Anda di halaman 1dari 2

1

Dari negeri ajaib burung itu datang, melintasi senja yang murung, dan menjelma sepasang alismu

Seperti dalam sajak yang kau tulis, alice. Di negeri ajaib itu ada yang telah membuka kotak
pandora, sebelum genap 1000 tahun kepedihan yang dijanjikan.

Kau bercerita: barangkali ia menyesal telah mengusir sepasang kekasih dari surga

Dalam kotak pandora, tak ada dosa, hanya gelembung-gelembung busa, seolah duka
diterbangkan ke udara

Sejak itulah manusia mengenal kesedihan. Laki-laki menyembunyikannya dalam ketabahan.


Perempuan menyamarkannya dengan kecantikan

Tapi bagimu, alice. Kecantikan hanya cermin yang menipu mimpi dan punah di pagi hari.

Itulah sebabnya, seperti katamu, perempuan bisa tabah menghadapi ketidaksetiaan, tapi gemetar
ketika kecantikanya pudar

Perempuan kerap menangis malam hari, cemas yang tak lagi berbekas, dari luka cambuk di
punggung yang ditutupi

Ku ceritaka ini bukan untuk dukaku sendiri

“Alice, duka serupa burung, kemana pun hinggap, sakitnya tetap sama”

Kepadaku kau pernah pula bercerita, di negeri ajaib ada perempuan buta dan cermin yang suka
menipunya

Setiap berkaca, pada perempuan buta, cermin itu berkata, “Kau pemilik mata tercantik didunia”

Suatu malam yang jahannam, dari mata perempuan buta itu muncul gelembung busa, juga
puluhan kelabang dan ular berbisa

Ia mati dengan dusta yang membuatnya bahagia, sembari menggenggam erat cerminnya

Para peronda menemukan mayatnya yang rusak dan berkata “ ia mati diperkosa kecantikannya”

Cahaya karam

Bulan lebih hitam dari dendam

Itukah sebabnya, alice. Tak ada cermin dikamarmu. Hanya ada foto seorang lelaki yang tak
pernah ingin kau ingat wajahnya
3

Ketika kembali bertemu di kafe itu. Ku kenali kesedihanmu yang dulu, meski kau samarkan
dibawah alismu

“untuk apa waktu mempertemukan kita, bila hidupku sudah bahagia”

Tapi dimatamu ku temukan gelembung-gelembung busa itu

Ssssstttt..... dengar, alice

“Tak ada yang mampu disembunyikan kata-kata, sepintar apapun kau mengelabuinya. Bila
kangen itu luka biarkan sebatang rokok dan secangkir kopi menghapus pedihnya.”

Lalu kau memandang jauh keluar jendela. Aku ingin memelukmu, tapi bagaimana bisa bila ku
tak mampu memeluk kesedihanku sendiri

Di meja tinggal segelas kosong, abu dingin asbak hitam dan matamu setengah memejam

“seorang anak, seorang suami yang selalu datang malam hari sudah lebih cukup untuk hidupku”

Mari mendekat biar kudekap sebelum angin merebut, akan ku jaga hatimu dalam gelap

Saat maut menghampiri, masihkah kau tetap sanggup mencintai yang tak pernah engkau cintai?

Aku akan tetap menetap sebagai gelap.........

Anda mungkin juga menyukai