2012.The Fun Paradox. Paper presented at
British Academy of Management conference, Cardiff, Wales, September 11-13, 2012.
Plester, B.A. 2009. Crossing the line: Boundaries of workplace humour and fun. Employee
Relations, 31(6), 584-599.
Plester, B. A. & Orams, M. B. 2008. Send in the clowns: The role of the joker in three New
Zealand IT companies. Humor. International Journal of Humour Research, 21(3), 253-
281.
Plester, B.A., & Sayers, J. G. 2007. Taking the piss: The functions of banter in three IT companies.
Humor. International Journal of Humor Research, 20(2) 157 -187.
Qui˜nones, M.A., Ford, J.K and Techout, M.S.1995. The Relationship Analytic review. Personel
Psychology 48: 887-910 Cognitive Abilities and Information Processing. Journal of
Experimental Psycology General 117. 288-318
Sharma, N. and Singh, V.K. 2016, “Effects of workplace incivility on job satisfaction and turnover
intentions in India”, South Asian Journal of Business Research, Vol. 5 No. 2, pp. 234-249
Rich, B. L., LePine, J. A., & Crawford, E. R. 2010. Job engagement: Antecedents and effects on
job performance. Academy of Management Journal, 53, 617-635.
Rosliza Md. Zani., Shakirah Mohd Saad Mohd Saad and Farh Merican. 2017. The Influence of
Workplace Fun on Job Outcomes: A Study Among Different Generations of
Academicians. E-Academia Journal. 6: 153-166
Ruth, G.A., & Tews, M.J. 2016. Food service industry. In R.A. Brymer, R.A. Brymer, & L.N.
Cain (Eds.), Hospitality: An introduction (pp. 265-275). Dubuque, IA: Kendall Hunt
Publishing.
Sabine Sonnentag and Michael Frese. 2005. Performance Concepts and Performance Theory. In
book: Psychological Management of Individual Performance, pp.1-25
Scott E. Crouter. 2015. Effect on Physical Activity of a Randomized Afterschool Intervention for
Inner City Children in 3rd to 5th Grade. https://doi.org/10.1371/journal
Scott L. Boyar., Allison W. Pearson and Carl P. Maertz. 2005. The effects of work–family conflict
and family–work conflict on nonattendance behaviors. Journal of Business
Research 58(7):919-925
Shantakumary Milroy Christy Mahenthiran Aloysius. 2012. Self Motivation for Achievement and
Its Impact on the Employees? Performance and Satisfaction. Conference Paper in SSRN
Electronic Journal
Sidrah Ashfaq and Manzoor Ahmad Choudhary. 2013. Impact of work-life conflict and work over
load on employee performance in banking sector of Pakistan/ Middle East Journal of
Scientific Research 14(5):688-695
Sonnentag, Sabine dan Frese Michael, 2001. Performance Concept dan Performance Theory.
Psychological Management of Individual Performance: John Wiley & Sons, Ltd.
Spector, P.E., Cooper, C.L., Poelmans, S., Allen, T.D., O’Driscoll, M., Sanchez, J.I., Siu, O.L.,
Dewe, P., Hart, P. and Lu, L. 2004. ‘‘A cross-national comparative study of work-family
stressors, working hours, and well-being: china and Latin America versus the anglo
world’’, Personnel Psychology, Vol. 57 No. 1, pp. 119-42
Spinath, F. M. 2001. “Genetic and environmental influences on achievement motivation and its
covariation with personality and intelligence”In R. Riemann, F. M. Spinath & F.
Ostendorf (Eds.), Personality and Temperament: Genetics, Evolution, and Structure. 11-
25)
Stoeva, A.Z., Chiu, R. and Greenhaus, J.H. 2002, “Negative affectivity, role stress, and work-
family conflict”, Journal of Vocational Behavior, Vol. 60, pp. 1-1
Tayyaba Rashid, Muhammad Imran Malik dan Muhammad Sajjad. 2015. Workplace Fun As
Determinant Of Teachers’ Performance In Pakistani Universities. Vfast Transactions On
Education And Social Sciences. 7. .20-32
Tews, M.J., & Burke-Smalley, L.A. 2017. Enhancing training transfer by promoting accountability
in different work contexts: An integrative framework. In K.G. Brown (Ed.), The
Cambridge handbook of workplace training and employee development. (pp. 201-227).
New York, NY: Cambridge University Press.
Tews, M.J., Michel, J.W., & Bartlett, A. 2012. The Fundamental role of workplace fun in
applicant attraction. Journal of Leadership & Organizational Studies, 19(1), 105-114.
Tews, Micheal; Bartlett, A.L and Micheal J. W. 2012. The Fundamental Role of Work Place Fun
in Applicant Attraction. 2012. Journal of Leadership and Organizational Studies.19: 105-
113 the moderating influence of spousal support and coping behaviors among employed
parents in Hong Kong”, Journal of Vocational Behavior, Vol. 54, pp. 259-78
Toth, J., John, F., Brown, R.B. and Xu, X. 2002, ‘‘Separate family and community realities? An
urban-rural comparison of the association between family life satisfaction and community
satisfaction’’, Community, Work & Family, Vol. 5, pp. 181-202
Ugur Yozgat and Elif Bilginoglu. 2017. Is ‘Workplace Fun’ A New Management Fashion or
Another Passing Fad. Journal of Management, Marketing and Logistics. 447-455
Veeck M, Williams P. Fun is good: how to create joy & passion in your workplace & career.2005
Verlinden, N .2018. How Career Pathing can Help You Win Talent and Boost Engagement.
https://www.linkedin.com/in/neelie-verlinden/
Volini,E., Occean,P., Stephan,M, Walsh, B .2017. Digital HR: Platforms, people, and work,
https://www2.deloitte.com/us/en/insights/focus/human-capital-trends/2017/digital-
transformation-in-hr.html
Warokka Arie and Febrilia Ika. 2015. Work-Family Conflict and Job Performance: Lesson from a
Southeast Asian Emerging Market. Journal of Southeast Asian Research. 1-14
Warren, S., & Fineman, S. 2007. ‘Don't get me wrong, it’s fun here, but...’ Ambivalence and
paradox in a ‘fun’ work environment. In R. Westwood & C. Rhodes (Eds.), Humour,
work and organisation, (pp. 92 -112). London: Routledge.