Oleh Kelompok 6 :
1) Muhammad Fadhli Farismansyah (6112201088)
2) Muhammad Rafid Rabbani (6112201113)
3) Muhammad Rafi Putra Machvi ( 6112201134)
4) Muhammad Bintang (6112201143)
5) Kevin Jonathan Alexander (6112201154)
6) Naufal Adzkia Diennaya (6112201168)
Tujuan dari penulisan ini untuk mendeskripsikan bagaimana pentingnya tanggung jawab
manusia dalam pelestarian alam. Metode penelitian yang digunakan adalah studi
kepustakaan, melalui penelaahan terhadap diktat, jurnal-jurnal ilmiah, serta sumber-
sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Hasil penelitian ini
menunjukkan perilaku manusia yang tidak bermoral dan tidak bertanggung jawab
terhadap lingkungan hidup, dapat menyebabkan turunnya kualitas kehidupan manusia
sehari-hari. Dampak yang lebih luas yaitu rusaknya ecotourisme.
A. PENDAHULUAN
B. TEORI
Etika lingkungan hidup merupakan filsafat yang berbicara mengenai hubungan moral
antara manusia dengan lingkungan alam dan bagaimana perilaku manusia yang bermoral
terhadap lingkungan hidup. Menurut Keraf (2014), ada tiga teori etika lingkungan hidup
yang membahas mengenai hubungan manusia dengan lingkungan hidup atau paradigma
yang mencoba memberi dasar teoretis bagi relasi antara alam dengan manusia,
yaitu antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme. Ketiga teori ini mempunyai cara
pandang yang berbeda tentang manusia, alam, dan hubungan antara manusia dengan
alam.
Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori lingkungan hidup yang memandang manusia
sebagai pusat dari sistem alam semesta. Antroposentrisme juga dipandang sebagai suatu
teori filsafat yang mengatakan bahwa nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia.
Teori antroposentrisme ini kemudian dipandang sebagai penyebab krisis ekologis karena
berpihak kepada manusia di satu sisi dan mengorbankan lingkungan hidup demi
keberlanjutan hidup manusia di sisi lain. Karena tekanannya kepada manusia sebagai
pusat, kebutuhan dan kepentingan manusia sebagai yang paling bernilai dan penting, teori
ini dipakai pelaku bisnis untuk menjustifikasi tindakan eksploitasi mereka terhadap
lingkungan. Bagi paradigma antroposentris, nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi
manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi
dan paling penting. Ada dua hal yang perlu kita pahami terkait dengan teori
antroposentrisme ini, yakni: teori yang menjustifikasi posisi sentral manusia di alam
semesta (argumen antroposentrisme) dan etika instrumentalistis. Kecuali itu, krisis
ekologis juga terkait dengan keyakinan mengenai manusia sebagai makhluk yang lebih
tinggi dari makhluk lain karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang bebas dan
rasional. Argumen ini menjadi dasar bagi eksploitasi alam yang bermuara pada krisis
lingkungan hidup.
Paradigma Biosentrisme
Biosentrisme memandang alam pantas diperlakukan secara moral, tidak
bergantung pada manfaat manusia. Paradigma ini menolak antroposentrisme dan mencari
cara baru untuk relasi manusia dengan alam. Bagi biosentrisme, nilai alam tidak
tergantung pada manusia. Biosentrisme meletakkan basis moral pada nilai dan harga alam
serta makhluk hidupnya, demi keluhuran kehidupan. Biosentrisme sama dengan teori
lingkungan hidup berpusat pada kehidupan yaitu segala yang hidup mempunyai nilai
dalam dirinya. Manusia punya kewajiban moral pada alam berdasarkan nilai kehidupan.
Bukan dari kewajiban terhadap sesama seperti antroposentrisme. Etika lingkungan bukan
cabang etika manusia dalam teori biosentrisme. Etika lingkungan memperluas etika
manusia untuk semua makhluk hidup. Teori biosentrisme mengatakan semua kehidupan
di alam ini berharga dan perlu dijaga keberlanjutannya. Dua pilar utama teori
biosentrisme adalah moralitas alam dan nilai kehidupan alam itu sendiri.
Teori Ekosentris
Paradigma ekosentris mengatasi kelemahan paradigma antroposentris.
Mempromosikan keberlakuan etika yang lebih luas, mencakup komunitas ekologis.
Makhluk hidup dan benda abiotis terkait dan kewajiban moral berlaku untuk semua
ekologi. Deep Ecology adalah paradigma ekosentris yang diperkenalkan oleh Arne Naess
pada 1973. Naess mengklasifikasikan gerakan ekologi menjadi shallow dan deep ecology
dalam artikelnya, "The Shallow and the Deep, Long-Range Ecological Movement: A
Summary". Menurut Naess, deep ecology melihat masalah secara lebih mendalam.
Lingkungan dipahami secara relasional dan holistik; krisisnya berkaitan dengan faktor
filosofis. Perubahan fundamental diperlukan dalam pandangan manusia tentang dirinya,
alam, dan tempat di dalamnya. Ini mencakup transformasi nilai pribadi dan budaya, serta
kebijakan ekonomi dan politik. Naess berpendapat bahwa manusia tak lagi menjadi pusat
moral dunia. Deep Ecology focuses on all species, not just short-term interests, but long-
term as well. "Deep Ecology adalah gerakan etika praktis yang memperhatikan
kepentingan komunitas ekologis secara menyeluruh." Gerakan ini menerjemahkan
prinsip-prinsip moral untuk keberlanjutan lingkungan dan menuntut prinsip baru untuk
aksi nyata di lapangan. DE adalah gerakan untuk memperjuangkan isu lingkungan dan
politik yang mendukung gaya hidup selaras dengan alam. Gerakan ini menuntut
perubahan paradigma mendasar dalam cara pandang, nilai, atau gaya hidup.
Paradigma Ecofeminisme
Ecofeminisme adalah teori etika lingkungan yang menantang pandangan dominan
dan mengusulkan cara pandang baru untuk mengatasi krisis lingkungan. Ini adalah
cabang feminisme. Ecofeminisme dibuat pada 1974 oleh feminis Perancis Francoise
d'Eaubonne untuk memacu kesadaran manusia, khususnya perempuan, tentang potensi
perempuan dalam memimpin revolusi ekologis untuk menyelamatkan lingkungan hidup.
Ada dua agenda dalam ecofeminisme. Ecofeminisme ingin meruntuhkan pandangan dan
kerangka konseptual yang menindas, terutama dalam politik liberalisme dan ilmu
pengetahuan modern Cartesian, yang memandang alam sebagai objek eksploitasi dan
dominasi manusia. Pandangan yang keliru dan menyebabkan eksploitasi perempuan dan
alam perlu diganti dengan cara pandang yang integratif, holistik, dan intersubyektif.
Ecofeminisme adalah gerakan yang bertujuan untuk menghentikan penindasan gender
(perempuan) dan spesies (alam dan spesies bukan manusia) dengan mengubah institusi
dan sistem sosial, politik, dan ekonomi yang mendukungnya. Karen J. merupakan
pandangan yang diikuti. Ecofeminisme menolak dominasi manusia atas alam dan teori
etika yang tidak sesuai dengan situasi konkret. Ecofeminisme pluralistik dan inklusif,
menerima perbedaan dan muncul dalam relasi intersubyektif yang mengakui semua pihak
sebagai subyek. Ecofeminisme menolak individualisme dan mengakui manusia dalam
relasi dengan subyek lain dan alam. Manusia perlu berkembang sebagai ecological-self
dalam relasi dan komunitas ekologis. Teori ecofeminisme menentang dominasi etika
antroposentrisme dan mempromosikan etika kepedulian melalui kasih sayang, harmoni,
tanggungjawab dan saling percaya dalam relasi intersubyektif. Ini adalah revolusi cara
pandang yang mempertanyakan pandangan dominan era modern.
Prinsip Keadilan
Keadilan membahas perilaku manusia terhadap satu sama lain dan dampak positif
pada alam. Fokusnya adalah menyalakan peluang dan hak untuk mengelola sumber daya
alam. Implementasi teori dan prinsip ini masuk dalam ranah politik ekologi, karena
menuntut akses yang adil terhadap kebijakan pemerintah tentang pengelolaan dan
pelestarian alam sebagai sumber kehidupan bagi seluruh anggota masyarakat. Termasuk
juga peran dan hak yang setara dalam menanggung dampak kerusakan alam. Untuk
menjamin keadilan bagi semua, prinsip ini membutuhkan jaminan keadilan dalam
prosedur pembuatan kebijakan. Pengambilan kebijakan lingkungan harus adil melalui
partisipasi publik. Perlakuan yang sama harus diberikan pada laki-laki dan perempuan
terkait manfaat dan risiko yang terkait dengan pengelolaan alam. Manfaat dan resiko
pengelolaan alam harus diperhitungkan secara adil, memperhatikan kesetaraan gender di
lingkungan. Perlakuan adil antara kelompok masyarakat terkait kegiatan lingkungan
harus sesuai dengan manfaat yang diperoleh. Masyarakat rentan perlu memprioritaskan
pemulihan ekonomi dan budaya. Akses yang sama bagi generasi masa depan. Prinsip
keadilan harus berlaku untuk semua generasi karena melibatkan kebutuhan manusia
seperti udara bersih, air bersih, makanan, dan perlindungan dari bencana alam serta
pemanasan global. Nasib masyarakat adat harus menjadi perhatian karena rentan terhadap
dampak pengelolaan alam oleh masyarakat modern. Ekosistem alam di sekitar tempat
tinggal sangat penting untuk mempertahankan hidup dan budaya. Jika alam rusak, budaya
dan masyarakat pun terancam.
Prinsip Demokrasi
Prinsip demokrasi ini merupakan sebuah prinsip moral yang erat kaitannya
dengan jaminan atas perbedaan, kebebasan, dan kesetaraan hak masyarakat yang ditandai
oleh keberagaman. Artinya, bila prinsip demokrasi secara moral politik menghormati
keragaman dan kesetaraan hak maka implementasinya dalam konteks alam, antara lain,
melalui kebijakan yang melindungi hakekat alam yang beraneka ragam dan menentukan
baik-buruk, rusak-tidaknya, serta tercemar-tidaknya lingkungan hidup. Dengan kata lain,
prinsip demokrasi ini bukan hanya berpotensi menjamin pemenuhan rasa keadilan dan
penegakan hak bagi eksistensi perbedaan dalam masyarakat, tapi juga berpotensi untuk
melindungi alam.
C. METODE PENELITIAN
Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana peran atau tanggung
jawab manusia dalam melestartikan alam. Metode penelitian yang digunakan adalah studi
kepustakaan. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelaahan terhadap diktat,
jurnal-jurnal ilmiah, serta sumber-sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah
diteliti. Data penelitian dikumpulkan melalui studi kepustakaan, yaitu dengan membaca,
mempelajari, mengkaji, menganalisis materi-materi yang berkaitan dengan etika
lingkungan hidup. Analisis data dilakukan sehingga dapat dirumuskan sebuah
kesimpulan. Kesimpulan diambil dengan metode deduktif, dari hal-hal umum seperti
pemahaman terhadap etika lingkungan hidup itu sendiri, kemudian lebih spesifik kepada
kasus yang terjadi agar persoalan yang dipelajari bisa lebih dipahami. Hasil penelitian
studi literatur bermanfaat untuk membuat gambaran umum (generalisasi) dan memahami
arti dari persoalan yang dikaji.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk melihat hubungan moral antara manusia dengan lingkungan alam dan bagaimana
perilaku manusia yang bermoral terhadap lingkungan hidup, dapat dilihat dari tiga teori
etika lingkungan hidup. Teori etika lingkungan hidup memberi dasar teoretis bagi relasi
antara alam dengan manusia, yaitu antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme.
Untuk melestarikan alam, manusia memiliki tanggung jawab. Tanggung jawab tersebut
dapat dijalankan bila manusia menyadari dan menjalankan berbagai prinsip yang meliputi
prinsip-prinsip etika lingkungan hidup, prinsip sikap hormat terhadap alam, prinsip
solidaritas kosmis, prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam, prinsip tidak
merusak alam, prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam, prinsip integritas moral.
Menghadapi kasus perusakan alam, dampak yang dirasakan oleh seluruh umat manusia,
tidak hanya menurunnya kualitas kehidupan sehari-hari, melainkan juga rusaknya
ecotourism.
DAFTAR PUSTAKA