Anda di halaman 1dari 19

KUMPULAN ARTIKEL

1. KONTRADIKSI DAN TITIK TEMU ANTARA EKOSENTRISME DAN


ANTROPOSENTRISME
2. PERAN SOSIOLOGI LINGKUNGAN DAN EKOLOGI MANUSIA DI
DALAM KONSEP DAN IMPLEMENTASI SUSTAINABLE DEVELOPMENT
3. DETERMINISME KARAKTERISTIK LINGKUNGAN ALAM TERHADAP
CORAK INTERAKSI KOMUNITAS
Disusun sebagai tugas terstruktur Ujian Akhir Semester (UAS) mata kuliah Sosiologi
Lingkungan

Dosen Pengampu:
Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:
Nama : Michael Ayyasy Waroy
NIM : L1C018058
Prodi/Kelas : Sosiologi Lingkungan B 2018

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI.


UNIVERSITAS MATARAM
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... i


KONTRADIKSI DAN TITIK TEMU ANTARA EKOSENTRISME DAN
ANTROPOSENTRISME ................................................................................................. 1
Antroposentrisme dan Ekosentrisme ............................................................................ 1
Kontradiksi Antroposentrisme dengan Ekosentrisme ................................................... 3
Titik Temu Antroposentrisme dengan Ekosentrisme ................................................... 4
PERAN SOSIOLOGI LINGKUNGAN DAN EKOLOGI MANUSIA DI DALAM
KONSEP DAN IMPLEMENTASI SUSTAINABLE DEVELOPMENT ....................... 5
Sosiologi Lingkungan ................................................................................................... 5
Ekologi Manusia ........................................................................................................... 6
Sustainable Development .............................................................................................. 7
Kesimpulan ................................................................................................................. 10
DETERMINISME KARAKTERISTIK LINGKUNGAN ALAM TERHADAP CORAK
INTERAKSI KOMUNITAS .......................................................................................... 11
Determinisme Karakteristik Lingkungan Alam .......................................................... 11
Interaksi Komunitas .................................................................................................... 13
Determinisme Karakteristik Lingkungan Alam Terhadap Corak Interaksi Komunitas
..................................................................................................................................... 15
REFERENSI ................................................................................................................... 17

i
KONTRADIKSI DAN TITIK TEMU ANTARA EKOSENTRISME DAN
ANTROPOSENTRISME

Etika lingkungan berasal dari dua kata, yaitu “Etika” dan “Lingkungan”. Etika berasal
dari bahasa Yunani yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Menurut KBBI V, arti etika
adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral
(akhlak). Lingkungan adalah segala sesuatu (biotik dan abiotik) yang ada di sekitar
manusia yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan manusia dan biotik lainnya baik
secara langsung maupun tidak.

Etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam berhubungan


dengan lingkungannya. Hal ini diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan secara cermat hingga keseimbangan lingkungan lingkungan
tetap terjaga. Dalam etika lingkungan terdapat beberapa teori, yaitu Antroposentrisme,
Zoosentrisme, Biosentrisme, Ekosentrisme dan sebagainya. Pada artikel ini, penulis akan
sedikit menjelaskan kontradiksi dan titik temu antara ekosentrisme dan antroposentrisme.

Perkembangan suatu konsep dalam ilmu pengetahuan agar bisa bertahan dalam dunia
keilmuan perlu adanya proses kritis terhadap pandangan para ilmuan yang membuat teori
tersebut. Perlu pahami bahwa teori merupakan konsep yang digunakan untuk
menganalisis semua gejala sosial yang ada. Menurut Gibbs, menyatakan bahwa “Teori
adalah sejumlah pertanyaan yang saling berhubungan secara logis dalam bentuk
penegasan empiris tentang berbagai jenis peristiwa yang tidak terbatas” (Damsar, 2017).
Teori bagaikan peta untuk kita melintasi rimba.

Antroposentrisme dan Ekosentrisme

1. Antroposentrisme

Antroposentrisme adalah teori ini memandang bahwa manusia merupakan pusat dari
sistem alam semesta. Manusia dan segala kepentingannya dianggap yang paling
menentukan tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan
alam, baik secara langsung maupun tidak langsung.

1
Berikut adalah hal-hal yang ditekankan etika antroposentrisme (Dr. I. Ginting Suka,
M.S., 2017):

a. Manusia terpisah dari alam.


b. Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung
jawab manusia.
c. Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya.
d. Kebijakan dan manajemen sumber daya alam untuk kepentingan manusia.
e. Norma utama adalah untung rugi.
f. Mengutamakan rencana jangka pendek.
g. Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya
negara miskin.
h. Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.

Teori antroposentrisme ini memang mengundang kritik dari berbagai kalangan yang
melihat bahwa keberadaan manusia seharusnya tidak tidak otonom sehingga membuat
manusia memperlakukan lingkungan sesuai keinginannya.

2. Ekosentrisme
Teori ekosentrisme menjadikan lingkungan atau seluruh komunitas ekologis baik
biotik maupun abiotik sebagai pusatnya. Pada teori ini, setiap individu dalam ekosistem
diyakini terkait satu dengan yang lain secara mutual. Suatu keseluruhan organisme
saling membutuhkan, menopang, dan memerlukan. Sehingga proses hidup-mati harus
terjadi secara seimbang dan menjadi bagian tata kehidupan ekosistem.

Hal-hal yang ditekankan pada teori ekosentrisme yaitu (Dr. I. Ginting Suka, M.S.,
2017):

a. Manusia adalah bagian dari alam.


b. Menekankan hak hidup makhluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh
manusia, tidak boleh diperlakukan semena-mena.
c. Prihatin pada perasaan semua makhluk dan sedih kalau alam diperlakukan
semena-mena.
d. Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua makhluk.
e. Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai.

2
f. Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati.
g. Menghargai dan memelihara tata alam
h. Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem
i. Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu
mengambil sambil memelihara.

Kontradiksi Antroposentrisme dengan Ekosentrisme

Pada kontestasi teori Antroposentrisme-Ekosentrisme memberikan pandangan


yang berbeda pada etika lingkungan. Kontestasi merupakan kontroversi, pertikaian,
perdebatan, tantangan, perselisihan untuk bersaing dan berjuang menentang (Paxson,
2007). Dalam konteks penelitian ini makna kata kontestasi lebih mendekati pada
persaingan gagasan yaitu paradigma antroposentrisme dan ekosentrisme pada
masyarakat.

Persaingan gagasan tersebut menentukan bagaimana kebijakan, tindakan dan


sikap atas kehidupan manusia dengan alam sekitarnya. Menurut Fritjof Capra dalam
Keraf (2014) karena krisis pemahaman maka menyebabkan terjadinya bencana
lingkungan hidup. Krisis pemahaman ini bersumber dari kenyataan bahwa manusia
secara khusus institusi-institusi sosial yang ada menganut cara pandang yang sudah tidak
sesuai dengan jaman, sebuah pemahaman tentang realitas yang sudah tidak memadahi
lagi dalam memahami dunia yang semakin global. Oleh penganut ekosentrisme kehadiran
investasi sawit dianggap sebagai ancaman bagi manusia dan alam. Sejumlah penelitian
memberikan kritik terhadap praktik perkebunan sawit yang merusak keanekaragaman
hayati, kerusakan ekosistem dan menyebabkan pemanasan global, konflik sosial,
pelanggaran HAM dan konflik dengan satwa liar, potensi kelangkaan bahan makanan
(Cahyandito & Ramadhan, 2015; Li, 2015; Budidarsono, Susanti & Zoomers, 2013;
Nantha & Tisdell, 2009). Sedangkan penganut Antroposentrisme menganggap bahwa
investasi sawit merupakan keuntungan tersendiri yang dimiliki manusia sehingga
kepentingan manusia lebih di utamakan dari pada kepentingan alam itu sendiri. Alam
semesta tidak memiliki nilai instrinsik pada dirinya sendiri, selain nilai pada dirinya
sendiri, selain nilai instrumental ekonomis bagi kepentingan manusia sendiri.

3
Dua etika/teori ini sangat bertentangan dalam memanfaatkan alam. Bagi
antroposentrisme, manusia berhak memanfaatkan alam sesuai kebutuhannya dengan
sesuka hati. Namun bagi ekosentrisme, pentingnya menjaga lingkungan dan
keseimbangan alam dalam pemanfaatannya. Manusia ditekankan lebih memikirkan
makhluk hidup lain dan lebih berfikir jangka panjang.

Titik Temu Antroposentrisme dengan Ekosentrisme

Capra dalam Haryono (2020) menyebutkan bahwa antroposentrisme adalah


ekologi dangkal (Shallow Ecology) yang berbeda dengan ekosentrisme yang merupakan
ekologi mendalam (Deep Ecology). Ekologi dangkal adalah antroposentris yang melihat
manusia berada di atas atau di luar alam, sebagai sumber dari semua nilai, dan
menganggap alam hanya sebagai suatu instrumen, atau menggunakan nilai kepada alam.
Ekologi mendalam tidak memisahkan manusia dari lingkungan alam, maupun tidak
memisahkan segala sesuatunya dari lingkungan alam.

Berdasarkan hal tersebut, berawal pada pandangan manusia yang semena-mena


dalam memanfaatkan alam, setelah berkembangnya pola pikir manusia dan merasakan
dampak buruk dalam pengalamannya setelah memanfaatkan alam dengan semena-mena.
Sehingga melahirkan teori baru dalam memanfaatkan alam semesta dengan lebih
memperhatikan makhluk hidup lain serta lingkungannya.

4
PERAN SOSIOLOGI LINGKUNGAN DAN EKOLOGI MANUSIA DI
DALAM KONSEP DAN IMPLEMENTASI SUSTAINABLE
DEVELOPMENT

Sosiologi Lingkungan

Dari Dr. Saputra Adiwijaya, M.Si. dan Dr. Berkat A. Pisi, M.Si., sosiologi lingkungan
adalah cabang sosiologi yang memusatkan kajiannya pada adanya keterkaitan antara
lingkungan dan perilaku sosial manusia. Menurut Dunlop dan Catton, dari Rachmad,
sosiologi lingkungan dibangun berdasarkan beberapa konsep yang saling berkaitan, yaitu:

1. Persoalan-persoalan lingkungan dan ketidakmampuan sosiologi konvensional


untuk membicarakan persoalan-persoalan tersebut merupakan cabang dari
pandangan dunia yang gagal menjawab dasar-dasar biofisik struktur sosial dan
kehidupan sosial
2. Masyarakat modern tidak berkelanjutan karena mereka hidup pada sumber daya
yang sangat terbatas dan penggunaan di atas pelayanan ekosistem jauh lebih cepat
jika dibandingkan kemampuan ekosistem memperbaharui dirinya. Dalam tatanan
global, proses ini diperparah lagi dengan pertumbuhan populasi yang pesat.
3. Masyarakat menuju tingkatan lebih besar atau lebih kurang berhadapan dengan
kondisi rentan ekologis.
4. Ilmu lingkungan modern telah mendokumentasikan kepelikan masalah
lingkungan dan menimbulkan akan penyelesaian besar-besaran jika krisis
lingkungan ingin dihindari.
5. Pengenalan dimensi-dimensi krisis lingkungan menyumbang pergeseran
paradigma dalam masyarakat secara umum.
6. Perbaikan dan reformasi lingkungan akan dilahirkan melalui perluasan paradigma
ekologi baru di antara publik, massa dan akan dipercepat oleh pergeseran
paradigma yang dapat dibandingkan antara ilmuan sosial dan ilmuan alam.

Lebih lanjut, dalam kajian sosiologi lingkungan, beragam perilaku sosial seperti
konflik dan integrasi yang berkaitan dengan perubahan kondisi lingkungan, adaptasi
terhadap perubahan lingkungan atau pergeseran nilai-nilai sosial yang merupakan efek
dari perubahan lingkungan harus dapat dikontrol. Hal ini dilakukan agar kemunculan
pengaruh-pengaruh berupa faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan kondisi lingkungan

5
(eksogen) dapat terdeteksi atau dikenali dengan jelas. Dengan demikian dapat dipahami
bahwa sosiologi lingkungan adalah cabang sosiologi yang mengkaji aspek-aspek
lingkungan, yang melingkupi pemanfaatan sumber daya alam serta pencemaran dan
kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia dengan beragam alasan sebagai
dampaknya.

Ekologi Manusia

Ekologi berasal dari bahasa Yunani dari kata oikos yang berarti “rumah tangga”
dan logo yang berarti mempelajari. Dengan kata lain, ekologi mempelajari lingkungan
rumah tangga dari seluruh makhluk hidup di dalam rumah tangganya, serta seluruh proses
yang berfungsi untuk memungkinkan rumah itu dihuni para penghuninya (Odum, 1983
dalam Mohamad Soejani). Ekologi manusia adalah ekologi dengan pembahasan terpusat
pada manusia. Ekologi manusia tidak hanya memusatkan permasalahan pada manusia
saja, tetapi juga di sekitar manusia, tentu tidak mungkin meninggalkan pembicaraan
tentang makhluk hidup lain di luar manusia.

Hubungan antara manusia dan alam merupakan hubungan timbal balik. Semua
perolehan didapatkan dengan pengorbanan, beban atau biaya dan upaya. Kenyataan
bahwa alam juga akan mengalami dampak atau perubahan yang akibatnya juga akan
menimpa makhluk hidup atau manusia itu sendiri. Jadi, akibat dan timbulnya dampak itu
dalam ekologi manusia perlu diperhitungkan apakah menguntungkan atau merugikan diri
sendiri ataupun merugikan manusia serta makhluk hidup lain.

Jadi, dari model ini jelas bahwa ekologi manusia menganut falsafah berikut.

a. Manusia harus mampu mempertahankan kelangsungan kehidupan dirinya,


keturunannya serta sesama manusia yang lain;
b. Yang baik untuk manusia juga harus baik untuk Alam, dan baik untuk makhluk
hidup lain karena perolehan serta manfaat yang diperolehnya sangat tergantung
pada Alam itu sendiri, baik secara langsung ataupun melalui kebutuhan serta
ketergantungan manusia akan makhluk hidup lain.

Dalam ekologi manusia, lingkungan fisik manusia di pahami sebagai ekosistem atau
kesatuan ekologis. Seperti udara, air, tanah, organisme hidup, dan konstelasi unsur-unsur

6
terhubung melalui jaringan energi yang menginformasikan segala aktivitas manusia di
dalamnya termasuk ekosistem. Sebagai aktor manusia selalu berada dalam interaksi
timbal balik atau metabolistik dengan alam, baik lingkungan alamiah maupun lingkungan
buatan untuk melangsungkan hidupnya. Terkait dengan sistem sosiokulturalnya, manusia
berinteraksi dengan manusia lainnya di dalam fisik ini. Hubungan manusia dengan
lingkungannya dan sesama akan berdampak lingkungan karena manusia adalah bagian
yang dinamis dari suatu ekosistem.

Secara ekologis manusia melihat dirinya sebagai bagian integral dari suatu ekosistem
atau “ruang hidup” dengan hubungan fungsionalnya yang tak terpisahkan antara sistem
sosial dan biofisik. Kehidupan masyarakat, terutama masyarakat pramodern, sangat
tergantung pada fungsi ekosistemnya. Dalam konteks masyarakat pramodern, pranata
pranata sosial tradisional, seperti ritual, sepertinya hanya terkait dengan sistem sosial.
Namun, nyatanya juga terkait dengan tindakan mereka terhadap alam, terutama
pemeliharaan lingkungan. Ritual yang melibatkan materi dan energi dari lingkungan
misalnya menebang pohon, berburu, menangkap ikan, dan memanen tanaman pangan
tidak hanya terkait dengan keyakinan ritual yang dilaksanakan untuk keselamatan dari
gangguan kekuatan gaib, tetapi juga memperkuat ikatan emosional dengan materi dan
energi yang dimanfaatkan sehingga ketidakseimbangan yang berujung pada bencana
alam bisa dihindari (Reichel-Dolmatoff, 1976 dalam Soerjani, 2017).

Sustainable Development

Sustainable Development atau Pembangunan Berkelanjutan berkembang pada


tahun 1972 setelah adanya Deklarasi Stockholm. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB), Pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhan mereka.
PBB menyusun 17 tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu:
1. Tanpa kemiskinan, mengentas segala bentuk kemiskinan di seluruh tempat.
2. Tanpa kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi, serta
menggalakkan pertanian yang berkelanjutan.

7
3. Kehidupan sehat dan sejahtera, dengan menggalakkan hidup sehat dan
mendukung kesejahteraan untuk semua usia.
4. Pendidikan berkualitas, dengan memastikan pendidikan berkualitas yang layak
dan inklusif serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang.
5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan.
6. Air bersih dan sanitasi layak, dengan menjamin akses atas air dan sanitasi untuk
semua.
7. Energi bersih dan terjangkau, dengan memastikan akses pada energi yang
terjangkau, bisa diandalkan, berkelanjutan dan modern untuk semua.
8. Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi dengan mempromosikan
pertumbuhan ekonom berkelanjutan dan inklusif, lapangan pekerjaan yang layak
untuk semua.
9. Industri, inovasi dan infrastruktur, dengan membangun infrastruktur kuat,
mempromosikan industrialisasi berkelanjutan, dan mendorong inovasi.
10. Mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara negara-negara.
11. Kota dan komunitas berkelanjutan, dengan membuat perkotaan menjadi inklusif,
aman, kuat, dan berkelanjutan.
12. Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, dengan memastikan pola
konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.
13. Penanganan perubahan iklim dengan mengambil langkah penting untuk melawan
perubahan iklim dan dampaknya.
14. Ekosistem laut, perlindungan dan penggunaan samudera, dan sumber daya
kelautan secara berkelanjutan.
15. Ekosistem darat dengan mengelola hutan secara berkelanjutan, melawan
perubahan lahan menjadi gurun, menghentikan dan merehabilitasi kerusakan
lahan, menghentikan kepunahan keanekaragaman hayati.
16. Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh.
17. Kemitraan untuk mencapai tujuan dengan menghidupkan kembali kemitraan
global demi pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan yang melibatkan generasi saat ini dan generasi masa
mendatang memerlukan upaya bersama untuk mencapai tujuan di atas, dengan

8
menyeimbangkan tiga aspek penting, yaitu ekonomi, sosial, dan perlindungan
lingkungan.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup, pembangunan berkelanjutan merupakan upaya sadar dan
terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam
strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi kini dan generasi masa depan.
Dalam UU tersebut juga terdapat tujuannya, yaitu:
a. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan,
dan
b. mewujudkan pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya merupakan pembangunan yang dapat


memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengindahkan kemampuan generasi mendatang
dalam memenuhi kebutuhannya. Proses pembangunan berkelanjutan bertumpu pada tiga
faktor, yaitu:
a. Kondisi SDA.
b. Kualitas lingkungan.
c. Faktor kependudukan.

Ketiga faktor tersebut mengingatkan bahwa pembangunan berkelanjutan perlu


membuat ikhtiar untuk memelihara keutuhan fungsi tatanan lingkungan agar sumber daya
alam dapat secara berlanjut menopang proses pembangunan secara terus menerus dari
generasi ke generasi untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Masalah yang dihadapi negara berkembang menurut Emil Salim:


a. Penduduk yang berjumlah besar yang bersisian dengan daya dukung tanah
yang rendah
b. Tingkat pertambahan penduduk yang cepat bersamaan dengan tingkat
kerusakan lingkungan yang cepat pula

9
c. Desakan yang besar akan pertumbuhan ekonomi yang tinggi untuk memenuhi
permintaan penduduk yang terus bertambah untuk kebutuhan pokok.

Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan adalah menjaga ekosistem darat


termasuk di dalamnya hutan dan rehabilitasi lahan. Pelaksanaan pembangunan erat
kaitannya dengan lingkungan dan tata ruang. Penataan ruang dan pengelolaan lingkungan
hidup harus menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pembangunan
berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan fungsi lingkungan termasuk
sumber daya alam di dalamnya

Kesimpulan

Berdasarkan paparan di atas, peran sosiologi lingkungan dan ekologi manusia


dalam konsep dan implementasi sustainable development adalah sebagai ilmu yang
mampu menyebarkan konsep tersebut kepada masyarakat luas, dan juga sebagai masukan
dan kritik guna menyempurnakan konsep yang ada.

10
DETERMINISME KARAKTERISTIK LINGKUNGAN ALAM TERHADAP
CORAK INTERAKSI KOMUNITAS

Determinisme Karakteristik Lingkungan Alam

Determinisme lingkungan adalah keyakinan bahwa lingkungan, terutama faktor


fisiknya seperti bentuk lahan dan iklim, menentukan pola budaya manusia dan
pembangunan masyarakat. Penentu lingkungan percaya bahwa faktor ekologi, iklim, dan
geografis saja yang bertanggung jawab atas budaya manusia dan keputusan individu.
Juga, bahwa kondisi sosial hampir tidak berdampak pada perkembangan budaya.

Argumen utama dari determinisme lingkungan menyatakan bahwa karakteristik


fisik suatu daerah seperti iklim memiliki dampak yang kuat pada pandangan psikologis
penduduknya. Pandangan bervariasi ini kemudian menyebar ke seluruh populasi dan
membantu mendefinisikan perilaku keseluruhan dan budaya masyarakat. Misalnya,
dikatakan bahwa daerah-daerah di daerah tropis kurang berkembang daripada garis
lintang yang lebih tinggi karena cuaca hangat yang terus menerus di sana membuatnya
lebih mudah untuk bertahan hidup dan dengan demikian, orang yang tinggal di sana tidak
bekerja keras untuk memastikan kelangsungan hidup mereka. Contoh lain dari
determinisme lingkungan adalah teori bahwa negara-negara pulau memiliki ciri-ciri
budaya yang unik semata-mata karena isolasi mereka dari masyarakat benua.

Determinisme lingkungan dikembangkan pada pertengahan abad XIX abad untuk


menjelaskan perbedaan dalam standar hidup antara penjajah Eropa dan koloni mereka.
Determinis lingkungan dipengaruhi olehteori sosial Darwinisme, dan paling menarik
dikemukakan oleh Lamarck daripada versi evolusi Darwin (Livingstone 1992). Para
pendukung teori, termasuk Friedrich Ratzel, Ellen Churchill Semple dan Ellsworth
Huntington, mengemukakan bahwa iklim dan topografi menentukan pengembangan
relatif masyarakat, dan prospek untuk pengembangan di masa mendatang. Daerah
beriklim sedang dipandang sebagai menyegarkan sedangkan iklim tropis dan kutub
dianggap menghambat pembangunan atau perkembangan manusia. Para ahli geografi
juga mendalilkan bahwa lembah sungai menghasilkan masyarakat yang bersemangat
sementara lingkungan pegunungan menghambat perkembangan masyarakat.

11
Dalam kaitannya dengan hubungan manusia dan lingkungan, terdapat beberapa
paham yang menjelaskan hakekat dari hubungan tersebut, yaitu paham determinisme,
paham posibilisme dan paham optimisme teknologi. Paham determinisme merupakan
paham yang menjelaskan bahwa manusia dan perilakunya ditentukan oleh alam. Adapun
tokoh-tokoh atau ilmuwan yang mengembangkan dan menganut paham determinisme
diantaranya Charles Darwin, Frederich Ratzel dan Elsworth Huntington. Sebuah model
sederhana pada hubungan antara alam dan masyarakat, atau lingkungan dan masyarakat,
adalah bahwa determinisme lingkungan, yang memberikan fokus untuk studi geografis
dengan memperkenalkan tugas dan metode yang menyatukan manusia dan fisik untuk
pertama waktu.
Determinisme sebagai istilah luas yang mengacu pada penjelasan yang
menetapkan faktor pengaruh lingkungan yang mendominasi seluruh sistem.
Determinisme lingkungan secara khusus, menegaskan bahwa lingkungan alam
menentukan jalannya budaya. Dalam model ini, masyarakat manusia terbatas pada
berbagai hasil atau bahkan hasil tunggal dengan satu set tertentu dalam parameter
lingkungan
Charles Darwin (1809) merupakan ilmuwan berkebangsaan Inggris yang sangat
terkenal dengan teori evolusinya. Menurutnya, makhluk hidup secara berkesinambungan
mengalami perkembangan dan dalam proses perkembangan tersebut terjadi seleksi alam
(natural selection). Makhluk hidup yang mampu beradaptasi dengan lingkungannya akan
mampu bertahan dan lolos dari seleksi alam. Dalam hal ini alam berperan
sangat menentukan. Frederich Ratzel (1844-1904) merupakan ilmuwan berkebangsaan
Jerman yang sangat dikenal dengan teori ”Antopogeographie”-nya. Menurutnya manusia
dan kehidupannya sangat tergantung pada alam. Perkembangan kebudayaan ditentukan
oleh kondisi alam, demikian halnya dengan mobilitasnya yang tetap dibatasi dan
ditentukan oleh kondisi alam di permukaan bumi. Elsworth Huntington merupakan
ilmuwan berkebangsaan Amerika Serikat yang dikenal dari karya tulisnya berupa buku
yang berjudul, “Principle of Human Geographie”. Menurutnya, iklim sangat menentukan
perkembangan kebudayaan manusia. Sebagaimana telah kita pelajari dalam mata
pelajaran Geografi, iklim di dunia sangat beragam. Keragaman iklim tersebut,
menciptakan kebudayaan yang berlainan. Sebagai contoh, kebudayaan di daerah beriklim
dingin berbeda dengan di daerah beriklim hangat atau tropis.

12
Dalam perkembangannya, teori determinisme lingkungan bermula dan
penekanannya bahwa iklim iklim di permukaan bumi menentukan kebudayaan manusia.
Oleh sebab itu, teori ini disebut dengan teori geoklimatik atas keragaman kebudayaan.
Bagi pendukungnya, keragaman budaya dan bangunan sosial politik umat manusia
ditentukan oleh beragamnya kondisi geoklimatik, seperti keragaman musim, tingkat
curah hujan dan tentang kekeringan serta vegetasinya.
Dalam kerangka deterministik, hanya organisme yang bisa berdaptasi dengan
lingkungannya yang bisa bertahan hidup sama seperti konsep yang diajukan oleh Darwin
mengenai teori evolusi. Sebaliknya, organisme yang tidak beradaptasi pada kondisi
lingkungan akan berkurang, bahkan punah. Perkembangan organisme dari waktu ke
waktu dilakukan melalui proses perjuangan untuk hidup dalam konsteks seleksi alam
yang dan berujung pada kelangsungan hidup bagi yang sesuai.

Interaksi Komunitas

Karakteristik komunitas yang unik adalah keragamam (diversity), yaitu jumlah


spesies dan jumlah individu-individu masing-masing spesies pada suatu komunitas.
Keberadaan suatu komunitas tertentu hidup pada suatu tempat tertentu disebabkan adanya
lingkungan abiotik yang sesuai dimana terjadi interaksi antara komunitas-komunitas.
Komunitas memiliki konsep-konsep ekologik, seperti konsep habitat dan relung.
Setiap organisme hidup secara khas menghuni lokasi tertentu, atau disebut habitat. Pada
setiap lintang, habitat mampu mendukung banyak spesies (individu) yang tergantung dari
produktivitasnya, kerumitan struktur dan kesesuaian spesies dengan kondisi fisik
habitatnya. Suatu pada alang-alang, misalnya, menjadi habitat bagi 5 spesies burung, 6
spesies hewan herbivora, 2 spesies carnivora dan seterusnya. Relung atau ruang-ruang
kegiatan spesies merupakan semua dimensi lingkungan yang meliputi faktor-faktor fisik,
kimia dan biologik, waktu keseharian atau tahunan. Setiap spesies mendiami relung
tertentu yang ditentukan oleh pakan dan ukurannya. Jadi, di antara karnivora-karnivora
di suatu komunitas lahan berpohon, dapat ditemui relung-relung predator yang dihuni
rubah, luak, musang, tikus dan sebagian mamalia dan predator burung seperti elang yang
diurnal dan burung hantu yang nokturnal.
 Macam komunitas

13
Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara garis besar dibagi
menjadi:
a. Komunitas Akuatik; komunitas ini misalnya terdapat di laut, danau, sungai,
parit dan kolam.
b. Komunitas Terestrial; sekelompok organisme yang terdapat di pekarangan,
padang rumput, padang pasir, halaman kantor, halaman sekolah, kebun raya dan
sebagainya.
Margalef (1958) mengemukakan bahwa untuk keanekaragaman komunitas perlu
dipelajari aspek keanekaragaman itu dalam organisasi komunitas, misalnya;
a. Mengalokasikan individu populasinya ke dalam spesiesnya.
b. Menempatkan spesies tersebut ke dalam habitat dan nichenya.
c. Menentukan kepadatan relatifnya dalam habitat.
d. Menempatkan tiap individu ke dalam setiap habitatnya dan menentukan
fungsinya.
 Nama komunitas
Nama komunitas harus dapat memberikan keterangan mengenai sifat-sifat
komunitas tersebut. Cara yang paling sederhana, pemberian nama itu dengan
menunjukkan bagaimana wujud komunitas seperti padang rumput, pantai pasir, lautan,
hutan jati. Nama tersebut menunjukkan bentuk dan wujud komunitas secara keseluruhan.
Cara yang paling baik untuk menamakan komunitas itu adalah dengan mengambil
beberapa sifat yang jelas dan mantap, baik hidup ataupun tidak. Di darat tumbuhan utama
biasanya memberikan pedoman yang jelas dan mantap. Dalam komunitas perairan,
habitat fisik dapat juga digunakan misalnya komunitas padang pasir, komunitas hamparan
rumput, komunitas perairan terbuka. Menurut Zoer’aini (2003) ringkasnya pemberian
nama komunitas berdasarkan ;
a. Bentuk atau struktur utama seperti jenis dominan, bentuk-bentuk hidup atau
indikator lannya seperti hutan pinus, hutan agathis, hutan jati, atau hutan
Dipterocarphaceae. Dapat juga berdasarkan sifat tumbuhan dominan seperti
hutan sklerofil, di Indonesia hutan ini banyak terdapat di Flores. Dalam
komunitas ini banyak terdapat pohon Eucalyptus yang mempunyai sifat keras
dan liat karena mengandung skelofil.

14
b. Berdasarkan habitat fisik dari komunitas, seperti komunitas hamparan
lumpur, komunitas pantai pasir, komunitas lautan dan sebagainya.
c. Berdasarkan sifat-sifat atau tanda-tanda fungsional misalnya tipe
metabolisme komunitas. Berdasarkan sifat lingkungan alam seperti iklim,
misalnya terdapat di daerah tropik dengan curah hujan yang terbagi rata
sepanjang tahun, maka disebut hutan hujan tropik.

Determinisme Karakteristik Lingkungan Alam Terhadap Corak Interaksi


Komunitas

Lingkungan dan masyarakat adalah dua konsep yang memiliki hubungan timbal
balik. Upaya bertahan diri dengan adaptasi dari komunitas terhadap lingkungan alam
tempat tinggalnya mempengaruhi bagaimana interaksi komunitas tersebut. Penyesuaian
kehidupan sosial menjadi penekanan dari konsep determinisme lingkungan yang pada
kenyataan harus bisa bertahan hidup dalam lingkungan fisik yang selalu berubah secara
dinamis. Para antropolog menemukan bahwa kebudayaan masyarakat yang hidup di
habitat yang sama bisa saja berbeda.
Teori utama determinisme lingkungan adalah interaksi antara budaya dan
lingkungan, pertama, keyakinan bahwa lingkungan hidup dan kehidupan bersifat tetap
dan tidak mengalami perubahan selama ribuan tahun. Premis tersebut diketahui salah
karena lingkungan hidup terus mengalam perubahan. Kedua adalah kurangnya peran
budaya dan keharusan perang lingkungan hidup. Selanjutan dalam determinisme,
lingkungan dikenal dengan konsep wilayah budaya, Namun memiliki kekurangan dalam
mendefinisikan daerah tunggal dengan keragaman lingkungan hidup dan budaya (Sutton
dan Adersorn, 2010 dalam Abdoellah, 2017). Maka karakteristik fisik alam memberikan
pengaruh kepada kondisi sosial masyarakat.

Kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi sifat yang pada masyarakat, seperti
masyarakat dengan kondisi iklim subtropis yang sering berubah-ubah dapat memberikan
stimulus pada individu untuk terus bekerja keras disebabkan karena kondisi cuaca
berubah. Ketika kondisi karakteristik alam suatu wilayah memiliki cuaca panas
berdampak sikap masyarakat identik dengan sikap yang keras sesuai dengan kondisi yang
ada. Dengan demikian karakteristik mempengaruhi interaksi suatu komunitas.

15
16
REFERENSI

A. Sonny Keraf. (2010). Etika Lingkungan Hidup (Jakarta: PT Kompas Media


Nusantara, 2010), hal. 47-48. digilib.uinsby.ac.id. 16–37.

Damsar. 2017. Pengantar Teori Sosiologi Jakarta: Kencana

Dosen, P. (2020, September 5). Dosen Geografi. Diambil kembali dari Pengertian
lingkungan Alam, Macam, Konsep, Manfaat, dan Contohnya:
https://dosengeografi.com/lingkungan-alam/
Indonesian State Law Review, Vol. 2 No. 2, April 2020
Keraf, A. S. (2010). Etika lingkungan hidup - A. Prosiding, 2(42), 521–525.
https://books.google.co.id/books?id=gW6qG0DQ2_cC&printsec=frontcover#v=o
nepage&q&f=false%0Ahttps://books.google.co.id/books?id=gW6qG0DQ2_cC&p
rintsec=frontcover
KBBI V Daring
Rukandar, Dadan. Etika Lingkungan. Dilansir dari http://elvinabarus1110.blogspot.co.id
Soerjani, Mohamad, Ekologi Manusia dan Alam Semesta
https://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/78283/1/SOSIOLOGI%20LING
KUNGAN%20(1).pdf
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/e793d570c2f976a0799244c82
636e42e.pdf
http://gel.geo.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/422/2018/12/Ecology-and-
Environmental-Science-Teaching-Materials.pdf
https://id.lifehackk.com/77-environmental-determinism-and-geography-1434499-5215

17

Anda mungkin juga menyukai