Anda di halaman 1dari 7

PENYAKIT ‘AIN

Penyakit ‘ain itu nyata adanya. Pandangan mata bisa menyebabkan orang lain sakit, atau
bahkan meninggal. Tentunya penyakit ‘ain ini begitu berbahaya dan menakutkan. Lalu
bagaimana sebenarnya hakekat ‘ain, bagaimana cara mencegahnya serta bagaimana
menghindarinya? Simak pemaparan singkat ini.

Apakah penyakit ‘ain itu?

‘Ain adalah penyakit atau gangguan yang disebabkan pandangan mata. Disebutkan oleh
Syaikh Abdurrahman bin Hasan:

‫ﻏﯾره اﻟﻌ ﺎﺋن إﺻ ﺎﺑﺔ‬


َ ‫ﮫ‬ ‫ﺑﻌﯾﻧ‬

“Seorang yang memandang, menimbulkan gangguan pada yang dipandangnya” (Fathul


Majid Syarah Kitab Tauhid, hal. 69).

Dijelaskan oleh Al Lajnah Ad Daima :

‫ ﺑﻌﯾﻧ ﮫ أﺻ ﺎﺑﮫ إذا ﯾَﻌﯾن ﻋﺎن ﻣن ﻣﺄﺧوذة‬، ‫ وأﺻ ﻠﮭﺎ‬: ‫ ﺑﺎﻟﺷ ﻲء اﻟﻌ ﺎﺋن إﻋﺟﺎب ﻣن‬، ‫ﺔ ﺗ َﺗﺑﻌﮫ ﺛ م‬ ‫ﺔ ﻧ ْﻔﺳﮫ ﻛﯾﻔﯾ‬ ‫ اﻟﺧﺑﯾﺛ‬،
‫ﺗﻌﯾن ﺛ م‬ ‫ذ ﻋﻠ ﻰ ﺗﺳ‬ ‫اﻟ َﻣﻌِﯾن إﻟ ﻰ ﺑﻧظرھ ﺎ ﺳﻣﮭﺎ ﺗﻧﻔﯾ‬

“‘Ain dari kata ‘aana – ya’iinu yang artinya: terkena sesuatu hal dari mata. Asalnya dari
kekaguman orang yang melihat sesuatu, lalu diikuti oleh respon jiwa yang negatif, lalu jiwa
tersebut menggunakan media pandangan mata untuk menyalurkan racunnya kepada yang
dipandang tersebut” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271).

Gangguan dari ‘ain bisa berupa penyakit, kerusakan atau bahkan kematian.

Penyakit ‘ain benar adanya!

Setelah mengetahui definisi dari ‘ain, mungkin sebagian orang akan bertanya-tanya: “Ah,
mana mungkin sekedar memandang akan menimbulkan penyakit?!”, “bagaimana bisa
sekedar pandangan membuat seseorang mati?”. Atau bahkan sebagian orang
mengingkari adanya ‘ain karena tidak masuk akal. Oleh karena itulah
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ وﻟ و ﻛ ﺎن ﺷ ﻲء ﺳ ﺎﺑﻖ اﻟﻘ در ﺳ ﺑﻘﺗﮫ اﻟﻌﯾ ن‬،‫اﻟﻌﯾ ن ﺣ ﻖ‬

“Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh ‘ain
itu yang bisa” (HR. Muslim no. 2188).

Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata:

ْ
َ ‫ﺻﻠﱠﻰ ا ﱠ ُ ﻋﻠﯾﮫ وﺳﻠﱠ َم ﯾَﺄ ُﻣ ُرﻧِﻲ أ َ ْن أ َ ْﺳﺗ َْرﻗ‬
ِ‫ِﻲ ِﻣنَ اﻟﻌَﯾ ِْن ﻛﺎنَ َرﺳو ُل ﷲ‬ َ

“Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memintaku agar aku diruqyah untuk


menyembuhkan ‘ain” (HR. Muslim no.2195).

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫ﺑﺎﻟﻌﯾن‬
ِ ‫أﻛﺛر َﻣن ﯾﻣوت ﺑﻌدَ ﻗﺿﺎءِ ﷲِ وﻗَدَ ِر ِه‬
ُ
“Sebab paling banyak yang menyebabkan kematian pada umatku setelah takdir Allah
adalah ain” (HR. Al Bazzar dalam Kasyful Astar [3/ 404], dihasankan oleh Al Albani
dalam Shahih Al Jami’ no.1206).

Dan kabar Nabawi ini wajib kita imani, bahwa ‘ain itu benar-benar ada dan pernah terjadi.
Dan tentunya sangat mudah bagi Allah untuk membuat adanya penyakit yang semisal ‘ain
ini. Dan nyata penyakit ini juga banyak disaksikan adanya oleh orang-orang, yaitu ketika
didapati adanya orang-orang yang jatuh sakit secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.

Sebab terjadinya penyakit ‘ain

‘Ain terjadi karena adanya hasad (iri; dengki) terhadap nikmat yang ada pada orang lain.
Orang yang memiliki hasad terhadap orang lain, lalu memandang orang tersebut dengan
pandangan penuh rasa hasad, ini bisa menyebabkan penyakit ‘ain. Al Lajnah Ad
Daimah menjelaskan:

، ‫ وﻣن ﺷر ﺣﺎﺳد إذا ﺣﺳد‬: ‫ ﻓﻘﺎل ﺗﻌﺎﻟﻰ‬، ‫ﻓﻛ ل ﻋ ﺎﺋن ﺣﺎﺳ د وﻟﯾ س ﻛ ل وﻗد أﻣر ﷲ ﻧﺑﯾﱠﮫ ﻣﺣ ﱠﻣدا ً ﷺ ﺑﺎﻻﺳﺗﻌﺎذة ﻣن اﻟﺣﺎﺳد‬
‫ﺣﺎﺳ د ﻋﺎﺋﻧ ﺎ‬

“Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam untuk meminta


perlindungan dari orang yang hasad. Dalam Al Qur’an: ” … dan dari keburukan orang yang
hasad” (QS. Al Falaq: 5). Maka setiap orang yang menyebabkan penyakit ain mereka
adalah orang yang hasad, namun tidak semua orang yang hasad itu menimbulkan ‘ain”
(Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271).

Pandangan kagum juga bisa menyebabkan ‘ain. Dalam hadits dari Abu Umamah bin Sahl,
ia berkata:

‫ﺳ ْﮭ ٌل اﻏﺗﺳل أَﺑِﻲ‬ َ َ‫ َو َﻛﺎن‬:‫ ﻗَﺎ َل‬،‫ﻋﺎ ِﻣ ُر ْﺑ ُن َرﺑِﯾﻌَﺔَ ﯾَ ْﻧظُ ُر‬ َ ‫ﻋﻠَ ْﯾ ِﮫ َو‬ َ ْ‫ع ُﺟﺑﱠﺔً ﻛَﺎﻧَت‬ َ َ‫ ﻓَﻧَز‬،‫ار‬ ِ ‫ﺳ ْﮭ ُل ْﺑ ُن ُﺣﻧَﯾْفٍ ﺑِ ْﺎﻟﺧ ﱠَر‬ َ ،ِ‫ﺳنَ ْاﻟ ِﺟ ْﻠد‬ َ ‫ َﺣ‬،‫ض‬ َ َ‫َر ُﺟﻼً أ َ ْﺑﯾ‬
َ َ‫ َﻣﺎ َرأَﯾْتُ ﻛ َْﺎﻟﯾَ ْو ِم َوﻻ ِﺟ ْﻠد‬:َ‫ﻋﺎﻣِ ُر ْﺑ ُن َرﺑﯾ َﻌﺔ‬
َ‫ ﻓَ ُوﻋِك‬،‫ﻋ ْذ َرا َء‬ ُ
َ ‫ ﻓَﻘَﺎ َل‬:‫ ﻓَﺄﺗِﻲ َرﺳُو ُل ﷲ ﻗَﺎ َل‬،ُ ‫ ﻓَﺎ ْﺷﺗَدﱠ َو ْﻋ ُﻛﮫ‬،ُ ‫ﺳ ْﮭ ٌل َﻣﻛَﺎﻧَﮫ‬ َ – ‫ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾﮫ‬
‫ﺳو ُل ﷲ –وﺳﻠم‬ ُ ‫ ﻓَﺎَﺗ َﺎهُ َر‬،‫َﯾر َراﺋِﺢٍ َﻣﻌَكَ ﯾَﺎ رﺳول ﷲ‬ ُ ‫ﻏ‬ ُ ‫ﮫ‬ ‫ﱠ‬ ‫ﻧ‬ َ ‫أ‬ ‫و‬
َ ‫ﻋ‬
َ‫ِك‬ ‫و‬ ً ‫ﻼ‬
ُ َْ ‫ﮭ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﱠ‬
‫ن‬ َ ‫أ‬ ‫ر‬ َِ ‫ﺑ‬ ْ
‫ﺧ‬ ُ ‫ﺄ‬ َ ‫ﻓ‬ – ‫–ﷺ‬ ‫ﻋ‬
َ ِ ‫َﺄن‬ ‫ﺷ‬ ْ
‫ن‬ ‫ﻣ‬ ِ َ‫ﺎن‬ َ
‫ﻛ‬ ‫ِي‬ ‫ذ‬ ‫ﺳ ْﮭل ﺑﺎﻟﱠ‬َ ُ‫ﺎﻣِ ِر ﻓَﺄ َ ْﺧﺑَ َره‬
‫ﺳو ُل ﷲ‬ ‫ر‬
ُ َ َ ‫ل‬ ‫ﺎ‬َ ‫ﻘ‬ َ ‫ﻓ‬ ،َ ‫ﺔ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﯾ‬ ‫ﺑ‬ ‫ر‬
َ ِ َ ِ ‫ْن‬
‫ﺑ‬ – ‫ﷺ‬-: “ ُ ‫ﮫ‬ َ ‫ﻟ‬ ْ ‫ﱠﺄ‬
‫ﺿ‬ ‫َو‬
َ ‫ﺗ‬ ، ‫ﱞ‬
‫ﻖ‬ ‫ﺣ‬
َ ‫ﯾ‬
َ‫ْن‬ َ ‫ﻌ‬ ْ
‫اﻟ‬ ‫ﱠ‬
‫ن‬ ‫إ‬ ،‫؟‬
ِ َ‫َ ﱠ ت‬ ْ
‫ﻛ‬ ‫ر‬ ‫ﺑ‬ ‫ﻻ‬ َ ‫أ‬ ‫؟‬ُ ‫ه‬ ‫َﺎ‬‫ﺧ‬ َ ‫أ‬ ‫م‬ ‫ُﻛ‬
ْ َ ‫د‬ ‫ﺣ‬ً ‫أ‬ ُ
‫ل‬ ُ ‫ﺗ‬ ْ
‫ﻘ‬ ‫ﯾ‬ ‫م‬َ
َ َ َ ‫ﻼ‬ ‫ﻋ‬ ”. ، َ ‫ﺔ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﯾ‬
َ ِ َ‫ﺑ‬ ‫ر‬ ُ‫ن‬ ‫ﺑ‬
ْ ‫ر‬ َ ُ‫ﺿﺄ َ ﻟَﮫ‬
ُ ِ‫ﻋﺎﻣ‬ َ ‫ﻓَﺗ ََو‬
‫ﺳو ِل ﷲ‬ ُ ‫ﺳ ْﮭل َﻣ َﻊ َر‬ َ
َ ‫س – ﺻ ﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯾ ﮫ وﺳ ﻠم –ﻓ َرا َح‬ ْ
ٌ ‫ْس ﺑِ ِﮫ ﺑَﺄ‬ َ ‫ﻟﯾ‬ َ

“Suatu saat ayahku, Sahl bin Hunaif, mandi di Al Kharrar. Ia membuka jubah yang ia
pakai, dan ‘Amir bin Rabi’ah ketika itu melihatnya. Dan Sahl adalah seorang yang putih
kulitnya serta indah. Maka ‘Amir bin Rabi’ah pun berkata: “Aku tidak pernah melihat kulit
indah seperti yang kulihat pada hari ini, bahkan mengalahkan kulit wanita gadis”. Maka
Sahl pun sakit seketika di tempat itu dan sakitnya semakin bertambah parah. Hal ini pun
dikabarkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “Sahl sedang sakit dan ia tidak bisa
berangkat bersamamu, wahai Rasulullah”. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam pun menjenguk Sahl, lalu Sahl bercerita kepada Rasulullah tentang apa yang
dilakukan ‘Amir bin Rabi’ah. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda, “Mengapa seseorang menyakiti saudaranya? Mengapa engkau tidak
mendoakan keberkahan? Sesungguhnya penyakit ‘ain itu benar adanya, maka
berwudhulah untuknya!”. ‘Amir bin Rabi’ah lalu berwudhu untuk disiramkan air bekas
wudhunya ke Sahl. Maka Sahl pun sembuh dan berangkat bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’ [2/938] dishahihkan Al Albani
dalam Silsilah Ash Shahihah [6/149]).

Dalam hadits ini ‘Amir bin Rabi’ah memandang Sahl bin Hunaif dengan penuh kekaguman,
sehingga menyebabkan Sahl terkena ‘ain. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:

‫ اﻟﻠﮭ م ﺑ ﺎرك ﻋﻠﯾ ﮫ‬:‫ ﻓﻠﯾ دﻓﻊ ﺷ رھﺎ ﺑﻘوﻟ ﮫ‬،‫وإذا ﻛ ﺎن اﻟﻌ ﺎﺋن ﯾﺧﺷ ﻰ ﺿ رر ﻋﯾﻧ ﮫ وإﺻ ﺎﺑﺗﮭﺎ ﻟﻠﻣﻌﯾ ن‬
“Orang yang memandang dengan pandangan kagum khawatir bisa menyebabkan ain
pada benda yang ia lihat, maka cegahlah keburukan tersebut dengan
mengucapkan: Allahumma baarik ‘alaih” (Ath Thibbun Nabawi, 118).

Ain bisa terjadi pada benda mati

Para ulama mengatakan bahwa benda mati juga bisa terkena ‘ain. Benda mati yang
terkena ‘ain bisa mengakibatkan rusak atau hancur secara tiba-tiba. Wa’iyyadzu billah.
Dalam hadits, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa:

‫اﻟﻠﮭ م إﻧ ﻲ أﺳ ﺄﻟك اﻟﻌﻔ و واﻟﻌﺎﻓﯾ ﺔ ﻓ ﻲ دﯾ ﻧﻲ ودﻧﯾ ﺎي وأھﻠ ﻲ وﻣ ﺎﻟﻲ‬

“Ya Allah, aku meminta ampunan dan keselamatan pada agamaku, duniaku, keluargaku,
dan hartaku” (HR. Abu Daud no.5074, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Allah Ta’ala berfirman:

ً ‫َو َوﻟَد ًَاوﻟَ ْو َﻻ إِذْ دَﺧ َْﻠتَ َﺟﻧﱠﺗَكَ ﻗُ ْﻠتَ َﻣﺎ ﺷَﺎ َء ا ﱠ ُ َﻻ ﻗُ ﱠوة َ إِ ﱠﻻ ﺑِﺎ ﱠ ِ إِ ْن ﺗ ََر ِن أَﻧَﺎ أَﻗَ ﱠل ﻣِ ْﻧكَ َﻣ‬
‫ﺎﻻ‬

“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “masyaAllah, laa
quwwata illaa billah”. Sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan
keturunan” (QS. Al Kahfi: 39).

Para ulama menjadikan ayat ini dalil bahwa harta bisa terkena ain dan boleh diruqyah
ketika terkena ‘ain. Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan:

‫ ﻣ ﺎ ﺷ ﺎء ﻻ ﻗ وة إﻻ ﺑ ﺎ ـ وھ ذا ﻣ ﺄﺧوذ ﻣ ن‬:‫ أو وﻟ ده ﻓﻠﯾﻘ ل‬،‫ أو ﻣﺎﻟ ﮫ‬،‫ ﻣ ن أﻋﺟﺑ ﮫ ﺷ ﻲء ﻣ ن ﺣﺎﻟ ﮫ‬:‫ﻗ ﺎل ﺑﻌ ض اﻟﺳ ﻠف‬
‫ھ ذه اﻵﯾ ﺔ اﻟﻛرﯾﻣ ﺔ‬

“Sebagian salaf mengatakan: orang yang kagum pada keadaannya atau hartanya atau
pada anaknya, hendaknya ucapkan maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah. Ini diambil
dari ayat yang mulia ini” (Tafsir Ibnu Katsir).

Cara mencegah agar pandangan kita tidak menimbulkan penyakit ‘ain

Sebagian ulama berpendapat bahwa untuk mencegah ‘ain ketika melihat suatu hal yang
menakjubkan pada orang lain, mengucapkan:

‫ﻣ ﺎ ﺷ ﺎء ﷲ ﻻ ﻗ وة إﻻ ﺑ ﺎ‬

/laa haula walaa quwwata illa billah/

Namun pendapat ini tidak memiliki dasar yang kuat.

Dari sisi orang yang memandang, hadits-hadits menunjukkan bahwa untuk mencegah ‘ain
adalah dengan tabriik (mendoakan keberkahan), misalnya mengucapkan: “baarakallahu
fiik” (semoga Allah memberkahimu) atau “baarakallahu laka” (semoga Allah
memberkahimu). Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‫دﻛ م ﻣ ن ﻧﻔﺳ ﮫ و أﺧﯾ ﮫ ﻣ ﺎ ﯾﻌﺟﺑ ﮫ ﻓﻠﯾ دع ﺑﺎﻟﺑرﻛ ﺔ ﻓ ﺈن اﻟﻌﯾ ن ﺣ ﻖإذا رأى أح‬
“jika salah seorang dari kalian melihat pada diri saudaranya suatu hal yang menakjubkan
maka doakanlah keberkahan baginya, karena ‘ain itu benar adanya” (QS. An Nasa-i no.
10872, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i).

Dan yang paling penting agar tidak menimbulkan penyakit ‘ain pada diri orang lain adalah
menghilangkan rasa hasad kepada orang lain. Karena hasad itu tercela. Dari Anas bin
Malik radhiallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ و ﻛوﻧوا ﻋﺑﺎدَ ﷲِ إﺧواﻧًﺎ‬، ‫ﺳد ُوا‬


َ ‫ و ﻻ ﺗ َﺣﺎ‬، ‫ و ﻻ ﺗ َداﺑَروا‬، ‫ و ﻻ ﺗ َﻘﺎطﻌوا‬، ‫ﻻ ﺗ َﺑﺎﻏﺿوا‬

“Janganlah kalian saling membenci, saling memutus hubungan, saling menjauh, saling
hasad. Jadilah kalian sebagai hamba Allah yang bersaudara” (HR. Bukhari no. 6076,
Muslim no.2559).

Dan hasad kepada nikmat yang didapatkan orang lain, berarti tidak ridha kepada
keputusan Allah dan pembagian rezeki oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman:

ٍ ‫ﻋﻠَﻰ ﺑَ ْﻌ‬
‫ض‬ َ ‫ﺿ ُﻛ ْم‬ ْ َ‫ﺳﺑْنَ َوا ْﺳﺄَﻟُوا ا ﱠ َ ِﻣ ْن ﻓ‬
‫ﺿ ِﻠ ِﮫ إِ ﱠن َو َﻻ ﺗَﺗ َ َﻣﻧﱠ ْوا َﻣﺎ ﻓَ ﱠ‬
َ ‫ﺿ َل ا ﱠ ُ ﺑِ ِﮫ ﺑَ ْﻌ‬ َ َ ‫َﺻﯾبٌ ِﻣ ﱠﻣﺎ ا ْﻛﺗ‬
ِ ‫ﺳﺎءِ ﻧ‬ َ َ ‫َﺻﯾبٌ ِﻣ ﱠﻣﺎ ا ْﻛﺗ‬
َ ِّ‫ﺳﺑُوا َوﻟِﻠﻧ‬ ِ ‫ِﻠر َﺟﺎ ِل ﻧ‬
ِّ ‫ﻟ‬
‫ﻋﻠِﯾ ًﻣﺎ‬
َ ٍ‫ﻲء‬ ْ ‫ﺷ‬ ُ
َ ‫ا ﱠ َ َﻛﺎنَ ﺑِﻛ ِّل‬

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian
kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian
dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa
yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. An Nisa’: 32).

Cara agar kita tidak terkena ‘ain

Hal pertama yang perlu dilakukan agar terhindar dari penyakit ‘ain adalah menghindari
sikap suka pamer, dan berhias diri dengan sifat tawadhu‘. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

‫ﻋﻠَﻰ أ َ َﺣ ٍد‬
َ ٌ‫ﻋﻠَﻰ أ َ َﺣ ٍد َو َﻻ ﯾَﺑ ِْﻎ أ َ َﺣد‬
َ ٌ ‫ﺿﻌُوا َﺣﺗﱠﻰ َﻻ ﯾَ ْﻔﺧ ََر أ َ َﺣد‬
َ ‫ﻲ أ َ ْن ﺗ ََوا‬
‫َوإِ ﱠن ا ﱠ َ أ َ ْو َﺣﻰ إِﻟَ ﱠ‬

“Sungguh Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling merendah diri agar tidak ada
seorang pun yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak seorang pun berlaku zalim
pada yang lain” (HR. Muslim no. 2865).

Sebisa mungkin hindari menyebut-nyebut kekayaan, kesuksesan usaha, kebahagiaan


keluarga, juga memamerkan foto diri, foto istri/suami, foto anak, dan hal-hal lain yang bisa
menimbulkan iri-dengki dari orang yang melihatnya. Atau juga yang bisa menyebabkan
kekaguman berlebihan dari orang yang melihatnya. Karena pandangan kagum juga bisa
menyebabkan ‘ain, sebagaimana sudah disebutkan.

Kemudian di antara upaya pencegahan penyakit ‘ain adalah dengan menjaga dan
memelihara semua kewajiban dan menjauhi segala larangan, taubat dari segala macam
kesalahan dan dosa, juga membentengi diri dengan beberapa dzikir doa,
dan ta’awudz (doa perlindungan) yang disyariatkan. Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫ﺳ َﺑتْ أ َ ْﯾدِﯾ ُﻛ ْم َوﯾَ ْﻌﻔُو‬


ٍ ‫ﻋ ْن َﻛﺛ‬
‫ِﯾر‬ َ ‫ﺻﯾ َﺑ ٍﺔ ﻓَﺑِ َﻣﺎ َﻛ‬ َ َ ‫َو َﻣﺎ أ‬
ِ ‫ﺻﺎﺑَﻛُ ْم ِﻣ ْن ُﻣ‬
“Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan
kalian sendiri, dan Allah mema’afkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (Qs.
Asy-Syuura: 30).

Allah Ta’ala juga berfirman:

ْ ‫أ َ َﻻ ﺑِ ِذ ْﻛ ِر ا ﱠ ِ ﺗ‬
ُ‫َط َﻣﺋ ﱡِن ْاﻟﻘُﻠُوب‬

“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar Ra’du: 28)

Rutinkan dzikir-dzikir pagi dan sore, serta dzikir-dzikir harian seperti dzikir keluar/masuk
rumah, rumah, dzikir keluar/masuk kamar mandi, dzikir hendak tidur atau bangun tidur,
dzikir keluar rumah, dzikir naik kendaraan, dzikir ketika akan makan, dzikir setelah shalat,
dan lainnya.

Diantara dzikir pencegah ‘ain yang bisa dibaca kepada anak-anak agar tidak terkena ‘ain
adalah sebagaimana yang ada dalam hadits Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, bahwa
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mendoakan Hasan dan Husain dengan doa:

ِ ‫ﻋﯾن ﻻ ﱠﻣ ٍﺔأُﻋِﯾذُﻛﻣﺎ ﺑﻛﻠِﻣﺎ‬


‫ ِﻣن ﻛ ِّل ﺷﯾط‬،ِ‫ت ﷲِ اﻟﺗﱠﺎ ﱠﻣﺔ‬ ٍ ‫ و ِﻣن ﻛ ِّل‬،ٍ‫ﺎن وھﺎ ﱠﻣﺔ‬
ٍ

/u’iidzukuma bikalimaatillahit taammah, min kulli syaithaanin wa haamah wa min kulli ‘ainin
laamah/

“Aku meminta perlindungan untuk kalian dengan kalimat Allah yang sempurna, dari
gangguan setan dan racun, dan gangguan ‘ain yang buruk”. Lalu Nabi bersabda: “Dahulu
ayah kalian (Nabi Ibrahim) meruqyah Ismail dan Ishaq dengan doa ini” (HR. Abu Daud no.
4737, Ibnu Hibban no.1012, dishahihkan Syu’ain Al Arnauth dalam Takhrij Ibnu Hibban).

Cara mengobati penyakit ‘ain

Adapun orang yang terlanjur terkena ‘ain maka yang pertama kali harus dilakukan adalah
bersabar. Hendaknya ia meyakini bahwa penyakit ‘ain itu terjadi atas izin Allah.
Allah Ta’ala berfirman:

ِ‫ﺻﯾﺑَ ٍﺔ إِ ﱠﻻ ﺑِﺈ ِ ْذ ِن اﻟﻠﱠـ ِﮫ ۗ َو َﻣ ْن ﯾُؤْ ِﻣ ْن ﺑ‬


ِ ‫ﺎب ِﻣ ْن ُﻣ‬
َ ‫ﺻ‬َ َ ‫ﻋﻠِﯾ ٌم َﻣﺎ أ‬
َ ٍ‫ﻲء‬ َ ‫ﺎﻟﻠﱠـ ِﮫ ﯾَ ْﮭ ِد ﻗَ ْﻠ َﺑﮫ ُ ۚ َواﻟﻠﱠـﮫُ ﺑِﻛُ ِّل‬
ْ ‫ﺷ‬

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. At Taghabun: 11).

Dan hendaknya ia bertawakkal hanya kepada Allah. Ia meyakini bahwa satu-satunya yang
bisa menyembuhkan hanyalah Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:

َ ‫ﺳﺳْكَ اﻟﻠﱠـﮫُ ﺑِﺿ ٍ ُّر ﻓَ َﻼ ﻛَﺎﺷ‬


‫ِف ﻟَﮫُ إِ ﱠﻻ ھ َُو‬ َ ‫َوإِن ﯾَ ْﻣ‬

“jika Allah menimpakan suatu mudharat kepadamu, maka tidak ada yang dapat
menghilangkannya kecuali Allah sendiri” (QS. Al An’am: 17).

Jika orang yang terkena ‘ain bertawakkal kepada Allah sepenuhnya, maka pasti Allah
akan sembuhkan. Allah Ta’ala berfirman:

ُ‫ﻋﻠَﻰ ا ﱠ ِ ﻓَ ُﮭ َو َﺣ ْﺳﺑُﮫ‬
َ ‫َو َﻣ ْن ﯾَﺗ ََو ﱠﻛ ْل‬
“Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah pasti Allah akan penuhi kebutuhannya” (QS.
Ath Thalaq: 3).

Dan hendaknya orang yang terkena ‘ain mengusahakan sebab-sebab yang bisa
menyembuhkan penyakit ‘ain, diantaranya:

1. Mandi dari air bekas mandi orang yang menyebabkan ‘ain

Sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhum, Nabi Shallallahu’alaihi


Wasallam bersabda:

‫ وإذا اﺳﺗﻐﺳ ﻠﺗم ﻓﺎﻏﺳ ﻠوا‬، ‫اﻟﻌﯾ ن ﺣ ﻖ وﻟ و ﻛ ﺎن ﺷ ﻲء ﺳ ﺎﺑﻖ اﻟﻘ در ﻟﺳ ﺑﻘﺗﮫ اﻟﻌﯾ ن‬

“‘Ain itu benar adanya. Andaikan ada perkara yang bisa mendahului takdir, maka itulah
‘ain. Maka jika kalian mandi, gunakanlah air mandinya itu (untuk memandikan orang yang
terkena ‘ain)” (HR. Muslim no. 2188).

2. Mandi dari air bekas wudhu orang yang menyebabkan ‘ain

Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Umamah bin Sahl di atas.


Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan Amir bin Rabi’ah untuk berwudhu dan
menyiramkan air wudhunya kepada Sahl yang terkena ‘ain. Dalam riwayat yang lain:

َ‫ ﻓَﻐ‬،َ‫ﺿﺄ‬
‫ﻋﺎ ِﻣ ًرا أ َ ْن ﯾَﺗ ََو ﱠ‬ َ ‫ َوأ َ َﻣ َرهُ أ َ ْن ﯾَﺻُبﱠ‬،ِ‫ َو ُر ْﻛﺑَﺗ َ ْﯾ ِﮫ َودَاﺧِ ﻠَﺔَ ِإزَ ِاره‬،‫ﺳ َل َو ْﺟ َﮭﮫُ َوﯾَدَ ْﯾ ِﮫ إِﻟَﻰ ْاﻟ ِﻣ ْرﻓَﻘَﯾ ِْن‬
َ ‫ﻋﻠَ ْﯾ ِﮫﻓَﺄ َ َﻣ َر‬ َ

“Lalu Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memerintahkan Amir untuk berwudhu. Lalu Amir
membasuh wajah dan kedua tangannya hingga sikunya, dan membasuh kedua lututnya
dan bagian dalam sarungnya. Lalu Nabi memerintahkannya untuk menyiramkannya
kepada Sahl” (HR. An Nasa’i no. 7617, Ibnu Majah no. 3509, Ahmad no. 15980,
dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).

Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata :

ُ‫ ﺛم ﯾَ ْﻐﺗ َ ِﺳ ُل ﻣﻧﮫ اﻟ َﻣ ِﻌﯾن‬،ُ‫ ﻓﯾﺗوﺿّﺄ‬،‫ﻛﺎنَ ﯾُؤ َﻣر اﻟﻌﺎﺋِ ُن‬

“Dahulu orang yang menjadi penyebab ‘ain diperintahkan untuk berwudhu, lalu orang yang
terkena ‘ain mandi dari sisa air wudhu tersebut” (HR Abu Daud no 3885, dishahihkan Al
Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.2522).

3. Ruqyah syar’iyyah

Sebagaimana hadits dari Asma bintu Umais radhiallahu’anha, ia berkata:

‫ ﻓﻠ و ﻛ ﺎن ﺷ ﻲء ﺳ ﺎﺑﻖ‬، ‫ ﻧﻌ م‬: ‫ ﻗ ﺎل‬، ‫ أﻓﻧﺳ ﺗرﻗﻲ ﻟﮭ م ؟‬، ‫ إن ﺑ ﻧﻲ ﺟﻌﻔ ر ﺗﺻ ﯾﺑﮭم اﻟﻌﯾ ن‬، ‫ﯾ ﺎ رﺳ ول ﷲ‬
‫اﻟﻘ در ﻟﺳ ﺑﻘﺗﮫ اﻟﻌﯾ ن‬

“Wahai Rasulullah, Bani Ja’far terkena penyakit ‘ain, bolehkah kami minta mereka
diruqyah? Nabi menjawab: iya boleh. Andaikan ada yang bisa mendahului takdir, itulah
‘ain” (HR. Tirmidzi no.2059, Ibnu Majah no. 3510, dishahihkan Al Albani dalam Shahih
Ibnu Majah).

Ada beberapa cara meruqyah orang yang terkena ‘ain, diantaranya dengan membacakan
doa yang ada dalam hadits ‘Aisyah radhiallahu’anha, ia berkata: “Ketika
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam merasakan sakit, Malaikat Jibril meruqyahnya
dengan doa:

َ‫ﺑﺎﺳ ِْم ﷲِ ﯾُﺑ ِْرﯾك‬، ‫ َكﯾِﻔْﺷَﯾ ٍءاَد ِّلُﻛ ْن ِﻣَو‬، ‫َدَﺳَﺣ اَذإ ٍد ِﺳﺎَﺣ ّ ِرَﺷ ْن ِﻣَو‬، ‫ٍنْﯾَﻋ ي ِذ ِّلُﻛ ّ ِر َﺷَو‬

/bismillahi yubriik, wa min kulli daa-in yasyfiik, wa min syarri haasidin idza hasad, wa syarri
kulli dzii ‘ainin/

(dengan nama Allah, engkau mendapatkan keberkahan. Allah menyembuhkanmu dari


segala penyakit dan dari keburukan orang yang hasad dan keburukan orang yang
menyebabkan ‘ain) (HR. Muslim no.2185).

Atau membaca doa-doa ruqyah dari hadits-hadits shahih yang lainnya, serta ayat-ayat Al
Qur’an. Dan semua ayat-ayat Al Qur’an bisa untuk meruqyah.

Demikian pemaparan singkat mengenai penyakit ‘ain. Semoga Allah Ta’ala menjaga kita
dari keburukan penyakit ‘ain. Wallahu waliyyu dzalika wal qaadiru ‘alaihi.

(muslim.or.id)

Anda mungkin juga menyukai