Anda di halaman 1dari 3

Teosentrisme

Teosentrisme berasal dari bahasa Yunani, theos, yang memiliki arti Tuhan, dan
bahasa Ingris, center, yang berarti pusat. Pada konteks ini, teosentrime mengacu pada
pandangan bahwa sistem keyakinan dan nilai terkait Ketuhanan secara moralitas lebih tinggi
dibandingkan sistem lainnya. Singkatnya, teosentrisme lebih menekankan tentang
keberpusatan pada Tuhan dibandingkan pada manusia (anthroposentrisme). 
Pada kajian yang lebih mendalam, teosentrisme berarti menegakan kejayaan Tuhan
dengan melakukan berbagai hal yang baik dan menghalau berbagai hal yang buruk. Terkait
hal ini, perspektif Kristiani serupa dengan Islam. Kitab suci Quran menyatakan bahwa tujuan
dari penciptaan manusia adalah untuk mengagungkan dan menyembah Allah SWT, seperti
yang dinyatakan pada surat Adh Dhariyat 51:56: “dan tidak aku ciptakan jinn dan manusia
kecuali untuk menyembah-Ku.” Menyembah, dalam kajian Islam, berarti mengakui pada
kesatuan dan kekuasaan Allah SWT. Kehidupan merupakan perjuangan yang berkelanjutan
antara kebajikan dan kejahatan. Sehingga, dalam memutuskan apa yang dapat dilakukan dan
harus ditinggalkan, Muslim seharusnya mengacu pada tuntunan Quran dan Hadis. Keduanya
merupakan pondasi dari hukum Islam atau shari’a. Tujuan shari’a adalah untuk menjadi
panduan dalam pencapaian kebaikan dalam hidup, contohnya adalah keindahan karakter dan
kehidupan, dan untuk menghindari berbagai hal yang merusak dan buruk. Mereka yang
bersungguh-sungguh dan melakukan kebajikan akan dikaruniai dengan keabadian hidup di
surga, sementara mereka yang condong pada keburukan akan dihukum di neraka
Sementara kajian Kristiani juga mengandung banyak afirmasi mengenai konsep
keberpusatan pada Tuhan dalam penciptaan manusia. Pada Yesaya 43:7, dikatakan: “semua
orang yang disebutkan dengan nama-Ku yang kuciptakan untuk kemuliaan-Ku, yang
Kubentuk dan juga Kujadikan!” Dengan kata lain, tujuan akhir manusia di dunia ini adalah
untuk mengagungkan Tuhan. Perspektif teosentrisme bahwa Tuhan meminta manusia untuk
mengikuti hukum moralitas disajikan melalui uraian “mencitai Tuhan kita dengan sepenuh
hati, sepenuh jiwa, dengan sepenuh tenaga, dan dengan sepenuh pikiran.”
Taqwa dalam Quran memiliki tiga arti. Pertama takut dan takjub; kedua kepatuhan
dan penyembahan dan ketiga adalah membebaskan hati dari dosa, yang mana merupakan
esensi dari taqwa
Singkatnya, taqwa adalah melindungi diri dari kemurkaan dan hukuman Allah SWT
dengan mematuhi anjuran dan mehindari larangan-Nya. Hal ini kembali lagi mengafirmasi
kenyataan bahwa tujuan manusia dalam hidup ini adalah untuk mencari keridhaan Allah
dengan menjalani hidup sesuai dengan petunjuk shari’a
Akhirnya, dalam teologi modern, teosentrisme sering kali dihubungkan dengan
pelayanan dan etika lingkungan. Hal ini terkait dengan keyakinan bahwa manusia harus
menjaga dunia sebagai pemelihara dan sehingga yang mana Tuhan menginginkan mereka.
Manusia seharusnya memikirkan semua, dari hewan hingga tumbuhan hingga ke manusia
sendiri. Hal ini memelihara bahwa manusia sejatinya di sini untuk waktu yang singkat dan
seharusnya menjaga dunia untuk generasi mendatang.”
Apakah manusia memiliki kehendak bebas dalam Teosentrisme?
Terkait dengan berkehendak bebas, dalam kajian Teosentrisme, manusia masih
diberikan kebebasan. Namun kebebasan dibatasi dalam ruang lingkup aturan Tuhan, dimana
setiap perbuatan akan mendapatkan ganjaran, baik dan buruk
Teosentrisme sangat menekankan fungsi kebebasan dalam kaitannya dengan peran
manusia sebagai kalifah di muka bumi. Dalam peran tersebut, manusia dituntut untuk
menjalani hidup sesuai dengan tuntunan tertentu yang berorientasi pada pelestarian
kehidupan dan keharmonisan hubungan
Apakah manusia memiliki kreatifitas dalam kajian Teosentrisme?
Setiap manusia memiliki potensi kreatif. Kebebasan yang diberikan pada Teosentris
menumbuhkembangkan aspek kreatifitas yang dimiliki manusia. Namun aspek kreatifitas
yang dimaksud di sini mematuhi pada hukum-hukum Tuhan, atau dapat diistilahkan sebagai
kreatifitas ilahiah. Perpaduan antara aspek kreatifitas manusia dan teosentrime merupakan
pemicu lahirnya tradisi dan budaya pemujaan dan pengagungan Tuhan. Selain itu, dengan
kreatifitasnya, manusia dapat mewujudkan berbagai tujuan yang dimilikinya, yang tentunya
sesuai dengan ketetapan Tuhan
Apakah manusia memiliki tujuan dalam kajian teosentrisme?
Jika dikaji dari Teosentrisme, maka manusia sejatinya memiliki tujuan. Tujuan
tersebut dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan akhir (end goals) dan tujuan perantara
(mean goals). Tujuan perantara merupakan sarana untuk mewujudkan tujuan akhir, yaitu
mendapatkan keridhaan Tuhan. Tujuan perantara dibuat dan diwujudkan dengan tetap
mengacu pada koridor aturan Tuhan
Apakah manusia bertanggung jawab dalam kajian teosentrisme?
Kembali lagi seperti yang telah diuraikan di bagian sebelumnya, bahwa dalam
kehidupannya manusia dapat memiliki banyak tujuan perantara. Berbagai tujuan perantara ini
dibuat dan diwujudkan dengan mengacu pada hukum Tuhan. Penyimpangan terhadap hukum
Tuhan, memberikan konsekuensi berupa dosa. Walaupun berbagai kesalahan tersebut dapat
diampuni, namun berbagai dosa yang dilakukan secara disadari dan berkelanjutan, pada
akhirnya menghambat perwujudan tujuan akhir, keridhaan Tuhan
Sehingga singkatnya, manusia dalam mewujudkan tujuan perantaranya, harus selalu
menjaga langkahnya untuk tidak melanggar aturan Tuhan. Dengan kata lain manusia
memiliki tanggung jawab untuk selalu menjaga setiap langkahnya dalam kehidupan
Apa yang dimaksud manusiawi?
Dalam mewujudkan tujuannya, manusia dihadapi oleh banyak pilihan. Dalam
penentuan pilihan, tidak jarang manusia tidak mematuhi ketentuan Tuhan, baik disadari
ataupun tidak. Hukum Tuhan merupakan hukum ideal. Tidak ada satupun manusia yang
dapat sepenuhnya dan secara sempurna mengikuti hukum Tuhan, tanpa melakukan
penyimpangan
Namun demikian, hal tersebut tidak diartikan sebagai arahan untuk tidak mengikuti
aturan Tuhan. Sejatinya hal yang terpenting adalah memperbaiki kesalahan seketika disadari.
Selain itu, manusia juga perlu terus meningkatkan pemahamannya sehingga ia dapat
menyadari esensi dari berbagai hukum Tuhan. Dengan demikian ia tidak terperangkap pada
kepatuhan buta, yang sering kali sangat membebani untuk dipatuhi. Singkatnya, dari berbagai
kesalahan manusia belajar, dan dengan belajar manusia dapat terhindar dari kesalahan. Dan
inilah sejatinya hal yang manusiawi.
Primastudy. 2021. Teosentrisme (Revisi). Jakarta:Wordpress.com.
Diakses dari https://primastudy.wordpress.com/2012/04/21/teosentrisme/

Anda mungkin juga menyukai