Anda di halaman 1dari 10

A.

Majaz Aqli

Majaz aqli adalah menyandarkan perbuatan (aktivitas) kepada suatu atau benda yang bukan aslinya
karena adanya ‘alaqah ghair al-musyabahah (hubungan tidak adanya unsur kesamaan antara makna
asli dan makna yang mengalami perubahan) dan qarinah (susunan kalimat) yang mencegah
terjadinya penyandaran makna ke lafaz tersebut. Dinamakan aqli, karena majaz jenis ini bisa
diketahui penunjukan maknanya dengan menggunakan akal.

Berikut alaqah dan qarinah dalam majaz aqli:

1. As-sababiyyah

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada penyebab langsung (pelaku).

Contoh:

َ ‫صرْ حً ا لَ َعلِّي َأ ْبلُ ُغ اَأْلسْ َب‬


‫اب‬ ِ ‫َو َقا َل فِرْ َع ْونُ َيا َها َمانُ اب‬
َ ‫ْن لِي‬

Artinya: “Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi
supaya Aku sampai ke pintu-pintu” (QS. Ghafir [40]: 37).

Pada ayat ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) membangun gedung yang menjulang
disandarkan kepada seorang bernama Haman padahal ia bukan pelaku sebenarnya. Yang
membangun itu adalah para pekerja, tetapi Haman bertindak sebagai pengawas proses
pembangunan itu.

2. Az-zamaniyyah

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada masa/waktu terjadinya.

Contohnya:

ِ ‫َن َها ُر ْالـمُْؤ م‬


‫ِن صَاِئ ٌم ولَ ْيلُ ُه َقاِئ ٌم‬

Artinya: "Siangnya orang mukmin itu berpuasa dan malamnya bangun (untuk ibadah).”
Pada contoh ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) puasa disandarkan kepada masa/waktu
yaitu “siang” padahal “siang” itu bukan pelaku sebenarnya, tetapi yang melakukan puasa itu adalah
seorang mukmin pada waktu siang hari.

3. Al-Makaniyyah

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada tempat terjadinya.

Contohnya:

َ ‫ات َع ْد ٍن َتجْ ِري مِنْ َتحْ ِت َها اَأْل ْن َها ُر َخالِد‬


‫ِين فِي َها َأ َب ًدا‬ ُ ‫َج َزاُؤ ُه ْم عِ ْندَ َرب ِِّه ْم َج َّن‬

Artinya: “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka adalah surga adn yang di bawahnya mengalir sungai-
sungai, kekal mereka di dalamnya.” (Al-Bayyinah: 8).

Pada ayat ini disebutkan bahwa perbuatan (aktivitas) mengalir disandarkan kepada sungai-sungai
padahal sungai-sungai itu bukan pelaku sebenarnya, tetapi yang mengalir itu adalah air-air yang
bertempat di sungai-sungai.

4. Al-Mashdariyyah

Yaitu penyandaran suatu perbuatan kepada mashdarnya (kata dasar/asal).

Contohnya:

َّ ‫ َوفِي اللَّ ْيلَ ِة‬# ‫َس َي ْذ ُك ُرنِي َق ْومِيْ ِإ َذا َج َّد ِج ُّد ُه ْم‬
‫الظ ْل َما ِء ُي ْف َت َق ُد ال َب ْد ُر‬

Artinya: “Kaumku akan teringat kepadaku apabila mereka menghadapi kesulitan. Pada malam yang
gelap bulan purnama baru dirindukan (dicari-cari)”

Pada syair ini disebutkan bahwa aktivitas menghadapi kesusahan disandarkan kepada mashdar (kata
dasar) yaitu kata (‫ ) ِج ُّد‬padahal mashdar itu bukan pelaku sebenarnya, tetapi yang mengalami
kesusahan adalah orang-orang yang susah.
B. Majaz Lughawi

Majaz lughawi adalah kata yang tidak difahami dengan makna aslinya karena ada alaqah dan qarinah
yang mencegah makna asli. Dalam majaz lughawi, suatu makna difahami dengan makna lain karena
unsur kebahasaan. Majaz lughawi terbagi lagi menjadi istiarah dan majaz mursal.

1. Istiarah

Istiarah adalah kata yang tidak difahami dengan makna aslinya dan mulanya uslub tasybih yang
dibuang salah satu tharafnya. Maka alaqah atau hubungan makna asli dan makna yang dimaksud
dalam istiarah adalah musyabahah.

Dari segi qarinahnya, isti’arah dibagi menjadi tashrihiyyah dan makniyyah.

a. Isti’arah Tashrihiyyah

Isti’arah tashrihiyyah adalah isti’arah yang disiratkan dengan musyabbah bih.

Contoh:

‫ْت َأ َس ًدا فِي ْال َفصْ ِل‬


ُ ‫َرَأي‬

Artinya: Saya melihat “singa” di kelas.

ُ ‫)رجُل‬
Pada contoh di atas, seorang yang pemberani (‫ش َجاع‬ َ diserupakan dengan (‫( )أسدا‬singa), karena
sama-sama memiliki sifat keberanian.

b. Isti’arah Makniyyah

Isti’arah makniyyah adalah kalimat yang musyabbah bihnya dibuang lalu disiratkan dengan sesuatu
dari salah satu sifatnya.
Contoh:

‫َغرَّ َد الشاعر ِب َقصِ ْيدَة‬

Pada contoh pertama, penyair diserupakan dengan burung karena sama-sama bernyanyi yang
disiratkan dengan kata (‫ ) َغرَّ َد‬yang artinya berkicau.

Dari segi kata pembentuknya, isti’arah dibagi menjadi ashliyyah dan taba’iyyah.

a. Isti’arah Ashliyyah

Isti’arah ashliyyah adalah apabila lafaz yang tempat berlangsungnya al-isti‘arah itu terbentuk dari
isim jamid. Isti’arah ashliyyah qarinahnya tashrihiyyah.

Contoh:

‫ْت َأ َس ًدا فِي ْال َفصْ ِل‬


ُ ‫َرَأي‬

b. Isti’arah Taba’iyyah

Isti’arah taba’iyyah adalah lafaz yang tempat berlangsungnya al-isti‘arah itu terbentuk dari isim
musytaq atau fi’il. Isti’arah taba’iyyah qarinahnya makniyyah.

Contoh:

‫َوا ْش َت َع َل الرَّ ْأسُ َش ْيبًا‬

Dari segi tanda, isti’arah dibagi menjadi murasysyahah, mujarradah, dan muthlaqah.

a. Murasysyahah

Yaitu isti’arah yang disebutkan tanda musyabbah bihnya.


Contoh:

َ ‫ار ُت ُه ْم َو َما َكا ُنوا ُم ْه َتد‬


‫ِين‬ ْ ‫ضاَل لَ َة ِب ْال ُهدَى َف َما َر ِب َح‬
َ ‫ت ت َِج‬ َّ ‫ِين ا ْش َت َروُ ا ال‬ َ َ‫ُأول‬
َ ‫ِئك الَّذ‬

Artinya: “Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung
perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 16).

Yang menjadi isti’arah adalah kata (‫ )ا ْش َت َروُ ا‬yang berarti membeli dan yang dimaksudkan memilih.
Kata tersebut ditandai dengan kata ( ‫ت‬ ْ ‫ ) َف َما َر ِب َح‬yang artinya tidak mendapat untung.

b. Mujarradah

Yaitu isti’arah yang disebutkan tanda musyabbahnya.

Contoh:

‫ فال يُضي ُء لها َنجْ ٌم وال َق َم ُر‬... ‫ت من ُك ِّل نا ِح َي ٍة‬ َ ‫ولَ ْيلَ ٍة َم ِر‬
ْ ‫ض‬

Artinya: dan malam yang sakit dari segala penjuru, maka bintang juga bulan tidak meneranginya.

ْ ‫ض‬
Kata (‫ت‬ َ ‫ ) َم ِر‬yang berarti sakit merupakan penyerupaan dari (‫ )ظلم‬yang berarti gelap. Kata (‫)ظلم‬
sebagai musyabbah diisyaratkan dengan kalimat (ُ‫ )فال يُضيء‬yang berarti tidak menerangi.

c. Muthlaqah

Yaitu isti’arah yang tidak ada tanda musyabbah bih atau musyabbahnya.

Contoh:

ِ ‫ِإ َّنا َلمَّا َط َغى ْال َماء َح َم ْل َنا ُك ْم فِي ْال َج‬
‫ار َي ِة‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang)
kamu, ke dalam bahtera.” (QS. Al-Haqqah: 11).

َ bermakna (‫)زا َد‬


Kata (‫)ط َغى‬ َ dan setelahnya tidak ada tanda yang menjelaskan keduanya.

2. Majaz Mursal

Majaz mursal adalah suatu lafaz yang dipergunakan bukan pada makna aslinya karena adanya alaqah
ghair musyabahah (hubungan bukan perumpamaan) disertai qarinah (alasan/bukti) yang
mencegahnya dari makna asli. Majaz mursal berbeda dengan kinayah karena pada kalimat yang
berbentuk kinayah tidak harus ada qarinah yang mencegah suatu lafaz dari makna aslinya.
Dinamakan “mursal” karena ia tidak dibatasi oleh pemaknaan tertentu.

a. As-Sababiyyah

Yaitu menyebutkan sebab dan yang dimaksud adalah musabbab/akibat

‫ِلفُاَل ٍن َعلَيَّ َي ٌد اَل ُأ ْن ِك ُر َها‬

Si fulan memiliki “tangan” terhadapku dan itu tidak bisa kupungkiri.

Yang dimaksud tangan adalah jasa/budi.

b. Al-Musabbabiyyah

Yaitu menyebutkan akibat dan yang dimaksud adalah sebab

‫َو ُي َن ِّز ُل لَ ُك ْم م َِّن ال َّس َمآ ِء ِر ْز ًقا‬

Dan Dia menurunkan untukmu “rezeki” dari langit. (Ghafir: 13)

Yang dimaksud rezeki adalah hujan.


c. Al-Juz’iyyah

Yaitu menyebutkan sebagian dan yang dimaksud adalah keseluruhan

‫َف َتحْ ِري ُر َر َق َب ٍة مُْؤ ِم َن ٍة‬

(Hendaklah) ia memerdekakan leher seorang hamba sahaya yang beriman (An-Nisa: 92).

Yang dimaksud leher pada ayat di atas adalah seluruh badan.

d. Al-Kulliyah

Yaitu menyebutkan keseluruhan dan yang dimaksud adalah sebagian

َ ‫َج َعلُوا َأ‬


‫ص ِاب َع ُه ْم فِي آ َذان ِِه ْم‬

Mereka memasukkan jari-jari mereka ke dalam telinganya (Nuh: 7)

Yang dimaksud jari tersebut adalah hanya ujung jari saja.

e. Al-Mahaliyyah

Yaitu menyebutkan tempat dan yang dimaksud adalah hal

‫َواسْ َأ ِل ْال َقرْ َي َة الَّتِي ُك َّنا فِي َها‬

Tanyakan kepada desa yang tadi kita datangi! (Yusuf: 82)

Yang disebutkan desa dan yang dimaksud adalah penduduk desa.

f. Al-Haliyyah
Yaitu menyebutkan hal dan yang dimaksud adalah tempat

َ ‫ِإنَّ اَأْلب َْر‬


‫ار لَفِيْ َن ِعي ٍْم‬

Sesungghnya orang-orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan (Al-Muthaffifin:
22).

Yang dimaksud dengan kenikmatan adalah surga.

g. ‘Itibar Ma Kana

Yaitu menyebutkan yang terjadi dan yang dimaksud adalah yang akan datang

َ ‫َوَآ ُتوا ْال َي َتا َمى َأ‬


‫مْوالَ ُه ْم‬

Dan berikanlah kepada anak-anak yatim harta mereka! (An-Nisa’: 2)

Yang disebutkan anak yatim dan yang dimaksud ketika baligh.

h. ‘Itibar Ma Yakunu

Yaitu menyebutkan yang terjadi dan yang dimaksud adalah sesuatu yang sebelumnya

‫ان َقا َل َأ َح ُد ُه َما ِإ ِّني َأ َرانِي َأعْ صِ ُر َخ ْمرً ا‬


ِ ‫دَخ َل َم َع ُه السِّجْ َن َف َت َي‬
َ ‫َو‬

Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam penjara dua orang pemuda. berkatalah salah seorang
diantara keduanya: "Sesungguhnya aku bermimpi, bahwa aku memeras arak” (Yūsuf: 36)

Yang dimaksud arak pada ayat di atas adalah anggur.

Macam-macam Kinayah
1. Kinayah ‘An Shifah (‫)كناية عن صفة‬

Kinayah ‘an shifah adalah kinayah yang berupa sifat yang menetap pada maushuf.

yang disebutkan zatnya (makna hakiki) tetapi yang dimaksudkan adalah sifat dari zat tersebut.
Selanjutnya kinayah ‘an shifat terbagi 2, yaitu:

a. Kinayah qaribah

Yaitu kinayah yang perpindahan makna mukanna ‘anhu kepada mukanna bih tanpa melalui
perantara. Contoh:

‫فُاَل ن َث ْو ُب ُه َط ِو ْي ٌل‬

Artinya: Fulan panjang bajunya.

Tanpa penjelasan panjang lebar bahwa sekilas dapat dipahami bahwa yang dimaksud adalah
seseorang yang berbadan tinggi.

b. Kinayah ba’idah

Yaitu kinayah yang perpindahan maknanya melalui perantara. Perantara di sini tidaklah seperti adat
dalam tasybih, melainkan sebab atau peristiwa tertentu yang menghubungkan kedua makna
tersebut. Contoh:

َ ‫ج َُحا َي ُدبُّ َعلَى ْال َع‬


‫صا‬

Artinya: Juha berjalan dengan tongkat.

Maksudnya adalah Juhad sudah tua. Perantaranya adalah karena orang yang sudah tua biasanya
berjalan dengan menggunakan tongkat untuk membantu berjalan.

2. Kinayah ‘An Maushuf (‫)كناية عن موصوف‬

Kinayah ‘an maushuf adalah kinayah yang mukanna ‘anhunya berupa maushuf atau sesuatu yang
disifati. Contohnya:

‫ارسٌ َعلَى َمالِه‬


ِ ‫ه َُو َح‬
Artinya: Dia penjaga hartanya.

Maksudnya adalah orang yang kikir.

3. Kinayah ‘An Nisbah (‫)كناية عن نسبة‬

Kinayah ‘an nisbah adalah kinayah yang disebutkan sifatnya namun tidak disandarkan kepada
zat/orang yang memiliki sifat tersebut tetapi disandarkan kepada sesuatu yang berkaitan erat atau
merupakan kemestian dari zat tersebut.

Kinayah ‘an nisbah adalah yang mukanna ‘anhunya atau lafadz-lafadz yang dikinayahkan adalah
maushuf. Contoh:

‫ْال َمجْ ُد َي ْت َب ُع ظِ لَّه‬

Artinya: Kemuliaan mengikuti bayangannya.


ْ atau kemuliaan tidak disandarkan kepada orang yang memiliki sifat mulia tapi
Sifat (ُ‫)ال َمجْ د‬
disandarkan kepada sesuatu yang berkaitan dengannya yaitu bayangannya.
C. Tujuan Kinayah

Adapun tujuan dari kinayah adalah:

1. Menjelaskan

Kinayah ini digunakan untuk memberikan gambaran yang tampak dan kelihatan. Contoh:

‫َق َر َع اَحْ َم ٌد سِ َّن ُه‬

Artinya: Ahmad menghentakkan giginya (marah).

2. Meringkas kalimat

Ungkapan kinayah bisa digunakan untuk meringkas suatu kalimat atau ungkapan yang panjang.

Contoh:

‫فُاَل نٌ َم ْه ُز ْو ُل ْال َفصِ ي ِْل‬

Artinya: Si Fulan itu kurus anak sapinya (dermawan)

3. Menghindari ungkapan yang dianggap jelek atau buruk

Penggunaan kinayah dalam mengungkapkan suatu ide bisa juga bertujuan untuk mengganti suatu
kata yang dianggap jelek untuk diucapkan. Contoh:

‫ه َُو َثقِ ْي ُل ال َّس ْم ِع‬

Artinya: Dia berat pendengarannya. (tuli)

4. Memelihara kesopanan

Menghindari kata-kata yang dianggap tabu atau malu untuk diungkapkan. Contoh:

‫اَ ْو َل َمسْ ُت ُم ال ِّن َسا َء‬

Artinya: atau kalian menyentuh perempuan. (berhubungan suami istri)

5. Menyembunyikan

Contoh:

ِ ‫اَهْ ُل الد‬
‫َّار‬

Artinya: penghuni rumah (istrinya).

Anda mungkin juga menyukai