Daftar isi
1Anak sungai
2Geologi
3Iklim
4Ekologi
5Danau-danau Mahakam
6Aspek sosial
7Jembatan
8Referensi
9Pranala luar
Aktivitas di sungai Mahakam yang masih menjadi prasarana transportasi utama di Kalimantan Timur
Sungai Belayan
Sungai Kedang Pahu
Sungai Kedang Kepala
Sungai Batu Bumbun ,di Muara muntai
Sungai Penyinggahan,di penyinggahan
Sungai Bakung,
Sungai Berinding, menghubungkan ke danau melintang
Sungai Telen
Sungai Tenggarong
Sungai Jembayan
Sungai Loa Haur
Sungai Karang Mumus
Sungai Kedang Rantau menghubungkan Muara Kaman sampai ke pedalaman Kutai
Timur
Sungai Karang Asam Besar Anak Sungai Mahakam ini memiliki panjang 18.800
meter. Sungai ini berada dalam wilayah Kota Samarinda. Sungai Karang Asam
Besar mengalir dan melewati beberapa kelurahan di dalam Kota
Samarinda. Kelurahan tersebut yaitu Teluk Lerong Ilir,Teluk Lerong Ulu Karang Asam
Ulu dan Karang Asam Ilir, Loa Buah, Air Putih, Karang Anyar[3]
Sungai Palaran. Sungai Palaran ini memiliki panjang sekitar 13.500 meter. Sungai
Palaran, anak dari Sungai Mahakam ini berlokasi di Handil Bakti Kota Samarinda[4]
Geologi[sunting | sunting sumber]
Kalimantan merupakan bagian dari Paparan Sunda (Lempeng Sunda). Pulau ini memiliki
rangkaian pegunungan di daerah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia tetapi di pulau ini
hampir tidak ada aktivitas vulkanik. Sungai Mahakam berawal dari Gunung Cemaru (1.681 m) di
bagian tengah Pulau Kalimantan, kemudian memotong satuan pra-tersier di sebelah timur
Gunung Batuayan (1.652 m) dan kemudian berakhir di lembah tesier Kutai (Kutai basin). Bagian
tengah daerah pengalirannya melewati dataran rendah dengan danau-danau berhutan rawa. Di
bagian tengah ini, daerah aliran Sungai Mahakam dipisahkan dengan daerah aliran sungai
Barito di sebelahnya oleh perbukitan yang tingginya kurang dari 500 m. Setelah daerah tersebut,
Sungai Mahakam memotong antiklin Samarinda dan mengalir ke Delta Mahakam yang
menyerupai kipas yang membentang pada landas laut dengan basis sekitar 65 km dan radius
sekitar 30 km.
Pada Atlas Kalimantan Timur (Voss, 1983) digambarkan bahwa di sebelah hulu dari Long Iram
(daerah aliran sungai Mahakam bagian hulu) sungai ini mengalir pada batuan tersier.
Antara Long Iram dan Muara Kaman (daerah aliran sungai bagian tengah) sungai ini mengalir
pada batuan alluvium kuarter, sementara di antara Muara Kaman hingga ke hilir termasuk di
Delta Mahakam, kembali ditemukan batuan tersier.
Iklim[sunting | sunting sumber]
Daerah aliran Sungai Mahakam terletak di sekitar garis katulistiwa. Menurut klasifikasi iklim
Koppen, daerah ini memiliki tipe Af (hutan hujan tropis) dengan suhu terendah ≥18oC dan curah
hujan pada bulan terkering pada tahun normal ≥60 mm.[5] Transfer massa dan energi di daerah
tropis terjadi melalui sirkulasi udara umum yang dikenal sebagai Sel Hadley. Pola hujan pada
daerah tropis ini ditentukan oleh pola angin atmosferik skala besar yang dapat diamati dengan
beberapa cara di atmosfer. Sirkulasi ini membawa kelembapan ke udara, menyebabkan hujan di
daerah sekitar khatulistiwa, sementara pada tepi sabuk tropis lebih kering.[6] Dalam sirkulasi ini,
evaporasi berlangsung secara intensif di sekitar khatulistiwa pada pusat tekanan rendah yang
disebut Zona Konvergensi Antartropis (ITCZ), ditandai dengan akumulasi awan di daerah ini.
ITCZ bergerak/berpindah seiring dengan gerak semu matahari di antara zona garis lintang
23,5o Utara dan 23,5o Selatan, sehingga posisinya selalu berubah sesuai gerak semu ini.
Ekologi[sunting | sunting sumber]
Nepenthes, ataukantong semar, jenis tumbuhan pemakan serangga yang ditemukan di daerah gambut
Mahakam
Mahakam dan sepanjang daerah aliran sungainya memiliki nilai ekologis penting. Sebanyak 147
spesies ikan asli Mahakam telah teridentifikasi. Mahakam juga merupakan habitat Pesut
mahakam (Orcaella brevirostris) yang merupakan spesies yang terancam punah yang
dimasukkan pada Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species
of Wild Fauna and Flora).[1] Daerah aliran Sungai Mahakam juga merupakan habitat dan tempat
berkembang biak sekitar 298 spesies burung, 70 di antaranya dilindungi dan lima spesies
endemik yaitu: Borneo Dusky Mannikin (Lonchura fuscans), Borneo Whistler (Pachycephala
hypoxantha), Bornean Peacock-pheasant (Polyplectron schleiermacheri), Bornean Blue-
flycatcher (Cyornis superbus) dan Bornean Bristlehead (Pityriasis gymnocephala).
Terdapat sekitar 76 danau tersebar di daerah aliran Sungai Mahakam dan sekitar 30 danau
terletak di daerah Mahakam bagian tengah termasuk tiga danau utamanya (Danau Jempang
15.000 Ha; Danau Semayang 13.000 Ha; Danau Melintang 11.000 Ha).[7] Tinggi muka air danau
danau ini berfluktuasi sesuai musim dari 0,5 m – 1 m selama musim kering hingga tujuh meter
pada musim hujan. Danau-danau di Mahakam dan sekitarnya berperan sebagai perangkap
sedimen yang terkandung dalam air yang mengalir ke danau-danau tersebut yang diketahui
semakin dangkal pada saat ini, kemungkinan disebabkan oleh ketidakseimbangan masukan
sedimen yang berasal dari daerah tangkapannya.[3] Diarsipkan 2012-05-05 di WebCite
Sungai Mahakam merupakan sumber penghidupan bagi penduduk, terutama nelayan dan
petani, sebagai sumber air, dan prasarana transportasi sejak dulu hingga sekarang. Di lembah
sungai inilah tempat berkembangnya kerajaan Kutai. Sejarah Kutai terbagi dalam dua periode
yaitu Kutai Martadipura (sekitar tahun 350-400) dan Kutai Kartanegara (sekitar tahun 1300).
Kutai Martadipura merupakan kerajaan Hindu yang didirikan oleh Mulawarman sebagai raja
pertamanya di Muara Kaman, yang tercatat sebagai kerajaan tertua di Indonesia.[8] Kutai
Kartanegara didirikan oleh pemukim dari Jawa di Kutai Lama di dekat muara Sungai Mahakam.
Pada sekitar tahun 1565, Islam menyebar secara luas di Kutai Kartanegara terutama atas usaha
ulama yang berasal dari Jawa, Tunggang Parangan dan Ri Bandang.[9]