Nama : Nidaul Hasanah Mirfaqo (933803820) Prodi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir / IAT
3A Matkul : Bunyan Al-Ma’rifi
QASHR, FASHAL DAN WASHAL DALAM AL-QUR'AN
QASHR A. Pengertian Qashr Menurut pengertian bahasa, qashr adalah al-habs (mencegah). Sedang menurut istilah, qashr adalah mengkhususkan sesuatu (maqshur ‘alayh) dengan sesuatu yang lain (maqshur) melalui cara tertentu (alat qashr). Adapun alat-alat qashr, yaitu: nafy dan istisna’, innama, ‘athaf dengan huruf “la, bal atau lakin”, dan mendahulukan sesuatu yang mestinya diakhirkan B. Macam-Macam Qashr 1. Berdasarkan waqi’ dan haqiqah (kenyataan): a. Qashr haqiqi, yaitu mengkhususkan sesuatu berdasarkan kenyataan dan hakikatnya, bukan berdasarkan (disandarkan) pada yang lain. Contoh dalam Qs. َ ْه ِٰٰل>= ٰ ّل َما ٰفى السَّمٰ ٰو ٰت َو َما ٰفى ا ال ٰ ار al- Baqarah: 284 ض “kepunyaan Allah lah segala apa yang ada di langit dan di bumi…” Disebut qashr haqiqi, karena berdasarkan kenyataan yang sesungguhnya, bahwa yang memiliki sesuatu di langit dan di bumi adalah Allah. b. Qashr idlafi, yaitu mengkhususkan sesuatu berdasarkan sandaran tertentu ٰ ُٰ (mu’ayyan). Contoh dalam Qs.an-Nisa’:171 احد ٰ هاللّ ٰالهٌ َّو ٌٰ ان ََّما “…Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa …” 2. Berdasarkan tharf (unsur) qashr (maqshur dan maqshur ‘alayh), baik qashr haqiqi maupun qashr idlafi: a. Qashr shifah ‘ala maushuf, yaitu menentukan sifat hanya berlaku untuk maushuf (orang yang disifati) saja, tidak berlaku bagi yang lain. b. Qashr maushuf ‘ala shifah, yaitu menentukan maushuf pada satu sifat, tidak pada sifat yang lain. Namun terdapat juga orang lain yang mempunyai sifat itu. 3. Berdasarkan keadaan mukhathab atau tujuan qashr (terbatas pada qashr idlafi): a. Qashr ifrad, yaitu menentukan satu sifat pada satu maushuf (qashr shifah ‘ala maushuf), jika mukhathab meyakini keumuman maushuf. b. Qashr qalb, yaitu menentukan satu sifat pada satu maushuf (qashr maushuf ‘ala shifah), tidak pada sifat atau maushuf yang lain, jika mukhathab meyakini kebalikan sementara keyakinan mutakallim. c. Qashr ta’yin, yaitu menetukan satu sifat pada satu maushuf (qashr sifah ‘ala maushuf) atau satu maushuf pada sifat atau maushuf yang lain, jika mukhathab ragu antara sifat satu dengan lainnya atau antara maushuf satu dengan lainnya. WASHAL DAN FASHAL A. Pengertian Washal dan Fashal Washal (menghimpun) adalah menggabungkan (‘athaf) satu kalimat pada kalimat lainnya, karena terdapat kesamaan bentuk dan pengertian, atau untuk menghindarkan kesamaan. Sedangkan fashal (memisah) adalah memisahkan satu kalimat dari kalimat lainnya. B. Tempat Washal dan Fashal 1. Tempat-tempat washal a. Pada dua kalimat yang terdapat kesamaan dalam bentuk kalam khabar atau kalam insya’, baik lafazh dan makna atau maknanya saja, jika tidak terdapat sesuatu yang menghalangi penggabungan dan keduanya terdapat kesesuaian (munasabah) secara sempurna, seperti contoh pada kalam insya’ dalam Qs. at- Taubah: 82, yang terdapat dua bentuk kalam insya’. ٰ ك اوا َكث اي ار ا =ََٰ ك اوا ُ قٰل اي ا ًل َّو ال َي اب ُ ف الَ َياض َح b. Pada dua kalimat yang berbeda, baik khabar atau insya’, dan jika tidak digabungkan pengertian yang benar akan hilang. c. Pada dua kalimat, kalimat pertama mempunyai mahal i’rab, yang dimaksudkan untuk menyamakan i’rab kalimat kedua pada kalimat pertama selama tidak terdapat penghalang. Dan keduanya harus ada kesamaan. Seperti contoh dalam Qs. an-Nisa’:167 ٰ َّ=َّٰ ٰا َّن ا ض ٰل ا ًل ۢ ب ٰ َع ايداا َ اوا َ ايل هال ٰ ّل ق ا َد ُّ ضل ٰ اوا َع ان َس ٰب ُّ صد َُ=َ لٰذ اينَ َك َ فُر اوا َو 2. Tempat-tempat fashal a. Kamal al-ittshal, dua kalimat yang mempunyai kesamaan secara sempurna, dan kalimat kedua dapat ditempatkan pada kalimat pertama seperti pada tempatnya sendiri. Kalimat kedua sebagai ganti, penguat, dan penjelas kalimat pertama. Contoh sebagai taukid/penguat dalam Qs. at-Tariq:17 الك ٰف ٰر اينَ ا ا َم ٰه الهُ ام ُر َو ايداا ٰ فَ َم ٰه ٰل ا b. Kamal al-inqitha’, dua kalimat yang berbeda secara sempurna. Baik dalam kalam khabar dan insya’ dan tidak terdapat munasabat antara dua kalimat. c. Syibh kamal al-ittishal, kalimat kedua berfungsi sebagai jawaban dari ُ َو َمٓا ابُ ََٰ=ٰر pertanyaan kalimat pertama. Contoh dalam Qs. Yusuf:53 ..... َئ ن َ س ْلَ ََّم ٰارةٌ ۢ ٰبالسُّ ۤاوْ ء َ َّافس اي ٰا َّن الن اف ٰ “Dan aku tidak membebaskan diriku (darikesalahan). Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan…” d. Syibh kamal al-inqitha’, satu kalimat yang dapat digabungkan pada salah satu dari dua kalimat sebelumnya, karena terdapat munasabah. Hanya saja, penggabungan (‘athaf) akan menyebabkan rusaknya pengertian yang dimaksud. e. Tawassuth bayn al-kamalain, dua kalimat yang mempunyai munasabat, tapi tidak boleh digabungkan, karena tidak dimaksudkan untuk menyamakan ٰ َو ٰاذاَ خَ اَل وا ٰٰالى َش ٰي hukum. Contoh dalam Qs. al-Baqarah:14-15 ط اين ٰٰه ام ۙ قَال ٰۙ ُ ئ ب هٰٰ امُ ه اَ ُٰللّ ي ا َست اه َٰز- َك ام ٰ=ۙان ََّما ن ا َحنُ ُم است اه َٰز ُء اون َ ا ُُٓ=ٓوا ٰانا َّ َمع ئ ب هٰٰ ام َ ها َ ُٰللّ يtidak boleh di'athafkan pada =ك ا م ُ اس=ت اهَ= ٰ=ز َُ = ٰان=ا َّ َمعkarena menimbulkan bahwa jumlah itu adalah kata-kata mereka. Referensi: http://repository.iainkediri.ac.id/61/1/ilmu%20balaghah_2018_new.pdf