Anda di halaman 1dari 3

S1:

Baik, sy akan mencoba memaparkan rencana topik penelitian saya yaitu” identifikasi lapisan bawah
permukaan daerah manifestasi panas bumi gunung Lawu sebagai zona outflow menggunakan metode
geolistrik resistivitas dan geokimia”

S2:
Potensi panas bumi di indonesia tersebar baik dari pulau sumatera, jawa, kalimantan, sulawesi, maluku
yang merupakan 40% dari total potensi yg ada didunia yaitu sekitar 28.170 Mw dan masih 1.179 Mw
yang telah digunakan.
Salah satu lokasi potensi panas bumi di Indoensia yang belum dikembangkan dengan maksimal
oleh pemerintah sebagai cadangan sumber energi panas bumi ialah wilayah Gunung Lawu yang
terletak di Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Gunung lawu merupakan Gunung api tipe strato ini
berstatus istirahat namun masih memperlihatkan aktivitas vulkanik aktif dengan ditemukannya kepundan
kecil yang masih mengeluarkan fumarol dan solfatara.

S3:
Manifestasi panasbumi yang muncul berupa fumarol, mata air panas, dan batuan ubahan di daerah
Candradimuka (lereng selatan Gunung Lawu) yang indikasi bahwa daerah tersebut merupakan high
temperature. Dari penelitian Amalisana dkk (2017) mengenai Penentuan Potensi Panas Bumi
Menggunakan Landsat 8 dan Hubungannya dengan Kondisi Geologi Gunung Lawu ditemukan beberapa
manifestasi panas bumi yaitu fumarol candradimuka dan fumarol tamansari sebagai zona upflow, dan
MAP Cumpleng di desa tambak, MAP Tasin di desa sendang, MAP Nglerak di karang nongko, MAP
Mangli dan MAP Jenawi yang terletak di desa jenawi sebagai zona outflow.

S4:
RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah penelitian adalah bagaimana gambaran lapisan bawah permukaan di daerah manifestasi
panas bumi Gunung Lawu berdasarkan data geolistrik resistivitas dan geokimia
BATASAN MASALAH
1. Lokasi penelitian mencakup kawasan zona Outflow dari sistem panas bumi Gunung Lawu
2. Metode Geofisika yang digunakan adalah metode geolistrik resistivitas dengan konfigurasi
Dipole-Dipole dan Schlumberger

S5:
Tujuan
1. Menentukan lapisan bawah permukaan daerah manifestasi panas bumi Gunung Lawu
2. Menganalisis pola sebaran manifestasi air panas di bawah permukaan dengan data geolistrik
3. Menganalisis tipe fluida manifestasi panas bumi Gunung Lawu berdasarkan data geokimia

S6:
Geologi Regional
Pulau Jawa merupakan salah satu daerah jalur subduksi atau jalur tumbukan antara dua lempeng besar
dunia, yaitu lempeng Eurasia dan Indo-Australia. Tumbukan kedua lempeng ini menyebabkan
terbentuknya jalur gunungapi yang memanjang dari bagian barat Indonesia sampai bagian timur. Salah
satu gunungapi yang terbentuk adalah Gunung Lawu, yaitu gunungapi strato yang termasuk gunungapi
tipe B. Menurut Peta Geologi Lembar Ponorogo, Jawa Tengah batuan yang ada di daerah ini terdiri dari
batuan gunungapi, batuan terobosan dan batuan sedimen yang berumur mulai dari Tersier sampai Kuarter.

secara umum geomorfologi daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi empat satuan, yaitu:
satuan kubah intrusi, Satuan Vulkanik Gunung Jobolarangan, Satuan Vulkanik Gunung Lawu, dan Satuan
Geomorfologi Pedataran. Batuan di daerah Gunung Lawu dapat dikelompokkan ke dalam 21 satuan
batuan seperti dalam keterangan peta .

S7:

Penelitian sebelumnya di daerah panas bumi Gunung lawu yaitu Qahar dkk (2015) yang membuat model
sistem panas bumi gunung lawu dengan data magnetotelurik.

Interpretasi dari penampang resisitivitas akan dibuat menjadi konseptual model dari sistem panasbumi
Lawu. Hasil Data MT memperlihatkan zona upflow dan outflow. Zona Upflow berada dekat dengan
updome dimana terletak tidak jauh dari pusat gunung Lawu ke arah West-East , sedangkan zona outflow
sangat jauh dari updome. Upflow dan outflow ini dikontrol oleh struktur yang menerus ke arah updome.
Terlihat dari Gambar bahwa keberadaan struktur mempengaruhi kontras resisitivitas yang ada.
Keberadaan fumarole didekat puncak dari gunung Lawu merupakan indikasi lokasi upflow. Kemenerusan
nilai resisitivitas yang rendah yang diikuti oleh penurunan topografi memperlihatkan zona outflow. Hal
ini juga didukung oleh data Geokimia dari air panas Nglerak yang mengindikasikan zona outflow

S8:
Hasil penampang resistivitas 2D konfigurasi Dipole-dipole dari lintasan 1 yang diolah menggunakan
software RES2DINV dapat dilihat pada Gambar

Gambar kiri menunjukkan adanya perbedaan kontras nilai resistivitas yang ditunjukkan oleh perubahan
warna lapisan. Berdasarkan tabel resistivitas batuan dan ditinjau dari informasi geologi daerah penelitian
maka lapisan warna biru sampai hijau dengan rentang nilai resistivitas 13-196 ohm-meter
diinterpretasikan 48 sebagai lanau yang mengandung fluida yang tersebar hampir di sepanjang lintasan.
Warna kuning sampai ungu dengan rentang nilai resistivitas 259-992 ohm-meter diinterpretasikan sebagai
batu pasir yang mengelilingi lapisan lanau.

Berdasarkan kondisi di lapangan, lintasan 1 berada sekitar 7 meter di samping mata air panas sehingga
fluida pada lapisan lanau diduga akumulasi air panas yang berada di bawah permukaan. Hasil penelitian
pada lintasan 1 juga didukung oleh data dari konfigurasi Schlumberger pada titik VES 1 yang hasilnya
dapat dilihat pada Gambar kanan.

Gambar kanan menunjukkan bahwa lapisan batuan bawah permukaan secara vertikal pada log resistivitas
titik VES 1 terdapat 2 lapisan yaitu pada kedalaman 0-5 meter dengan rentang nilai resistivitas 1768.56-
1863.82 ohm-meter diinterpretasikan sebagai batu pasir, sedangkan lapisan pada kedalaman 5-22 meter
dengan rentang nilai resistivitas 72.80-75.91 ohm-meter diinterpretasikan sebagai lanau yang diduga
sebagai lapisan pembawa aliran air panas. Nilai resistivitas yang diperoleh pada titik VES 1 mengalami
penurunan sesuai dengan 49 kedalamannya. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas hidrothermal di bawah
permukaan, yaitu semakin kecil nilai resistivitas maka konduktivitas suatu bahan semakin besar dan
konduktivitas suatu bahan berbanding lurus dengan peningkatan suhu

S9:
Hasil korelasi antara penampang resistivitas 2D dengan log resistivitas 1D dapat dilihat pada Gambar 5.3.
Korelasi antara penampang reistivitas 2D dengan log resistivitas 1D dilakukan untuk mendukung
interpretasi yang dilakukan. Log resistivitas 1D ini berperan sebagai data pendukung sehingga
interpretasi yang telah dilakukan menjadi lebih baik dan akurat.
Gambar 5.3 menunjukkan adanya kesesuaian rentang nilai resistivitas antara penampang resistivitas 2D
dengan log resistivitas 1D. Penggabungan informasi dari penampang resistivitas 2D dan log resistivitas
1D menghasilkan interpretasi model bawah permukaan pada lintasan 1 yang dapat dilihat pada Tabel
5.1.
Sakhir:

Anda mungkin juga menyukai