Anda di halaman 1dari 31

[Halaman ini sengaja dikosongkan]

BAB PENDEKATAN
3 DALAM PENCEMARAN
LINGKUNGAN

A. Pengertian
Pendekatan atau approach bukan bermakna jarak secara kebendaan.
Dalam bahasan ilmiah, kata pendekatan bisa dipahami sebagai cara
untuk menelaah suatu objek. Di dalam suatu pendekatan, terdapat
sudut pandang dan teori yang telah ada sesuai dengan disiplin ilmu
yang digunakan.
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya, pencemaran
lingkungan tersusun dan terstruktur atas beberapa disiplin ilmu. Oleh
karena itu, pendekatan di dalam permasalahan pencemaran lingkungan
pun bisa digunakan banyak pendekatan.
Sebagai ilustrasi sederhana bagaimana yang dimaksudkan dengan
pendekatan di sini disajikan pada Pada Gambar 3.1 di bawah ini.

Masalah
A Pencemaran C
Lingkungan

Gambar 3.1 Ilustrasi Pendekatan dalam Pencemaran Lingkungan

Bab 3 | Pendekatan dalam Pencemaran Lingkungan 57


Pada Gambar 3.1, terlihat lingkaran besar yang bertuliskan “masalah
pencemaran lingkungan” Dimaksudkan sebagai sebuah keadaan di satu
lingkungan yang tercemar. Lingkungan ini dijadikan sebagai fokus atau
ruang lingkup yang akan diteliti.
Selanjutnya simbol:
A: Kimia
B: Biologi
C: Sosiologi
D: Ekonomi

Dalam ilustrasi di atas, pendekatan terhadap persoalan tercemarnya


lingkungan hidup di satu ruang lingkup “didekati” dengan masing-
masing simbol (A, B, C, dan D). Pendekatan dilakukan bisa sekaligus
dan bisa saja salah satu atau kombinasi dari beberapa aspek keilmuan
yang disimbolkan.
Misalnya jika penggunaan simbol A terhadap persoalan lingkungan
itu, maka dalam hal ini disebut pendekatan kimia terhadap kasus
lingkungan hidup yang tercemar pada ruang lingkup tertentu. Begitu
juga untuk simbol yang lain.
Dipahami bahwa persoalan lingkungan memang sangat kompleks.
Sesuai dengan karakteristik lingkungan yang tidak bisa dipandang
secara parsial, tetapi sebuah sistem. Sistem berarti memuat banyak
elemen yang membentuk suatu karakter. Apabila salah satu elemen
ditiadakan, atau berubah, akan berpengaruh terhadap karakter total
dari sistem tersebut.
Oleh karena itu, pendekatan yang digunakan terhadap lingkungan
bersifat pendekatan sistem. Tidak bisa dari satu sudut pandang dan
terhadap satu elemen untuk menjelaskan karakter sistem keseluruhan.
Penerapan salah satu disiplin ilmu terhadap persoalan lingkungan
diduga tidak akan mampu menghasilkan sesuatu hasil riset yang
bermanfaat banyak. Sebaliknya, persoalan lingkungan yang melibatkan
banyak disiplin ilmu akan lebih menggambarkan situasi yang sebenarnya
dan solusi yang akan dihasilkan pun akan lebih mendekati akurasi.
Sebagai contoh penjabaran dalam hal pendekatan yang diilustrasikan
pada Gambar 3.1 ialah sebagai berikut.

58 Pencemaran Lingkungan
1. Pendekatan A
Berarti menggunakan konsep dan teori kimia untuk mencarikan
solusi terhadap persoalan pencemaran lingkungan. Kimia yang
khusus dalam hal ini adalah kimia lingkungan. lebih detail tentang
kimia lingkungan akan dibicarakan pada Bab III.

4. Pendekatan B
Berarti permasalahan lingkungan yang tercemar itu, diteliti
dengan menggunakan konsep dan teori dari biologi. Dalam
perkembangannya biologi yang diterapkan terhadap persoalan
lingkungan ini telah membentuk disiplin ilmu baru pula seperti
Biologi Kelautan, dan lain sebagainya sesuai dengan fokus kajian
sub sistem lingkungan yang dikategori menurut ekosistem.
Penerapan biologi terhadap persoalan lingkungan hidup yang
tercemar pada suatu pemukiman akan lebih diarahkan pada
identifikasi mikrobiologi yang ada pada bahan tercemar, dan
pengaruhnya terhadap kesehatan manusia.
Solusi yang ditawarkan akan berikhtisar dalam lingkup biologi
pula. Seperti bagaimana tindakan manusia dalam mengantisipasi
masalah yang akan ditimbulkan oleh bahan pencemar tersebut.
Manusia sebagai makhluk hidup sesuai dengan sistem biologis
dalam tubuhnya mempunyai kerentanan terhadap penyakit yang
ditimbulkan oleh bakteri dan pathogen lainnya yang ada pada
lingkungan tercemar.

5. Pendekatan C
Kajian dari sudut pandang sosiologi akan lebih menitikberatkan pada
persoalan sosial. Terjadinya pencemaran pada lingkungan tempat
tinggal manusia berarti menunjukkan situasi sosial masyarakat di
situ. Perilaku sosial diteliti dan dijelaskan kemudian. Sikap dan
perilaku tidak peduli pada lingkungan lahir dan bekembang di
tengah masyarakat itu disebabkan oleh apa?
Solusi yang ditawarkan akan menghasilkan suatu keadaan ideal
di mana perilaku sosial masyarakat lebih peduli pada lingkungan
hidupnya. Solusi ini bisa diperoleh setelah melalui proses
identifikasi masalah sosial yang tidak mudah. Tapi bukan berarti
tidak bisa diterapkan.

Bab 3 | Pendekatan dalam Pencemaran Lingkungan 59


6. Pendekatan D
Penerapan prinsip ekonomi lingkungan terhadap persoalan
lingkungan hidup di pemukiman yang cemar akan dimulai dari
penentuan variabel-variabel yang terkait dalam ranah ekonomi.

Misalnya, menghubungkan permasalahan sampah dengan tingkat


kesejahteraan masyarakat. Bisa juga dengan menghubungkan sumber
pencemar dengan aktivitas ekonomi masyarakat dan lain sebagainya.
Solusi yang ditawarkan juga akan berkisar tentang aktivitas
ekonomi yang bagaimana seharusnya dilakukan. Bisa berupa dibentuk
rantai ekonomi mikro dengan cara memanfaatkan sampah yang ada.
Direkomendasikan untuk membentuk suatu kelompok kecil di tengah
masyarakat dan dilatih dengan program pengolahan sampah sehingga
sampah yang ada mempunyai nilai ekonomi.
Ke semua pendekatan akan memiliki teori dan konsep serta solusi
alternatif yang berbeda, tapi pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama,
yaitu meniadakan terjadinya pencemaran lingkungan di tempat tinggal.
Persamaan yang lain di antara masing-masing pendekatan ialah sama-
sama menggunakan metode ilmiah. Karena pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan ilmiah, sehingga metode yang dilaksanakan pun
adalah metode ilmiah.
Secara garis besar, masing-masing pendekatan yang dilakukan
untuk memenuhi syarat ilmiah ialah sebagai berikut.
1. Adanya masalah yang dirasakan.
2. Pengamatan atau observasi terhadap permasalahan.
3. Identifikasi masalah dan penetapan tujuan.
4. Studi literatur dan kajian teori.
5. Hipotesis atau dugaan sementara.
6. Pelaksanaan penelitian, baik itu penelitian kuantitatif berupa
eksperimen dan lain sebagainya ataupun penelitian kualitatif.
7. Pengolahan data.
8. Analisis data hasil pengolahan sesuai dengan jenis penelitian
apakah kualitatif atau kuantitatif.
9. Penarikan kesimpulan dan saran serta rekomendasi.

60 Pencemaran Lingkungan
Contoh penerapan dan penjabaran langkah di atas, akan disajikan
di Subbab E Langkah dan Sistematika nantinya.

B. Manusia dan Lingkungan yang Berubah


Manusia dalam kehidupannya selalu berinteraksi dengan lingkungan
hidup yang senantiasa berubah. Perubahan terhadap lingkungan terjadi
secara alamiah dan sebagai hasil kreasi manusia.
Secara alamiah, lingkungan berubah setiap waktu. Air, udara, dan
tanah berinteraksi dengan semua komponen lingkungan hidup yang
lain membentuk sesuatu yang selalu baru. Inilah sebuah perubahan
yang disebut sistem keseimbangan alami.
Lingkungan alam mempunyai kekuatan untuk selalu berada pada
keseimbangan fungsi dan komponen penyusunnya. Alam bermekanisme
sesuai dengan potensi, fungsi dan interaksi masing-masing elemen
penyusun yang ada di alam tersebut. Dan konsekuensi itu sudah diatur
oleh Sang Pencipta.
Di sisi lain, manusia pun berkreasi dan berkontribusi terhadap
perubahan lingkungan. Sayangnya, perubahan yang dilakukan manusia
tidak semuanya baik dan arif. Kadang justru manusia merusak
keseimbangan alamiah, dan menyebabkan rona lingkungan menjadi
lebih buruk.
Jika masalah diasumsikan dengan ketidakselarasan antara keinginan
dengan kenyataan, maka manusia telah membuat “masalah” dalam
hidupnya sendiri.
Yusuf, M (2015) menyatakan sejarah telah menunjukkan bahwa
manusia di muka bumi ini dengan keterbatasannya selalu berusaha
mencari dan menemukan sesuatu yang baru. Mereka berusaha, mencari,
menemukan, menggali, menyelidiki dan menganalisis sesuatu dengan
tekun dan teliti.
Berarti dalam catatan sejarah kehidupannya, manusia dan
lingkungan menjadi satu kesatuan yang terintegrasi dan berinterkasi
membentuk suatu kualitas hidup. Suatu kualitas hidup itulah yang
sudah kita pahami sebagai suatu sistem. Bahwa manusia tidak bisa
dipisahkan dengan lingkungannya untuk memenuhi kesejahteraan
manusia semata.

Bab 3 | Pendekatan dalam Pencemaran Lingkungan 61


Manusia menggunakan akal untuk mencapai derajat kehidupan
yang lebih tinggi. Penggunaan akal budi, telah dikreasikan oleh
manusia sejak dahulu. Hasil kreasi akal budi manusia mewariskan nilai
dan ilmu pengetahuan serta teknologi. Penerapan ilmu pengetahuan
secara teoretis serta penerapan teknologi selalu dikembangkan dengan
berlandas pada metode ilmiah (scientific research).
Metode ilmiah adalah sistematika dari sebuah langkah empiris
untuk menemukan sebuah jawaban atas permasalahan kehidupan
manusia sejak dahulu sampai hari ini. Sistematika itu, memenuhi
persyaratan empiris yang teruji, dan mengungkap kebenaran relative
keilmuan. Hal ini sudah dijelaskan sebelumnya.
Jika manusia yang hidup dan melihat situasi yang tidak sesuai
antara kenyataan dengan harapannya seperti terjadinya pencemaran
lingkungan, tapi tidak tergerak hatinya untuk berpikir merubah keadaan,
maka manusia itu belum bisa dikatakan sebagai manusia yang berakal
dan berbudi sesuai dengan harkat dan martabatnya yang dicipta oleh
Tuhan Yang Maha Esa.
Kita bukan seperti itu. Para pembaca adalah ilmuwan. Kita
menyadari bahwa kita bersama dengan lingkungan kita adalah makhluk
ciptaan dari Tuhan Yang Maha Esa dengan kesejajaran peran sebagai
makhluk. Kita dibedakan dari fungsi saja dengan lingkungan. Fungsi
sebagai khalifah dapat kita maknai sebagai pengelola yang me-manage
lingkungan dan kehidupannya menjadi optimal.
Manusia seyogianya bersyukur dengan fungsinya di muka bumi
itu. Rasa syukur manusia tidak hanya dalam khayalan belaka, tapi
terwujud dengan akal budinya, manusia ingin berbuat lebih baik dan
arif terhadap lingkungan hidup.

C. Manusia dan Masalah


Manusia akan selalu dihadapkan pada masalah. Ke semua masalah
itu, tak lepas dari lingkungan hidup. Lingkungan yang senantiasa
berubah, baik secara alamiah apalagi karena perbuatan manusia akan
selalu mendatangkan yang disebut manusia sebagai “masalah” karena
kondisi ideal yang diinginkan manusia itu sangat relatif disediakan oleh
perubahan lingkungan.

62 Pencemaran Lingkungan
Dalam menghadapi masalah, manusia mengembangkan banyak
cara. Pada prinsipnya cara itu terbagi atas 2 (dua) yaitu (1) cara ilmiah
dan (2) cara non ilmiah. Kedua cara itu selalu ditempuh oleh manusia
sejak dahulu. Cara ilmiah memenuhi persyaratan empiris yang teruji dan
bisa diterapkan. Cara ilmiah ini disebut juga dengan pendekatan ilmiah
(scientific research). Dalam hal ini, kita akan menerapkan pendekatan
ilmiah dari pencemaran lingkungan terhadap permasalahan lingkungan
hidup di pemukiman tempat tinggal.
Bahasan dalam bab ini, hanya sebagai salah satu contoh konkret
penerapan pendekatan keilmuan yang multidisipliner terhadap
permasalahan di lingkungan hidup. Karena ranah lingkungan hidup itu
luas dan kompleks, maka kita mengambil salah satu lingkungan yang
ada, yaitu lingkungan pemukiman yang tercemar di sub-bab berikut.

D. Kasus Pencemaran Lingkungan di Pemukiman

Gambar 3.2 Lingkungan Hidup yang Tercemar

Pada Gambar 3.2 terlihat suatu keadaan di sebuah pemukiman


tempat tinggal manusia yang tercemar. Ini adalah fakta. Disebut sebagai
sebuah kasus karena secara umum dan konsep ideal, hal itu seyogianya
tak terjadi.

Bab 3 | Pendekatan dalam Pencemaran Lingkungan 63


Ini merupakan masalah. Telah terjadi kesenjangan atau ketidaksesuaian
antara kondisi ideal dengan kenyataan yang ada. Tidak sama antara teoretis
dengan fakta.
Dikatakan tercemar karena di dalam lingkungan hidup itu terdapat
bahan pencemar berupa sampah.
Keberadaan sampah sebagai bahan pencemar di lingkungan itu
adalah karena perbuatan manusia. Artinya, bukan merupakan peristiwa
alamiah.
Sampah adalah limbah padat. Tapi dalam tumpukan sampah itu,
jenis sampah yang lain seperti bahan berbahaya dan beracun juga
ada. Bukan tidak mungkin dalam tumpukan sampah itu pun juga ada
limbah cair. Sedangkan limbah gas dan partikel sudah pasti ada pada
tumpukan sampah.
Keberadaan sampah di pemukiman, tidak diinginkan oleh manusia
yang tinggal di situ. Mereka merasakan dan menyaksikan. Tapi tidak
semua manusia menyadari untuk berperilaku berwawasan lingkungan.

E. Langkah dan Sistematika


1. Adanya masalah yang ditemukan
Berangkat dari masalah yang ada. Masalah sampah di lingkungan
tempat tinggal sudah nyata terlihat dan terasakan.
Berarti ada kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan. Ada
kondisi real yang tidak selaras dengan kondisi ideal.
2. Pengamatan atau observasi terhadap permasalahan
Seorang ilmuwan, tidak membiarkan masalah itu ada. Dilakukanlah
pengamatan. Pengamatan yang dilakukan meliputi banyak hal.
Sesuai dengan tujuannya adalah untuk menemukan solusi bagaimana
agar sampah itu tidak ada lagi berada di tempat tinggalnya.
Dilamatinya proses terjadinya timbulan sampah di lingkungan
tersebut. Dilakukannya pencatatan dan dokumentasi sebagai data
primer. Dilengkapi data primer dari hasil wawancaranya dengan
orang-orang yang tinggal di lingkungan tersebut.

64 Pencemaran Lingkungan
3. Identifikasi masalah dan penetapan tujuan
Dari hasil pengamatan, sudah bisa dilakukan identifikasi masalah.
Identifikasi masalah ini terjabar dalam bentuk rincian pertanyaan,
seperti berikut.
a. Mengapa ada sampah di lingkungan tempat tinggal itu?
b. Apa sumber sampah pada lingkungan itu?
c. Bagaimana mengatasi masalah sampah pada lingkungan itu?
Tiga pertanyaan mendasar di atas adalah bentuk masalah yang
sudah dirinci dan teridentifikasi. Beberapa ahli metode penelitian
ada yang membedakan antara identifikasi masalah dengan
pertanyaan penelitian.
Jika pertanyaan penelitiannya adalah tiga hal di atas, maka
pertanyaan ini lahir dari hasil identifikasi masalah. Masalah yang
teridentifikasi lebih dahulu dari pertanyaan penelitian.
Sehingga pada contoh di atas, jika itu dianggap pertanyaan
penelitian, identifikasi masalahnya ialah (a) keberadaan sampah di
lingkungan tempat tinggal, (b) cara mengatasi agar sampah tidak
ada di lingkungan tempat tinggal.
Penetapan tujuan penelitian ialah memberikan batasan yang tegas
dan konsekuen terhadap permasalahan yang ada.
Dalam contoh ini, tujuan penelitian ialah:
a. Penyebab keberadaan sampah di lingkungan tempat tinggal.
b. Menentukan sumber sampah yang ada di lingkungan tempat
tinggal.
c. Menetapkan solusi agar lingkungan tempat tinggal menjadi
bebas sampah.
4. Studi literatur
Pada dasarnya studi literatur adalah upaya untuk membangun
kerangka teori yang akan mendukung pencapaian tujuan penelitian.
Lemahnya teori akan mempersulit capaian tujuan penelitian.
Dalam contoh di atas, selanjutnya dikumpulkan beberapa teori
tentang sampah di lingkungan tempat tinggal. Beberapa teori yang
terkait seperti pembagian jenis limbah atas dua yaitu (1) limbah
industri dan (2) limbah domestik.

Bab 3 | Pendekatan dalam Pencemaran Lingkungan 65


Pembagian wujud limbah atas tiga yaitu (1) limbah padat, (2)
limbah cair, dan (3) limbah partikel dan gas. Dilengkapi pula dengan
sifat limbah yang bisa dikategorikan menurut (1) fisis, (2) kimia
dan (3) biologi.
Literatur lain yang diperlukan pula ialah bagaimana pengelolaan
limbah berdasarkan wujudnya. Pengelolaan limbah pun dapat
dibedakan atas sifat, jenis dan tahapan pengolahan yang dilakukan
(biasanya di dunia industri).
Terakhir ialah teori yang menjelaskan dampak dari keberadaan
sampah di lingkungan tempat tinggal terhadap kesehatan
masyarakat yang ada. Dampak ini merupakan landasan untuk
sebuah riset ilmiah menjadi penting untuk dilakukan.
Ke semua literatur di atas, sudah ada pada berbagai buku dari
hasil penelitian para ahli terkait. Sehingga peneliti tidak mendapat
kesulitan dalam membangun teori yang melandasi penelitiannya.
Selanjutnya diperlukan cara menghitung timbulan sampah pada
limbah domestik dalam satu kawasan pemukiman tempat tinggal.
Caranya ialah dengan menentukan jumlah populasi yang menjadi
sumber sampah. Dalam hal ini tentu rumah-rumah yang ada di
lingkungan tersebut.
Peneliti bisa menggunakan sampel jika rumah yang ada sangat
banyak. Tapi untuk akurasi hasil penelitian sebaiknya total sampling
atau dihitung semua populasi yang ada. Umpamanya di pemukiman
itu terdapat rumah sebanyak 100 buah.
Kita tidak perlu menghitung jumlah kepala keluarga yang ada.
Karena kita bukan sedang survei atau sensus tentang jumlah
penduduk. Tapi yang kita perlukan adalah berapa kira-kira
satu rumah menghasilkan sampah per hari. Tujuannya adalah
mengkuantitatifkan “keberadaan sampah” sehingga data bisa
dianalisis secara kuntitatif.
Selanjutnya dilakukan wawancara kepada tiap-tiap rumah guna
menentukan bagaimana rumah tersebut dalam membuang
sampahnya dan berapa sampah yang dihasilkannya.
Apabila dari hasil wawancara dan perolehan data primer lainnya,
didapatkan bahwa rata-rata masing-masing rumah menghasilkan
sampah 1 kg sehari, lalu dibuang ke pinggir jalan (seperti pada

66 Pencemaran Lingkungan
Gambar 3.2) maka jumlah timbulan sampah bisa dihitung sebagai
berikut.
T (timbulan sampah per hari) = 1 kg x 100 = 100 kg
Didapat data sementara bahwa tiap hari timbulan sampah adalah
100 kg. Sampah tersebut menumpuk di pinggir jalan hari demi
hari. Bisa diestimasi berapa volume sampah dalam 7 hari.
5. Hipotesis
Hipotesis adalah pendugaan sementara. Hipotesis menjadi vital
untuk sebuah penelitian kuantitatif yang lebih kepada pengujian
hipotesis.
Jika penelitian bertujuan untuk suatu pengujian hipotesis dalam
hal ini umpamanya ditegakkan hipotesis sebagai berikut.
a. H0: Tidak ada pengaruh status sosial ekonomi terhadap
pencemaran lingkungan di lingkungan tempat tinggal.
b. H1: Terdapat pengaruh status sosial ekonomi terhadap
pencemaran lingkungan di lingkungan tempat tinggal.
Langkah selanjutnya ialah mengoperasionalkan definisi terhadap
variabel yang ada. Pada contoh ini terdapat dua variabel penelitian
yaitu (1) variabel status sosial ekonomi dan (2) pencemaran
lingkungan di lingkungan tempat tinggal. Definisi operasional
adalah bagaimana agar masing-masing variabel di atas bisa
dilaksanakan/diproses dalam statistik.
Sehingga lahirlah beberapa definisi operasional dari variabel 1
seperti: (a) jumlah penghasilan per bulan, (2) tingkat pendidikan,
(3) jenis pekerjaan. Maksudnya ialah kriteria yang disebut sebagai
status sosial ekonomi dalam penelitian ini didasarkan atas tiga
definisi operasional itu.
Sedangkan variabel 2 berupa pencemaran lingkungan di lingkungan
tempat tinggal memiliki makna yang luas. Sama halnya dengan
status sosial ekonomi sebagai variabel 1. Oleh karena itu, variabel
2 ini pun perlu dibuat definisi operasionalnya.
Definisi operasional yang dimungkinkan dalam contoh ini adalah
(1) volume timbulan sampah yang berada di pinggir jalan pada
lingkungan pemukiman tempat tinggal di Jalan X, Kelurahan Y,
Kota Z.

Bab 3 | Pendekatan dalam Pencemaran Lingkungan 67


Penentuan definisi operasional didasarkan pada konsep dan teori
yang sudah ada. Hasil penelitian terdahulu juga akan membantu
dalam menentukan definisi operasional ini.
Variabel 1 adalah variabel bebas (independent) sedangkan variabel
2 merupakan variabel terikat (dependent). Maksudnya ialah bahwa
pada status sosial ekonomi dalam hal ini, tidak tergantung terhadap
pencemaran lingkungan di lingkungan tempat tinggal, sedangkan
variabel 2 berupa pencemaran lingkungan di tempat tinggal
diasumsikan tergantung pada status sosial ekonomi.
Dalam contoh ini, tentu peneliti telah mempunyai landasan teori
yang kuat terhadap masing-masing variabel. Di samping itu, peneliti
juga telah mempunyai data awal dari hasil observasinya.
Sehingga jika peneliti akan menguji hipotesis maka ia memilih
penelitian kuantitatif. Tapi apabila peneliti tetap akan melanjutkan
pertanyaan penelitian dan mencapai tujuan yang telah ditentukan
pada poin 3 di atas, maka ini berarti peneliti memilih jenis
penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif tidak berfungsi menguji sebuah hipotesis.
Tapi lebih kepada mengungkap suatu fenomena secara utuh.
Dari hasil penggalian informasi selanjutnya peneliti akan mampu
mendeskripsikan jawaban atas pertanyaan penelitian.
Ciri umum dari sebuah penelitian kualitatif ialah menjawab
pertanyaan “why” bukan hanya sebatas “what” dan “how” saja.
Penelitian kualitatif sering disebut sebagai penelitian mendalam
(indeep research) sementara penelitian kuantitatif disebut penelitian
permukaan (surface research). Antara kedua jenis penelitian ini tentu
tidak ada yang bagus dan yang jelek.
Masing-masing mempunyai karakteristik kekuatan dan kelemahan,
tergantung kegunaan dan tujuan penelitian.
Penggunaan jenis penelitian ini tentu tergantung kepada apa yang
hendak dituju dari sebuah penelitian guna menemukan solusi
dari permasalahan yang sedang diteliti. Penelitian gabungan
dimungkinkan sekali dilakukan pada persoalan lingkungan. Diawali
dengan pengujian hipoteisis dan dilanjutkan dengan penelitian
kualitatif.

68 Pencemaran Lingkungan
Tapi, penelitian gabungan atau mix research ini tidak harus dilakukan.
Bisa saja kualitatif saja atau kuantitatif saja. Hal ini tergantung
kepada ketertarikan seorang peneliti.
6. Pelaksanaan penelitian
Pada tahap ini peneliti telah mulai bekerja. Melakukan pencarian
data dengan berbagai teknik sesuai dengan jenis data yang akan
diperoleh.
Teknik perolehan data primer dilakukan baik berupa wawancara,
pengamatan maupun jejak pendapat. Data sekunder didapat dari
dokumentasi yang telah ada seperti profil kelurahan, jumlah
penduduk menurut tingkat status sosial dan lain sebagainya.
Apabila terjadi data yang berbeda antara data primer dengan data
sekunder maka peneliti akan menggunakan data primer. Bukan
sebaliknya.
7. Pengolahan data
Data hasil penelitian diolah menurut jenis penelitian. Jika pada uji
hipotesis dilakukan uji statistik, maka pada kualitatif digunakan
metode pengolahan data berupa grafik dan matrik atau tabulasi.
8. Analisis data hasil pengolahan
Sama halnya dengan di atas. Analisis terhadap hasil pengolahan
data pada intinya ialah mencoba menjawab pertanyaan penelitian
atau tujuan penelitian. Pada tahap ini, proses penelitian sudah
mulai mengerucut menuju pada penyimpulan.
Penarikan kesimpulan tergantung kepada jenis penelitian. Penelitian
kuantitatif akan menarik kesimpulan berdasarkan ada tidaknya
pengaruh antara status sosial ekonomi terhadap pencemaran di
lingkungan tempat tinggal.
Sementara penelitian kualitatif akan menjawab pertanyaan mengapa
sampah berada di lingkungan tempat tinggal, dari mana sumber
dan apa solusi mengatasinya.
Teknik analisis pada kualitatif bisa merujuk pada yang dikembangkan
oleh Miles and Hubberman (1994) yang mendesain penelitian
kualitatif dalam hal tahapan analisis data berupa empat tahapan
yaitu (1) data collect, (2) data display, (3) data reduction, dan (4)
conclusion. Inti tahapan ini adalah membuang data yang tidak

Bab 3 | Pendekatan dalam Pencemaran Lingkungan 69


ada berhubungan dengan tujuan penelitian guna mempermudah
penarikan kesimpulan.
Metode penelitian kualitatif lain yang bisa diacu ialah apa yang
dikembangkan oleh Spradley yang dikenal dengan istilah bola salju.
Intinya adalah bahwa data akan selalu berkembang sampai pada
suatu keadaan data jenuh. Pada saat data jenuh baru kesimpulan
bisa ditarik.
Lebih detail tentang metode penelitian ini, tidak kita bahas di sini.
Karena ada satu disiplin ilmu khusus tentang itu. Pada dasarnya
kita hanya memperkenalkan bahwa dalam khazanah pencemaran
lingkungan, terdapat pendekatan ilmiah yang memungkinkan
pendekatan dari berbagai aspek keilmuan bekerja di dalamnya,
sebagaimana yang sedang kita pelajari di bab ini.
9. Penarikan kesimpulan dan saran serta rekomendasi
Kesimpulan adalah jawaban dari tujuan penelitian. Pada penelitian
kualitatif, terdapat kesimpulan pada contoh ini:
Ho ditolak, berarti H1 diterima.
Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh signifikan antara status
sosial ekonomi terhadap pencemaran lingkungan di pemukiman
tempat tinggal.
Sedangkan pada penelitian kualitatif terdapat tiga butir kesimpulan
yang merupakan jabaran jawaban atas pertanyaan penelitan, sebagai
berikut.
a. Penyebab terjadinya pencemaran lingkungan adalah perilaku
masyarakat yang membuang sampah sembarangan.
b. Sumber pencemaran adalah sampah domestik yang dihasilkan
dari rumah tangga di lingkungan tempat tinggal.
c. Solusinya ialah pengolahan sampah yang dilakukan oleh
anggota masyarakat.
Saran merupakan apa yang belum dimuat di dalam penelitian, lalu
disarankan untuk dilakukan oleh peneliti lain. Artinya saran bukan
apa yang disarankan karena kekurangan dari penelitian. Ada pula
yang menganggap saran merupakan butiran yang dijadikan bahan
masukan dari hasil penelitian.

70 Pencemaran Lingkungan
Tapi dalam hal ini, penulis meletakkan bahwa apa yang disarankan
dari hasil penelitian ini sebagai rekomendasi. Sedangkan saran
bisa berupa hendaknya dilakukan penelitian serupa di tempat lain,
dengan jumlah populasi yang lebih banyak.
Rekomendasi penelitian ialah apa yang dianggap peneliti
berdasarkan hasil penelitiannya menjadi jawaban atas permasalahan
yang ada.
Dalam hal ini, direkomendasikan kepada pihak stakeholder seperti
berikut ini.
a. Adanya penerapan aturan di tingkat kelurahan, kecamatan,
kota/kabupaten tentang larangan membuang sampah di
tempat umum.
b. Perlunya dibentuk kelompok masyarakat berbasis partisipatif
dalam mengelola sampah di lingkungan tempat tinggalnya.
Peneliti lain ada yang menambahkan dengan implikasi di akhir
laporan hasil penelitian. Implikasi adalah suatu keadaan yang akan
terjadi apabila hasil penelitian berupa rekomendasi yang dibuat
dilaksanakan.
Dalam contoh hasil penelitian ini, implikasinya ialah:
a. Terbentuk kelompok masyarakat peduli lingkungan.
b. Pengadaan pelatihan dan pembinaan kelompok masyarakat
peduli lingkungan yang mengolah sampah menjadi barang
bernilai ekonomis.

F. Resume
Masalah manusia dengan lingkungan hidupnya selalu ada. Masalah
adalah ketidaksesuaian antara kenyataan dengan harapan. Kenyataan
yang ada pada lingkungan hidup manusia sering kali tidak selaras dengan
keinginan dan harapan.
Sebaliknya, masalah bisa terjadi juga karena keinginan dan
kebutuhan manusia selalu meningkat. Setiap peningkatan, menuntut
sesuatu yang lebih pada lingkungan, baik secara kualitatif, maupun
kuantitatif.
Lingkungan senantiasa berubah. Perubahan lingkungan terbagi
atas dua, yaitu

Bab 3 | Pendekatan dalam Pencemaran Lingkungan 71


1. perubahan lingkungan alamiah, dan
2. perubahan lingkungan karena manusia.
Perubahan lingkungan alamiah adalah bagian dari keseimbangan
sistem lingkungan. Walaupun manusia menyebutnya bencana seperti
gunung meletus dan lain sebagainya, tapi itu adalah suatu proses alam
sedang menuju keseimbangan. Manusia tidak mampu mengendalikan
hal yang demikian.
Perubahan lingkungan karena manusia adalah bagian dari kreasi
manusia dalam aktivitas hidupnya. Manusia mampu mengatur hal itu,
karena dialah penyebab perubahan terjadi.

72 Pencemaran Lingkungan
BAB PERSPEKTIF KIMIA
4 TERHADAP PENCEMARAN
LINGKUNGAN

A. Ruang Lingkup dan Pengertian Kimia Lingkungan


Mari cermati Gambar 4.1 berikut.

Kimia Pencemaran
Kimia Lingkungan Lingkungan

Gambar 4.1 Skema Perspektif Kimia Terhadap Pencemaran Lingkungan

Kita mulai dari bahasan sebelumnya. Masalah lingkungan berupa


pencemaran lingkungan yang hadir dalam kehidupan manusia perlu
ditiadakan. Salah satu pendekatan yang akan dibahas di bab ini adalah
dengan perspektif kimia sebagai suatu disiplin ilmu.
Sama halnya dengan apabila kita melakukan perspektif ekonomi
terhadap pencemaran lingkungan. Kita akan mengkaji sifat sumber
daya alam seperti adanya public goods dan common property. Kita akan
membahas masalah eksternalitas dan prinsip poluter pays dan lain lain.
Pada Gambar 4.1 terlihat irisan yang terbentuk antara perpaduan
antara kimia dengan masalah pencemaran lingkungan. Fokus dan ruang

Bab 4 | Perspektif Kimia Terhadap Pencemaran Lingkungan 73


lingkup yang terbentuk pada irisan itu dikaji secara khusus dalam kimia
lingkungan.
Apakah kimia lingkungan?
Sastrawijaya (1991) menyatakan tidak mudah menjawabnya,
karena kimia lingkungan itu amat luas, mulai menyangkut radikal
hidrokarbon di udara, tetesan raksa di lantai atau dasar danau, maupun
unsur beracun di pertambangan. Jadi, kimia lingkungan itu ialah studi
tentang sumber, reaksi, pengaruh dan akhir zat kimia dalam tanah, air
dan udara di sekitar kita. Secara singkat kimia lingkungan ialah studi
tentang gejala kimia di lingkungan kita.
Agaknya pengertian yang diajukan oleh Sastrawijaya (1991)
semakin mempertajam pemahaman kita tentang kaitannya dengan
pencemaran lingkungan. Dinyatakan tentang gejala kimia di lingkungan
kita, berarti tentu dalam hal ini fokus pada persoalan lingkungan hidup.
Terjadinya tragedi kematian, terlahir cacat, punahnya sumber daya alam
di laut dan rusaknya plasma nuftah sudah bisa dipastikan berkaitan
dengan bahan kimia.

B. Antara Kimia dan Pencemaran Lingkungan


Secara umum sudah dipahami tentang pencemaran lingkungan,
terutama dalam sudut pandang historis. Terjadinya tragedi Minamata
dan lain sebagainya adalah indikasi bahwa pencemaran lingkungan
merupakan hal yang vital untuk diprioritaskan dalam kajian dan langkah
nyata di satu negara untuk menuju masyarakat yang madani.
Masyarakat madani dicirikan dengan harmonisasi dengan sumber
daya lingkungan. Sumber daya lingkungan di mana mereka hidup dan
berinteraksi menyediakan daya dukung yang optimal. Interaksi yang
terjalin akan menentukan kualitas hidup.
Istilah kualitas hidup bukan bermakna kesejahteraan manusia saja.
Tapi adalah kesatuan antara manusia dengan lingkungannya dan disebut
dengan rona lingkungan. Rona lingkungan yang berkualitas mempunyai
indikasi terjadinya peningkatan fungsi ekologis dan ekonomis serta
sosial.
Rona lingkungan yang tidak berkualitas apabila terjadinya penurunan
fungsi ekologis (degradasi lingkungan) yang secara simultan dan

74 Pencemaran Lingkungan
sistematis diikuti dengan penurunan fungsi ekonomis dan sosial. Dalam
suatu rona lingkungan yang ada, dengan segala bentuk interaksinya di
situ pula lah terjadi proses dan reaksi kimia.
Dirujuk pendapat Sastrawijaya (1991) yang tegas menyatakan
bahwa pengaruh ilmu dan teknologi dalam masyarakat besar sekali, baik
itu masyarakat sekolah, lingkungan hidup desa atau kota, perkampungan
asrama maupun masyarakat dunia luas. Berbagai bahan yang perlu
dibahas ialah perihal air, sumber alam, minyak bumi, bahan makanan,
kimia nuklir, kesehatan, dan industri.
Semua topik hendaknya dihubungkan dengan kimia, mencakup
konsep-konsep pokok, keterampilan mental dan kerja laboratorium yang
diperlukan untuk memahami dan menghayati masalah yang relevan
dengan lingkungan hidup kita.
Penulis setuju dengan apa yang dikemukakan di atas. Sebagai
motivasi bagi kita semua, apa yang diperlihatkan lingkungan ke
kita sudah cukup banyak di sepanjang sejarah yang sarat dengan
permasalahan pencemaran lingkungan karena bahan kimia. Motivasi
tidak akan berarti apa-apa jika hanya sebatas informasi.
Paling tidak dengan mempelajari buku ini, kita mempunyai suatu
langkah awal dari sebuah wujud motivasi. Bisa dimulai dari diri sendiri.
Setiap kita berperan terhadap lingkungan hidup makro. Agaknya
slogan “think global and act localy” sangat cocok untuk dipahami dan
diterapkan. Berpikir tentang dunia boleh dan harus, tapi berbuatlah
sesuai kemampuan di tingkat level diri masing-masing. Karena jika
tidak berbuat untuk sesuatu di lingkungan mikro saja tidak bisa, maka
memikirkan dunia akan sia-sia. Justru mendatangkan stres.
Mari kita tanggapi peristiwa pencemaran lingkungan pada Tahun
2015 di negeri kita berupa krisis asap dan kabut (smog = smoke and fog).
Asbut adalah singkatan dari asap dan kabut. Kedua bahan ini sangat
berbahaya dalam jumlah besar. Di Indoensia terjadi lagi peristiwa
asbut ini di tahun 2015. Dilaporkan ada yang meninggal dunia dan
hampir setengah juta jiwa menderita gangguan pernapasan. Dampak
lain ialah kurangnya efektivitas tanaman melakukan fotosintesis yang
implikasinya ialah oksigen pun berkurang.
Tidak sedikit karbon sisa pembakaran yang dilepas ke atmosfer, dan
tentu akan berakibat langsung pada pemanasan global. Karbon adalah

Bab 4 | Perspektif Kimia Terhadap Pencemaran Lingkungan 75


bahan kimia. Bahan kimia yang tidak berbahaya dan malah dibutuhkan
dalam skala tertentu oleh manusia akan berdampak kematian apabila
terakumulasi.
Penyebabnya adalah karena kebakaran hutan. Kebakaran hutan
yang bukan alamiah. Manusia bertanggung jawab atas kejadian ini.
Manusia telah memicu terjadinya pelepasan bahan kimia ke lingkungan
dan berakibat kematian pada manusia lain, dan pada makhluk hidup
yang berada di lingkungan.

C.
Resume
Kasus pencemaran lingkungan hidup tak akan lepas dari fokus
kajian kimia lingkungan. Karena dampak dari pencemaran lingkungan
itu dapat dilihat dari segi material yang dikandung bahan pencemar.
Bahan pencemar yang masuk ke lingkungan hidup karena aktivitas
manusia adalah bahan kimia. Unsur-unsur berbahaya terakumulasi pada
lingkungan hidup di mana manusia dan makhluk lain berada.
Masing-masing bahan kimia yang menyebabkan terjadinya
pencemaran pada komponen lingkungan. Selanjutnya, secara fokus
di bab berikutnya kita pelajari satu demi satu komponen lingkungan
yang dimaksud.

Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia


meletakkan neraca (keseimbangan)
Supaya kamu jangan melampaui batas
terhadap neraca itu
Tegakanlah neraca dengan adil dan jangan
kamu menguranginya
(QS Ar-Rahman [55]: 7 – 9)

76 Pencemaran Lingkungan
BAB
5
PENCEMARAN TERHADAP
KOMPONEN LINGKUNGAN

Pencemaran lingkungan yang sudah dipahami sejauh ini, masih


belum rinci terhadap keberadaan atau bercampurnya antara bahan
pencemar dengan komponen lingkungan. Oleh karena itu, pada bab ini
akan dirinci masing-masing komponen dari lingkungan dalam konteks
pencemaran lingkungan yang terjadi. Ini merupakan penjabaran jawaban
atas pertanyaan di mana polutan itu bercampur dengan lingkungan
hidup.
Terjadinya pencemaran lingkungan yang dibahas di sini ialah
peristiwa bercampurnya bahan pencemar dengan komponen lingkungan.
Dalam Ekologi dan Ilmu Lingkungan, dibagi komponen lingkungan
hidup itu atas dua yaitu (1) abiotik yang meliputi udara, tanah dan
ar serta (2) biotik yang meliputi flora, fauna dan manusia serta
mikroorganisme.

A. Pencemaran Udara
Perkins (1974) mengemukakan bahwa pencemaran udara berarti
hadirnya suatu kontaminan dalam udara atmosfer seperti debu, asap
gas, kabut, bau-bauan dan uap dalam kuantitas yang banyak dengan sifat
dan lama berlangsungnya di udara, sehingga mendatangkan ganggungan
kepada manusia dan makhluk hidup lain.
Jika dikaitkan dengan pengertian pencemaran lingkungan yang telah
dipahami, berarti persoalannya terletak pada tiga aspek pokok, yaitu

Bab 5 | Pencemaran Terhadap Komponen Lingkungan 77


1. kontaminan: dianalogikan sebagai polutan,
2. komponen lingkungan yang terkontaminasi: tanah/air/udara, dan
3. gangguan pada makhluk hidup: dianalogikan sebagai dampak yang
ditimbulkannya.
Kontaminan adalah bahan yang mencemari atau apa yang sudah kita
pahami sebagai polutan. Polutan didefinisikan sebagai zat atau bahan
yang dapat mengakibatkan terjadinya peristiwa pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan itu terjadi karena polutan, bercampur terhadap
salah satu komponen lingkungan di alam, dan tidak diinginkan oleh
manusia. Walaupun penyebabnya adalah manusia itu sendiri. Ironis
bukan?
Komponen lingkungan itu bisa sebagai udara, tanah dan air.
Kenyataannya, salah satu komponen yang terkontaminasi, akan
bercampur dengan komponen yang lain. Misalnya pencemaran pada
tanah, akan bisa berakibat pula pada pencemaran air dan udara.
Syarat-syarat suatu zat disebut polutan ialah apabila keberadaannya
pada komponen lingkungan hidup dapat menyebabkan gangguan
terhadap makhluk hidup. Hal inilah yang dinyatakan di atas sebagai
suatu kondisi yang tidak diinginkan oleh manusia, yang padahal manusia
pula yang menyebabkan itu terjadi.
Contohnya CO2 (karbondioksida) yang apabila keberadaannya
di udara 0,033% maka ia akan bermanfaat bagi tumbuh-tumbuhan
dalam proses fotosintesis dan melepaskan oksigen. Tetapi jika lebih
tinggi dari 0,033% justru akan dapat memberikan efek merusak pada
makhluk hidup.
Dari perspektif legalitas, apabila kadar suatu zat telah berada di atas
baku mutu lingkungan, maka hal itu sudah dianggap sebagai sebuah
pencemaran lingkungan. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 telah
menentukan suatu keadaan lingkungan dapat dikatakan tercemar dan
atau rusak, apabila aktivitas manusia telah mengakibatkan peristiwa
di mana mutu lingkungan berubah.
Mutu lingkungan dikatakan berubah terlebih dahulu ditentukan
bakunya. Inilah yang disebut dengan baku mutu lingkungan.
Baku Mutu Lingkungan Hidup adalah ukuran batas atau kadar
makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada

78 Pencemaran Lingkungan
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu
sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
Dengan adanya baku mutu ini diharapkan akan terjadi kesamaan
pandang dalam memandang lingkungan, dan memang baku mutu ini
dimaksudkan untuk melindungi lingkungan dengan semakin banyaknya
kegiatan manusia.
Baku mutu udara dapat dibedakan atas baku mutu udara ambien
dan baku mutu udara emisi.
1. Baku mutu udara ambien
Adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan-bahan
pencemar untuk berada di udara dengan tidak menimbulkan
gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan atau benda
lainnya.
2. Baku mutu emisi
Adalah batas kadar yang diperkenankan bagi zat atau bahan
pencemar untuk dikeluarkan dari sumber ke udara dengan tidak
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien.

1. Bahan Pencemar Udara


Bahan pencemar udara dapat digolongkan atas bentuknya atau
wujudnya. Ada juga yang menyebut sebagai sifat dari bahan pencemar
tersebut berupa (1) gas, (2) cair, (3) padat. Tapi bisa saja kombinasi
dari salah satu dengan yang lainnya sekaligus mencemari.
Masing-masing bentuk/wujud atau sifat dari bahan pencemar udara
dijelaskan sebagai berikut.
a. Bahan Pencemar Berbentuk Gas
1) Senyawa belerang (SOx dan H2S)
Senyawa sulfur oksida (SOx) merupakan senyawa sulfur
dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3).
Senyawa sulfur dioksida mempunyai bau yang sangat
menyengat, tapi tidak terbakar di udara. Sulfur trioksida
merupakan senyawa yang tidak reaktif.

Bab 5 | Pencemaran Terhadap Komponen Lingkungan 79


Reaksi pembentukan senyawa ini terjadi dalam dua tahapan
reaksi sebagai berikut.
S + O2 → SO2 Reaksi tahap I
2 SO2 + O2 → 2SO3 Reaksi tahap II
Sumber pencemaran udara oleh polutan SOx ini terutama
sekali disebabkan karena industry baja, kilang minyak dan
pembakaran zat-zat yang mengandung belerang seperti batu
bara dan minyak bumi.
2) Seyawa nitrogen (NO2)
Nitrogen oksida (NOx ) terdiri dari gas nitrit oksida (NO) dan
nitrogen dioksida (NO2). Komponen ini sering menjadi bahan
polutan bagi udara.
Senyawa NO merupakan gas yang tidak berwarna, dan tidak
berbau, tetapi NO2 mempunyai warna cokelat kemerahan dan
mempunyai bau yang menyengat.
Keberadaan nitrogen di udara sebanyak 80% dan 20% oksigen.
Pada suhu kamar kedua unsur ini tidak bereaksi, tapi pada
suhu tinggi keduanya bereaksi.
Jumlah atau kadar NO di udara menjadi berfluktuasi karena
disebabkan oleh peristiwa seperti (1) pembakaran pada suhu
tinggi (di atas 1.200 Celcius), (2) tersedianya oksigen dalam
keadaan yang berlebih.
Dilaporkan oleh Kristanto (2004) bahwa konsentrasi NOx di
udara perkotaan lebih tinggi 10 – 100 kali dibanding dengan
udara di pedesaan. Di perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm.
Hal ini diakibatkan karena di perkotaan di samping jumlah
penduduknya lebih banyak dari pedesaan, juga aktivitas
pembakaran pun lebih sering, baik melalui kendaraan
bermotor, maupun pembuangan sampah.
3) Chloro Floro Carbon (CFC)
CFC merupakan senyawa-senyawa yang mengandung atom
karbon dengan klorin dan fluorin. Dua CFC yang umum adalah
CFC-11 (Trichloromonofluoromethane atau freon 11) dan CFC-12
(Dichlorodifluoromethane).

80 Pencemaran Lingkungan
CFC merupakan zat yang tidak mudah terbakar dan tidak
terlalu beracun. Satu buah molekul CFC memiliki masa hidup
50 hingga 100 tahun dalam atmosfer sebelum dihapuskan.
Oleh karena itu, jika terjadi konsentrasi CFC yang tinggi di
atmosfer akan sulit dihilangkan efeknya karena konsentrasi
itu bertahan lama di atmosfer.
Keberadaan CFC sebagai penyebab menipisnya lapisan
ozon mulai marak dibicarakan sejak tahun 1970-an.
Proses menipisnya lapisan ozon oleh CFC ini dikarenakan
kestabilannya untuk sampai di tingkat stratosfer.
Disebabkan radiasi ultraviolet dari sinar matahari, senyawa
CFC kemudian mengeluarkan atom-atom klorin sebagai
perusak ozon.
CFC banyak digunakan pada saat sekarang dalam kehidupan
manusia, seperti untuk pendingin ruangan (AC), media
pendingin pada lemari es (kulkas), bahan pelarut, bahan
dorong, dan proses pembuatan plastik.
Selain itu, CFC juga banyak digunakan sebagai blowing agent
dalam proses pembuatan foam (busa), sebagai cairan pembersih
(solvent), bahan aktif untuk pemadam kebakaran, bahan aktif
untuk fumigasi di pergudangan, pra pengapalan, dan produk-
produk pertanian dan kehutanan lainnya.
4) Karbon monoksida (CO)
Merupakan komponen gas yang tidak bewarna, tidak berasa
dan tidak berbau, serta tidak larut dalam air. Berat karbon
monoksida ialah sebesar 96,5% dari berat air.
Peristiwa pencemaran udara yang disebabkan oleh karbon
monoksida sebagai polutan, sering bersumber dari kegiatan
industri. Tapi juga dimungkinkan terjadi akibat kegiatan non
industri yang disebut domestik.
Penyebab terjadinya pelepasan CO (karbon monoksida) ke
udara ialah:
a) proses pembakaran bahan yang mengandung karbon
secara tidak sempurna;

Bab 5 | Pencemaran Terhadap Komponen Lingkungan 81


b) reaksi kimia antara CO2 (karbon dioksida) dengan bahan
lain yang mengandung karbon pada suhu tinggi, dengan
reaksi sebagai berikut.
CO2 + C → 2CO
Pada suhu yang tinggi maka CO2 akan diuraikan menjadi
karbon monoksida (CO) dan 1 atom C.
5) Hidro Karbon (HC)
Senyawa hidro karbon pada suhu kamar bisa berada di alam
dalam wujud gas, cair, dan padat. Sifat fisik masing-masing
ditentukan oleh struktur molekulnya.
Hidro karbon yang mempunyai 1- 4 atom karbon pada suhu
kamar akan berbentuk gas, tetapi hidro karbon yang mempunyai
lebih dari lima atom karbon akan berbentuk cair atau padat.
Senyawa hidro karbon yang menjadi bahan pencemar udara
primer adalah senyawa hidro karbon yang berbentuk fasa gas
dan cair. Senyawa ini mudah menguap dan memiliki atom C
kurang dari 12 dengan struktur yang sederhana. Senyawa-
senyawa ini dapat berupa senyawa alifatik, aromatic, atau
alisiklik.
Metana adalah salah satu hidro karbon di alam. Berbeda dengan
ozon. Ozon bukanlah hidro karbon. Ozone (O3) adalah naiknya
konsentrasi O3 di atmosfer sebagai akibat langsung dari reaksi
hidro karbon yang terjadi di atmosfer.
Dampak dari bahan pencemar berbentuk gas ini ialah:
a) Kadar CO 2 yang terlampau tinggi di udara dapat
menyebabkan suhu udara di permukaan bumi meningkat
dan dapat mengganggu sistem pernapasan.
b) Kadar gas CO2 lebih dari 100 ppm di dalam darah dapat
merusak sistem saraf dan dapat menimbulkan kematian.
c) Gas SO2 dan H2S dapat bergabung dengan partikel air dan
menyebabkan hujan asam.
d) Keracunan NO2 dapat menyebabkan gangguan sistem
pernapasan, kelumpuhan, dan kematian.
e) CFC dapat menyebabkan rusaknya lapian ozon.

82 Pencemaran Lingkungan
b. Bahan Pencemar Berbentuk Partikel Cair
1) Titik air atau kabut.
2) Kabut yang mengandung partikel cair.
Dampaknya dapat menyebabkan sesak napas dan jika terhirup
akan memenuhi rongga paru-paru pada makhluk hidup. Dampak
ini bisa terjadi saat itu juga atau beberapa waktu kemudian.
Walaupun wujudnya partikel cair, tapi tentu mengandung unsur
kimia yang sudah disajikan di atas.
c. Bahan Pencemar Berbentuk Partikel Padat
1) Partikel dalam bentuk padat dapat berupa debu atau abu yang
berasal dari bahan bakar kendaraan yang bercampur dengan
timbal (Pb). Biasanya bahan bakar kendaraan dicampur dengan
timbal.
Tujuan timbal dicampurkan dalam bahan bakar ialah untuk
mempercepat proses pembakaran agar mesin berjalan
sempurna.
Timbal (Pb) akan bereaksi dengan klor dan brom membentuk
partikel PbClBr. Partikel tersebut akan dikeluarkan melalui
knalpot ke udara.
2) Partikel kecil yang beterbangan ke udara karena peristiwa
pembakaran bahan-bahan anorganik oleh manusia, baik
domestik maupun industri.
Secara umum, penyebab yang utama ialah industri. Tapi,
aktivitas domestik juga tidak bisa dikatakan tidak mencemari
udara melalui pembakaran sampah dan kegiatan lainnya.
Dampak dari pencemaran udara yang disebabkan oleh partikel
padat ialah menyebabkan gangguan kesehatan pada makhluk
hidup terutama saluran pernapasan. Dampak terhadap
gangguan pernapasan ini, bisa terjadi saat itu juga, tapi juga
bisa terjadi beberapa saat kemudian.

Bab 5 | Pencemaran Terhadap Komponen Lingkungan 83


Hal ini disebabkan karena akumulasi partikel telah melewati
batas normal dan kemampuan organ pernapasan mentolerirnya secara
biologis.
Dalam kondisi udara yang disebut normal, ialah ketika manusia
tidak mengalami gangguan untuk bernapas. Terjadi atau tidaknya
gangguan ini, dapat dirasakan langsung oleh manusia tanpa melalui
alat tertentu.
Ketika berada di pantai yang bersih atau di kawasan hijau dan di
pedesaan, manusia akan merasakan udara yang dihirup itu segar. Pada
kawasan padat penduduk dan aktivitas industri di kota besar, udara
yang dihirup terasa menyesakkan dada.
Kristanto (2004) mengemukakan bahwa konsentrasi CO2 di udara
selalu rendah, yaitu sekitar 0,03%. Konsentrasi ini mungkin naik tapi
dalam kisaran yang sangat kecil.
Kondisi naiknya konsentrasi CO2 biasanya terjadi pada kawasan di
mana terjadinya pembusukan bahan organik, pembakaran, atau di antara
kerumunan manusia yang berada dalam ruangan terbatas. Komposisi
udara normal kering, di mana semua uap air telah dihilangkan, relatif
konstan. Komposisi udara kering yang bersih yang dikumpulkan di
sekitar disajikan pada Tabel 5.1 berikut.

Tabel 5.1 Komposisi Udara Kering dan Bersih


No. Komposisi Formula % volume ppm
1. Nitrogen N2 78,08 780.800
2. Oksigen O2 20,85 209.500
3. Argon Ar 0,934 9.340
4. Karbon dioksida CO2 0,0314 314
5. Neon Ne 0,00182 18
6. Helium He 0,000524 5
7. Metana CH4 0,0002 2
8. Kripton Kr 0,000114 1
Sumber: Kristanto (2004)

84 Pencemaran Lingkungan
Di samping Tabel 5.1 di atas, Peave (1986) juga telah melaporkan
konsentrasi gas di dalam atmosfer bersih dan kering, yang disajikan
pada Lampiran 1. Udara dalam keadaan alamiah, tidak pernah terbebas
dari bahan-bahan kimia yang dianggap sebagai bahan berbahaya (dalam
jumlah yang melebihi baku mutu udara) seperti SO2 (Sulfurdioksida),
H2S (Hidrogen Sulfida) dan CO (karbon monoksida).
Senyawa tersebut di atas dilepaskan ke udara melalui proses
alamiah. Proses alamiah itu, seperti pembusukan dan pelapukan oleh
jasad renik (decomposer) dan aktivitas vulkanik.
Tetapi kita tidak menyebut senyawa kimia itu sebagai polutan
(bahan pencemar) dalam perspektif pencemaran lingkungan (pollution).
Karena itu adalah peristiwa alamiah.
Jika senyawa kimia tersebut dilepaskan oleh akibat aktivitas
manusia, barulah kita menyebutnya sebagai polutan. Walaupun dalam
kehidupan sehari-hari, sering disebut semua bahan berbahaya sebagai
polutan.
Untuk membedakan polutan dengan tidak polutan terhadap bahan
yang mengganggu manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya
itu, dapat ditentukan dengan jawaban atas pertanyaan “apakah manusia
mampu mengatur dan mengendalikan bahan berbahaya itu untuk
muncul atau tidak?”
Jika manusia mampu mengatur dan mengontrol suatu bahan
pencemar untuk mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan
maka itu adalah polutan. Tapi, apabila manusia tidak bisa mengatur
dan mengontrol munculnya suatu bahan pencemar dari proses alamiah
maka itu tidak bisa disebut sebagai polutan.
Bisakah kita mengatur terjadinya letusan gunung berapi?

2. Analisis Polutan Udara Menurut Sifat Kimia


Polutan udara yang sudah diketahui, selanjutnya akan dianalisis
menurut sifat kimianya. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa
bahan pencemar udara terdiri dari (1) partikel dan debu; serta (2) gas
dan uap.
Apabila diuraikan satu per satu berdasarkan pada sifat kimianya,
didapat skema seperti yang disajikan pada Gambar 5.1 berikut.

Bab 5 | Pencemaran Terhadap Komponen Lingkungan 85


Polutan Udara

gas dan uap partikel dan debu

Larut Tidak larut Bahan anorganik Bahan


dalam dalam air dan mineral organik
air

Larut Bereaksi dengan


media

Tidak
Larut Tidak bereaksi
dengan media

Gambar 5.1 Analisis Polutan Udara Menurut Sifat Kimia

Pada Gambar 5.1 terlihat bagaimana kompleksinya sifat polutan


pencemar udara yang ada dan berada pada kondisi udara tercemar.
Analisis terhadap sifat polutan di atas, di tinjau dari sifat kimianya,
seperti jenis zat dan kelarutannya dalam air atau pada media yang
ditempatinya.
Dapat dilihat pada polutan yang berupa partikel dan debu, ada
bahan yang tidak larut dalam air, dan pada bahan organik ada pula yang
tidak bereaksi dengan medianya.
Hal ini menyebabkan terjadinya waktu pencemaran udara menjadi
lama.
Analisis ini digunakan sebagai dasar pertimbangan terhadap
langkah-langkah pengendalian terhadap pencemaran udara. Karena
tanpa diketahui sifat kimia dari polutan maka langkah pengendalian
menjadi sulit ditentukan.

86 Pencemaran Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai