Anda di halaman 1dari 2

Autisme

Autisme ditandai dengan gangguan interaksi sosial timbal balik, komunikasi, serta minat dan aktivitas yang terbatas dan terjadi seumur hidup. Manifestasi klinis autism biasanya muncul sebelum anak berusia 3 tahun. Pada bayi, senyum sosial dapat tidak ada atau terlambat muncul. Anak yang berusia muda dapat menghabiskan waktu berjam-jam dalam bermain sendirian dan tidak tertarik dengan aktivitas sosial serta tidak ada upaya membangun komunikasi. Pasien autism sering tidak

mampu melakukan komunikasi nonverbal (kontak mata) dan tidak dapat berinteraksi dengan orang, dan membedakan orang dengan obyek benda. Karakteristik aktivitas mereka adalah intens, bersifat ritual (berulang-ulang), serta komplusif, adanya gangguan pada aktivitas mereka memicu tantrum atau reaksi marah. Perilaku membenturkan kepala, menggeratakkan gigi, mengayun-ayun tubuh ke depan dan ke belakang, respon yang kurang terhadap rasa sakit dan rangsangan eksternal, serta mutilasi diri dapat ditemukan. Anak yang terkena biasanya mengalami keterlambatan bicara, dan bila pun ada, sering didominasi oleh ekolalia, pembalikan kata ganti, irama suara yang tidak mengandung arti sama sekali, serta kelainan lainnya. Meskipun etiologi gangguan autistic tidak diketahui, terdapat peningkatan risiko mengalami gangguan autistik pada saudara kandungdibandingkan dengan populasi umum. Tidak ada pemeriksaan laboratorium definitive untuk menegakkan diagnosis gangguan autistic, tetapi dapat membantu dalam mengidentifikasi penyebab medis yang menyerupai autisme. Fungsi pendengaran harus diuji untuk menentukan apakah deifisit yang ada dapat menjelaskan gangguan berbahasa yang ada, kelainan kromosom (fragile X syndrome), polimorfisme genetic, infeksi virus kongenital, gangguan metabolik, dan kelainan structural otak harus dievaluasi sebagai latar belakang penyebab kemungkinan gejala autisme yang ada. The American Academy of Pediatrics merekomendasikan skrining untuk autisme pada usia 18 dan 24 bulan. (Marcdante et al, 2014). Tatalaksana. Tidak ada pengobatan untuk autism. Terapi dan peltihan perilaku didesain untuk mengurangi gejala dan dapat membuat beberapa peningkatan. Perlu adanya rencana dan koordinasi antara terapi dan juga intervensi untuk tiap individu sesuai dengan yang dibutuhkan. Hampir semua professional kesehatan setuju bahwa intervensi seawall mungkin memilik hasil yang lebih baik.

Edukasi/perubahan perilaku. Terapis menggunakan training intensif dan terstruktur untuk membantu anak-anak mengembangkan kemampuan bahasa dan sosial mereka. Konseling keluarga untuk orang tua dan saudara kandung dari anak tersebut sering membantu para orang tua dalam menjalani hidup bersama anak autis. Medikasi. Dokter mungkin memberikan medikasi/obat-obatan untuk gejala spesifik yang berhubungan dengan yang diderita anak autis, seperti ansietas, depresi, dan kelainan obsesifkompulsif. Obat-obatan antipsikotik digunakan untuk mengobati masalah yang serius. Kejang dapat diobati dengan satu ataupun lebih obat antikonvulsan. Obat-obatan juga digunakan untuk mengobati anak dengan ADHD yang sangat efektif untuk mengurangi hiperaktivitas dan impulsifitas. Pengobatan lain. Ada beberapa terapi yang masih kontroversial, tetapi hanya sedikit, jika ada itu sudah didukung dengan adanya penelitian. Orang tua seharusnya memperhatikan tiap tatalaksana yang belum terbukti. Meskipun dengan diet yang tepat dapat membantu beberapa anak, orang tua harus tetap berhati-hati terhadap status nutrisi tiap anaknya. (NINDS, 2013)

Sumber: Marcdante K J et al (2014). Nelson ilmu kesehatan anak esensial. Jakarta: Saunders Elsevier

NINDS (2013). Autism fact sheet. http://www.ninds.nih.gov/disorders/autism/detail_autism.htm (diakses pada 15 Maret 2013)

Anda mungkin juga menyukai