Anda di halaman 1dari 8

Warisan Kita sebagai Manusia: Berpasangan dan Kawin

Kebanyakan psikolog setuju babwa sejarah evolusi spesies kica membuat jenis pengetahuan tertentu
entah sulit atau mudah dipelajari. Kebanyakan psikolog mengakui bahwa perilaku tertentu, seperti
tersenyun atau meriyukai rasa manis. menyerupai naluri (perilaku yang relatif tidak dipengaruhi oleh
proses belajar dan berlaku bagi semua anggota spesies). Kebanyakan psikolog juga setuju bahwa umat
manusia mewarisi kemampuan kognitif, persepsi, dan ernosi. Akan tetapi, para ilmuwan bidang sosial
tidak menyetujui bahwa biologi dan evolusi dapat ikut menjadi penyebab kebiasaan sosial yang
kompleks, seperti perang, kerja sama, dan pernikahan pernikahan. Tidak ada perdebatan yang lebih
nyata daripada perdebatan mengenai hakikat perbedaan antara pria dan wanita dalam perilaku seksual.
Selanjutnya, kita akan menyoroti tema yang sangat menarik ini.

Evolusi dan Strategi Seksual


Tahun 1975, seorang ahli yang memperoleh pengakuan internasional karena telah banyak melakukan
penelitian tentang kehidupan semut, Edward 0. Wilson, memublikasikan sebuah buku kecil yang
memiliki pengaruh besar. Judul buku itu adalah Sociobiology: The Neu Synthesis. "Sintesis" ini
merupakan aplikasi prinsip-prinsip biologi dalam kebiasaan sosial mnaupun seksual manusia maupun
hewan. Sosiobiologi menjadi topik yang popular bagi para peneliti maupun masyarakat dan telah
memancing berbagai kontroversi. Para ahli sosiobiologi berpendapat bahwa evolusi telah menanamkan
kecenderungan dalam diri kita untuk menggunakan cara-cara yang dapat

memaksimalkan kemungkinan untuk dapat meneruskan gen kita dan

membantu keluarga dekat, yang berbagi banyak gen dengan kita, untuk melakukan hal yang sama.
Dalam pandangan ini, seperti halnya alam telah memilih ciri-ciri fisik yang terbukti adaptif, alam pun
telah memilih trait psikologis maupun kebiasaan sosial yang membantu individu menyebarkan gen
gennya. Kebiasaan-kebiasaan yang meningkatkan penyebaran tersebut bertahan dalam bentuk ikatan
kekerabatan, susunan kekuasaan, larangan pelecehan seksual terhadap wanita, dan banyak aspek lain
dalam kehidupan sosial. Selain itu, para ahli sosiobiologi meyakini bahwa pejantan dan wanita dari
sebagian besar spesies menghadapi masalah yang berbeda dalam hal kesintasan (pertahanan hidup) dan
perkawinan. Keduanya telah berevolusi agar berbeda dalam hal agresivitas, dominasi, dan strategi
seksual (Symons, 1979; Trivers, 1972). Para ahli sosiobiologi berpendapat bahwa pada banyak spesies,
persaingan antarpejantan dalam mendapatkan betina yang masih muda dan subur serta memenangkan
persaingan untuk membuahi sebanyak mungkin betina adalah hal yang adaptif. Semakin banyak betina
yang dibuahi, semakin banyak pula gen-gen yang diturunkan. Rekor manusia dalam hal ini diperoleh
seorang pria yang merupakan ayah dari 899 anak (Daly &Wilson, 1983). (Hal-hal lain yang ia lakukan
sepanjang hidupnya tidak diketahui.) Menurut para ahli sosiobiologi, pihak betina seakan-akan perlu
memilih pasangan dengan gen terbaik karena mereka hanya mampu mengandung dan melahirkan
keturunan dalam jumlah yang terbatas. Oleh karena setiap kali mengandung betina memerlukan
investasi biologis yang begitu besar, maka beina idak boleh melakukan kelalaian. Selain itu, berpasangan
dengan beberapa pejantan tidak akan menghasilkan keturunan yang lebih banyak daripada hanya
dengan satu pejantan. Oleh karena itu, betina berusaha mendapatkan pejantan yang kuat, yang memiliki
sumber daya dan status, serta yang memiliki gen-gen "unggul" Dipandang dari sudut ini, hasil yang
diperoleh dari dua strategi seksual yang berlawanan ini ialah bahwa umumnya pihak jantan
menginginkan seks lebih sering daripada pihak betina. Pejantan sering kali plin-plan dan berganti-ganti
pasangan, sedangkan betina biasanya mengabdi dan setia. Pejantan cenderung mencari sesuatu yang
baru dalam seks, sedangkan betina menginginkan stabilitas dan rasa aman. Pejantan tidak begitu
membeda-bedakan pilihan pasangan seksualnya, sedangkan betina bersikap waspada dan pemilih.
Pejantan bersikap kompeitif dan menekankan dominasi, sedangkan betina tidak demikian. Psikolog
evolusi secara umum setuju dengan kesimpulan ini, tetapi mereka kurang mengandalkan perbandingan
dengan spesies lain daripada para ahli sosiobiologi. Mereka berfokus pada kesamaan prakik kawin dan
berpasangan manusia di seluruh dunia. Dalam suatu penelitian yang sangat besar, 50 ilmuwan meneliti
10.000 orang dari 37 budaya yang berlokasi di enam benua dan lima pulau (Buss, 1994; Schmitt, 2003).
Di seluruh dunia, mereka menemukan bahwa pria lebih kasar dan lebih dominan secara sosial daripada
wanita. Para pria juga lebih tertarik pada kemudaan dan kecantikan pasangannya, mungkin karena
kemudaan dikaitkan dengan kesuburan (lihat Gambar 3.2). Berdasarkan respons responden pria pada
kuesioner, mereka lebih pencemburu dan posesif, mungkin karena jika pasangannya bercumbu dengan
pria lain, ia tidak akan pernah 100 persen meyakini bahwa anaknya adalah benar-benar anaknya secara
genetik. Para pria tersebut lebih cepat daripada wanita untuk bercumbu dengan pasangan yang tidak
terlalu mereka kenal dan cenderung lebih setuju terhadap poligami dan relasi seksual. Hal tersebut
diduga karena dengan demikian, sperma mereka akan terdistribusi seluas mungkin. Sebaliknya, wanita
cenderung menekankan sumber-sumber atau prospek finansial dari calon pasangannya, statusnya, dan
kemauannya untuk berkomitmen dalam hubungan tersebut. Pada kuesioner, para wanita lebih
mencemaskan ketidaksetiaan secara emosi daripada secara seksual. Hal ini diduga karena jika mereka
diabaikan oleh pasangannya, mereka akan kehilan gan dukungan dan sumber daya yang dibutuhkan
untuk mernbesarkan anak-anaknya. Banyak penelitian melaporkan hal yang serupa (Buss & Schmitt,
2011).

"Rantai Genetis"
dangan evolusi tentang perbedaan seks dalam berpasangan dan kawin ini d Sangat populer. Banyak
akadernisi maupun orang awan yang terpengaruh Pendapat bahwa memang ada keunggulan evolusi
bagi laki-laki dalam yebarluaskan benih dan manfaat evolusi bagi wanita untuk menemukan laki. yang
berkantong tebal. Namun kritik, termasuk dari ahli teori evolusi, telah Menantang kesimpulan ini pada
tataran konsep dan dasar metodologinya:

1. Stereotip versus perilaku aktual.


Perilaku manusia dan binatang lain di dunia nyata sering kali tidak berhasil menggambarkan
kegemaran bergani-ganti pasangan pada lelaki, maupun sifat pemalu dan pemilih pada wanita
(Barash & Lipton, 2001; Birkhead, 2001: Fausto-Sterling, 1997; Hrdy, 1994; Roughgarden. 2004).
Pada berbagai spesies burung, ikan, dan mamalia (termasuk manusia), betina lebih bergairah
secara seksual dan terkadang memiliki banyak pasangan laki-laki. Perilaku seksual betina ini
rupanya tidak hanya tergantung pada tujuan untuk dibuahi oleh pejantan. Betina melakukan
hubungan seks ketika tidak sedang berovulasi dan bahkan ketika sudah hamil. Pada banyak
spesies, mulai dari penguin sampai primata, peantan tidak sekadar kawin kemudian pergi.
Mereka tetap berada di sekitar betina, menyuapi bayi-bayi mereka, menggendong anak-
anaknya, dan melindungi mereka dari serangan predator (Hrdy, 1988; Snowdon, 1997).

Perilaku seksual manusia (pada khususnya) begitu bervariasi dan dapat berubah sesuai waktu dan
tempat. Perbedaan budaya yang begitu besar, yaitu mulai dari budaya yang menjunjung wanita untuk
mempunyai banyak anak hingga budaya yang menjunjung wanita untuk hanya memiliki sedikit anak;
budaya yang melibatkan pria dalam mengasuh anak hingga budaya yang tidak melibatkan pria dalam
mengasuh anak; budaya yang membolehkan wanita untuk memiliki banyak pasangan dan budaya di
mana wanita dapat dibunuh bila berhubungan seks di luar pernikahan (Hatfield & Rapson, 1996/2005).
Di banyak tempat, kesucian calon pasargan lebih penting bagi pria daripada bagi wanita. Akan tetapi, di
tempat lain, kesucian penting bagi kedua belah pihak, atau sebaliknya tidak penting sama sekali. Di
beberapa tempat, seperti yang diprediksikan oleh teori evolusi, segelintir pria berkuasa-dengan
kekayaan dan kekuasaannya--memiliki lebih banyak keturunan daripada pria lainnya. Narmun, di banyak
komunitas, termasuk yang menganut poligami, pria berkuasa tidak memiliki lebih banyak keturunan
dibandingkan pria yang miskin atau lebih rendah statusnya (Brown, Laland, & Mulder, 2009). Sikap dan
perilaku seksual juga sangat bervariasi dalam budaya.

2. Apa yang dikatakan versus apa yang dilakukan.


Banyak data yang ditemukan oleh psikolog evolusi datang dari kuesioner dan wawancara. Akan tetapi,
para kritikus berpendapat bahwa respons seseorang dapat menjadi panduan yang buruk bagi pilihan
dan skap mereka yang sebenarnya. Ketika subjek diminta untuk membuat peringkat atas kualitas yang
mereka lihat dari calon pasangannya, muncul perbedaan di antara jenis kelamin, seperti yang
diramalkan oleh teori evolusı (Kenrick et al., 2001). Wanita heteroseksual mengatakan bahwa mereka
idealnya menyukai pria yang kaya dan tampan dan pria mengatakan bahwa mereka menyukai wanita
yang penampilannya menarik dan seksi. Namun, preferensi tersebut adalah hipotetis; pilihan aktual
mereka tentang siapa yang dikencani, dicintai, dan dinikahi sering kali sangat berbeda. Itulah mengapa
orang-orang yang polos, gempal, cerdas, konyol, kaya, miskin, menawan, atau bahkan lucu, dapat
memiliki pasangan. Demikian halnya, ketika Anda bertanya pada orang lain, apa yang lebih membuat
mereka marah: pasangannya berhubungan seksual dengan orang lain, ataukah pasangannya jatuh cinta
pada orang lain; para wanita cenderung akan mengatakan bahwa ketidaksetiaan secara emosi jauh lebih
buruk (meskipun berbagai budaya berbeda reaksinya). Namun ketika seorang peneliti bertanya tentang
pengalaman aktual mereka terhadap ketidaksetiaan, pria dan wanita tidak berbeda sama sekali dalam
hal perhatian mereka terhadap aspek seksual atau emosi perilaku pasangannya (C. Harris, 2003).
Bahkan, pria, yang seharusnya lebih pencemburu secara seksual, secara signifkan dapat menoleransi
ketidaksetiaan seksual pasangannya, sementara wanita cenderung akan mengakhiri hubungan itu.

3. Sampel yang mudah versus sampel yang representatif .


Dalam Bab 2, kita sudah melihat bahwa mahasiswa sebagai "sampel yang mudah" terkadang
menghasilkan kesimpulan penelitian yang tidak dapat diterapkan pada populasi nonmahasiswa. Inilah
yang mungkin terjadi pada banyak penelitian evolusi mengenai sikap terhadap seks dan pernikahan.
Dalam penelitian berskala nasional yang dilakukan belum lama ini, peneliti dari Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention: CDC) mewawancarai lebih dari
12.000 pria dan wanita yang berusia 15 sampai 44 tahun tentang seks, kohabitasi. pernikahan,
perceraian, dan pengasuhan anak (Martinez et al., 2006). Instansi ini telah melakukan penelitian serupa
sejak tahun 1973, tetapi hanya menggunakan

subiek wanita. Kali ini, para peneliti melontarkan pertanyaan yang cukup jelas: Bagaimana dengan pria?
Oleh karena itu, mereka dapat mengambil kesimpulan tentang sikap seksual pada pria dan wanita
berdasarkan sampel yang lebih merepresentasikan populasi dibandingkan dengan sampel yang
digunakan oleh sebagian besar peneliti. Hal yang mereka temukan memlberikar pemahaman baru
tentang pemahaman evolusi mengenai perbedaan jenis kelamin. Seperti yang telah kita lihat dalam
pandangan evolusi, wanita secara keselunhe lebih menghargai komitmen suatu hubungan daripada pria
dan wanita lebih mendedikasikan dirinya dalam pengasuhan anak. Namun 66 persen pria, dibandingkan
dengan hanya 51 persen wania, setuju dengan pernyataan,"Lebih baik menikah daripada menjalani
hidup sendiri." Lebih lanjut, sebagian besar wanita dan pria setuju bahwa "Lebih penting bagi pria untuk
menghabiskan banyak waktu bersama keluarganya daripada mengejar sukses di karier." Pada orang
yang menjadi ayah di pernikahan pertamanya, 90 persennya tinggal bersama anak mereka dan
menghabiskan waktu yang cukup banyak untuk menyuapi dan memandikan, membantu tugas sekolah,
dan mengajak mereka beraktivitas. Hasil-hasil penelitian lain mengarah ke Stereoip, tetapi secara
keseluruhan, penemuan CDC menemukan bahwa pria-pria Amerika saat ini sama tertariknya dengan
wanita tentang relasi dalam keluarga. Jilka Anda berpikir secara kritis, Anda mungkin akan bertanya-
tanya apakah hasil kuesioner ini lebih dapat diandalkan daripada kuesioner mengenai preferensi
berpasangan. Pertanyaan yang bagus! Jawabannya adalah: Ya. Dari penelitian yang mengharuskan
subjek membuat catatan tentang cara nereka menghabiskan waktunya, kita tahu bahwa perilaku pria
telah berubah bersamaan dengan sikapnya. Wanita tetap lebih banyak melakukan tugas rumah tangga
dan merawat anak daripada pria, tetapi sejak tahun 1960-an, waktu yang dihabiskan oleh pria untuk
melakukan pekerjaan rumah meningkat dua kali lipat. Sementara itu, sejak tahun 1980-an, waktu yang
dihabiskan pria untuk merawat anak telah naik tiga kali lipat (Bianchi, Robinson, & Milkie, 2006; VWang
& Bianchi, 2009).

4. Problema Fred Flinstone.


Beberapa pencliti mempertanyakan penekanan para ahli psikolog evolusi terhadap era Pleistosen, yang
berlangsung 2 juta sampai dengan 11 ribu tahur yang lalu. Penelitian terakhir mengenai genom manusia
pada orang Afrika, Asia Timur, dan Eropa mengungkapkan bahwa selama 10 sampai dengan 15 ribu
tahun yang lalu, seleksi alam telah memengaruhi gen yang diasosiasikan dengan indra pengecapan,
penciuman, pencernaan, struktur tulang, warna kulit, kesuburan, dan bahkan fungsi otak (Voi ght et al.,
2006). Beberapa perubahan ini mungkin sudah muncul ketika manusia meninggalkan gaya masyarakat
pemburu dan pengumpul untuk mengadopsi gaya hidup masyarakat hidup n agrikultur (perubahan yang
menbuat beberapa disposisi genetis khusus menjadi lebib adaptif, senentara yang lain tidak). David
Buller (2005), seorang filsuf yang tertarik pada psikologi evolusi, menyimpulkan bahwa Tidak ada alasan
untuk berpikir bahwa manusia kontemporer, hanyalah masyarakat pemburu dan pengumpul di era
Pleistosen yang berusaha untuk danar k: Pemburu dan pengumpul berapa besar masa lalu an batu kita
berpengaruh suburban yang unik, seperti Fred dan Wilma Flintstone." acap kobiasaan dan up Bahkan
jika periode Pleistosen memang berpengaruh secara kuat pada preferensi bereproduksi di habitat
pasangan dan kawin kita

pemilihan pasangan pada manusia, preferensi tersebut da ini? ayang ditekankan oleh teori evolusi.
Nenek moyang kita di zaman tersebut dapat be-beda dengan apa prasejarah tidak seperti para
mahasiswa di berbagai penelitian tentang pemiihan pasangan. Mereka tidak merniliki 5.000 orang
sesarna mahasiswa di mana mereka dalam kelompok kecil, dan jika mereka dapat memilh. Mereka
tinggal memilih untuk hidup di Urp atau Ork, dan hanva itu. mereka bisa dapat menunggu sekumpulan
gadis cantik atau pria tampan kaya melintas di depan mereka. Dikarenakan hanya ada sedikit pilihan
pasangan yang tersedia, maka nereka tidak perlu memiliki strategi pemilihan pasangan seperti yang
dikemukan oleh para ahli teori evolusi (Hazan & Diamesond, 2000), Akan tetapi, evolusi mungkin telah
mnemasukkan kecenderungan untuk memilih pasangan berdasarkan kesamaan (dalam penanpilan,
kecerdasan, dan sebagainya) dan kedekatan ruang (orang tersebut sering berada pada satu tempat yang
sama). Bahkan, terdapat buku i yang mendukung pandangan ini,

2. Akhirnya, apa yang diperdebatkan antara para ahli evolusi dan pengkritiknya pada dasarnya
menyangkut kekuatan relatif antara biologi dan budaya. Dalam On Human Nature (1978), Edward
Wilson mengatakan bahwa gen membatasi budaya. Menurut Stephen Jay Gould (1987), pertanyaan
penting yang perlu dijawab adalah seberapa panjang dan kuatnya rantai kendali gen itu? Apakah terlalu
pendek dan kuat sehingga tidak memungkinkan adanya perubahan atau sebaliknya? Bagi para ahli
biologi sosial, rantai tersebut pendek dan ketat. Bagi ahli psikologi, rantai tersebut cukup elastis
sehingga memungkinkan budaya untuk memodifikasi kecenderungan biologis yang berevolusi, sekalipun
kecenderungan itu cukup kuat

(Kenrick & Trost, 1993). Bagi para pengkritik sosiobiologi maupun psikologi evolusi, variasi budaya
mengandung arti bahwa tidak ada satu pun strategi seksual bagi manusia yang ditentukan oleh gen. Apa
yang telab diberikan oleh evolusi ialah otak yang luar biasa fleksibel. Oleh karena itu, dalam hal seks dan
cinta (seperti perilaku manusia yang lain), rantai itu panjang dan fleksibel.

Genetika Perbedaan
Sebelumnya, kita telah membahas hakikat kesamaan manusia. Kini, kita akan beralih membahas
masalah terbesar kedua yang berkaitan dengan perdebatan antara nature dan nurture, yaitu hakikat
perbedaan Antar manusia yang mungkin disebabkan oleh gen, kita telah menelaah sebuag masalah yang
kompleks secara mendetail. Kita akan mengawalinya dengan sebuah diskusi! Kritis mengenai apa arti
bahwa suatu trait "dapat diwariskan atau diturunkan." Selanjutnya, untuk memberi ilustrae; mengenai
bagaimana para ahli genetika perilaku mpelajari perbedaan antarmanusia yang mungkin disebabkan olt
gen, kita akan menelaah sebuah masalah yang komnleke secara mendetail, yaitu kontribusi genetika dan
lingkungan terhadap inteligensi. Dalam bagian lain buku ini, Anda akan membaca temuan-temuan
genetika perilaku dalam berbagai topik, termasuk berat dan bentuk tubuh. orientasi seksual,
kepribadian dan temperamen, kecanduan, serta gangguan mental.

Arti Kewarisan (Heritability)


Misalkan, Anda ingin mengukur kemampuan bermain flute dalam sebuah kelompok besar yang terdiri
dari siswa-siswa sekolah musik. Untuk itu, Anda perlu menghadirkan sejumlah juri yang secara mandiri
menilai setiap siswa dalam suatu skor yang berkisar antara 1 hingga 20. Ketika Anda menggambarkan
skor-skor tersebut, Anda akan menjumpai beberapa orang yang mungkin Anda golongkan sebagai siswa
yang tidak mampu membedakan melodi dan sebaiknya melupakan karier dalam bidang musik. Anda
juga akan menemukan siswa-siswa yang sangat berbakat memainkan fute dan juga siswa-siswa yang
terletak di antara kedua kelompok tersebut. Apa yang menyebabkan adanya variasi di dalam kelompok
siswa ini? Mengapa ada beberapa siswa yang memiliki bakat musik, sementara beberapa lainnya tidak?
Apakah perbedaan ini terutama disebabkan oleh faktor genetis atau disebabkan oleh pengalaman dan
motivasi? Untuk menjawab pertanyaan ini, para ahli genetika perilaku menghitung statistic yang disebut
kewarisan (beritability), yang mengestimasikan proporsi dari total variansi suatu trait yang dapat
dijelaskan melahui variasi genetis dalamm suatu kelompok. Oleh karena kewarisan dari suatu trait
dinyatakan dalam bentuk proporsi (misalnya 0,60 atau 60/100), maka nilai maksinumnya dapat
mencapai 1,0 (ekuivalen dengan "100 persen dari variansi"). Tinggi badan merupakan trait yang memiliki
kemungkinan tinggi untuk diwariskan; artinya perbedaan tinggi badan dalam suatu kelompok yang
terdiri dari individu-individu yang sama-sama memperoleh gizi yang baik sebagian besar disebabkan
oleh perbedaan genetis mereka. Sebaliknya, pengetahuan mengenai eika di meja makan merupakan
trait yang kurang diwariskan karenakebanyakan variasi di antara individu dijelaskan oleh perbedaan
dalam pengasuhan. Kami menduga bahwa kemampuan bermain flute-dan kenmampuan bermain music
secara umum-terletak di antara keduanya. Tate Banyak orang yang keliru menanggapi pewarisan sifat
bawaan. Namun, seiring dengan bermunculannya temuan-temuan genetika, masyarakat perlu
memahami konsep ini dengan lebih baik daripada sebelumnya. Anda tidak akan dapat memahami
masalah nature-nurture tanpa memabami fakta-fakta berikut

mengenai kewarisan:

1. Estimasi kewarisan hanya dapat diterapkan terhadap kelompok khusus yang


berdiam di lingkungan khusus.
Pewarisan suatu mungkin bernilaı tinggi di sebuah kelompok dan rendah di kelompok lainya.
Orusi an ngkung Misalkan, semua anak dalam masyarakat A berasal dari keluarga kaya,
memakan makanan bergizi yang berlimpah, memiliki orang tua yang baik hati dan perhatian,
arriv: serta bersekolah di sekolah bergengsi yang sama. Oleh karena mereka berasal dari
lingkungan yang kurang lebih sama, perbedaan intelektual di antara mereka akan lebih banyak
bersumber dari perbedaan genetis. Dengan perkataan lain, kemampuan mental pada kelompok
ini lebih banyak bersifat turunan. Sebaliknya, bayangkan anak-anak di komunitas B berasal dari
keluarga yang kaya, miskin, dan menengah; beberapa di antara mereka menjalani pola makan
sehat, sementara anak lainnya banyak makan mnakanan berlemak dan kue mangkuk; beberapa
di antara mereka memasuki sekolah yang baik dan beberapa lainnya memasuki sekolah yang
kurang baik; beberapa memiliki orang tua yang sangat penyayang, sementara lainnya memiliki
orang tua yang acuh. Perbedaan intelektual di antara anak-anak ini dapat terkait dengan
perbedaan lingkungan. Seandainya benar demikian, maka pewarisan inteligensi dari kelompok
ini akan rendah (Nisbett, 2009). Memang, dalam penelitian yang mengikuti perkembangan
48.000 anak-anak Amerika sejak mereka dilahirkan sampai berumur 7 tahun, faktor keturunan
sangat dipengaruhi oleh apakah anak tersebut datang dari keluarga mampu atau tidak. Pada
keluarga miskin, 60 persen variansi pada IQ disebabkan oleh faktor lingkungan yang diberikan
oleh anggota keluarga, dan kontribusi gen hampir mencapai nol. Dalam keluarga mampu, hasil
yang ditemukan bertolak belakang: faktor keturunan sangatlah tinggi dan faktor lingkungan
yang sama hampir tidak berkontribusi samna sekali (Turkheimer et al.,2003).
2. Perkiraan pewarisan suatu sifat tidak dapat diterapkan ke 2setiap individu, tetapi
hanya dapat diterapkan ke variasi-variasi dalam suatu kelompok.
Anda mewarisi setengah sifat gen ibu dan setengah gen ayah Anda. Meskipun demikian,
kombinasi gen Anda tidak pernah terlihat sebelumnya dan tidak akan pernah terlihat lagi
(seperti yang akan kami jelaskan selanjutnya, bahkan kembar identik tidak 100 persen identik).
Anda juga memiliki sejarah hubungan keluarga yang unik, pelatihan intelektual, dan berbagai
pengalaman hidup. Anda tidak mungkin mengetahui bagaimana gen dan sejarah hidup Anda
saling berinteraksi sehingga menghasilkan pribadi Anda seperti sekarang ini. Sebagai contoh,
seandainya Anda adalah pemain flute ternama, tidak seorang pun dapat memastikan bahwa
kemampuan Anda dalam memainkan flute merupakan hasil dari bakat musik yang diturunkan,
atau karena dibesarkan di keluarga yang sangat menyukai permainan fute, atau obsesi pribadi
yang muncul pada usia 6 tahun saat melihat opera The Magic Flute-atau kombinasi dari ketiga
hal tersebut. Dalam diri seseorang, gen dapat menciptakan perbedaan yang luar biasa besar
dalam hal bakat atau kecenderungan sifat; tetapi bagi orang lainnya,lingkungan mungkin dapat
jauh lebih berperan. Para ilmuwan hanya dapat mempelajari sejauh mana perbedaan
antarmanusia secara umum dijelaskan oleh perbedaan genetis.
3. Trait dengan tingkat kewarisan yang tinggi pun dapat dimodifikasi oleh
lingkungan. Para ahli genetika perilaku telah menemukan berbagai contoh mengenai cara gen-
gen berinteraksi dengan lingkungan. Meskipun tinggi badan sangat terkait dengan faktor
keturunan, anak-anak yang kurang gizi mungkin tidak akan tumbuh setinggi anak yang
memperoleh gizi cukup. Demikian pula dengan anak-anak yang menjalani pola makan bernutrisi
yang sangat ekstrem. Mereka mungkin akan tumbuh lebih tinggi daripada vang kita perkirakan.
Prinsip yang sama dapat diterapkan pada trait psikologis dan keterampilan.

Menghitung Kewarisan
ilmuwan tidak mungkin dapat memperkirakan secara langsung sejauh mana suatu sifat atau
perilaku dapat diturunkan. Oleh karena itu, para ilmuwan Saat dengan cara mempelajari orang-
orang yang taraf persamaan yang harus menyimpullkannya dengan cara mempelajarı
genenkanya telah diketahu. Mungkin Anda berpikir bahwa pendekatan paling genetikan
sederhana untuk mencapai hal ini adalah dengan membandingkan keterkaitan
biologis dalam satu ikatan keluarga; semua orang mengetahui keluarga yang terkenal dengan
sejumlah bakat atau sifatnva, Meskipun demikian, trait yang dimiliki suatu dengan sejumlah
bakat atau sitatnya. e enoda kita karena dekat keluarga keluarga tidak akan memberi banyak
intormas biasanya memiliki lingkungan yang sama, selain gen. Misalnya, walaupun orang tua a-
saudara kandung Carlo menyukai lasagna, tetapi tidak berarti bahwa kegemaran terhadap
lasagna merupakan sifat yang diturunkan. Hal yang sama diterapkan seandainya setiap orang di
keluarga Carlo memiliki 1Q tnggi, gangguan moody. mental, atau suasana hati yang mudah
berubah alias Pendekatan yang lebih baik untuk melihat kewarisan trait adalah dengan
mempelajari anak-anak vang diadopsi (antara lain Loehlin, Horn, & Willerman,1996). Pada anak-
anak ini, gen mereka sama dengan gen orang tua kandung mereka,
tetapi mereka dibesarkan dalam sebuah lingkungan yang berbeda, terpisah dari orang tua
kandung. Di sisi lain, mereka tinggal di dalam lingkungan yang sama dengan orang tua dan
saudara-saudara angkatnya, tetapi gen mereka berbeda: Berbagi Lingkungan Berbagi Gen Orang
Tua Asuh Kandung Adonsi Para peneliti dapat membandingkan korelasi antara sifat-sifat anak
yang diadopsi dengan sifat saudara kandungnya maupun saudara angkatnya. Hasil pengamatan
ini dapat digunakan untuk menghitung perkiraan tentang sejauh mana suatu sifat diturunkan.
Pendekatan Jainnya dilakukan dengan cara membandingkan kembar identic dengan kembar
fraternal. Kembar fraternal (fraternaldizygotic twins) terjadi jika ovarium wanita melepaskan
dua sel telur (bukan satu) dan setiap sel telur dibuahi oleh sebuah sperna yang berbeda. Kembar
fraternal merupakan pasangan dalam kandungan, tetapi secara genetis, mercka tidak lebih mirip
dibandingkan pasangan saudara kandung bukan kembar (rata-rata mereka hanya berbagi
setengah dari gen mereka); di samping itu, mereka juga dapat berjenis kelanin berbeda. Seba
iknya, kembar identik (identical/monozygotic tuwins) berkembang jika sebuah sel telur yang
telah dibuahi (zigot) terbelah menjadi dua bagian dan kemudian berkembang menjadi dua
embrio yang terpisah. Oleh karena kembar identik berasal dari sel telur yang sama, sejak dulu
diasumsikan bahwa mereka sepenuhnya memiliki gen yang sama dan ini terjadi pada sebagian
besar kembar identik. Namun, beberapa bukti yang mengejutkan menemukan bahwa blok-blok
DNA yang terduplikasi (sekumpulan asam amino A, C, G, dan T yang didiskusikan sebelumnya)
dapat muncul di salah satu kembar, tetapi tidak pada saudara kembarnya (Bruder et al., 2008).
Demikian pula, kecelakaan atau penyakit sebelum kelahiran dapat mengubah ekspresi genetik
pada salah satu anak kembar tersebut (Plomin, 2011). Bagaimanapun, sebagian besar anak
kembar identik secara genetis identik: Kembar Fraternal Kembar Identik Dua sel telur yang
berbeda dibuahi
Satu sel telur dibuahi oleh satu sperma oleh dua sperma yang berbeda yang kemudian terbelah
dua Rahim Hanya berbagi sekitar setengah Berbagi seluruh dari gen mereka gen merekaAhli
genetika perilaku dapat memperkirakan kewarisan suatu trait dengan membandingkan
kelompok yang terdiri dari kembar fraternalberjenis kelamin sama dengan kelompok kembar
identik. Asumsinya adalah bahwa jika kembar identik lebih serupa dibandingkan kembar
fraternal, maka kesamaan yang banyak itu pastilah karena pengaruh genetis. Jika Anda berpikir
secara kritis, Anda mungkin juga akan mencurigai bahwa kembar identik diperlakukan berbeda
dari kembar fraternal. Untuk menghindari masalah ini, peneliti telah mempelajari kembar
identik yang telah dipisahkan sejak lahir dan dibesarkan secara terpisah. (Beberapa dekade lalu,
kebijakan pengadopsian anak dan perlakuan terhadap bayi yang lahir di luar pernikahan
memperbolehkan pemisahan tersebut.) Secara teori, kembar identic yang terpisah memiliki gen
yang sama, tetapi tidak lingkungannya, kecuali tentunya lingkungan yang mereka bagi di rahim
ibu kandungnya. Kesamaan yang ada di antara mereka seharusnyaterutama bersifat genetik dan
dapat diperkirakan kewarisannya. Belakangan ini, para ilmuwan semakin meminati metode
baru, seperti penelitian genome-wide association dan menghitung kewarisan secara langsung
alih-alih mengacunya dari penelitian terhadap anak kembar. Meskipun demikian, informasi yang
kita peroleh saat ini sebagian besar berasal dari penelitian tentang
anak adopsi dan anak kembar.

Anda mungkin juga menyukai