Teori etika lingkungan ekosentris merupakan salah satu versi teori etika yang dikenal
juga dengan istilah Ekologi Dalam (Deep Ecology) (Keraf, 2002:76). Berbeda dengan teori
lainnya, misalnya biosentrisme yang memusatkan perhatian pada kehidupan seluruhnya,
ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup
maupun yang tidak hidup. Tokoh yang pertama kali memperkenalkan deep ecology ialah
Arne Naess, seorang filsuf Norwegia pada tahun 1973. Kemudian dia dikenal sebagai tokoh
dari sebuah gerakan moral lingkungan dengan nama Deep Ecology, sampai saat sekarang,
gerakan ini telah mendapat pengaruh besar terhadap gerakan-gerakan moral lingkungan
lainnya. Naess., (1989: 124)., dalam bukunya berjudul: Ecology, Community, and Lifestyle,
mengatakan bahwa etika ini memperhitungkan pengaruh tindakan manusia secara langsung
terhadap ada alami nonmanusia dan alam sebagai keseluruhan.
Menurut salah satu tokohnya, John B. Cobb, etika ini mengusahakan keseimbangan antara
kepentingan individu dengan kepentingan keseluruhan dalam ekosistem. Secara umum etika
Ekologi Dalam ini menekankan hal-hal berikut :
Adapun salah satu teori ekosentrisme adalah prinsip dasar ekologi dalam yang mengklaim
bahwa, seperti manusia, lingkungan secara keseluruhan memiliki hak yang sama untuk hidup
dan berkembang. Ekologi Dalam mendeskripsikan dirinya sebagai dalam karena secara
konsisten mengajukan pertanyaan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dan dengan
demikian berkaitan dengan pertanyaan filosofis yang mendasar tentang dampak kehidupan
manusia sebagai salah satu bagian dari ekosfer, bukan dengan sempit melihat ekologi sebagai
cabang disiplin ilmu biologi, dan bertujuan untuk menghindari environmentalisme
antroposentris, yang berkaitan dengan konservasi lingkungan hanya untuk eksploitasi oleh
dan untuk tujuan manusia, dan inilah yang tidak termasuk filosofi dasar ekologi yang
mendalam. Etika lingkungan ekosentrisme atau Ekologi Dalam didukung oleh demensi-
demensi evolusioner, ekologis, dasariah, dan kosmologis dari pandangan dunia postmodern
yang sedang berkembang. Etika ini sesuai dengan etika lingkungan yang berkembang pada
kebudayaan tradisional, yang kita kenal dengan kearifan lingkungan yang bersendi pada nilai-
nilai budaya dan tradisi lokal. Teori ini mendobrak teori antroposentrisme yang membatasi
berlakunya etika hanya pada komunitas manusia.
Disebut sebagai deep ecology, karena membahas tentang saling keterkaitan (atau
interconnectedness) antara elemen-elemen asli di alam semesta. Kemudian disebut sebagai
Deep, karena pembahasan yang mendalam telah menimbulkan pertanyaan-pertanyaan seperti
siapakah aku? yang biasa ditanyakan dalam filsafat atau agama, dengan demikian, deep
ecology adalah ilmu yang berasal dari kaidah ilmu pengetahuan (metode ilmiah), yang
berbasis dari ilmu lingkungan, biologi, fisika, astronomi, psikologi, sosiologi, dan
sebagainya.
Ide pokok dari Ekologi Dalam adalah, bahwa manusia bagian dari bumi, bukan
terlepas dan terpisah dari bumi. Ide ini berlawanan dengan individualisme yang dominan di
budaya masyarakat modern, khususnya di Barat, yang melihat diri manusia terpisah dari alam
semesta, agar lebih memudahkan manusia untuk tidak peduli dengan apa yang tengah terjadi
di dunia. Dalam abad ini, dua ide kunci telah muncul dari pemikiran ilmiah yang mendukung
pandangan bahwa manusia adalah bagian dari bumi. Ide pertama datang dari teori sistem, dan
ide kedua disebut Hipotesis Gaia. Teori sistem melihat dunia terdiri dari sistem-sistem, yang
di setiap sistem merupakan suatu kesatuan yang lebih daripada sekadar jumlah
bagianbagiannya, tetapi pada saat yang sama juga menjadi bagian dari sistem-sistem yang
lebih besar. Contohnya, sebuah sel adalah lebih daripada sekadar kumpulan molekul, dan sel
sendiri merupakan bagian dari sistem-sistem yang lebih besar, misalnya organ tubuh. Suatu
organ tubuh adalah suatu kesatuan pada satu tingkat, tetapi juga merupakan bagian dari suatu
sistem pada tingkat individu perorangan. Suatu keluarga dan suatu komunitas dapat dilihat
sebagai sistem, yang bagian-bagiannya adalah manusia sebagai anggotanya.
Proses pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan sumberdaya lingkungan tidak
boleh lepas dari pandangan nilai etika ekosentrisme, karena kesewenang-wenangan sikap
manusia dapat membuat lingkungan menjadi tersisihkan atau tidak diperhitungkan
keberadaannya. Etika ekosentrisme bercakrawala pandang menyeluruh, latar belakangnya
adalah demensi saling keterkaitan antar organisme dalam lingkungan hidup. Berhadapan
dengan persoalan lingkungan aktual, maka etika ini mengusulkan proses transformasi dalam
cara berfikir, cara pandang dan cara bertindak. Prinsip-prinsip ini sangat diperlukan dalam
pengelolaan lingkungan, supaya hasilnya dapat benar-benar memperhatikan seluruh
kesejahteraan makhluk hidup, sehingga keberlanjutan pembangunan dapat dijaga dan
diwariskan kepada generasi berikutnya.
Sumber :
Suka, I Ginting. 2009. Teori Etika Lingkungan: Antroposentrisme dan Ekosentrisme. Buku
Bahan Ajar. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Diakses 6 Oktober 2021 dari
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/e793d570c2f976a0799244c8
2636e42e.pdf