Anda di halaman 1dari 5

KEPERAWATAN GERONTIK

“LAPORAN PENDAHULUAN KONSTIPASI”

Disusun Oleh :

Nama : Vetri Lusiana

NIM : 1814201221

Prodi : S1 Keperawatan

Dosen Pembimbing :

Ns. Falerisiska Yunere, M.Kep

UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

T.A 2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSTIPASI
A. Definisi
Konstipasi atau sembelit sering diderita oleh para lansia. Seseorang dianggap
sembelit jika tidak dapat buang air besar selama duahari atau lebih. Secara umum,
penyebab konstipasi adalah kekurangan cairan yang masuk (minum) atau serat.
Kurang beraktivitas dan berolahraga juga menyebabkan kerja usus menjadi lamban.
The American Gastroenterological Association mendefinisikan konstipasi
adalah sulitnya buang air besar pada waktu terteentu yang berhubungan dengan
kerasnya feses atau perasaan tidak tuntas pada saat buang air besar (Wells et al.,2015).
B. Etiologi
Banyak lansia mengalami konstipasi sebagai akibat dari penumpukan sensasi
saraf, tidak sempurnanya pengosongan usus, atau kegagalan dalam menanggapi sinyal
untuk defekasi. Konstipasi merupakan masalah umum yang disebabkan oleh
penurunan mobilitas, kurang aktivitas, penurunan kekuatan dan tonus otot.
C. Patofisiologi
Konstipasi merupakan penyakit primer atau sekunder (disebabkan karena
penggunaan obat-obatan tertentu, kebiasaan hidup (lifestyle), atau karena penyakit.
Konstipsi bukan merupakan penyakit tetapi merupakan sebuah gejala dari penyakit.
Konstipasi pada lansia sering disebabkan karena rendahnya diet makanan yang
berserat, kurangnya asupan cairan, menurunnya aktivitas fisik, atau karena
penggunaan obat-obat seperti obat golongan opiat. Konstipasi kadang menjdi
psicogenic sejak lahir (Wells et al.,2015).
Beberapa penyakit atau kondisi yang dapat menyebabkan konstipasi sebagai berikut:
1. Gangguan GI termasuk Irritable bowel syndrome (IBS), upper and lower GI
tract diseases, hemorrhoids, tumors, hernia syphilis, dan tubercolosis.
2. Gangguan metabolik dan endokrin termasuk diabetes militus komplikasi
neuropati, hipotiroidsme, hiperkalsemia dan gangguan masuknya glukosa
secara enteric.
3. Penyakit jantung seperti gagal jantung.
4. Konstipasi neurologik seperti Head trauma, CNS tumors, sipnal cord injurs,
cerebrospinal accident, dan penyakit Parkinson.
5. Kasus psycohgenic.
D. Faktor Risiko
Faktor-faktor konstipasi pada usia lanjut:
1. Obat-obatan: golongan antikolinergik, golongan narkotik, golongan analgetik,
golongan deuretik, NSAID, kalsium antagonis, preparat kalsium, besi, antasida
alumunium, penyalahgunaan pencahar.
2. Kondisi neurologik: stroke penyakit parkinson, trauma medula spinalis,
neuropati diabetic.
3. Gangguan metabolik: hiperkalsemia, hipokalemia, hipotiroidisme
4. Kausa psikologik: psikosis, depresi, dimensia, kurang privasi untuk BAB,
mengabaikan dorongan BAB, konstipasi imajiner.
5. Penyakit-penyakit saluran cerna: kanker kolon, divertikel, ileus, hernia,
volvulus, iritable bowel syndrome, rektokel, wasir, fistula/fisura ani, inersi
kolon.
6. Lain-lain: difesiensi diet dalam asupan cairan dan serat, imobilitas/kurang
olahraga, berpergian jauh, paska tindakan bedah parut.
E. Manifestasi Klinik
1. Tanda Dan Gejala
Manifestasi klinik dari konstipasi yaitu:
a. Buang air besar kurang dari 2 kali per minggu
b. Feses keras, kecil-kecil atau kering
c. Sulit untuk buang air besar/defekasi (ditandai dengan mengedan)
d. Perasaan tidak nyaman pada perut seperti kembung, atau tidak tuntas pada saat
buang air besar (feses seperti masih tertinggal didalam jejenum) (Wells et
al.,2015).
Tanda dan gejala yang perlu diwaspadai (Alarm) yaitu:
1. Hematosezia
2. Melena
3. Anorexia
4. Mual dan muntah
5. New onset atau konstipasi yang memburuk pada lansia tanpa ada penyebab
primer (Wells et al.,2015).
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Uji digital pada rektum untuk menge-cek ada yang mempengaruhi feses,
penyempitan pada dubur, atau masa rektal (Wells et al.,2015).
2. Uji laboratorium dan diagnostik yaitu:
a. Pada pasien (lansia) yang mendapat tanda dan gejala yang mengarah
pada gangguan organik, spesifik, dilakukan uji fungsi tiroid elektrolit,
glukosa, tes darah lengkap berdasarkan presentasi klinik.
b. Pasien dengan tanda dan gejala alarm maka dapat dibuktikan uji tes
diagnostik dibawah ini:
 Protoskopi
 Sigmoidoskopi
 Kolonoskopi
 Enema barium (Wells et al.,2015)
G. Penatalaksanaan
Terapi farmakologi:
1. Laksatif
Laksatif dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Laksatif yang bekerja dengan cara melunakkan feses degan durasi
1-3 hari (agen laksatif bulk forming, dukosat, dn laktulosa).
b. Laksatif yang bekerja dengan cara melunakkan atau membasahi
feses menjadi lunak dan mudah untuk dikeluarkan dengan durasi
sedang 6-12 jam. Contoh: obat yang bisakodil, dan senna.
c. Laksatif yang bekerja dengan menyebabkan air terserap pada feses
sehingga feses mudah dikeluarkan dengan durasi pendek 1-6 jam.
Contoh: obat yaitu garam kartatik, minyak kastor, polietilen glikol
(PEG)-electrolyte lavage solution (Wells et al,.2015)
2. Aktivator kanal kalsium
3. Katartik
Tujuan terapi yaitu:
1. Menghilangkan gejala
2. Menstabilkan kebiasaan defekasi
3. Memperbaiki kualitas hidup dengan meminimalkan efek samping terapi
obat (Wells et al.2015).
SUMBER:
Pusmarni, Jastria. Farmakoterapi Penyakit Sistem Gastrointestinal. Jakarta: Yayasan
Kita Menulis.2019

Anda mungkin juga menyukai