Anda di halaman 1dari 7

Nama : Victor Edison Dillak

NIM : 2211022011
Prodi : Pasca Sarjana Ilmu Administrasi Publik
Mata Kuliah : Teori Pembangunan Berkelanjutan

Soal :
Jelaskan materi tentang kebijakan pemerintah yg antroposentris kemudian analisis serta
berikan implikasinya

Jawab :
1. Antroposentrisme
Latar Belakang
Di Indonesia sendiri benarnya etika lingkungan bukanlah merupakan hal yang
baru, etika lingkungan sebenarnya telah ada sejak dahulu kala, karena leluhur kita
sebenarnya telah menyebarkan hal ini melalui tembang, legenda ataupun mitos. Contoh
suku yang masih mempertahankan kearifan tradisional ini adalah masyarakat Dayak,
Asmat, Badui, Nias, Kampung Naga ataupun Tengger. Seharusnya etika lingkungan yang
penuh warna kearifan dan kebenaran tradisional ini dapat dikembangkan untuk
penyelamatan lingkungan yang lebih luas di negara kita.
Etika lingkungan disini tidak hanya membicarakan mengenai perilaku manusia
terhadap alam, namun berbicara mengenai relasi diantara semua kehidupan alam
semesta, antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak terhadap alam, dan
antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara keseluruhan, termasuk
dengan kebijakan politik danekonomi yang berhubungan atau berdampak langsung atau
tidak dengan alam. Etika lingkungan dapat diartikan sebagai dasar moralitas yang mem-
berikan pedoman bagi individu atau masyarakat dalam berperilaku atau memilih tindakan
yang baik dalam menghadapi dan menyikapi segala sesuatu sekaitan dengan lingkungan
sebagai kesatuan pendukung kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan umat
manusia serta makhluk hidup lainnya.
Etika lingkungan yang baik dapat menjadikan perilaku kita semakin arif dan
bijaksana terhadap lingkungan, sebaliknya etika yang salah akan menciptakan
malapetaka bagi kehidupan manusia, karena merusak Etika lingkungan hidup adalah
pertimbangan filosofis dan biologis mengenai hubungan manusia dengan tempat
tinggalnya serta dengan semua makhluk nonmanusia
Etika lingkungan adalah berbagai prinsip moral lingkungan. Jadi etika lingkungan
merupakan petunjuk perilaku manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral
lingkungan. Dengan etika lingkungan kita tidak saja mengimbangi hak dan kewajiban
terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya
untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kepentingan
hidup kita. Dengan etika lingkungan kita perlu meningkatkan soldaritas alam dengan
lingkungan hidup alam kita.
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan
menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Yang dimaksud Etika
ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya
memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga
semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini memiliki prinsip
yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak
untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk
berkembang. Sedangkan Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan
yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang
bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat
rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti
dan dianut oleh banyak ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki
pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Etika ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu etika antroposentris yang
menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris yang mengutamakan
kepentingan generasi penerus. Etika ekologi dangkal yang berkaitan dengan kepentingan
estetika didukung oleh dua tokohnya yaitu Eugene Hargrove dan Mark Sagoff. Menurut
mereka etika lingkungan harus dicari pada aneka kepentingan manusia, secara khusus
kepentingan estetika. Sedangkan etika antroposentris yang mementingkan kesejahteraan
generasi penerus mendasarkan pada perlindungan atau konservasi alam yang ditujukan
untuk generasi penerus manusia.
Berdasarkan asal katanya, etika berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu ethos yang
artinya cukup banyak mulai dari tempat tinggal, kandang, padang rumput hingga
kebiasaan, akhlak, watak, sikap, perasaan dan pola pikir manusia.
Pengertian Antroposentrisme
Secara teoritis, terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal
sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, dan Deep
Environmental Ethics. Ketiga teori ini juga dikenal sebagai antroposentrisme,
biosentrisme, dan ekosentrisme (Sony Keraf: 2002).
Antroposenstrisme (antropos=manusia) adalah suatu pandangan yang
menempatkan manusia sebagai pusat dari alam semesta. Antroposentrisme adalah teori
etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari system alam semesta.
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat
dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling
menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan
dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung.
Nilai tertinggi adalah kepentingan manusia [sehingga, sebenarnya kurang tepat
kalau diistilahkan dengan antroposenrisme]. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan
mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat
nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia.
Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat, dan sarana bagi
pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian
tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri (sonykeraf, 33).
Bagi teori antroposentrisme etika hanya berlaku bagi manusia. Maka segala
tuntutan mengenai perlunya kewajiban dan tanggungjawab moral manusia terhadap
lingkungan hidup dianggap sebagai tuntutan yang berlebihan, tidak relevan dan tidak
pada tempatnya. Kalaupun tuntutan seperti itu masuk akal, itu hanya dalam pengertian
tidak langsung, yaitu sebagai pemenuhan kewajiban dan tanggungjawab moral manusia
terhadap sesama. Maksudnya kewajiban dan tanggungjawab moral manusia terhadap
lingkungan. Kalaupun ada, itu semata-mata demi memenuhi kepentingan sesama
manusia (sonikeraf 34). Antroposentrisme menggugah manusia untuk menyelamatkan
lingkungan didasarkan pada alasan bahwa lingkungan dan alam semesta dibutuhkan
manusia demi memuaskan kepentingannya (sonykeraf 49).
Etika lingkungan yang bercorak antroposentrisme merupakan sebuah kesalahan
cara pandang Barat, yang bermula dari Aristoteles hingga filsuf-filsuf modern, di mana
perhatian utamanya menganggap bahwa etika hanya berlaku bagi komunitas manusia.
Maksudnya, dalam etika lingkungan, manusialah yang dijadikan satu-satunya pusat
pertimbangan, dan yang dianggap relevan dalam pertimbangan moral, yang dilihat dalam
istilah Frankena--sebagai satu-satunya moral patient (William K. Frankena:1979).
2. Kebijakan Pemerintah yang Antroposentris
Contoh kebijakan pemerintah yang termasuk kebijakan antroposentris adalah
kebijakan pembangunan infrastruktur yang tidak mempertimbangkan dampak
negatif terhadap lingkungan. Contohnya adalah pembangunan bendungan atau
pembangkit listrik yang dilakukan tanpa memperhatikan kerusakan
ekosistem, seperti hilangnya habitat alami bagi hewan dan tumbuhan, serta perubahan
aliran sungai yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat sekitar.

Analisis
Kebijakan pembangunan infrastruktur yang tidak mempertimbangkan dampak negatif
terhadap lingkungan dan merupakan bagian dari kebijakan antroposentris yang
menghadirkan sejumlah masalah serius. Pendekatan antroposentris mengutamakan
kepentingan manusia di atas segala-galanya, tanpa memperhitungkan kerusakan yang
mungkin ditimbulkan terhadap ekosistem dan lingkungan alamiah.
1. Kerusakan Ekosistem:
Pembangunan bendungan atau pembangkit listrik sering melibatkan pengalihan aliran
sungai, penimbunan dan perubahan lahan basah, yang dapat menghancurkan
ekosistem air tawar dan rawa-rawa. Hal ini mengancam keberadaan spesies-spesies
unik dan mengurangi biodiversitas lokal.
2. Gangguan Terhadap Siklus Air:
Bendungan dapat mengubah alur aliran sungai dan menghambat transportasi lumpur,
mineral, dan nutrisi ke hilir. Ini dapat mengganggu siklus air alami, menyebabkan
erosi lebih lanjut di hulu sungai dan menurunkan kualitas tanah di daerah-daerah
yang bergantung pada air sungai tersebut.
3. Mengakibatkan Pencemaran:
Pembangunan infrastruktur seperti pembangkit listrik sering melibatkan pembakaran
bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi polutan dan gas rumah kaca. Selain itu,
pengelolaan limbah dari infrastruktur ini juga dapat menyebabkan pencemaran air
dan tanah, membahayakan kehidupan laut dan darat.
4. Ancaman Terhadap Keanekaragaman Hayati:
Hilangnya habitat alami akibat pembangunan infrastruktur dapat menyebabkan
kepunahan spesies yang bergantung pada lingkungan tersebut. Ini mengakibatkan
ketidakseimbangan ekosistem dan mengurangi keanekaragaman hayati, yang
merupakan aset penting untuk keberlangsungan hidup manusia.
5. Ancaman Terhadap Masyarakat Lokal:
Masyarakat lokal yang bergantung pada sumber daya alam yang terkena dampak
pembangunan infrastruktur seringkali menderita. Mereka kehilangan mata
pencaharian, akses ke sumber daya alam, dan rumah mereka, mengakibatkan
kemiskinan dan dislokasi sosial.
6. Kerentanan Terhadap Bencana Alam:
Perubahan ekosistem yang diakibatkan oleh pembangunan infrastruktur dapat
meningkatkan kerentanan terhadap bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan
kekeringan. Struktur seperti bendungan juga dapat menjadi lebih rentan terhadap
kerusakan akibat bencana alam.
7. Ketergantungan Berkelanjutan:
Jika pembangunan infrastruktur tidak mempertimbangkan dampak lingkungan,
masyarakat cenderung terus mengonsumsi sumber daya alam secara tidak
berkelanjutan. Ini menciptakan ketergantungan jangka pendek yang berpotensi
menyebabkan kekeringan sumber daya di masa depan.
8. Pemborosan Sumber Daya:
Pembangunan infrastruktur tanpa pertimbangan lingkungan juga dapat menyebabkan
pemborosan sumber daya. Proyek-proyek yang tidak berkelanjutan mungkin
membutuhkan perawatan berkelanjutan, konsumsi energi tinggi, dan biaya tambahan
untuk memperbaiki dampak lingkungan yang muncul.

Dalam menghadapi dampak-dampak negatif ini, penting untuk membangun


kesadaran dan menggencarkan upaya perlindungan lingkungan dalam perencanaan
pembangunan infrastruktur. Memasukkan teknologi hijau, memperkuat regulasi
lingkungan, melibatkan masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan, dan
mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan adalah langkah-langkah penting
menuju pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Mengintegrasikan
pemahaman tentang keberlanjutan lingkungan ke dalam kebijakan pembangunan
adalah esensial untuk melindungi lingkungan dan memastikan kesejahteraan jangka
panjang manusia.

Implikasi
Implikasi dari kebijakan pembangunan infrastruktur yang tidak mempertimbangkan
dampak negatif terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari kebijakan
antroposentris, sangat serius dan meluas. Implikasi tersebut mencakup berbagai aspek
yang mempengaruhi lingkungan, masyarakat, dan keberlanjutan ekonomi, seperti :
1. Kerugian Lingkungan:
Kerusakan Ekosistem: Hilangnya habitat, keberkurangan biodiversitas, dan
kepunahan spesies.
Pencemaran: Pencemaran air, udara, dan tanah akibat limbah industri dan
infrastruktur.
Perubahan Iklim: Peningkatan emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim yang
lebih cepat akibat penggunaan bahan bakar fosil.
Kerentanankota: Peningkatan risiko banjir, tanah longsor, dan kekeringan di kota-
kota akibat perubahan alamiah ekosistem.
2. Dampak Sosial:
Kemiskinan dan Dislokasi: Masyarakat lokal kehilangan mata pencaharian dan
rumah mereka, menyebabkan kemiskinan dan dislokasi sosial.
Kesehatan Masyarakat: Peningkatan penyakit pernapasan, penyakit kulit, dan
penyakit lainnya akibat pencemaran udara dan air.
Ketidaksetaraan Sosial: Dampak lebih besar pada komunitas miskin dan rentan,
menciptakan ketidaksetaraan sosial yang lebih besar.
3. Ketergantungan yang Tidak Berkelanjutan:
Pemborosan Sumber Daya: Pemborosan sumber daya alam yang tidak dapat
diperbaharui, mengurangi ketersediaan bagi generasi mendatang.
Ketergantungan Berlanjut: Ketergantungan berkelanjutan pada sumber daya
alam yang terbatas tanpa upaya serius untuk mencari solusi berkelanjutan.
4. Ketidakstabilan Ekonomi:
Ketidakstabilan Ekonomi: Lingkungan yang rusak dapat mengakibatkan
ketidakstabilan ekonomi jangka panjang karena kehilangan produktivitas sumber
daya alam dan biaya tinggi untuk perbaikan lingkungan.
Kerugian Ekonomi: Hilangnya potensi ekonomi dari ekowisata dan sumber daya
alam yang dapat dikelola secara berkelanjutan.
5. Ketidakpastian Masa Depan:
Ketidakpastian Masa Depan: Tindakan yang tidak berkelanjutan menciptakan
ketidakpastian terkait dengan ketersediaan sumber daya alam, stabilitas iklim, dan
kesejahteraan manusia di masa depan.
6. Dampak Global:
Dampak Global: Kerusakan lingkungan lokal dapat berkontribusi pada masalah
lingkungan global seperti perubahan iklim, yang memiliki dampak luas di seluruh
dunia.
7. Ketidakseimbangan Kekuasaan:
Ketidakseimbangan Kekuasaan: Pembangunan infrastruktur yang merugikan
lingkungan sering kali mencerminkan ketidakseimbangan kekuasaan, dengan
kepentingan ekonomi atau politik yang mengatasi kepentingan lingkungan dan
masyarakat lokal.

Implikasi dari kebijakan ini memerlukan tindakan yang mendalam dan berkelanjutan
untuk memperbaiki kerusakan yang telah terjadi, mengubah arah pembangunan
menuju model yang lebih berkelanjutan, melibatkan masyarakat dalam pengambilan
keputusan, dan memperkuat regulasi lingkungan untuk melindungi alam dan
kesejahteraan manusia. Upaya-upaya ini adalah kunci untuk mencapai pembangunan
yang benar-benar berkelanjutan dan memastikan keberlanjutan ekosistem dan
masyarakat di masa depan.

Anda mungkin juga menyukai