Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN TUGAS ESSAY

“TINEA BARBAE”

BLOK INTEGUMENT

Nama : Renaldo Tegar Peasetyo D

Nim : 018.06.0022

Kelas
Kelas. : B

Modul : Integumen

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
TAHUN 2021



PENDAHULUAN

Tinea barbae adalah penyakit kulit pada area berjenggot di wajah dan leher yang jarang ditemukan.
Penyakit infeksi jamur ini disebabkan baik oleh dermatofit zoofilik dan antropofilik. Dermatofit patogenik dapat
mudah ditemukan di seluruh dunia, namun lebih sering di daerah beriklim tropis. Tinea barbae dapat menyerupai
penyakit kulit lain sehingga mudah terjadi kesalahan diagnosis. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik mikologi penting
pada semua kasus.
Tinea barbae adalah infeksi kulit terbatas pada area berjenggot di wajah dan leher yang jarang terjadi.
Infeksi lebih sering dialami oleh pria - remaja dan dewasa. Gejala klinis yang khas adalah erupsi pustul yang parah,
plak profunda dengan inflamasi atau plak superfisial tanpa inflamasi. Bentuk kelainan dengan inflamasi, paling
banyak disebabkan oleh dermatofit zoofilik - Trichophyton mentagrophytes var. granulosum or Trichophyton
verrucosum.


Figure 1. Inflammatory tinea barbae due to
Trichophyton mentagrophytes var. granulosum
infection.


Figure 2. Typical kerion Celsi caused by
Trichophyton mentagrophytes var. granulosum.

ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Secara umum, tinea barbae jarang terjadi, namun lebih sering terjadi di area dengan cuaca tropis, yang
memiliki suhu dan kelembaban tinggi. Hampir seluruh pria dewasa terinfeksi karena penyakit kulit ini terlokalisasi
pada rambut dan folikel rambut di jenggot dan kumis. Dermatofit yang menginfeksi wanita dan anak didiagnosis
sebagai tinea faciei. Dulu, infeksi ini sering ditularkan melalui tukang cukur karena penggunaan alat cukur sekali
pakai belum tersedia. Sekarang, sumber infeksi ini hampir seluruhnya tersingkirkan dan sebutan lama tinea barbae,
“barber’s itch”, telah dilupakan. Di area pedesaan, ternak kuda, kucing, dan anjing adalah sumber infeksi utama. Kini
beberapa peneliti melaporkan infeksi ini sebagai autoinokulasi dari kuku atau tinea pedis.
Tinea barbae disebabkan oleh jamur zoofilik dan antropofilik. Dermatofit zoofilik - Trichophyton
mentagrophytes var. granulosum and Trichophyton verrucosum adalah yang paling sering menyebabkan inflamasi
pada kerion – seperti plak dan infeksi yang terjadi lebih parah. Infeksi yang disebabkan oleh jamur zoofilik lain yaitu,
Microsporum canis and Trichophyton mentagrophytes var. Intrdigitale lebih jarang terjadi. Beberapa tahun terakhir,
beberapa peneliti mendeskripsikan lesi yang sama dapat disebabkan oleh jamur antropofilik, Trichophyton rubrum.
Reaksi imunologi (peningkatan alergi dan/atau reaksi iritan) pada jamur dapat mempengaruhi
perkembangan kerion, namun hanya sedikit peneliti yang menyatakan hal ini merupakan efek metabolit dan/atau
difusi toksin dari jamur. Jamur patogen seperti Trichophyton spp. Menghasilkan beberapa enzim seperti keratinase
yang penting untuk menembus keratin pada epidermis, rambut, atau kuku.

GEJALA KLINIS
Infeksi sering dimulai pada leher atau dagu, namun manifestasi klinis tinea barbae tergantung dari patogen
penyebabnya. Kadang dermatofitosis ini dapat berkembang tanpa lesi yang khas, namun selalu disertai pruritus.
Terdapat berbagai gejala klinis yang dapat terjadi. Dua macam klinis utama yang dapat dibedakan.
Tinea yang disebabkan oleh dermatofit zoofilik lebih parah, karena reaksi inflamasi jamur ini lebih kuat.
Dagu, pipi, dan leher sering terinfeksi. Gejala klinis ini memiliki bentuk khas yaitu nodul yang terinflamasi / nodul-
nodul dengan multipel pustul yang mengering di permukaannya. Rambut rontok atau rusak; eksudat, pus, dan krusta
menutupi pemukaan kulit (kerion Celsi). Mencabut rambut menjadi lebih mudah dan tidak nyeri. Dapat disertai
limfadenopati regional. Jarang terjadi demam, dan malaise.
Tipe non inflamasi disebabkan oleh dermatofit antropofilik, dimulai dari plak datar, eritem dengan tepi
yang meninggi. Plak yang bersisik bertabur dengan papul, pustul, atau krusta. Rambut yang dekat dengan kulit
mengalami kerusakan, dapat menyumbat folikel rambut. Plak kutaneus dapat tunggal atau multipel dan dapat
berbentuk annular. Plak dapat stabil bertahun-tahun atau membesar. Terkadang, khususnya saat pustul pada folikel
yang berkembang, rambut yang rontok dapat dijumpai, morfologi klinis menyerupai folikulitis bakteri. Lesi pustular
dengan rambut rontok merupakan ciri infeksi jamur kronik yang menyerupai sycosis (folikulitis pustular pada
jenggot). Oleh karena itu, disebut tine barbae sycosiform.

DIAGNOSIS BANDING
Morfologi lesi tinea barbae adalah alasan utama berbagai penyakit kulit dapat menyerupai infeksi jamur ini.
Penyakit pada umumnya seperti folikulitis bakteri, dermatitis atopi, dermatitis kontak, dan dermatitis seboroik dapat
menyerupai tinea barbae. Jamur lain dapat menginfeksi di area ini dengan lesi yang sama, khususnya pada neonatus
dan pasien immunocompromised. Terkadang infeksi dermatofit asli dapat menyerupai penyakit kulit lain, seperti
lupus eritematosa atau rosacea.

DIAGNOSIS
Pemeriksaan mikologi adalah dasar diagnosis. Pemeriksaan mikologi dengan menggunakan mikroskop
secara langsung dan kultur. Pada kasus yang jarang, jika Microsporum canis menyebabkan tinea, pemeriksaan
menggunakan lampu wood’s dapat membantu menunjukkan fluoresence berwarna hijau pudar pada rambut yang
terinfeksi.
Material yang terkumpul biasanya rambut yang menghilang dan kumpulan pustul. Jika plak superficial dan
tanpa pustul, pemeriksaan yang terbaik adalah kerokan dari tepi nya. Pemeriksaan langsung menggunakan potasium
hidroksida 20% dengan dimetil sulfoksida merupakan pemeriksaan yang cepat, namun membutuhkan pengalaman.
Pewarnaan tambahan, seperti Swartz-Lamkin, Parker blue-black ink atau Chlorazol black E stain, kadang dapat
membantu. Spesimen diperiksa dengan mikroskop cahaya dan tergantung pada jamur penyebabnya, pemeriksaan
menunjukkan hifa yang khas dan/atau arthroconidia. Kultur membutuhkan waktu sekitar 3-4 minggu dan
menggunakan agar Saburaud dengan sikloheximid dan kloramfenikol yang ditambahkan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur non-dermatofitik. Identifikasi jamur berdasarkan morfologi dan koloni pada
mikroskop. Identifikasi patogen memberi petunjuk dari mana sumber infeksi dan membantu pemilihan terapi yang
tepat.
Pemeriksaan histologi dibutuhkan hanya pada kasus yang sulit. Pewarnaan hematoksilin dan eosin sering
tidak menunjukkan jamur dan pewarnaan periodic acid-Schiff (PAS) merupakaan rekomendasi. Pada spesimen
biopsi, diperhatikan adanya folikulitis dan perifolikulitis, dengan spongiosis dan infiltrat folikel limfositik. Terkadang,
mikroabses terbentuk oleh neutrofil dalam folikel keratin.
Campuran infiltrat inflamasi selular sering terjadi di dermis; dapat ditemukan pada kerion giant cell kronik.
Arthroconidia dan/atau hifa dapat ditemukan pada stratum korneum, folikel rambut, dan batang rambut.

TATALAKSANA
Tatalaksana tinea barbae sama dengan tinea kapitis. Antimikotik oral dibutuhkan. Beberapa penelitian dan
pengalaman pribadi menunjukkan antifungal topikal tidak cukup untuk mengontrol lesi tinea barbae secara
menyeluruh. Oleh karena itu, pada banyak kasus tatalaksana kombinasi antimikotik sistemik dan topikal
direkomendasikan. Jika rambut terlibat, dilakukan pencukuran dapat dipertimbangkan. Kompres hangat digunakan
untuk menghilangkan krusta dan debris, biasanya dilakukan sebagai terapi non-spesifik.
Kini, terbinafin 250 mg digunakan satu kali sehari dalam waktu setidaknya empat minggu menjadi terapi
pilihan. Di bidang kami, memiliki pengalaman baik dengan obat ini, sebagai penghilang jamur dan klinis yang
diperoleh dari seluruh pasien yang diobati. Pada beberapa kasus griseofulvin dengan dosis minimal 20 mg/kg/hari
(terapi minimal 8 minggu) dapat dipertimbangkan. Itrakonazol 100 m/hari dalam 4-6 minggu juga efektif. Hal ini
dikonfirmasi oleh Maeda et al. yaitu seorang petani terinfeksi Trichophyton verrucosusm yang efektif sembuh
dengan itrakonazol 100 mg/hari (dalam dua bulan terapi). Sebagai zat topikal biasanya dua kelompok antifungal:
azoles dan allylamines.
Walaupun ada rekomendasi terapi umum untuk tinea barbae, namun penting untuk diperhatikan seberapa
sering terjadi pada pasien, regimen terapi, khususnya lama waktu terapi, sebaiknya ditentukan tergantung pada
evaluasi klinis dan laboratoris setiap individu. Eliminasi sumber infeksi, khususnya kontak dengan hewan yang
terinfeksi terlihat penting untuk hasil akhir terapi. Selain itu, tatalaksana infeksi jamur lain, seperti tinea pedis dan
onikomikosis penting, karena kemungkinan autoinokulasi.

Anda mungkin juga menyukai