Anda di halaman 1dari 16

SKENARIO TUTORIAL 2

Jatuh Dari Ketinggian

Seorang laki-laki berusia 55 tahun, pekerjaan petani, masuk rumah sakit dengan
keluhan utama kelemahan keempat anggota gerak, yang dialami segera setelah
terjatuh dari pohon kelapa sebelum masuk rumah sakit (MRS). Pasien terjatuh
dari pohon kelapa setinggi 3meter dengan kepala terjatuh terlebih dulu membentur
tanah. Kelemahan keempat anggota gerak langsung dirasakan saat itu, disertai
rasa tebal pada keempat anggota gerak. Saat berada di rumah sakit, kelemahan
anggota gerak dirasakan menetap sejak terjatuh. Pasien tidak mengeluhkan sesak
napas, gangguan menelan, mual, muntah, penurunan kesadaran, kejang, batuk,
dan demam. Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan. Sejak terjatuh,
pasien belum pernah buang air besar maupun kecil. Buang air besar terakhir satu
hari sebelum MRS. Riwayat penyakit penyerta disangkal.

A. IDENTIFIKASI ISTILAH?

B. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Apa saja yang bisa menyebabkan rasa tebal pada extremitas?

2. Macam-macam penyebab kebas?

3. Macam-macam penyebab kelemahan anggota gerak?

4. Hubungan posisi kepala jatuh terlebih dahulu dengan keluhan yang


dirasakan, jika berbeda apakah keluhannya berbeda?

5. Mengapa pasien tidak bisa BAB dan BAK setelah jatuh?

6. Jarak jatuh berpengaruh terhadap keluhan pasien?

7. Apa mekanisme yang mendasari anggota tubuh melemah dan merasa


tebal?

8. Px fisik dan penunjang apa yang dapat dilakukan pada kasus ini?

9. Talak yang diberikan sebelum dan sesudah di RS?

10. Kenapa perlu ditanyakan sesak napas, gangguan menelan, mual,


muntah, penurunan kesadaran, kejang, batuk, dan demam,
interpretasinya?

11. Prognosis dari kasus ini?


C. KLARIFIKASI MASALAH

1.
2. penyebab kebas diantaranya yaitu CTS, terjadi akibat kebiasaan yang salah
ataupun adanya factor prnyakit seperti DM
3. Penyebab kelemahan anggota gerak kerusakan pada daerah kepala, cedera
pada medulla spinalis, saraf perifer, bisa juga diakibatkan penyakit seperti
infeksi, tumor, dll. Trauma pada tulang belakang dapat terjadi komplit dan
inkomplit.
Neurologis dan non neurologis
Neurologis : UMN DAN LMN
UMN: tungkai dan lengan, spastik, reflek meningkat fisio dan pato
LMN: flaksid, reflek menurun bahkan tidak ada
Non neurologis: imobilisasi yang lama, distrofi otot, penyakit infeksi.
5. kemungkinan terjadi neuregenic bladder, lesi di daerah otak
Lesi di medulla spinalis dapat menyebabkan spastik pada kandung kemih
Gangguan pada saraf otonom pada medulla spinalis.
Mikturisi perlu koordinasi antara otak, korda spinalis dengan vesica
urinaria, jadi kalo ada gangguan pada salah satunya maka akan
menyebakan gangguan pada lainnya, pada kasus ini daerah kepala
terbentur sehingga memungkinkan gangguan mikturisi.
8. Px awal : primer dan sekunder

 Primer: stabilisasi pasien ABC, kalo ada cedera leher fiksasi dengan
baik

 Sekunder : anamnesis, fisik, dan penunjang

Px fisik:

Inspeksi

palpasi : di sepanjang tulang belakang, tidak melakukan pergerakan yang


terlalu pada pasien, takutnya terjadi pergeseran

kalo cedera pada clavicula, warning sign

Px penunjang:

Radiologi, dg posisi standar ap, ap lateral


FOTO polos, CT SCAN, MRI sesuai guideline ATLS
Kekuatan otot pasien dengan metode MMT
ROM dengan goniometer
PX sensorik: tes tajam tumpul
0.tidak merasa
1. merasakan sebagian
2. merasakan seperti normal

9. pada saat kejadian, dengan BLS

 Lingkungan sekitar, apakah aman bagi korban dan penolong

 Cek respon pasien dengan AVPU

 cek arteri karotis dan napas

 Recovery position jika masih normal dan stabil

 Resusitasi

 Perhatikan posisi leher dan cara pemindahan korban

 Panggil ambulan tim 118

 Cpr sesuai siklus, cek nadi dan napas

10. tidak sesak dan gangguan menelan untuk menentukan lesi


Tidak sesak: tidak terganggu diafragma
Mual muntah: lesi/gangguan di daerah kepala
Kejang, demam, batuk, untuk Menyingkirkan diagnosis banding
Deficit neurologis, tergantung di daerah mana lesinya
Deficit motoric : kelemahan pada anggota gerak, bisa juga kelemahan
pada wajah, dll
deficit verbal: aphasia motoric
Riwayat penyakit peserta yang disangkal: untuk mengerucutkan dk dan
menggugurkan dd
Untuk memastikan apakah ini traumatic atau non traumatic injury
D. DIAGNOSIS BANDING (spinal cord injury, HNP, GBS, syok
spinal)

Spinal cord Guillain HNP


Anamnesis injury susp. Brain injury –Barré
Fr. cervicalis syndrome
Laki-laki, 55 th, + + + +
petani
Tetraplegia, setelah + + - +
jatuh dari pohon,
kepala terbentur tanah
Rasa tebal pada 4 + + +/- +/-
anggota gerak
Sesak napas - + - -

Gangguan menelan - + - -

Mual muntah - + - -
Penurunan kesadaran +/- + -/+ -

Kejang - + -/+ -

Batuk dan demam - + - -

BAB dan BAK +/- +/- - -

Px Fisik :
Keadaan umum: + -/+ -/+ -/+
tampak sakit sedang,
compos mentis GCS,
4-5-1
Kesadaran:
BP: 130/80 +/- +/- +/- +/-

HR: 86 +/- +/- +/- +/-

RR:20x/mnt +/- +/- +/- +/-

T : 36,5 +/- +/- +/- +/-

GCS:4-5-1 +/- +/- +/- +/-


Px Kepala: vulnus +/- +/- - -
ekskoriatum reg.
frontalis dextra
Leher, thorax, +/- +/- +/- +/-
abnomen :DBM
Status neurologis : +/- +/- +/- +/-
sikap tubuh normal,
Gerakan abnormal (-),
n. cranialis (normal),
motorik (atrofi,
fasikulasi, klonus (-)
Kekuatan otot +/- +/- +/- +/-
menurun, ekstremitas
atas bil. 1-1-4-3
Ekstremitas kanan +/- +/- +/- +/-
bawah 2-4-3-3
Ekstremitas kiri +/- +/- +/- +/-
bawah 3-3-4-2
Px. Sensorik + - - +/-
Hiperestesia
eksteroseptif setinggi
segmen C 5 kebawah,
proprioseptif
terganggu
Status otonom + +/- +/- +/-
(inkontinensia urin
et alvi (-))
Refleks fisiologis+/+ +/- +/- +/- +/-

Refleks patologis -/- +/- +/- +/- +/-


Px. Penunjang + +/- - +/-
Lab darah (DBM)
EKG (inkomplit
RBBB)
Foto cervical AP
lat : fraktur
kompresi C6, C7
Rontgen thorax PA
(DBM)
Diagnosis
Klinis: quadriplegia

Etiologi: spinal cord injury et causa fraktur kompresi C6-C7

Topis: medulla spinalis

PROBLEM TREE

Laki-laki, 55 tahun
Riwayat jatuh dari Kelemahan
BAB, BAK (-)
ketinggian setinggi keempat
3m ekstremitas

DD : DK: Spinal cord


Px fisik dan penunjang
Spinal cord injury injury e.c fraktur
Brain injury cervicalis
GBS
HNP

Definisi Manifestasi klinis

Epidemiologi Diagnosis

Etiologi Tata laksana

Klasifikasi Komplikasi

Faktor risiko Pencegahan

Patofisiologi Prognosis

Sasaran Belajar :

1. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi dari spinal cord injury


2. Mahasiswa dapat menjelaskan epidemiologi dari spinal cord injury
3. Mahasiswa dapat menjelaskan etiologi dari spinal cord injury
4. Mahasiswa dapat mengetahui faktor risiko dari spinal cord injury
5. Mahasiswa dapat menjelaskan patifisiologi dari spinal cord injury
6. Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosis dari spinal cord injury
7. Mahasiswa dapat menatalaksanai spinal cord injury
8. Mahasiswa dapat mengetahui pencegahan dari spinal cord injury
9. Mahasiswa dapat menjelaskan prognosis spinal cord injury
Tutorial Pertemuan 2

1. Definisi

Spinal cord injury adalah cedera pada tulang belakang dapat diakibatkan
traumatic atau non traumatic. SKDI 2, mampu melakukan diagnosa dan mentukan
rujukan.

2. Epidemiologi

Laki-laki 78% dengan usia 28-30. 595,5% ras kulit putih, dewasa muda, dan
lanjut usia. Wanita lebih banyak saat teenagers. Rasio 2:1 (pria:wanita).

Kecelakaan transportasi darat paling banyak, kekerasan, olahraga, operasi dan


pengobatan, serta penyebab lainnya.

Waktu rawat di RS 11 hari, rehabilitasi 1 bulan.

Laki-laki>wanita, didominasi buruh, karena bekerja tidak sesuai SOP

Traumatic > Non traumatic

Banjarmasin, trauma kepala 33% usia 40

28,5% usia…

3. Etiologi
- Traumatik
Terjadi Ketika ada benturan fisik eksternal, merusak medulla spinalis.
- Non traumatic
Terjadi bukan karena gaya fisik eksternal, bisa karena penyakit penyerta.

4. Klasifikasi
- Berdasarkan level neurologis
- Berdasarkan beratnya defisit neurologis

1. Paraplegia inkomplit (torakal inkomplit)


2. Paraplegia komplit (torakal komplit)
3. Tetraplegia inkomplit (servikal komplit)
4. Tetraplegia komplit (cedera servikal komplit)

- Berdasarkan sindrom medulla spinalis


- Bedasarkan morfologi

Cedera spinal servikal dapat terjadi akibat salah satu atau kombinasi dari
mekanisme trauma berikut ini:
a. Axial Loading
b. Fleksi
c. Ekstensi

d. Rotasi
e. LateralBending

f. Distraksi

- Berdasarkan fasenya
 Fase akut
 Fase sub akut
 Fase kronik > 3 bulan

5. Faktor Risiko
 Jenis kelamin (pria>wanita)
 Usia, pada usia produktif dan lansia
 Aktivitas yang berisiko
 Penyakit penyerta
 Tingkat Pendidikan (Pendidikan yang lebih rendah, lebih berisiko)
 Pekerjaan (tidak ada SOP, kecelakaan kerja)

6. Patofisiologi

Cedera primer

kerusakan awal akibat kerusakan mekanis. Bisa inkomplit ataupun komplit.

Cedera sekunder

Mekanisme rusaknya medulla spinalis dan radiks

 Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus intervertebralis dan


hematom. Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan
kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi tulang dan
kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan
trauma hiperekstensi.
 Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada
jaringan, hal ini biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi medulla
spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya usia.
 Edema medulla spinalis yang timbul segera setelah trauma menyebabkan
gangguan aliran darah kapiler dan vena.
 Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau arteri spinalis anterior dan
posterior

7. Manifestasi Klinis
Komplit: fungsi otonom dari lesi-bawah hilang, tetraplegia, kelemahan di
ekstremitas, hilang fungsi motoric sensorik, hilang refleks vesica urinaria.
Inkomplit:

Lesi C1-C5 pasien kemungkinan meninggal


Lesi C6-C7 kehilangan refleks biceps
Lesi C8-T1

8. Diagnosis

Anamnesis, tanya ada Riwayat konsumsi alcohol/tidak, bagaimana kejadiannya

Px. Fisik, head to toe, pemeriksaan neurologis, evaluasi neurologis, palpasi


sepanjang spine.

Px. Penunjang, rontgent vertebra foto AP lateral, untuk menentukan dimana lokasi
cidera, CT-scan, MRI. Pemeriksaan lab; analisis gas darah, hb dan hematokrik,
urinalisis.

9. Tatalaksana

Berdasarkan ATLS (Advance Trauma Life Support), manajemen umum


pada pasien dengan trauma spinal dan medulla spinalis meliptui imobilisasi,
cairan intravena, obat-obatan, dan rujukan dilkukan saat kondisi pasien sudah
stabil.

 Immobilisasi

Semua pasien dengan kecurigaan trauma spinal harus diimobilisasi sampai di


atas dan dibawah daerah yang dicurigai sampai adanya fraktur dapat disingkirkan
dengan pemeriksaan radiologi. Harus diingat bahwa proteksi spinal harus
dipertahankan sampai cedera cervical dapat disingkirkan. Imobilisasi yang baik
dicapai dengan meletakkan pasien dalam posisi netral-supine tanpa memutar atau
menekuk kolumna vetebralis.

Gerakan yang aman atau log roll, pad apasien dengan tulang belakang yang
tidak stabil memerlukan perencana dan bantuan 4 orang atau lebih, tergantung
ukuran pasien. Satu orang ditugaskan untuk menjaga kesegarisan leher dan
kepala. Yang lain berada di sisi yang sama dari pasien, secara manual mencegahh
rotasi, fleksi, ekstensi, tekukan lateral, atau tertekuknya thorax atau abdomen
secara manual selama transfer pasien. Orang keempat bertanggung jawab
menggerakkan tungkai dan memindahkan spine board dan memeriksa punggung
pasien.

 Cairan Intravena

Pada penderita dengan kecurigaan trauma spinal, cairan intravena diberikan


seperti pada resusitasi pasien trauma.

Jika tekanan darah tidak meningkat setelah pemberian cairan, maka


pemberian vasopressor secara hati-hati diindikasikan. Fenielfrin HCL, dopaminm
atau norepinefrin direkomendasikan. Pemberian cairan yang berlebihan dapat
menyebabkan edema paru pada pasien dengan syok neurogenik. Bila status cairan
tidak jelas maka pemasangan monitor invasif bisa menolong. Kateter urine
dipasang untuk memonitor pengeluaran urine dan mencegah distensi kandung
kemih.

 Medikasi

Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan


dan mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medula
spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medulla
spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama,
cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medula spinalis tidak
komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila fungsi sensoris di
bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih
dari 50%

Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk


cedera medula spinalis traumatika dan direkomendasikan olehNational Institute of
Healthdi Amerika Serikat. Namun demikian penggunaannya sebagai terapi utama
cedera medula spinalis traumatika masih dikritisi banyak pihak dan belum
digunakan sebagai standar terapi. Kajian oleh Braken dalam Cochrane Library
menunjukkan bahwa metilprednisolon dosis tinggi merupakan satu-satunya terapi
farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinik tahap 3 sehingga dianjurkan
untuk digunakan sebagai terapi cedera medula spinalis traumatika.

Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien


cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada
pasien ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk
mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan
memperkuat fungsi otot- otot yang ada.
Pasien dengan Central Cord Syndrome / CSS biasanya mengalami pemulihan
kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik sehingga dapat berjalan dengan
bantuan ataupun tidak. Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat
dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas
hidup sehari-hari/ activities of daily living (ADL). Pembentukan kontraktur harus
dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi
dan harapan pasien

Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan bahwa suatu program


rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi,elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan
gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai
status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.

 Airway

 Breathing

 Circulation, memepertahankan MAP 80

 Disability

 Exposure

Operasi, jika ada indikasi (bukan kompetensi dr umum)

10. Komplikasi

-kematian

-trombosis vena dalam

-ulcus decubitus

-osteoporosis

-fraktur

-pneumonia

-DVT

-Perubahan tonus otot


-komplikasi ke sistem respirasi, edema paru

-sist. Cardiovascular, tromboemboli

-sist. Urologi, retensio urin, gagal ginjal

-GI tract, ileus paralitik, distensi abdomen

-respon seksual

-gangguan haid

11. Pencegahan
- Edukasi pekerja, lingkungan kerja yang aman, mengurangi sumber
bahaya, waktu kerja yang efektif.
- APD, helm, sabuk pengaman untuk bekerja pada ketinggian seperti pada
scenario.
- Pencegahan sekunder, tatalaksana yang tepat imobilisasi yang benar dan
ABCD
- Mencegah komplikasi lebih lanjut

12. Prognosis
Inkomplit prognosis lebih baik daripada komplit. Secara umum dapat
sembuh…
1.

Anda mungkin juga menyukai