Ia lahir dengan nama Ibrahim pada masa paceklik. Tepat ketika bundanya
melahirkannya, seorang lelaki tua misterius mendatangi ayahnya, Sutan
Rasyad, dan berkata bahwa kelak putranya akan membawa perubahan
besar di dunia. Pada usia yang masih muda, gelar datuk pamuncak telah
disandangnya. Gairahnya yang besar akan pengetahuan mendorongnya
berlayar ke Nederland. Tercampak dari tanah adat adalah konsekuensi
yang harus ditanggungnya. Di negeri penjajah ia hidup fakir dan
mengalami diskriminasi rasial karena kulitnya cokelat. Semangat
revolusioner yang membakar Eropa mengubahnya menjadi seorang
pejuang kemerdekaan. Ditemani Fenny van de Snijder, perempuan kulit
putih yang dicintainya, ia melawan penjajahan melalui tulisan. Di sana ia
lebih dikenal dengan nama pena: Tan Malaka!
OLEH
Putri assyfa
Kelas XII MIPA 3