Anda di halaman 1dari 5

Mahakam 

merupakan nama sebuah sungai terbesar di provinsi Kalimantan Timur yang


bermuara di Selat Makassar. Sungai dengan panjang sekitar 920 km ini melintasi
wilayah Kabupaten Kutai Barat di bagian hulu, hingga Kabupaten Kutai Kartanegara dan
Kota Samarinda di bagian hilir. Di sungai hidup spesies mamalia ikan air tawar yang terancam
punah, yakni Pesut Mahakam.
Sungai Mahakam sejak dulu hingga saat ini memiliki peranan penting dalam kehidupan
masyarakat di sekitarnya sebagai sumber air, potensi perikanan maupun sebagai prasarana
transportasi.
Sebagai ibukota provinsi Kalimantan Timur, Sungai Mahakam juga membelah Kota Samarinda.
Terdapat beberapa kelurahan di Samarinda yang dilewati Sungai Mahakam, yaitu Kelurahan Loa
Buah, Loa Janan Ilir, Loa Bakung,Karang Asam Ulu, Teluk Lerong Ulu, Teluk Lerong Ilir, Pasar
Pagi, Karang Mumus, Selili, Kelurahan Mesjid,Pulau Atas, Sungai Kapih, Rawa
Makmur, Bukuan[2]
|}

Daftar isi

 1Anak sungai
 2Geologi
 3Iklim
 4Ekologi
 5Danau-danau Mahakam
 6Aspek sosial
 7Jembatan
 8Referensi
 9Pranala luar

Anak sungai[sunting | sunting sumber]

Aktivitas di sungai Mahakam yang masih menjadi prasarana transportasi utama di Kalimantan Timur

Sungai Mahakam memiliki beberapa anak sungai, di antaranya:

 Sungai Belayan
 Sungai Kedang Pahu
 Sungai Kedang Kepala
 Sungai Batu Bumbun ,di Muara muntai
 Sungai Penyinggahan,di penyinggahan
 Sungai Bakung,
 Sungai Berinding, menghubungkan ke danau melintang
 Sungai Telen
 Sungai Tenggarong
 Sungai Jembayan
 Sungai Loa Haur
 Sungai Karang Mumus
 Sungai Kedang Rantau menghubungkan Muara Kaman sampai ke pedalaman Kutai
Timur
 Sungai Karang Asam Besar Anak Sungai Mahakam ini memiliki panjang 18.800
meter. Sungai ini berada dalam wilayah Kota Samarinda. Sungai Karang Asam
Besar mengalir dan melewati beberapa kelurahan di dalam Kota
Samarinda. Kelurahan tersebut yaitu Teluk Lerong Ilir,Teluk Lerong Ulu Karang Asam
Ulu dan Karang Asam Ilir, Loa Buah, Air Putih, Karang Anyar[3]
 Sungai Palaran. Sungai Palaran ini memiliki panjang sekitar 13.500 meter. Sungai
Palaran, anak dari Sungai Mahakam ini berlokasi di Handil Bakti Kota Samarinda[4]

Geologi[sunting | sunting sumber]
Kalimantan merupakan bagian dari Paparan Sunda (Lempeng Sunda). Pulau ini memiliki
rangkaian pegunungan di daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia tetapi di pulau ini
hampir tidak ada aktivitas vulkanik. Sungai Mahakam berawal dari Gunung Cemaru (1.681 m) di
bagian tengah Pulau Kalimantan, kemudian memotong satuan pra-tersier di sebelah timur
Gunung Batuayan (1.652 m) dan kemudian berakhir di lembah tesier Kutai (Kutai basin). Bagian
tengah daerah pengalirannya melewati dataran rendah dengan danau-danau berhutan rawa. Di
bagian tengah ini, daerah aliran Sungai Mahakam dipisahkan dengan daerah aliran sungai
Barito di sebelahnya oleh perbukitan yang tingginya kurang dari 500 m. Setelah daerah tersebut,
Sungai Mahakam memotong antiklin Samarinda dan mengalir ke Delta Mahakam yang
menyerupai kipas yang membentang pada landas laut dengan basis sekitar 65 km dan radius
sekitar 30 km.

Pada Atlas Kalimantan Timur (Voss, 1983) digambarkan bahwa di sebelah hulu dari Long Iram
(daerah aliran sungai Mahakam bagian hulu) sungai ini mengalir pada batuan tersier.
Antara Long Iram dan Muara Kaman (daerah aliran sungai bagian tengah) sungai ini mengalir
pada batuan alluvium kuarter, sementara di antara Muara Kaman hingga ke hilir termasuk di
Delta Mahakam, kembali ditemukan batuan tersier.

Iklim[sunting | sunting sumber]
Daerah aliran Sungai Mahakam terletak di sekitar garis katulistiwa. Menurut klasifikasi iklim
Koppen, daerah ini memiliki tipe Af (hutan hujan tropis) dengan suhu terendah ≥18oC dan curah
hujan pada bulan terkering pada tahun normal ≥60 mm.[5] Transfer massa dan energi di daerah
tropis terjadi melalui sirkulasi udara umum yang dikenal sebagai Sel Hadley. Pola hujan pada
daerah tropis ini ditentukan oleh pola angin atmosferik skala besar yang dapat diamati dengan
beberapa cara di atmosfer. Sirkulasi ini membawa kelembapan ke udara, menyebabkan hujan di
daerah sekitar khatulistiwa, sementara pada tepi sabuk tropis lebih kering.[6] Dalam sirkulasi ini,
evaporasi berlangsung secara intensif di sekitar khatulistiwa pada pusat tekanan rendah yang
disebut Zona Konvergensi Antartropis (ITCZ), ditandai dengan akumulasi awan di daerah ini.
ITCZ bergerak/berpindah seiring dengan gerak semu matahari di antara zona garis lintang
23,5o Utara dan 23,5o Selatan, sehingga posisinya selalu berubah sesuai gerak semu ini.

ITCZ menyebabkan adanya fenomena muson Indo-Australia yang memengaruhi iklim regional


termasuk di daerah aliran sungai Mahakam. Pada bulan-bulan Desember, Januari, Februari
(musim dingin di belahan bumi utara) konsentrasi tekanan tinggi di Asia dan tekanan rendah di
Australia menyebabkan berhembusnya angin Barat (muson Barat). Pada bulan-bulan Juni, Juli,
Agustus konsentrasi tekanan rendah di Asia (musim panas di belahan bumi utara) dan
konsentrasi tekanan tinggi di Australia menyebabkan angin Timur bertiup di Indonesia (angin
muson Timur). Sirkulasi udara global dan iklim regional di atas menyebabkan daerah aliran
sungai Mahakam yang terletak di sekitar garis khatulistiwa memiliki pola hujan dengan dua
puncak curah hujan (bimodal) yang umumnya terjadi pada bulan Desember dan Mei. Hal ini
karena ITCZ melewati katulistiwa dua kali dalam setahun, dari belahan bumi utara pada bulan
September dan dari belahan bumi selatan pada bulan Maret.

Ekologi[sunting | sunting sumber]

Nepenthes, ataukantong semar, jenis tumbuhan pemakan serangga yang ditemukan di daerah gambut
Mahakam

Nipah di delta Mahakam

Mahakam dan sepanjang daerah aliran sungainya memiliki nilai ekologis penting. Sebanyak 147
spesies ikan asli Mahakam telah teridentifikasi. Mahakam juga merupakan habitat Pesut
mahakam (Orcaella brevirostris) yang merupakan spesies yang terancam punah yang
dimasukkan pada Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species
of Wild Fauna and Flora).[1] Daerah aliran Sungai Mahakam juga merupakan habitat dan tempat
berkembang biak sekitar 298 spesies burung, 70 di antaranya dilindungi dan lima spesies
endemik yaitu: Borneo Dusky Mannikin (Lonchura fuscans), Borneo Whistler (Pachycephala
hypoxantha), Bornean Peacock-pheasant (Polyplectron schleiermacheri), Bornean Blue-
flycatcher (Cyornis superbus) dan Bornean Bristlehead (Pityriasis gymnocephala).

Sebuah kelompok penelitian ([2] Diarsipkan 2011-05-29 di Wayback Machine.): "Upsetting the


balance in the Mahakam Delta: past, present and future impacts of sea-level rise, climate
change, upstream controls and human intervention on sediment and mangrove dynamics"
melakukan penelitian secara luas di Mahakam. Kelompok penelitian ini bertujuan untuk
mempelajari faktor-faktor eksternal seperti kenaikan muka air laut, perubahan iklim, sedimen dari
hulu dan pengaruh manusia terhadap perkembangan delta Mahakam pada masa lalu, saat ini,
dan pada masa yang akan datang dalam berbagai skala waktu.
Danau-danau Mahakam[sunting | sunting sumber]

Danau Melintang di Teluk Tuk

Terdapat sekitar 76 danau tersebar di daerah aliran Sungai Mahakam dan sekitar 30 danau
terletak di daerah Mahakam bagian tengah termasuk tiga danau utamanya (Danau Jempang
15.000 Ha; Danau Semayang 13.000 Ha; Danau Melintang 11.000 Ha).[7] Tinggi muka air danau
danau ini berfluktuasi sesuai musim dari 0,5 m – 1 m selama musim kering hingga tujuh meter
pada musim hujan. Danau-danau di Mahakam dan sekitarnya berperan sebagai perangkap
sedimen yang terkandung dalam air yang mengalir ke danau-danau tersebut yang diketahui
semakin dangkal pada saat ini, kemungkinan disebabkan oleh ketidakseimbangan masukan
sedimen yang berasal dari daerah tangkapannya.[3] Diarsipkan 2012-05-05 di WebCite

Aspek sosial[sunting | sunting sumber]

Ponton pengangkut batu bara di Sungai Mahakam

Sungai Mahakam merupakan sumber penghidupan bagi penduduk, terutama nelayan dan
petani, sebagai sumber air, dan prasarana transportasi sejak dulu hingga sekarang. Di lembah
sungai inilah tempat berkembangnya kerajaan Kutai. Sejarah Kutai terbagi dalam dua periode
yaitu Kutai Martadipura (sekitar tahun 350-400) dan Kutai Kartanegara (sekitar tahun 1300).
Kutai Martadipura merupakan kerajaan Hindu yang didirikan oleh Mulawarman sebagai raja
pertamanya di Muara Kaman, yang tercatat sebagai kerajaan tertua di Indonesia.[8] Kutai
Kartanegara didirikan oleh pemukim dari Jawa di Kutai Lama di dekat muara Sungai Mahakam.
Pada sekitar tahun 1565, Islam menyebar secara luas di Kutai Kartanegara terutama atas usaha
ulama yang berasal dari Jawa, Tunggang Parangan dan Ri Bandang.[9]

Suku Dayak merupakan suku asli Kalimantan disamping suku Kutai dan Banjar. Sejak sekitar


tahun 1970-an program transmigrasi dimulai di Kalimantan Timur terutama berlokasi dekat
Sungai Mahakam. Transmigrasi bertujuan untuk memindahkan penduduk dari pulau-pulau
berpeduduk padat, Jawa, Bali, dan Madura, untuk meningkatkan produksi pertanian di luar pulau
tersebut. Hingga tahun 1973, sekitar 26% daerah pertanian di Kalimantan Timur digarap oleh
transmigran.[10]
Sebagai tambahan, sungai Mahakam juga memiliki karakter unik. Kebanyakan permukiman
berada di muara sungai. Ada tiga pembagian nama untuk muara ini.
Mulai Samarinda sampai Kukar, disebut dengan istilah "Loa". Sebut saja, Loa Janan, Loa
Bakung, Loa Kulu, dan Loa Buah. Berikutnya, giliran "muara" dari pertengahan Kukar hingga
Kubar. Seperti Muara Kaman, Muara Muntai, Muara Wis, dan Muara Pahu. Di bagian hulu
Kubar, namanya menjadi "Long", seperti Long Bagun, Long Pahangai dan Long Apari.
Baik Loa, Muara, dan Long, semuanya berarti muara.[11]

Anda mungkin juga menyukai