Disusun Oleh :
AGI HERGIAWAN
NIM. 2021-01-14901-002
1. Bronchus
Bronchus terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama.
Bronkus Terdiri dari :
1) Bronkus Principalis
2) Bronkus Lobaris
3) Bronkus Segmentalis
Bronckus kanan lebih pendek, lebih lebar dan lebih vertical daripadayang kiri,
sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang
utama lewat di bawah arteri, disebut bronkuslobus bawah. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih langsing dari yang kanan, danberjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus
atas dan bawah (Sjamsuhidajat et al, 2010).
2. Alveolus
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari
bronkhiolusrespiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau
alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolus
dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau
kadang
Disebut lobolus primer. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari
trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori Kohn (Sjamsuhidajat et al, 2010).
1.1.2.2 Fisiologi Paru
Fungsi utama pernapasan :
1. Memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh.
2. Mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel.
Proses pernapasan dibagi menjadi dua :
1. Respirasi internal
Proses metabolik intraseluler yang terjadi di mitokondria meliputi konsumsi
O2 dan produksi CO2 selama pengambilan energi dari molekul-molekul
nutrient.
2. Respirasi eksternal
Proses pertukaran O2 dan CO2 antara sel-sel dalam tubuh dengan lingkungan
luar. Proses respirasi eksternal terdiri atas :
1) Pertukaran O2 dan CO2 antara udara luar (udara dalam atmosfer) dengan
udara dalam alveol paru. Hal ini melalui aksi mekanik pernapasan
disebut ventilasi. Kecepatan ventilasi diatur sesuai dengan kebutuhan
ambilan O2 dan pembentukan CO2 dalam tubuh.
2) Pertukaran O2 dan CO2 antara udara alveol dengan darah dipembuluh
kapiler paru melalui proses difusi.
3) Pengangkutan O2 dan CO2 oleh sistem peredaran darah dari paru ke
jaringan dan sebaliknya.
4) Pertukaran O2 dan CO2 dalam pembuluh darah dengan sel-sel jaringan
melalui proses difusi (Mason RJ, et al, 2016).
1.1.3 Etiologi
Umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat
karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain
seperti kekebalan tubuh, genetik, dan lain-lain. Dibawah ini akan diuraikan
mengenai faktor risiko penyebab terjadinya kanker paru (Price dan Wilson, 2016):
1. Merokok, menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan
paling penting, yaitu 85% dari seluruh kasus. Rokok mengandung lebih dari
4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan
kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai
merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan
merokok, dan lamanya berhenti merokok.
2. Perokok pasif, semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara
perokok pasif, atau mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di
dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya kanker paru. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak merokok,
tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat
dua kali.
3. Polusi udara, kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi
udara, tetapi pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek.
Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah
perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga
menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat
dengan kelas tingkat social ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada
mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari
kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung
hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat udara
kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang
ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4
benzpiren.
4. Paparan zat karsinogen, beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium,
radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat
menyebabkan kanker paru. Risiko kanker paru di antara pekerja yang
menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar daripada masyarakat
umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium
meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
5. Diet, beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap
betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena
kanker paru.
6. Genetik, terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko
lebih besar terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler
memperlihatkan bahwa mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan
tumor memiliki arti penting dalam timbul dan berkembangnya kanker paru.
Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk juga gen-gen K-ras
dan myc) dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb, p53,
dan CDKN2).
7. Penyakit paru, seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga
dapat menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif
kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru
ketika efek dari merokok dihilangkan.
1.1.4 Klasifikasi
1.1.4.1 Tumor Jinak Paru
Tumor jinak paru jarang dijumpai, hanya sekitar 2% dari seluruh tumor
paru, biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin, karena tumor
jinak jarang memberikan keluhan dan tumbuh lambat sekali. Tumor jinak paru
yang sering dijumpai adalah hamartoma. Jenis tumor jinak lain yang lebih jarang
dijumpai adalah fibroma, kondroma, lipoma, hemangioma, tumor neurogenik,
papiloma, leiomiofibroma, dan lain-lain.
1.1.4.2 Tumor Ganas Paru
Semua keganasan mengenai paru, baik berasal dari paru sendiri maupun dari
tempat lain yang bermetastasis ke paru (Fauci et al 2012). Sebagian besar (45-
60%) tumor ganas paru termasuk karsinoma bronkogen adalah jenis
adenokarsinoma. Agaknya insiden karsinoma paru mempunyai kecenderungan
meningkat, mungkin berhubungan dengan meningkatnya polusi udara dan mental
stress yang sering dihubung-hubungkan. Salah satu pendekatan diagnosis dini
adalah pemeriksaan radiologik (Sjamsuhidajat et al, 2010).
Dikatakan karsinoma epidermoid ditemukan terutama pada laki-laki dengan
rasio 10-20 banding 1 dengan golongan umur terbanyak pada 60 tahun.
Karsinoma epidermoid dapat mengalami nekrosis dan membentuk kavitas; tumor
ini dapat menjalar melalui hematogen pada stadium lanjut (Sjamsuhidajat et al,
2010). Adenokarsinoma lebih sering ditemukan pada wanita dan letaknya sering
di perifer paru, kadang-kadang di sentral, perkembangan jenis tumor ini cepat dan
cepat bermetastasis melalui hematogen atau limfogen (Sjamsuhidajat et al, 2010).
1.1.5 Patofisiologi (Patway)
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang
letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di
bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dispneu, demam. Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi (Mason RJ,
et al, 2016).
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur –
struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak,
tulang rangka (Mason RJ, et al, 2016).
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor
lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko
terjadinya tumor. Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang
bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan sel.
Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk memicu
timbulnya penyakit tumor (Mason RJ, et al, 2016).
Intiation agen biasanya bisa berupa unsur kimia, fisik atau biologis yang
berkemampuan bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen
genetik (DNA). Keadaan selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai
dengan berkembangnya neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini
berlangsung lama mingguan sampai tahunan (Mason RJ, et al, 2016).
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan
pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma
epidermoid (sel skuamosa). Karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel besar (tak
terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil
umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial. Karsinoma sel besar dan
adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang bronkus perifer dan alveoli.
Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehingga
mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokarsinoma
prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat (Mason RJ, et al, 2016).
1.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :
1. Lokal (tumor tumbuh setempat) :
1) Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
2) Hemoptisis
3) Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas
4) Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
5) Ateletaksis
2. Invasi lokal :
1) Nyeri dada
2) Dyspnea karena efusi pleura
3) Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia
4) Sindrom vena cava superior
5) Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
6) Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan sar simpatis
servikalis
3. Gejala Penyakit Mestasis :
1) Pada otak, tulang, hati, adrenal
2) Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai mestasis)
4. Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dan gejala :
1) Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
2) Hematologi : leukositosis. Anemia, hiperkoagulasi
3) Hipertrofi osteoartropati
4) Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
5) Neuromiopati
6) Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid (hiperkalsemia)
7) Dermatologic : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
8) Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone
9) Asimtomatik dengan kelainan radiologis
10) Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara
radiologis
11) Kelainan berupa nodul soliter (Zulkifli, 2017)
1.1.7 Komplikasi
Menurut Aziz (2016) komplikasi tumor paru yaitu:
1.1.7.1 Intratorakal
1. Obstruksi jalan nafas
2. Gagal nafas
3. Perdarahan/ hemoptisis
4. Abses
5. Atelektasis
6. Efusi pleura
1.1.7.2 Ekstratorakal
1. Aritmia
2. Sindrom vena cava superior
3. Syndrome horner
4. Dysphonia
5. Syndrome pancoast
6. Metastasis ke organ: otak, tulang, hepar, limfatik
7. Syndrome paraneoplastik: penurunan berat badan, anoreksia, demam
8. Leukositosis, anemia
9. Demensia, ataksia, tremor, neuropati perifer
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Danhert (2011) pemeriksaan diagnostic bagi penderita tumir paru
yaitu:
1.1.8.1 Radiologi
1. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effusi pleural, atelektasis, erosi
tulang rusuk atau vertebra.
2. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
3. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
4. PET-Scan, modalitas pencitraan untuk membedakan jaringan tumor dengan
jaringan normal berdasarkan aktivitas biologi.
1.1.8.2 Laboratorium
1. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
2. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
1.1.8.3 Histopatologi
1. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian, dan pembersihan sitologi lesi
(besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
2. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran
< 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
3. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
4. Mediastinoskopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
5. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
1.1.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis, dan tujuan pengobatan kanker paru dapat berupa
(Price & Wilson, 2016):
1. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup
pasien.
2. Paliatif
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup. Rawat rumah
(hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak fisis maupun
psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
3. Suportif
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, obat antinyeri dan antiinfeksi.
Penatalaksanaan medis terdiri dari (Price & Wilson, 2016):
1. Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengangkat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak
mungkin fungsi paru-paru yang tidak terkena kanker.
2. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas
serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
3. Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil yang
tidak bisadioperasi. Terapi radikal sesuai penyakit yang bersifat lokaldan
hanya menyembuhkan sedikit.
4. Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri lokal.
1) Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau pengunaan stent
dapat memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit
endobronkial yang singkat.
2) Perawatan paliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan
dipsnea. Steroid dapat membantu mengurangi gejala nonspesifik dan
memperbaiki selera makan.
Penatalaksanaan Perawat:
1. Bantu pasien untuk mencari posisi yang paling sedikit nyerinya.
2. Dalam tindakan psikologi kurangi ansietas dengan memberikan informasi
yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang dilakukan untuk
mengatasi kondisi dan respon terhadap pengobatan.
3) Laring
Laring merupakan struktur menyerupai tulang rawan yang biasa disebut
jakun. Selain berperan dalam menghasilkan suara, laring berfungsi
mempertahankan kepatenan jalan napas dan melindungi jalan napas
bawah dari air dan makanan yang masuk.
2. Sistem Pernapasan Bawah
1) Trakea
Merupakan pipa membran yang disokong oleh cincin-cincin kartilago
yang menghubungkan laring dan bronkus utama kanan dan kiri. Di
dalam paru, bronkus utama terbagi menjadi bronku-bronkus yang lebih
kecil dan berakhir di bronkiolus terminal. Keseluruhan jalan napas
tersebut membentuk pohon brokus.
2) Paru-paru
Terdapat 2 buah, terletak di sebelah kanan dan kiri. Masing-masing
paru terdiri atas beberapa lobus (patu kanan 3 lobus dan paru kiri 2 lobus)
dan dipasok oleh 1 bronkus. Jaringan paru sendiri terdiri atas serangkaian
jalan napsa yang bercababg-cabang, yaitu alveolus, pembuluh darah paru
dan jaringan ikat elastis. Permukaan luar paru dilapisi oleh kantong
tertutuup berdinding ganda yang disebut pleura. Pleura parietal
membatasi toraks dan permukaan diafragma, sedangkan pleura
viseral membatasi permukaan luar paru. Di antara tertutup
berdinding ganda yang disebut pleura. Pleura parietal membatasi
toraks dan permukaan diafragma, sedangkan pleura viseral membatasi
permukaan luar paru. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat cairan
pleura yang berfungsi sebagai pelumas guna mencegah friksi selama
gerakan bernapas.
1.2.2.2 Fisiologi
1. Sebagai jalur untuk pertukaran udara dari luar ke paru-paru
2. Untuk pertukaran gas O2 dan CO2
3. Mempertahankan konsentrasi oksigen, CO2 dan ion hidrogen dalam cairan
tubuh
4. Membantu venous return darah ke atrium kanan selama fase inspirasi
5. Perlindungan terhadap infeksi: makrofag yang akan membunuh bakteri
1.2.3 Proses Oksigenasi
Tujuan pernapasan adalah untuk menghantarkan oksigen ke jaringan dan
mengeluarkan karbon dioksida. Fisiologi pernapasan meliputi tiga proses berikut:
(1) ventilasi atau pergerakan udara antara atmosfir atau alveoli.(2) difusi oksigen
dan karbon dioksida antara kapiler pulmonalis dan alveoli. (3) transpor oksigen
dan karbon dioksida dalam darah dan menuju sel. (Hudak dan Gallo dalam
Subekti, et al. 2013).
1.2.3.1 Ventilasi
Ventilasi merupakan proses kompleks dengan banyak variabel,
antara lain perubahan tekanan dan integritas otot-otot yang bertanggung
jawab dalam pergerakan udara keluar masuk paru, dan resistensi jalan
napas. semua variabel ini disebut sebagai mekanisme ventilasi. Pergerakan
udara keluar masuk paru memerlukan otot-otot untuk mengembangkan
dan mengontarksikan rongga dada serta tekanan gas untuk memudahkan
pergerakan udara dari satu kompartemen lain. paru dapat mengembang
dan berkontraksi dalam dua cara: (1) dengan pergerakan diafragma keatas
dan ke bawah untuk memperpanjang dan memperpendek rongga dada. (2)
dengan elevasi dan depresi tulang rusuk untuk memperbesar dan
memperkecil diameter rongga dada.
Menurut hukum fisika, udara selalu bergerak dari daerah tertekan
tinggi ke daerah bertekanan rendah. ada beberapa tekanan yang terlibat
dalam proses pernapasan: tekanan jalan napas, tekanan intra pleura,
tekanan intra alveolar, dan tekanan intratoraks. Tekanan jalan napas adalah
tekanan yang terdapat di jalan napas konduksi. Tekanan intrapleura adalah
tekanan yang terdapat di dalam ruang sempit antara pleura viseral dan
pleura pariental. Tekanan alveolar adalah tekanan terdapat di dalam alveoli
dan tekanan intrapleura di sebut tekanan transpulmonal. Tekanan
intratoraks adalah tekan yang terdapat di keseluruhan rongga toraks
(Hudak dan Gallo dalam Subekti, et al. 2013).
1.2.3.2 Difusi
Setelah udara segar memasuki alveoli langkah selanjutnya dalam proses
pernapasan adalah difusi. Oksigen dari alveoli ke kapiler pulmonalis dan difusi
karbon dioksida dari kapiler pulmonalis ke alveoli. Difusi, atau pergerakan
molekul, berlangsung dari daerah dengan konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi
rendah. Hukum fick menjelaskan proses difusi gas melewati membran kapiler
alveolus. Hukum fick menyatakan bahwa laju perpindahan gas dari membran
semipermeabel sebanding dengan area permukaan jaringan dan perbedaan tekanan
gas antara kedua area tersebut, dan berbanding terbalik dengan ketebalan jaringan.
penting untuk diingat bahwa area permukaan alveoli sangat luas (50-100m) dan
ketebalan membran alveolar adalah 0,3 um, dengan demikian dimensi sawar gas
darah ideal untuk proses difusi gas. Gas-gas yang berbeda juga melintasi sawar
tersebut dengan kecepatan yang berbeda, bergantung pada karakteristik
molekulnya. Karbon dioksida berdifusi 20 kali lebih cepat dari pada oksigen.
Dengan demikian ada empat faktor yang mempengaruhi pertukaran gas kapiler
alveolus: (1) area permukaan yang tersedia untuk proses difusi. (2) ketebalan
membran kapiler alveolar. (3) tekanan parsial gas yang melintasi membran. (4)
daya larut dan karakteristik molekul gas tersebut (Hudak dan Gallo dalam
Subekti, et al. 2013).
1.2.3.3 Transpor oksigen
Oksigen diangkut di dalam darah melalui dua bentuk: terlarut dan
terikat pada hemoglobin. Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri
(PaO2) menggambarkan tingkat kelarutan oksigen di dalam plasma. Tidak
sampai 3% dari total oksigen yang diangkut dalam bentuk ini. 90%
oksigen diangkut dalam darah terikat haemoglobin dan di sebut
oksihemoglobin. setiap gram hemoglobin mengangkut hampir 1,34 mL
oksigen pada saat oksigen tersaturasi dengan sempurna. setelah berdifusi
melintasi membran kapiler alveolar, oksigen bergabung dengan
hemoglobin di sel darah merah dan membentuk ikatan yang reversibel.
Oksihemoglobin diangkut dalam darah arteri dan disediakn untuk
kebutuhan metabolisme sel jaringan. saturasi oksigen dalam darah arteri
(saO2) menggambarkan presentase molekul hemoglobin yang berkaitan
dengan oksigen.
Molekul hemoglobin dikatakan tersaturasi penuh apabila oksigen
berkaitan dengan empat area peningkatan oksigen yang ada, dan hanya
tersaturasi sebagian apabila kurang dari empat molekul yang berikatan
dengan area tersebut. istilah afinitas digunakan untuk menggambarkan
kapsitas hemoglobin yang berkaitan dengan oksigen. Saat afinitas tinggi,
hemoglobin mengikat oksigen dengan mudah di membran kapiler
alveolus. Tetapi pada tingkatjaringan, hemoglobin tidak mudah untuk
melepaskan oksigen. Saat afinitas rendah, hemoglobin tidak dapat
mengikat oksigen dengan mudah di membran kapiler alveolus. sebaliknya,
saat afinitas rendah, menjadi lebih mudah melepaskan oksigen di tingkat
jaringan (Hudak dan Gallo dalam Subekti, et al. 2013).
1.2.4 Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi (Potter & Perry, 2006 dalam
Wedho, et al. 2014). Yaitu :
1.2.4.1 Faktor Fisiologi
1. Menurunnya kemampuan mengikat oksigen seperti pada anemia.
2. Menurunya konsentrasi oksigen yang diinspirasi seperti pada obstruksi
saluran pernapasan bagian atas.
3. Hipovolemia, sehingga tekanan darah menurun yang mengakibatkan
terganggunya O2.
4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, kondisi yang
mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan, obesitas,
muskulus skeleton yang abnormal, penyakit kronis seperti TBC paru.
1.2.4.2 Faktor Perkembangan
1. Bayi premature yang disebabkan kurangnya pembentukan surfaktan.
2. Bayi dan toddler, adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut.
3. Usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
4. Dewasa muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress
yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru-paru.
5. Dewasa tua, adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosclerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
1.2.4.3 Faktor Perilaku
1. Nutrisi: misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi
yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet tinggi
lemak menimbullkan arteriosclerosis.
2. Exercise : akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3. Merokok : nikotin dapat menyababkan vasokontriksi pembuluh darah perifer
dan koroner.
4. Substance abuse (obat-obatan dan alcohol): menyebabkan intake nutrisi/ Fe
menurun mengakibatkan hemoglobin menurun, alcohol menyebabkan depresi
pusat pernapasan.
5. Kecemasan : menyebabkan metabolisme meningkat.
1.2.4.4 Faktor Lingkungan
1. Tempat kerja (polusi)
2. Suhu lingkungan
3. Ketinggian tempat dari permukaan laut.
1.2.5 Masalah yang Berhubungan dengan Fungsi Respirasi
1. Takipnea
Frekuensi pernafasan yang cepat. Biasanya ini terlihat pada kondisi demam,
asidosis metabolic, nyeri dan pada kasus hiperkapnia atau hipoksemia.
2. Bradipnea
Frekuensi pernapasan yang lambat dan abnormal. Biasanya terlihat pada
orang yang baru menggunakan obat-obatan seperti morfin dan pada kasus
alkalosis metabolic, dan lain-lain.
3. Apnea
Biasanya juga disebut dengan henti napas.
4. Hipoksia
Merupakan kondisi ketidakcukupan oksigen dalam tubuh, dari gas yang
diinspirasi ke jaringan. Penyebab terjadinya hipoksia : gangguan pernapasan,
gangguan peredaran darah, gangguan sistem metabolis, gangguan
permeabilitas jaringan untuk mengikat oksigen (nekrose).
5. Hiperventilasi
Jumlah udara dalam paru berlebihan sering disebut hiperventilasi elveoli,
sebab jumlah udara dalam alveoli melebihi kebutuhan tubuh, yang berarti
bahwa CO2 yang dieliminasi lebih dari yang diproduksi sehingga
menyebabkan peningkatan rata-rata dan kedalaman pernafasan. Tanda dan
gejala: pusing, nyeri kepala, henti jantung, koma, dan ketidakseimbangan
elektrolit.
6. Hipoventilasi
Ketidakcukupan ventilasi alveoli (ventilasi tidak mencukupi kebutuhan
tubuh), sehingga CO2 dipertahankan dalam aliran darah. Hypoventilasi dapat
terjadi sebagai akibat dari kollaps alveoli, obstruksi jalan nafas, atau efek
samping dari beberapa obat. Tanda dan gejala: napas pendek, nyeri dada,
sakit kepala ringan, pusing, dan penglihatan.
7. Pernapasan Kusmal
Salah satu jenis hiperventilasi yang menyertai asidosis metabolic.
8. Orthopnea
Ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali dalam posisi tegak atau berdiri.
9. Dispnea
Kesulitan atau ketidaknyamanan saat bernapas.
(Hudak dan Gallo dalam Subekti, et al. 2013).
1.2.6 Pengkajian Keperawatan
1.2.6.1 Riwayat Keperawatan
Meliputi pengkajian tentang masalah pernapasan dulu dan sekarang, gaya
hidup, adanya batuk, sputum, nyeri, dan adanya faktor resiko untuk gangguan
status oksigenasi.
1. Masalah pada pernapasan (dahulu dan sekarang)
2. Riwayat penyakit
1) Nyeri
2) Paparan lingungan
3) Batuk
4) Bunyi nafas
5) Faktor resiko penyakit paru
6) Frekuensi infeksi pernapasan
7) Masalah penyakit paru masa lalu
8) Penggunaan obat
3. Adanya batuk dan penanganan
4. Kebiasaan merokok
5. Masalah pada fungsi kardiovaskuler
6. Faltor resiko yang memperberat masalah oksigenasi
7. Riwayat penggunaan medikasi’
8. Stressor yang dialami
9. Status atau kondisi kesehatan
1.2.6.2 Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Mengamati tingkat kesadaran pasien, keadaan umum, postur tubuh,
kondisi kulit, dan membran mukosa, dada (kontur rongga interkosta, diameter
anteroposterior, struktur toraks, pergerakan dinding dada), pola napas
(frekuensi dan kedalaman pernapasann, durasi inspirasi dan ekspirasi)
2. Palpasi
Dilakukan dengaan menggunakan tumit tangan pemeriksa mendatar diatas
dada pasien. Saat palpasi perawat menilai adanya fremitus taktil pada dada
dan punggung pasien dengan memintanya menyebutkan “tujuh-tujuh”
secara ulang. Normalnya, fremitus taktil akan terasa pada individu yang sehat
dan meningkat pada kondisi konsolidasi.
3. Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menentukan ukuran dan bentuk organ dalam
sertamengkaji adanya abnormalitas, cairan /udara dalam paru. Normalnya,
dada menghasilkan bunyi resonan / gaung perkusi.
4. Auskultasi
Dapat dilakukan langsung / dengan menggunakan stetoskop. Bunyi yang
terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas, durasi dan
kualitasnya. Untuk mendapatkan hasil terbaik , valid dan akurat, sebaiknya
auskultasi dilakukan lebih dari satu kali.
1.2.6.3 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk mengkaji status, fungsi dan
oksigenasi pernapasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik antara
lain :
1. Penilaian ventilasi dan oksigenasi : uji fungsi paru, pemeriksaan gas darah
arteri, oksimetri, pemeriksaan darah lengkap.
2. Tes struktur sistem pernapasan : sinar- x dadabronkoskopi, scan paru.
3. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan : kultur
kerongkongan, sputum, uji kulit toraketensis.
3) Keamanan.
Tanda:
Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma) Kemerahan, kulit pucat
(ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
1.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) b.d produksi sputum yang
berlebih
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005) b.d penurunan ekspansi paru
3. Perfusi jaringan tidak efektif (D.0009) b.d penurunan aliran darah sistemik
4. Nyeri akut (D.0077) b.d agen cedera biologis
5. Defisit nutrisi (D.0019) b.d peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan
nafsu makan akibat sesak napas sekunder terhadap penekanan struktur
abdomen
6. Intoleran aktivitas (D.0056) b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
1.3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
.
1. Bersihan jalan napas tidak Pertukaran Gas Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif (D.0001) b.d Tujuan: Observasi:
produksi sputum yang Setelah dilakukan tindakan Monitor pola napas
berlebih keperawatan 3x24 jam oksigenasi Monitor bunyi napas tambahan
dan/atau eliminasi karbondioksida Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
pada membran alveolus-kapiler Terapeutik
Normal. Pertahankan kepatenan jalan napas
Posisikan semi fowler atau fowler
Kriteria Hasil: Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Batuk Efektif meningkat Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Produksi Sputum menurun Berikan oksigen, jika perlu
Mengi menurun Edukasi
Sianosis menurun Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak
Gelisah menurun kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. Pola napas tidak efektif Pola Napas (L.01004) Pemantauan Respirasi (I.01014)
(D.0005) berhubungan Tujuan: Observasi:
dengan ekspansi paru Setelah dilakukan tindakan Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
keperawatan 3x24 jam inspirasi dan Monitor pola nafas (seperti bradypnea, takipnea,
atau ekspirasi yang tidak memberikan hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
ventilasi adekuat membaik Monitor kemampuan batuk efektif
Monitor adanya produksi sputum
Kriteria Hasil: Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Dipsnea menurun Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
Penggunaan otot bantu napas menurun Auskultasi bunyi napas
Frekuensi napas meningkat Monitor saturasi oksigen
Kedalaman napas meningkat Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Domukentasi hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Mahir Mahar No. 68, Palangka Raya
Tgl MRS : 31-10-2021
Diagnosa Medis : Tumor Paru
B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
1. Keluhan Utama :
Pasien mengatakan sesak napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan rujukan dari RS PKU Muhammadiyah Palangka
Raya. Pasien tiba di IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
tanggal 31 Oktober 2021 pukul 11.10 WIB dengan keluhan nyeri
dada, tembus hingga ke punggung sudah selama 4 bulan, sesak nafas,
batuk. Hasil pengkajian di IGD yaitu TTV: TD 127/82mmHg,
N:102x/menit, R:36x/menit, S:360C, SPO2:99%. Skala nyeri 4-5
(sedang). Kemudian pasien mendapatkan penatalaksanaan berupa
pemasangan infus NaCl 0,9% 500cc/24jam, injeksi Dexamethason 2x
1amp, injeksi moxifloxacin 1x400mg, injeksi Antrain 3x1gr. pasien
disarankan rawat inap untuk melanjutkan intervensi.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakan belum pernah mengalami penyakit seperti
sekarang dan belum pernah operasi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keturunan penyakit seperti yang
dideritanya maupun penyakit lainnya seperti HT, DM, TBC.
C. KEBUTUHAN DASAR
1. OKSIGENASI 2. CAIRAN
Nadi : 102x /menit, Pernapasan : dada dan perut Kebiasaan minum : 1000-1500 CC /hari,
TD: 120/70mmHg Bunyi Nafas : Wheezing jenis : air putih, teh
Respirasi : 36x/menit Turgor kulit : baik
Kedalaman : dangkal Fremitus : menurun Mukosa mulut : baik
Sputum : (-) Punggung kaki : baik warna : coklat
Sirkulasi oksigen : 99% Pengisian kapiler : <2 detik
Akral reraba dingin Mata cekung : (-)
Bibir pasien tampak sianosis Konjungtiva : tidak anemis Sklera : putih
Dada : Simetris Edema : tidak ada
Oksigen : Tgl : 31-10-2021 Canula /sungkup : 3 ltr/m Distensi vena jugularis : normal
WSD : Tidak terpasang Asites : (-) Minum per NGT : tidak ada
Terpasang Dekompresi NGT : tidak ada
Riwayat Penyakit : Tumor Paru ( dimulai tgl : ……..Jenis : ………
Lain – lain : dipasang di : ……...)
- Pasien tampak sesak napas (dipsnea) Terpasang infuse : ya, terpasang
- terdapat sputum ( dimulai tgl : 31-10-2021 Jenis : NaCl 0,9%
- posisi tidur semifowler dipasang di : tangan kiri)
Lain –lain : tidak ada
10. KEAMANAN
9. NEUROSENSORI
Rasa Ingin Pingsan /Pusing : tidak ada Alergi /sensitifitas : (-) reaksi : (-)
Stroke ( Gejala Sisa ) : tidak ada Perubahan sistem imun sebelumnya : tidak ada
Kejang : (-) Tife : ……………….. penyebabnya : ………………..
Agra : …………………. Frekuensi : ………….. Riwayat penyakit hub seksual ( tgl /tipe : (-)
Status Postikal : ………… Cara mengontrol : ….. Perilaku resiko tinggi : (-) periksaan : ……
Status mental : baik Waktu : orientasi baik Transfusi darah /jumlah : (-) Kapan : ……
Tempat : orientasi baik orang : orientasi baik Gambaran reaksi : (+), spontan
Kesadaran : compos mentis Riwayat cedera kecelakaan : tidak ada
Memori saat ini : baik, yang lalu : baik Fraktur /dislokasi sendi : tidak ada
Kaca mata : (-) Kotak lensa : (-) Artritis /sendi tak stabil : tidak ada
Alat bantu dengar : tidak menggunakan Masalah punggung : tidak ada
Ukuran /reaksi Pupil : kiri /kanan : +|+ Perubahan pada tahi lalat : tidak ada
Facial Drop : (-) Kaku kuduk : (-) Pembesaran nodus : tidak ada pembesaran
Gangguan genggam /lepas : Ki / Ka : (-) / (-) Kekuatan Umum : normal
Postur : normal Kordinasi : normal Cara berjalan : normal
Refleks Patela Ki /Ka : (+) / (+) Rem : normal
Refleks tendo dalam bisep dan trisep : (+) Hasil kultur, pemeriksaan sistem imun : tidak
Kernig Sign : (-) Babinsky : (-) dilakukan pemeriksaan
Chaddock : (+) Brudinsky : (-)
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Ο Gangguan perfusi jaringan cerebral Ο Resiko Injuri Ο Gangguan Penularan infeksi
11. SEKSUALITAS
Aktif melakukan hubungan seksual : …………… Aktif melakukan hubungan seksual : berkurang krn
Penggunaan kondom : …………………………… faktor usia
Masalah – masalah /kesulitan seksual : ……….. Penggunaan kondom : (-)
Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : ….. Masalah – masalah /kesulitan seksual : (-)
Wanita : Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : (-)
Usia Menarke : …… thn, Lama siklus : ……..hari Pria :
Lokasi : …………………………………….. Rabas penis : (-) Gg Prostat : (-)
Periode menstruasi terakhir : ……………………. Sirkumsisi : (+) Vasektomi : (-)
Menopause : ………………………………………. Melakukan pemeriksaan sendiri : tidak pernah
Rabas Vaginal : …………………………………… Payudara test : tidak pernah
Perdarahan antar periode : ……………………… Prostoskopi /pemeriksaan prostat terakhir :
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri / tidak pernah
mammogram : …………………………………… Tanda ( obyektif )
Tanda ( obyektif ) Pemeriksaan : normal
Pemeriksaan : …………………………………. Payudara /penis /testis : normal
Payudara /penis /testis : ………………………. Kutil genatelia/test : normal
Kutil genatelia/test : …………………………..
Masalah Keperawatan
Ο Perdarahan Ο Gg citra tubuh Ο Disfungsi Seksual Ο Gg Pemenuhan Kebthn seksualitas
12. KESEIMBANGAN & PENINGKATAN HUBUNGAN PSIKO SERTA INTERAKSI SOSIAL
Lama perkawinan : 10 thn, Sosiologis : baik
Hidup dengan : istri dan anak Perubahan bicara : Penggunaan alat bantu
Masalah /Stress : tidak ada komunikasi : bicara jelas dan lancar
Cara mengatasi stress : berbicara dengan istri Adanya laringoskopi : tidak ada
Orang pendukung lain : orang tua Komunikasi verbal / non verbal dengan keluarga /
Peran dalam struktur keluarga : kepala keluarga orang terdekat lain : baik
Masalah – masalah yang berhubungan dengan Spiritual : selama dirawat pasien berdoa di ruaang
penyakit /kondisi : pasien memahami keadaannya perawatan
Psikologis : baik Kegiatan keagamaan : sebelum sakit pasien sholat 5
Keputusasaan : tidak ada waktu
Ketidakberdayaan : tidak ada Gaya hidup : baik
Lain – lain : tidak ada masalah lainnya Perunahan terakhir : tidak ada
Lain – lain : tidak ada masalah lainnya
Masalah Keperawatan
Ο Kecemasan Ο Ketakutan Ο Koping individu tidak efektif Ο Isolasi diri Ο Resiko merusak diri
Ο Hambatan komunikasi verbal Ο Spiritual Distres Ο Harga diri rendah
3. Ekstermitas Superior :
a) Motorik
Pergerakan : bebas
Kekuatan : 5|5
b) Tonus : baik
c) Refleks Fisiologis
- Bisep : normal
- Trisep : Normal
- Radius : normal
- Ulna : normal
d) Refleks Patologis
Hoffman Tromer : positif
e) Sensibilitas
Nyeri : tidak ada
4. Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan : normal
Kekuatan : normal
b) Tonus : normal
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella : (+)
d) Refleks Patologis
- Babinsky : (-)
- Chaddock : (+)
- Gordon : normal
- Oppenheim : normal
- Schuffle : normal
5. Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk : (-)
b) Brudzinksky I & II : (-)
c) Lassaque : normal
d) Kernig Sign : (-)
F. DATA GENOGRAM
Keterangan:
: laki-laki
: perempuan
: meninggal
: garis keturunan
: pasien
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Hari/Tanggal Pemberian Obat : 31-20-2021
OBAT DOSIS INDIKASI
infus NaCl 0,9% 500cc/24jam pengobatan dehidrasi isotonik
ekstraseluler, deplesi natrium dan
juga dapat digunakan sebagai
pelarut sediaan injeksi.
injeksi 2x 1amp antiinflamasi atau imunosupresan
Dexamethason
injeksi 1x400mg Mengobati berbagai jenis penyakit
moxifloxacin infeksi bakteri, umumnya diberikan
pada keadaan pneumonia, bronkitis
kronik eksaserbasi akut
furosemide 1x 25 mg Mengatasi penumpukan cairan di
dalam tubuh
injeksi Antrain 3x1gr obat anti nyeri dan anti demam
(Kelompok 2)
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS: Bronkospasme Pola napas tidak
↓ efektif
Pasien mengatakan sesak
Ekspansi paru menurun
napas ↓
Kerja napas meningkat
DO:
↓
- Pasien tampak sesak napas Hambatan upaya napas
↓
(dipsnea)
Pola napas tidak efektif
- posisi tidur semifowler
- RR: 36x/menit
- Nadi : 102x /menit,
- Pernapasan dangkal
- Pernapasan : dada dan
perut
- Bunyi Nafas : Wheezing
- Oksigen : Canula 3 ltr/m
- obat furosemide 2 x 25
PRIORITAS MASALAH
Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas, ditandai
dengan:
DS:
Pasien mengatakan sesak napas
DO:
- Pasien tampak sesak napas (dipsnea)
- posisi tidur semifowler
- RR: 36x/menit
- Nadi : 102x /menit,
- Pernapasan dangkal
- Pernapasan : dada dan perut
- Bunyi Nafas : Wheezing
- Oksigen : Canula 3 ltr/m
RENCANA KEPERAWATAN
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
1. Memonitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, S: Pasien mengatakan sesak napas
usaha nafas)
2. Memonitor bunyi nafas tambahan (misal: O:
- Pasien tampak sesak napas (dipsnea)
gurgling, mengi, whezzing, ronkhi kering)
- RR: 36x/menit, Nadi : 102x /menit,
3. Memonitor kemampuan batuk efektif - Pernapasan dangkal
4. Memposisikan Semi-Fowler atau Fowler - Pernapasan : dada dan perut
5. Memonitor saturasi - Bunyi nafas whezzing
6. Memberikan oksigen jika perlu - Tidak terdapat sputum Kelompok 2
7. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantaun - Pasien dapat melakukan teknik batuk efektif
8. Berkolaborasi pemberian bronkodilator, - Posisi tidur semifowler
- SPO2: 99 %
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
- Oksigen : Canula 3 ltr/m
- furosemide 2 x 25
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA