Guideline
Penyusun :
Yanuar Adi Sanjaya
Profesi Fisioterapi
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
A. Pendahuluan
US Department of Health and Human Services Centers for Disease Control
and Prevention (CDC) menerangkan bahwa Autism Spectrum Disorder (ASD) adalah
gangguan tumbuh kembang yang mempengaruhi secara signifikan kemampuan sosial,
komunikasi dan perilaku.
WHO menyebutkan bahwa Gangguan spektrum autisme (ASD) adalah
kelompok kondisi yang beragam. Kondisi tersebut dikategorikan dengan beberapa
tingkat kesulitan dalam interaksi sosial dan komunikasi. Karakteristik lainnya adalah
pola aktivitas dan perilaku atipikal, seperti kesulitan transisi dari satu aktivitas ke
aktivitas lainnya, fokus pada detail dan reaksi atau respon yang tidak sesuai terhadap
sensasi yang dirasakan.
National Health Service dari United Kingdom menerangkan bahwa autism
bukanlah sebuah penyakit. Hal tersebut mengartikan bahwa seorang dengan Autism
memiliki kerja otak yang berbeda dari orang lain. Kondisi atau label Autistic akan
disandang seseorang seumur hidupnya. Tidak terdapat istilah sembuh namun treatmen
yang diberikan adalah agar seorang dengan autism bisa memiliki kualitas hidup yang
baik seperti kebutuhan hidup orang pada umumnya.
Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan, sebelumnya dikenal
dengan gangguan perkembangan pervasif. Berdasarkan Diagnostic Manual of Mental
Disorder-IV- Text Revision (DSM-IV-TR), autisme terdiri dari 5 subdiagnosis yaitu:
1) Gangguan autistik, 2) Sindrom Asperger, 3) Gangguan perkembangan pervasif
yang tidak spesifik (Pervasive Developmental Disorder-Not Otherwise
Specified/PDD-NOS),4) Gangguan disintegratif masa anak (Childhood Disintegrative
Disorder/Sindrom Heller) dan 5) Sindrom Rett. Gangguan tersebut ditandai dengan
tiga gejala utama yaitu: 1) defisit kemampuan interaksi sosial, 2) defisit kemampuan
komunikasi, dan 3) perilaku berulang serta minat yang terbatas.
Pada tahun 2013, American Psychiatric Association3 melakukan perubahan
DSM-IV- TR menjadi Diagnostic Manual of Mental Disorder-5 (DSM-5). Istilah
gangguan perkembangan pervasif tidak lagi digunakan, diganti dengan autism
spectrum disorders (ASD) atau gangguan spektrum autisme (GSA). Berdasarkan
DSM-5 gejala GSA hanya dibagi menjadi 2 yaitu: 1) gangguan komunikasi sosial atau
interaksi sosial, 2) adanya perilaku restriktif (terbatas) dan repetitive (berulang-ulang).
Gangguan spektrum autisme, mencermikan karakteristik klinis yang luas.
Sebagian besar GSA didiagnosis sekitar usia 2 tahun, dimana prevalens GSA
lebih besar pada lelakidibandingkan perempuan yaitu berkisar 3:1 sampai 6,5:1.
Prevalens GSA di Eropa dan Amerika Utara diperkirakan 6/1000. Studi terakhir
mendapatkan prevalens GSA pada negara di Amerika Serikat(AS) dan non-AS
mencapai 1% populasi, dengan perkiraan pada anak dan dewasa sama. Prevalens GSA
pada kunjungan Poliklinik Tumbuh Kembang RSUP Sanglah, usia 18-48 bulan
sebesar 9,7%, dimana lelaki 4,7 kali lebih banyak dibandingkan perempuan.
Prevalens gangguan perkembangan pervasif sebesar 63,7/10.000. Angka
tersebut berdasarkan kalkulasi prevalens gangguan autistik, PDD-NOS, dan sindrom
Asperger. Prevalens gangguan autistik meningkat dalam 15-20 tahun terakhir.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dipublikasi sejak tahun 1987, prevalens
gangguan autistik diperkirakan sekitar 7/10.000. Berdasarkan 18 penelitian yang telah
dipublikasi sejak tahun 2000, prevalens gangguan autistik meningkat rata-rata sekitar
20,6/10.000. Prevalens gangguan autistik berkisar dari 0,7/10.000 sampai
72,6/10.000. Perbandingan lelaki dan perempuan sebesar 4,2:1. Indonesia diwakili
oleh Yogjakarta mendapatkan prevalens gangguan autistik sebesar 11,7/10.000, besar
sampel 5.120, usia 4-7 tahun. Prevalens PDD-NOS diperkirakan 1,8 kali
dibandingkan gangguan autistik, yaitu sekitar 37,1/10.000. Prevalens sindrom
Asperger tetap konsisten lebih rendah dibandingkan gangguan autistik yaitu
diperkirakan sekitar 6/10.000, 1/3 sampai 1⁄4 dari prevalens gangguan autistik.
Gejala klinis GSA tampak pada usia 18 bulan, terutama adanya defisit
komunikasi verbal dan non verbal. Beberapa anak dengan GSA menunjukkan regresi
pada kemampuannya pada usia 15 bulan dan 24 bulan, jarang terjadi regresi setelah
usia 24 bulan. Berdasarkan hal tersebut American Academy of Pediatrics (AAP)
merekomendasikan agar melakukan skrining GSA pada usia 18 bulan dan 24 bulan,
namunhanya sedikit dokter anak yang menggunakan instrumen skrining GSA.
Berbagai alasan yang dikemukakan antara lain: memerlukan waktu yang lama;
ketersediaan intrumen skrining; ketrampilan melakukan skrining.
Alat atau instrumen deteksi dini (skrining) yang baik harus memiliki
sensitifitas yang sangat tinggi, meskipun spesifisitasnya sedikit rendah.11 Instrumen
yang telah teruji validitasnya, sebagai skrining GSA adalah Modified-Checklist for
Autism in Toddler (M- CHAT) dengan sensitifitas 0,85 dan spesifisitas 0,93-1,0.
Skrining GSA dengan M- CHAT versi bahasa Indonesia yang telah diterjemahkan
oleh Soetjiningsih memiliki validitas yang baik. Deteksi dini GSA ini perlu dilakukan
agar dapat melakukan identifikasi dini, intervensi intensif sehingga dapat
memperbaiki luaran perkembangan, perilaku dan adaptif yang baik pada GSA.
Diagnosis GSA sampai saat ini masih sangat terlambat, rata-rata pada saat usia 60
bulan jika dilakukan oleh bukan tenaga profesional, dan usia 13 bulan oleh tenaga
profesional.
2. Faktor imunologik
Beberapa penelitian melaporkan adanya ketidakcocokan imunologi
(immunological incompatibility) dimana limfosit anak GSA bereaksi dengan
antibodi ibu, yang meningkatkan kemungkinan terjadi kerusakan jaringan saraf
embrionik. Hipotesis ini masih dalam penelitian.
Volkmar dkk. (2004). Autism and Pervasive Developmental Disorders. Blackwell Publishing.
Oxford. UK.
Gardener, Spiegelman. (2011). Perinatal and Neonatal Risk Factor for Autism : A
Comprehensive Meta-Analysis. American Academy of Pediatrics. Miami.
Spence, Zecavati. (2009). Neurometabolic Disorders and Dysfunction in Autism Spectrum
Disorders. Current Medicine Group LLC. USA.
Marco, Hinkley. (2011). Sensory Processing in Autism: A Review of Neurophysiologic
Findings. International Pediatric Research Foundation. San Francisco.
Robins, Fein, Barton. (2018). Modified Checklist for Autism in Todlers.
www.mchatscreen.com.
APA. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 5edition. American
Psychiatric Association. US
Lina, Laura. (2020). The Benefit Assessment of the Physiotherapy Sessions for Children with
Autism Spectrum Disorder. Baltic Journal of Sport and Health Sciences. Lithuania.
AAP. (2007). AAP Screening Guideline. American Academy of Pediatrics. US
Deeley, Murphy. (2009). Pathophysiology of autism: evidence from brain imaging. British
Journal of Hospital Medicine. UK.
Cetin, Tunca. (2015). Neurotransmitter Systems in Autism Spectrum Disorder. In Tech.