Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

H
DENGAN DIAGNOSA MEDIS CVA (CEREBROVASCULAR ACCIDENT) DI
RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RSUD Dr DORIS
SYVANUS PALANGKA RAYA

OLEH:
Antoni Fandefitson
2021.01.14901.008

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh:


Nama : Antoni Fandefitson
NIM : 2021-0114901-008
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Ny. H dengan
CVA (Cerebrovascular Accident).

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Stase Gawat Darurat Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangkaraya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep Katarina, S.Kep.,Ners


KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul
“Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Ny. H dengan CVA (Cerebrovascular
Accident)”
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan studi kasus ini
tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada:
1) Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka
Raya.
2) Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3) Ibu Isna Wiranti, S.Kep.,Ners Selaku Koordinator Ners.
4) Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian asuhan
keperawatan dan laporan pendahuluan ini.
5) Ibu Katarina, S.Kep.,Ners selaku pembimbing klinik yang telah memberikan bantuan
dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian asuhan keperawatan dan laporan
pendahuluan ini.
6) Suami, keluarga kami, dan orang terdekat yang telah memberikan bimbingan,
motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
7) Kepada keluarga Ny. H yang telah bersedia mengizinkan pasien sebagai kelolaan
dalam asuhan keperawatan.
8) Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan studi
kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan penulisan studi kasus ini. Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan studi kasus ini bermanfaat
bagi kita semua.
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Penyakit


1.1.1 Definisi CVA (Cerebrovascular Accident)
CVA (Cerebrovascular Accident) merupakan penyakit yang terjadi akibat
penyumbatan pembuluh darah atau pecahnya pembuluh darah di otak yang
menyebabkan berhentinya suplai oksigen ke bagian otak tiba-tiba atau gangguan
status hemodinamik yang tidak stabil yang berlangsung selama 24 jam dan di tandai
dengan wajah lumpuh sebelah, bicara pelo, lumpuh anggota gerak bahkan sampai koma
dan dapat mengancam jiwa (Muttaqin, 2008 ; Junaidi, 2011 ; WHO, 2013).

1.1.2 Etiologi CVA (Cerebrovascular Accident)


Berikut ini beberapa kondisi yang menjadi penyebab CVA antara lain (Lewis,
2014) :
1. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher).
Trombus dimulai bersamaan dengan kerusakan dinding pembuluh darah
endotelial yang akhirnya membentuk formasi dari aterosklerosis. Aterosklerosis
adalah penyebab utama thrombosis serebral. Tanda-tanda dari trombosis serebral
bervariasi antara lain sakit kepala merupakan awitan yang tidak umum. Beberapa pasien
dapat mengalami pusing perubahan kognitif atau kejang dan beberapa mengalami
awitan yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi intra serebral atau embolisme
serebral. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi tiba-tiba serta kehilangan
bicara sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului
awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari. Dari seluruh kejadian stroke,
kurang lebih 60% disebabkan trombosis.
2. Embolisme sereberal (bekuan darah atau material yang lain yang dibawa ke
otak dari bagian tubuh lain). Mayoritas emboli ini berasal dari lapisan endokardium
jantung, dimana plak keluar dari endokardium dan masuk ke sirkulasi. Pemberian
antikoagulan setelah prosedur pemasangan katup jantung prostetik dilakukan untuk
mengantisipasi timbulnya CVA. Kegagalan pacu jantung, fibrilasi atrium dan kardioversi
untuk fibrilasi atrium adalah kemungkinan penyebab lain dari emboli sereberal dan CVA.
Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya, yang
merusak sirkulasi serebral dan CVA. Embolisme serebral merupakan penyebab kedua
CVA, kurang lebih sekitar 24% dari kejadian CVA.
3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). Iskemia serebral (insufisiensi suplai
darah ke otak) merupakan kondisi dimana terjadi penurunan suplai darah ke otak
terutama karena kontriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak). Hemoragi dapat terjadi diluat dura meter
(hemoragi ektradural atau epidural), dibawah dura meter (hemoragi subdural),
diruang subarakhonoid (hemoragi subarakhonoid) atau didalam substansi otak
(hemoragi intraserebral).
Hemoragi serebral adalah kedaruratan bedah neuro yang memerlukan
perawatan segera. Ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan
arteri tengah atau arteri meninges lainnya. Pasien harus diatasi dalam beberapa jam
setelah cedera untuk mempertahankan hidup.
Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada dasarnya sama
dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan
vena robek. Karenanya, periode pembentukan hematoma lebih lama (interval jelas
lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak.
Hemoragi subarakhonoid (hemoragi yang terjadi diruang subarakhonoid) dapat
terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi penyebab paling sering terjadi
kebocoran aneurisme pada area siklus Willisi dan malformasi arteri-vena kongenital
pada otak. Arteri di dalam otak dapatr terjadi di tempat aneurisme. Hipertensi adalah
penyebab utama perdarahan intraserebral buruk, 50% kematian terjadi dalam 48
jam pertama. Tingkat kematian akibat perdarahan intraserebral berkisar antara
40% sampai 80%.

1.1.3 Patofisiologis CVA (Cerebrovascular Accident)


Menurut Long dalam Ariani (2014), otak sangat bergantung pada oksigen dan
tidak mempunyai cadangan oksigen. Bila terjadi anoksia seperti halnya yang terjadi
pada CVA, metabolism di otak segera mengalami perubahan, kematian sel dan
kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3 sampai 10 menit. Tetapi kondisi yang
menyebabkan perubahan perfusi otak akan menimbulkan hipoksia atau anoksia.
Hipoksia menyebabkan iskemik otak. Iskemik otak dalam waktu lama menyebabkan sel
mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai dengan edema otak
karena pada daerah yang dialiri darah terjadi penurunan perfusi dan oksigen, serta
peningkatan karbondioksida dan asam laktat.
Menurut (Ariani, 2014), adanya gangguan perdarahan darah ke otak dapat
menimbulkan jejas atau cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
a. Penebalan dinding arteri serevral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya kesebagian otak tidak
adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
Apabila hal ini terjadi terus menerus, dapat menimbulkan nekrosis (infark).
b. Dinding arteri serebral pecah sehingga akan menyebabkan bocornya darah ke
jaringan (hemoragik)
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan otak
(misalnya: malformasi angiomatosa, aneurisma)
d. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan diruang intersisial jaringan
otak.
Faktor-faktor Resiko Stroke
Pendarahan Intraserebral
Perembesan Darah ke dalam Parenkim Otak
WEB OF CAUTION (WOC)
CVA (Cerebrovascular Accident)

B1 (Breathing) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Replek batuk menurun Infark serebral Adanya cedera pada Kerusakan kontrol Disfungsi ssaraf IX Disfungsi sistem
pusat biocara di otak motorik dan X motorik
(broca)
Produksi sekret
meningkat Kontrol stingter Kelemahan otot-oto
Depresi saraf Penekanan saraf dan urine eksternal tmenelan Gangguan koordinasi
kardiovaskuler pembuluh darah hilang atau gerak ekstremitas
berkurang
Penumpukan Nafsu makan
sekret, ronchi, Tekanan darah menurun Kelemahan
Sirkulasi darah
dan sesak nafas meningkat daerah cedera tidak MK :
adekuat Ikontinesia
Urine MK : Nutrisi MK : Gangguan
Kurang Dari Mobilitas Fisik
MK : Bersihan Jalan MK : Perubahan Kebutuhan
Napas tidak efektif Perfusi Jaringan MK : Kerusakan
Tubuh
Otak Komunikasi
Verbal
1.1.4 Klasifikasi CVA (Cerebrovascular Accident)
CVA (Cerebrovascular Accident) dapat di klasifikasikan menurut
patologi dan gejala kliniknya ada 2, antara lain :
1. CVA Bleeding
Merupakan perdarahan subarachnoid dan mungkin serebral yang
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu, biasanya
terjadi pada saat melakukan aktivitas atau saat aktif namun bisa juga terjadi pada
saat istirahat dengan di tandai dengan penurunan kesadaran, nadi cepat,
pernafasan cepat serta gejala fokal seperti hemiplegia, pupil mengecil dan kaki
kuduk. CVA bleeding dibagi lagi menjadi dua yaitu perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarachnoid (Muttaqin, 2008 ; Corwin, 2009).
2. CVA Infark
Merupakan perdarahan otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang
berupa trombosis sereberal, emboli dan iskemik, biasanya terjadi setelah
baru bangun tidur atau dipagi hari dan setelah lama beristirahat yang ditandai
dengan kelemahan pada keempat anggota gerak atau satu atau disebut
hemiparase, mual, muntah, nyeri kepala, kesulitan menelan (dysfhagia) dan
pengelihatan kabur. Sroke non hemoragik dibagi menjadi 2 macam yaitu stroke
embolik dan stroke trombotik (Muttaqin, 2008 ; Corwin, 2009).

1.1.5 Manifestasi Klinis CVA (Cerebrovascular Accident)


Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien dengan CVA
meliputi : aktivitas motorik, eliminasi bowel dan urin, fungsi intelektual,
kerusakan persepsi sensori, kepribadian, efek, sensasi, menelan, dan komunikasi.
Manifestasi klinis tersebut terkait dengan arteri yang tersumbat dan area
otak yang tidak mendapatkan perfusi adekuat dari arteri tersebut (Lewis, 2014).
1. Kehilangan Fungsi Motorik
Efek yang paling jelas terlihat pada pasien CVA adalah adanya defisit
fungsi motorik antara lain :
1) Kesusakan mobilitas
2) Kerusakan fungsi respirasi
3) Kerusakan fungsi menelan dan berbicara
4) Kerusakan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
Gejala-gejala yang muncul diakibatkan oleh adanya kerusakan motor
neuron pada jalur piramidal (berkas saraf dari otak yang melewati spinal
cord menuju sel-sel motorik) karakteristik defisit motoric meliputi aknesia,
gangguan integrasi gerakan, kerusakan tonus otot, dan kerusakan refleks. Karena
jalur piramidal menyebrang pada saat di medulla, kerusakan kontrol motorik
volunter pada satu sisi tubuh merefleksikan adanya kerusakan motor neuron
atas di sisi yang berlawanan pada otak (kontralateral). Disfungsi motorik yang
paling sering terjadi hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh) dan
hemiparesis (kelemahan pada satu sisi tubuh).
2. Kehilangan Fungsi Komunikasi
Fungsi otak 1lain yang dipengaruhi adalah bahasa dan komunikasi. CVA
adalah penyebab utama terjadinya afasia. Disfungsi bahasa dan komunikasi
akibat CVA antara lain:
1) Disartria (kesulitan bicara), diakibatkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
2) Disfasia (kesulitan terkait penggunaan bahasa) atau afasia (kehilangan total
kemampuan menggunakan bahasa), dapat berupa afasia ekspresif, afasia reseptif,
atau afasia global (campuran antara keduanya).
3) Apraksia (ketidakmampuan melakukan tindakan yang telah dipelajari
sebelumnya).
3. Kerusakan Afek
Pasien yang pernah mengalami CVA akan kesulitan mengontrol
emosinya. Respon emosinya tidak dapat ditebak. Perasaan depresi akibat
perubahan gambaran tubuh dan hilangnya berbagai fungsi tubuh dapat membuat
maik parah. Pasien dapat pula mengalami frustasi karena masalah mobilitas dan
komunikasi.
4. Kerusakan Fungsi Intelektualitas
Pada pasien CVA fungsi intelektualitas dapat terganggu dinilai dari
kualitas memori dan kemampuan pasien dalam menilai sesuatu. Pasien dengan
CVA otak kiri sangat berhati-hati membuat penilaian. Pasien dengan CVA otak
kanan cenderung impulsif dan bereaksi lebih cepat.
5. Gangguan persepsi dan sensori
Persepsi adalah kemampuan untuk menginterpretasikan sensai. CVA dapat
mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan visuospasial, dan
kehilangan sensori. Salah satu contoh yakni disfungsi persepsi visual diakibatkan oleh
adanya gangguan jalur sensori primer antara mata dan korteks visual. Hilangnya sensori
akibat CVA dapat berupa kerusakan yang ringan (contoh: sentuhan) atau kerusakan
yang lebih berat, yaitu hilangnya propriosepsi (kemampuan untuk menilai posisi dan
gerakan bagian-bagian tubuh) dan kesulitan menginterpretasi stimulus visual, taktil dan
auditori. Kondisi ini juga berkontribusi untuk terjadinya luka dekubitus akibat
menurunnya sensori terhadap tekanan terhadap tubuh.
6. Eliminasi
Pasien dapat mengalami urgensi dan inkontinensia. Walaupun control motor
bowel biasanya tidak terganggu, pasien sering mengalami konstipasi yang diakibatkan
oleh imobilitas, otot abdomen yang melemah, dehidrasi dan respon yang menurun
terhadap refleks defekasi. Masalah eliminasi urin dan bowel dapat juga disebabkan
oleh ketidakmampuan pasien mengekspresikan kebutuhan eliminasi.

1.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita CVA
adalah sebagai berikut (Ariani, 2014) :
1. CT Scan bagian kepala
Pada CVA Infark terlihat adanya infark sedangkan pada CVA Bleeding terlihat
perdarahan.
2. Pemeriksaan lumbal pungsi
Pada pemeriksaan lumbal pungsi untuk pemeriksaan diagnostic diperiksa
kimia sitology, mikrobiologi dan virology. Disamping itu, dilihat pula tetesan
serebrospinal saat keluar baik kecepatan, kejernihan, warna dan tekanan yang
menggambarkan proses terjadi di intraspinal. Pada CVA Infark akan ditemukan tekanan
normal dari cairan serebrospinal jernih. Pemeriksaan pungsi sisternal dilakukan bila
tidak mungkin dilakukan pungsi lumbal.
3. Elektrokardiografi (EKG)
Untuk mengetahui keadaan jantung dimana jantung berperan dalam suplai darah
ke otak.
4. Elektro Encephalo Grafi
Mengidentifikasi masalah berdasarkan gelombang otak, menunjukkan area
lokasi secara spesifik.
5. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan darah, kekentalan darah,
jumlah sel darah, penggumpulan trombosit yang abnormal, dan mekanisme pembekuan
darah.
6. Magnetic Resonasi Imagine (MRI)
Menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragik, Malformasi Arterior
Vena (MAV). Pemeriksaan ini lebih canggih dibandingkan CT scan.

1.1.8 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan medis pada pasien CVA yaitu (Padila, 2012) :
1. Pengobatan Konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya:
pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
4) Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis atau
emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
2. Pengobatan Pembedahan/Operatif
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan
oleh pasien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4) Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
3. Pada fase sub akut/pemulihan (> 10 hari) perlu terapi wicara, terapi fisik dan stoking
anti embolisme.
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan- latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,

1.1.8 Pencegahan CVA


Pencegahan CVA bisa dilakukan melalui (Padila, 2012) :
1. Kontrol tekanan darah secara teratur
2. Menghentikan merokok
3. Menurunkan konsumsi kolesterol dan control rutin
4. Mempertahankan kadar gula normal
5. Mencegah minum alcohol
6. Latihan fisik teratur
7. Cegah obesitas
8. Mencegah penyakit jantung dapat mengurangi resiko stroke

1.1.9 Komplikasi CVA


Ada enam komplikasi yang ditimbulkan CVA, antara lain (Padila,
2012) :
1. Aspirasi
2. Paralitic ileus
3. Atrial fibrilasi
4. Dekubitus
5. Diabetes insipidius
6. Peningkatan TIK

1.2 Asuhan Keperawatan CVA


1.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang
dilakukan yaitu: mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa
data. Data fokus yang berhubungan dengan stroke meliputi adanya tingkat
kesadaran, gerakan mata horizontal, lapang pandang, facial palsy, fungsi motorik
lengan dan kaki, sensasi, bahasa dan bicara, pengabaian dan tidak perhatian
(Sylvia 2012).
1) Adapun proses pengkajian gawat darurat yaitu pengkajian primer (primary
assessment). Primary assessment dengan data subjektif yang didapatkan yaitu
keluhan utama: kelemahan ekstremitas, gangguan bicara, peningkatan tekanan
darah, perubahan sensasi dan cara bicara. Keluhan penyakit saat ini: mekanisme
terjadinya. Riwayat penyakit terdahulu: adanya penyakit saraf atau riwayat cedera
sebelumnya dan darah tinggi, kebiasaan minum alkohol, konsumsi medikasi
antikoagulant atau agen antiplatelet, adanya alergi, dan status imunisasi(Andra W &
Yessie P, 2001).

Data objektif:
1) Airway Adanya perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).
Napas berbunyi stridor, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
2) Breathing Dilakukan auskultasi dada terdengar stridor atau ronchi atau mengi,
pernapasan diatas dua puluh empat kali per menit.
3) Circulation Adanya perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan bradikardi disritmia).
4) Disability . Adanya lemah atau letargi, lelah, kaku, hilang keseimbangan, perubahan
kasadaran bisa sampai koma (Andra W & Yessie P, 2013).Pengkajian sekunder
terdiri dari keluhan utama yaitu,

21
adanya penurunan kesadaran, penurunan pergerakan, perubahan sensasi, perubahan
fungsi motorik lengan dan kaki. Riwayat sosial dan medis yaitu, riwayat pengunaan dan
penyalagunaan alkohol dan riwayat darah tinggi tak terkontrol. pada pola aktifitas
didapatkan adanya kelemahan samapi paralisis. Pada sirkulasi adanya peningkatan darah
tinggi, adanya perubahan pola eliminasi urin dan vekal, penurunanan nafsu makan mual,
muntah dan susah menelan, dan adanya gangguan interaksi bicara. Pengobatan sebelum
masuk Instalasi Gawat Darurat yaitu mengidentifikasi penggunaan obat-obatan buatan
rumah, perubahan pada diet, penggunaan obat yang dijual bebas. Nyeri yaitu catat
riwayat dan durasi nyeri dan gunakan metode pengkajian nyeri yaitu PQRST. Faktor
pencetus (P: Provocate), Kualitas (Q: Quality), Lokasi (R: Region), Keparahan(S:
Sever) dan durasi (T: Time)(Andra W & Yessie P, 2013).

Setelah melakukan pengkajian Primer


22
dan sekunder selanjutnya melakukan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan ini meliputi: pertama, pemeriksaan tingkat kesadaran
sebagai indikator yang paling awal dan paling dapat dipercaya dari perubahan status dan
keadaan neurologis, juga pemeriksaan peningkatan Tekanan Intra Kranial, ditandai
dengan sakit kepala berlebihan, muntah proyektil dan papil edema dan pemeriksaan
skala kekuatan otot diukur dengan kontraksi otot tidak terdeteksi, kejapan yang hamper
tidak terdeteksi atau bekas kontraksi dengan observasi atau palpasi, pergerakan aktif
bagian tubuh dengan mengeliminasi gravitasi, pergerakan aktif hanya melawan gravitasi
dan tidak melawan tahanan, pergerakan aktif melawan gravitasi dan sedikit tahanan,
pergerakan aktif melawan tahana penuh tanpa adanya kelelahan otot (kekuatan otot
normal. Kedua, pengkajian responsiveness (kemampuan untuk bereaksi) pengkajian
mengunakan level kesadaran kuantitatif yaitu Compos Mentis(conscious), yaitu
kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Delirium, yaitu
gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak- teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.Stupor (stupor koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), dengan mengunakan Glasgow Coma
Scal), Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan
rentang angka 1-6 tergantung responnya. Eye (respon membuka mata), : spontan,
dengan rangsang suara(suruh pasien membuka mata), dengan rangsang nyeri (berikan
rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari), tidak ada respon. Verbal (respon
verbal), orientasi baik, bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang)
disorientasi tempat dan waktu, kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih
jelas, namun tidak dalam satu kalimat), suara tanpa arti (mengerang), tidak ada respon.
Motor(respon motorik), mengikuti perintah, melokalisir nyeri (menjangkau &
menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri), withdraws (menghindar atau menarik
extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri), fleksi abnormal
(tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang
nyeri), ekstensi abnormal (tangan satu atau keduanya ekstensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal & kaki ekstensi saat diberi rangsang nyeri). tidak ada respon. Ketiga
pengkajian status mental dimana alat yang biasa paling sering digunakan untuk
mengkaji fungsi kognitif adalah Mini-Mental State Examination. Keempat, pengkajian
saraf kranial. olfactory berfungsi pada

23
penciuman. Opticberfungsi pada penglihatan, oculomotor berfungsi pada mengangkat
kelopak mata atas, konstriksi pupil, pergerakan ekstraokular, Trochlearberfungsi pada
gerakan mata ke bawah dan ke dalam. Trigeminal berfungsi pada mengunyah,
mengatupkan rahang, gerakan rahang lateral,reflex kornea,sensasi wajah, Abducens
berfungsi pada deviasi mata lateral, facial berfungsi pada gerakan wajah, perasa,
lakrimasi, dan saliva, vestibulocochlear berfungsi keseimbangan, pendengaran,
glossopharyngeal berfungsi pada menelan, gag refleks, perasa pada lidah belakang, vagus
berfungsi pada menelan, gag refleks, viscera abdominal, fonasi, spinal accessory berfungsi
pada gerakan kepala dan bahu, dan terakhir hypoglossal berfungsi pada gerakan lidah
(Andra W & Yessie P, 2013).
2) Pemeriksaan Persistem
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mentis, pengkajian inspeksi pernapasannya tidak ada kelainan.
Palpasi toraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak
didapatkan bunyi napas tambahan pada perkusi didapatkan suara pekak.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan
dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat,
dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2013) Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan saraf kranial I-XII.
(1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
(2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada kien dengan
hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
(3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu sisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di
sisi yang sakit.
(4) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
(5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan
otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
(6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
(7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
(8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
(9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama periode
ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang
berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit yang mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap
gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan kontrol motor
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit,
jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.
Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada CVA Infark adalah:
1. Gangguan Mobilitas fisik b/d Keterbatasan dalam gerakan fisik D.0054. Hal. 124
2. Defisit perawatan diri b/d Kelemahan D.0109. Hal. 240
3. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d Ketidakmampuan membersihkan sekret D.0149.
Hal. 18
1.2.3 Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan (Kriteria hasil ) Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Gangguan Setelah diberikan tindakan SIKI, I.05173, Hal, 30 1. Mengetahui keluhan sehingga mobilisasi
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 terganggu
berhubungan dengan jam diharapkan mobilitas Dukungan Mobilisasi: 2. Mengetahui seberapa jauh toleransi
Keterbatasan dalam fisik meningkat SLKI, 1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan pergerakan
gerakan fisik dari satu L.05042 dengan kriteria fisik 3. Menilai keadaan umum selama
atau lebih ekstremitas hasil : 2) Identifikasi toleransi fisik melakukan melakukan mobilisasi
secara mandiri. 1. Kekuataan otot pergerakan 4. Melatih keluarga dalam membantu
SDKI.D.0054, meningkat dengan 3) Monitor keadaan umum selama mobilisasi pasien
HAL.124 skor 5 melakukan mobilisasi 5. Memberikan pemahaman tentang
2. Rentang gerak 4) Libatkan keluarga untuk membantu mobilisasi pada pasien dan keluarga dan
(ROM) meningkat pasien dalam peningkatkan Mobilisasi membantu proses penyembuhan
dengan skor 5 5) Jelaskan tujuan dari prosedur 6. Melatih mobilisasi sederhana
3. Pergerakan mobilisasi
ekstermitas miningkat 6) Ajarkan mobilisasi sederhana yang
dengan skor 5 harus dilakukan (duduk di tempat
4. Gerakan terbatas tidur, mika miki)
menuruun dengan
skor 5

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil ) Intervensi Rasional


Keperawatan
2. Defisit Setelah diberikan tindakan SIKI, I.11348 Hal, 36 1. Mengetahui keluhan sehingga defisit
perawatan diri keperawatan selama 3x24 perawatan diri twerganggu
berhubungan dengan jam diharapkan Defisit Dukungan Perawatan Diri: 2. Supaya pasien dapat tenang dan
kelemahan perawatan diri meningkat 1) Identifikasi kebiasaan aktivitas merasakan nyaman
SDKI.D.0109, SLKI, L.11103 dengan perawatan diri sesuai usia 3. Untu membantu pasien membiasakan diri
HAL.240 kriteria hasil : 2) Sediakan lingkungan yang terapeutik dlam perawatan diri
1) Kemampuan mandi (5) (mis. Suasana hangat, rileks, privasi) 4. Dapat membantu dalam kemandirian
2) Kemampuan 3) Dampingi dalam melakukan 5. Agar pasien dapat melakukan
mengenankan pakaian perawatan diri sampai mandiri kemandirian untuk terus menerus
(5) 4) Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak 6. Dalam pemberian obat untuk pasien
3) Kemampuan makan (5) mampu melakukan perawatan diri
4) Kemampuan ke toilet 5) Anjurkan melakukan perawatan diri
(BAB/BAK) (5) secara konsisten sesuai kemampuan
5) Melakukan perawatan 6) Berkolaborasi dengan tim medis dalam
diri (5) pemberian obat
6) Minat melakukan
perawatan diri (5)
1.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun
tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
meliputi peningkatan kesehatan atau mencegah penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas
yang dimiliki. Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik
jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan
keperawatn. Selama keperawatan atau pelaksanaan perawat terus melakukan pengumpulan
data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien dan
memprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah
ditetapkan institusi. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan atau pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki. Perencanaan tindakan
keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan
untuk berpartisipasi dalam tindakan keperawatan (Smeltzer, S.C & Bare, 2001).

1.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi hasil dan respon dari asuhan keperawatan, perawat mengukur
efektifitas semua intervensinya. Tujuan dan kriteria hasil adalah kemampuan residen
mempertahankan atau peningkatan kesejajaran tubuh dan mobilisasi. Perawat mengevaluasi
intervensi khusus yang diciptakan untuk mendukung kesejajaran tubuh, meningkatkan
mobilisasi dan melindungi residen dari bahaya imobilisasi. Dengan mempertahankan
kesejajaran tubuh yang baik dan mobilisasi serta mencegah bahaya imobilisasi akan
meningkatkan kemandirian dan mobilisasi secara menyeluruh. Residen yang mobilisasi
sendinya tidak adekuat harus mendapat bantuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperawatan untuk melengkapi proses
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil dicapai, melalui evaluasi
memungkinkan perawatan untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap
pengkajian, analisa perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap evaluasi
diletakkan pada akhir proses keperawatan, tetapi evaluasi merupakan bagian integral pada
setiap tahap proses keperawatan. Diagnose juga perlu dievaluasi untuk menentukan apakah
realistic dapat dicapai efektif (Potter & Perry, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

Artiani, Ria. 2013. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistemm
Persyarafan, Jakarta, EGC.

Hidayat A. 2011. Keperawatan Medikal bedah buku Saku Untuk Brunner dan Sudarth.
Jakarta: EGC)

Potter & Perry. 2015. Fundamental Keperawatan :Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1.
Jakarta EGC)
RS RM........ /ASKEP...... /2022
Tanggal : 29/03/2022 Pukul : 07.10 WIB
A. Data Umum
Nama: Ny.H
DOKUMEN ASUHAN KEPERAWATAN
Tgl.Lahir : 11-10/1986 L/P
GAWAT DARURAT TERINTEGRASI
No. RM : 2xxxx

Penderita/ Rujukan
() Datang sendiri, diantar oleh :Keponakan
( ) Dikirim dari puskesmas/ RB/RS…………………………………………… Dengan pengantar dari paramedis / bidan/ perawat/ dokter
( ) Dikirim oleh polisi :………………………………………………………… Dengan/ tidak disertai permintaan visum Et Repertum
B. Kesehatan Umum Riwayat Alergi : Riwayat Alergi: ( )
Keluhan saat MRS / mekanisme kejadian : Keluarga pasien mengatakan pasien tidak sadarkan diri tidak

( ) Ya: jenis alergi:


(Penurunan Kesadaran) ______________________

( ) Obat, jelaskan
_______________________
Riwayat Penyakit / Pengobatan : Keluarga pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang sama ( ) Makanan, jelaskan
sebelumnya dan tidak pernah melakukan operasi. ____________________
( ) lain-lain, jelaskan
_____________________
C. Data Khusus
Prioritas Triage:  Biru  Merah Kuning  Hijau  Putih  Hitam
(Prioritas 1) (Prioritas 2) (Prioritas 3) (Prioritas 4) (Prioritas 5) (Prioritas 0)
JALAN NAPAS PERNAPASAN SIRKULASI KETIDAKMAMPUAN KETERPAPARAN
(AIRWAY) (BREATHING) (CIRCULATION) (DISABILITY) (EXPOSURE)
□ Bebas  Spontan Nadi : Kuat □ Lemah Respon : Jejas :  Tidak
□ Gargling □ Tachipneu  Teratur □ Tidak teratur □ Sadar □ Nyeri □ Verbal □ Ya:
D. PRIMARY

□ Stridor □ Dispneu CRT :  < 2’ □ > 2’ □ Tidak merespon Lokasi:


SURVEY

□ Wheezing □ Apneu Warna kulit:  Normal □ Pucat Pupil : ……………………….


 Ronchi □ Ventilasi mekanik □ Kuning  Isokor □ Anisokor ……..
□ Terintubasi □ Memakai ventilator Perdarahan :  Tidak ada □ Pin Point □ Medriasis …………………………
 SpO2: 98% □ Terkontrol □ Tidak terkontrol Reflek : ____/____ …………………………
Turgor kulit :  Baik □ Buruk GCS : E1 V1 M 4 ……..
Lengkapi pada lampiran
lembar anatomi tubuh.
TD :165 /85 mmHg N : 82 x/menit R: 24 x/menit Temp : 36,3 °C

STATUS TERKINI Keadaan Umum: STATUS LOCALIS


- Kepala : Kulit kepala tampak bersih, tampak simetris
- Leher : Tidak ditemukan massa pada leher, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak
teraba, mobilitas leher bebas.

- Thorax : Bentuk dada simetris. Bunyi jantung normal S1-S2 tunggal (lub-dub), suara
PEMERIKSAAN PENUNJANG
tambahan Ronchi, RR 24 (tidak normal).
- Cor : Normal Hasil Rontgen :

- Abdomen : Bising Usus (+) Hasil Laboratorium :


Jenis Pemeriksaan Hasil
WBC 16,01 10^3/uL
RBC 4,93 10^6/uL
HGB 10,6 g/Dl
HCT 31,0 (%)
PLT 408 10^3/uL
Ureum 29 mg/Dl
Creatinin 0,53 mg/dL
Natrium (Na) 132 mmol/l
E. SECONDARY SURVEY

Kalium (K) 2,9 mmol/l


Calcium (Ca) 1,09 mmol/l
Glukosa sewaktu 119 mg/dL

- Extremitas : Kemampuan pergerakan sendi ekstremitas atas dan bawah bebas. Uji kekuatan otot RONTEGEN
ektrimitas atas 1|1, ekstremitas bawah 1|1.
- Lainnnya : Badan lemas, kepala pusing
:

Konsultasi Spesialis :

NRS

DIAGNOSA MEDIS : CVA


WBS

Resep Obat/ tindakan medis : Infus NaCl 0,9% 14 tpm


Injeksi Citicolin /2 x 500 mg Nyeri
Injeksi kalnex /3x500 mg 0 : Tidak Nyeri 5-6 :
Sedang
Monitol loading/ 250 ml /IV
Injeksi lansoprazole / 1x1 1-4 : Nyeri Ringan 7-10 : Nyeri Berat
Injeksi mecobalamin 2 x 500 mg / IV

Nyeri : () Tidak ( ) Ya, Skala : NRS/WBS


_____________
Lokasi nyeri : Tidak ada
_______________________________________
Frekuensi Nyeri : ( ) Jarang ( ) Hilang timbul
( ) Terus-menerus
Lama nyeri :
__________________________________________
Menjalar : ( ) Tidak ( ) Ya, ke :
_________________________

PENILAIAN RESIKO JATUH


Skor Resiko Jatuh □ (Skala Humpty Dumpty) : _______________________________________
□ (Skala morse) □ (Skala Sydney) : _______________________________________

KONDISI PSIKOLOGI
Masalah perkawinan :  tidak ada □ ada : Cerai / istri baru / simpanan / lain-lain : Tidak ada
........................................................................
Mengalami kekerasan fisik :  tidak ada □ ada Mencederai diri / orang lain : □ pernah  tidak pernah
Trauma dalam kehidupan :  tidak ada □ ada Jelaskan : Tidak ada masalah keperawatan
.......................................................................................................................
Gangguan tidur :  tidak ada □ ada
Konsultasi dengan
:  tidak ada □ ada
psikologi/psikiater

SOSIAL, EKONOMI DAN SPIRITUAL

Status Pernikahan □ Single  Menikah □ Bercerai □ Janda / Duda

Anak □ Tidak ada  Ada, jumlah anak : 3

Pendidikan terakhir □ SD □ SMP  SMA □ Akademi □ Sarjana □ Lainnya

Warga negara  WNI □ WNA

Pekerjaan □ PNS  Swasta □ TNI / Polri □ Tidak Bekerja

Pembiayaan kesehatan □ Biaya sendiri  Asuransi □ Perusahaan

Tinggal bersama  Suami / Istri □ Anak □ Orang tua □ Sendiri □ Lainnya

Nama :Tn.R No. Telepon : 08xxxxx

Kebiasaan □ Merokok □ Alkohol  Lainnya :Tidak ada Jenis dan jumlah per hari : ...................................

Agama □ Hindu  Islam □ Budha □ Kristen □ Katolik □ Kong Hu Cu □ Lain2

Perlu Rohaniwan □ Ya  Tidak, Jelaskan

KEBUTUHAN KOMUNIKASI DAN EDUKASI

1. Kurang pengetahuan tentang : Penyakit yang dialami sekarang


2. Kemampuan berkomunikasi :  Normal □ Serangan awal gangguan bicara, kapan: ………………...

ASSESSMEN FUNGSIONAL (Bartel Indeks)

No FUNGSI KETERANGAN SKOR No FUNGSI KETERANGAN SKOR


1 Mengontrol BAB Inkontinen/tidak teratur 0 6 Berpindah Tidak mampu 0
(perlu enema) tempat
Kadang-kadang inkontinen 1 dari tidur ke Perlu banyak bantuan untuk 1
(1 x seminggu) duduk bisa duduk (2 orang)
Kontinen teratur 2 Bantuan minimal 1 orang 2
2 Mengontrol BAK Inkontinen atau pakai kateter 0 Mandiri 3
dan tak terkontrol
Kadang-kadang inkontinen 1 7 Mobilisasi / Tidak mampu 0
(max 1 x 24 jam) berjalan
Mandiri 2 Bisa berjalan dengan kursi roda 1
3 Membersihkan diri Butuh pertolongan orang lain 0 Berjalan dengan bantuan satu 2
(lap muka, sisir
Mandiri 1 Mandiri 3
rambut, sikat gigi)
4 Penggunaan toilet, Tergantung pertolongan 0 8 Berpakaian Tergantung orang lain 0
pergi ke dalam dari orang lain (Memakai baju)
WC (melepas, Perlu pertolongan pada 1 Sebagian dibantu 1
memakai celana, beberapa aktivitas terapi, (mis : mengancing baju)
menyeka, menyiram) dapat mengerjakan sendiri
beberapa aktivitas yang lain
Mandiri 2 Mandiri 2
5 Makan Tidak mampu 0 9 Naik turun Tidak mampu 0
tangga
Perlu seseorang menolong 1 Butuh pertolongan 1
memotong makanan
Mandiri 2 Mandiri 2
10 Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri 1

( ) Mandiri (20), ( ) Ketergantungan ringan (12-19), ( ) Ketergantungan sedang (9-11), ( ) Ketergantungan berat (5-
SKOR TOTAL :
8),

( ) Ketergantungan total (0-4)

PENAPISAN KULIT (SKALA NORTON)

Kondisi fisik Kondisi mental Aktifitas Mobilisasi Gangguan perkemihan

Bagus 4 Sadar 4 Mobilisasi baik 4 Bebas 4 Tidak ada gangguan 4

Kurang 3 Apatis 3 Berpindah dengan bantuan 3 Ada keterbatasan 3 Hilang timbul 3

Jelek 2 Bingung 2 Menggunakan kursi roda 2 Sangat terbatas 2 Frekuensi urin 2

Sangat jelek 1 Stupor 1 Menggunakan brancard 1 Tidak bisa bergerak 1 Besar 1

Nilai : ( ) Resiko sangat tinggi (< 10) ( ) Resiko tinggi (10-14) ( ) Resiko sedang (15-18) ( ) Resiko rendah (>18)

SKRINING NUTRISI dengan MST (Malnutrisi Screening Tools)

Berat Badan (BB) sekarang : 60 kg 2. Apakah nafsu makan Anda berkurang?


IMT (Indeks Masa Tubuh) : 23,5 (normal) □ Tidak 0
BB Biasanya : 60 kg Ya 1
Tinggi Badan (TB) : 170 cm
1. Apakah Berat Badan (BB) Anda menurun
Total Skor
akhir-akhir ini tanpa direncanakan?
 Tidak 0 Nilai MST :  Resiko Rendah (MST = 0-1)
□ Ya, bila ya berapa penurunan berat badan Anda? □ Resiko Sedang (MST = 2-3)
□ 1 – 5 kg 1 □ Resiko Tinggi (MST = 4-5)
□ 6 – 10 kg 2 Catatan :
□ 11 – 15 kg 3 * Bila pasien beresiko tinggi (MST 4-5) dengan penyakit DM, batu ginjal,
□ > 15 kg 4 batu ginjal/jantung, kanker, stroke, hati, HIV, TB, gangguan saluran
□ Tidak yakin 2 cerna, geriatric dan pediatric dirujuk ke ahli gizi

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB

DS : Keluarga pasien mengatakan Trauma


pasien penurunan kesadaran
DO :
 Pasien tampak tidak Kerusakan sel darah otak
sadarkan diri
 GCS, E1 V1 M4 Vasodilatasi pembuluh darah
 Pupil : Isokor Risiko Perfusi Serebral
 TTV Tidak Efektif
Eksudasi
TD : 145/80 mmHg
S : 36,3 0C
RR : 24 x/m Peningkatan TIK
N : 82x/m
SpO2: 98%
Risiko Perfusi Serebral
Tidak Efektif
DS : - Inflamasi paru Bersihan Jalan napas
DO : Tidak Efektif
 Pasien tampak sulit
Peningkatan produksi sekret
untuk bernapas
 Pasien tampak
kesulitan berbicara Dahak sukar dikeluarkan
 Pasien tampak lemas
 Terpasang infus NaCl
Bersihan Jalan napas Tidak
14 lpm ditangan kanan Efektif
 TTV
TD : 145/80 mmHg
S : 36,3 0C
RR : 24 x/m
N : 82x/m
SpO2: 98%

1. PRIORITAS MASALAH

1. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan berisiko mengalami


penurunan sirkulasi darah ke otak ditandai dengan, Pasien tampak tidak sadarkan
diri, GCS, E1 V1 M4, Pupil : Isokor
TD : 145/80 mmHg
S : 36,3 0C
RR : 24 x/m
N : 82x/m
SpO2: 98%
2. Bersihan Jalan napas Tidak Efektif berhubungan dengan ketidakmampuan membersihkan
sekret ditandai dengan,
- Pasien tampak sulit untuk bernapas
- Pasien tampak kesulitan berbicara
- Pasien tampak lemas
- Terpasang infus NaCl 14 lpm ditangan kanan
TTV
TD : 145/80 mmHg
S : 36,3 0C
RR : 24 x/m
N : 82x/m
SpO2: 98%
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT G. RENCANA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

1. Keefektifan bersihan jalan napas b.d. obstruksi trakeobronkial, adanya □ Lakukan manuver jaw trust, head thilt dan chin lift.
benda asing pada jalan napas, sekret tertahan di saluran napas. □ Keluarkan benda asing, lakukan suction, needle cricothyroidectomy.
2. Resiko aspirasi b.d. trauma wajah, mulut atau leher, penurunan tingkat □ Pasang OPA, NPA, ETT, stabilisasi cervical (collar brace).
kesadaran, peningkatan tekanan intragastrik. □ Berikan bantuan napas buatan, ventilasi mekanik, ventilasi dengan
3. Ketidakefektifan pola napas b.d. nyeri, cedera pada spinal, kelelahan ventilator.
otot pernapasan, kerusakan otot rangka. □ Berikan O2 sesuai kebutuhan melalui nasal canula, masker.
4. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan kapasitas darah membawa □ Monitor SpO2.
oksigen,ketidakseimbangan membran pertukaran kapiler dan alveolus.  Monitor tanda-tanda vital secara periodik.
5. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kekuatan jantung dalam  Monitor tingkat kesadaran secara periodik.
melawan kontraksi otot jantung, menurunnya keluaran jantung, □ Monitor EKG.
penurunan isi sekuncup yang disebabkan oleh masalah elektrofisiologis.  Pasang infus, sampel darah, cek AGD.
6. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan (cerebral, cardiopulmonar, renal, □ Hentikan perdarahan, KIE banyak minum.
gastrointestinal, periferal) b.d. penurunan pertukaran sel, hipovolemia, Berikan posisi semiflower
penurunan aliran darah arteri. □ Berikan posisi head up 30º
7. Kekurangan / resiko kekurangan volume cairan b.d. kehilangan volume □ Pasang dower cateter untuk monitor cairan keluar.
cairan aktif (mual-muntah), kerusakan mekanisme regulasi.  Berikan cairan intravena, cairan koloid, darah atau produk darah,
8. Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme regulasi yang terganggu. ekspander plasma.
9. Diare b.d. penyalahgunaan laxatif, proses infeksi, malabsorpsi.  Kaji turgor kulit dan membran mukosa mulut.
10. Retensi urin b.d. obstruksi traktus urinarius, gangguan neurovaskular,  Awasi tetesan cairan, berikan cairan sesuai kebutuhan.
trauma, hipertofi blader prostat. □ Pasang NGT
11. Nyeri akut, kronis b.d. spasme otot dan jaringan, trauma jaringan, □ Kumbah Lambung
ketidakmampuan fisik kronik. Agen pencedera fisiologis (mis.  Atasi nyeri, delegatif pemberian analgetika, teknik distraksi, relaksasi.
Inflamasi, iskemia, neoplasma).
12. Hipertermia b.d. dehidrasi, peningkatan kecepatan metabolisme, □ Lakukan perawatan luka dengan teknik septik aseptik.
trauma, proses perjalanan penyakit. □ Berikan kompres hangat.
13. Kerusakan mobilitas fisik b.d. kerusakan muskuloskletal dan □ Berikan posisi semiflower bila tidak ada kontraindikasi.
neuromuskular, kehilangan integritas struktur tulang, penurunan □ Delegatif pemberian antipiretik.
kekuatan dan ketahanan tubuh. □ Monitor intake dan output cairan.
14. Pk Anemia. □ Pasang spalk, lakukan imobilisasi.
15. Konstipasi b.d. diet, asupan cairan, tingkat aktivitas, kebiasaan defekasi. □ Kaji tanda-tanda kompartemen pada daerah distal dari fraktur.
16. Resiko jatuh b.d. penyakit, gangguan keseimbangan, penurunan status □ Pastikan pengaman terpasang dan rem tempat tidur terkunci dengan baik.
mental, penggunaan obat, penggunaan alkohol. □ Pasang gelang kuning pada pasien sebagai penanda pasien perlu
17. Resiko mencederai diri dan orang lain berhubungan dengan agresif. pengawasan.
18. Gaduh gelisah b.d. penyakitnya. □ Lakukan pengikatan pasien, kolaborasi obat penenang.
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
................................................................................................................... □ ...................................................................................................................
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx Kep 1 Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
Risiko Perfusi Serebral Tidak keperawatan selama 1 x 3 jam, 2. Monitor peningkatan TD
Efektif berhubungan dengan diharapkan Risiko Perfusi 3. Monitor penurunan tingkat kesadaran
berisiko mengalami penurunan Serebral Tidak Efektif normal.
4. Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
sirkulasi darah ke otak Kriteria Hasil : 5. Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
1. Tingkat kesadaran 6. Jelaskan dan tujuan prosedur pemantauan
meningkat (5)
2. Tekanan intra kranial
menurun (5)
3. Nilai rata-rata tekanan
darah membaik (5)
4. Tekanan darah distolik
membaik (5)
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Dx Kep 2 Setelah diberikan asuhan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Bersihan Jalan napas Tidak keperawatan selama 1 x 3 jam, 2. Monitor adanya sumbatan jalan napas
Efektif berhubungan dengan diharapkan Bersihan Jalan napas
ketidakmampuan 3. Monitor adanya produksi sputum
Tidak Efektif normal.
membersihkan sekret Kriteria Hasil : 4. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
1. Menunjukan jalan nafas 5. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
yang paten 6. Monitor keluhan nyeri kepala
2. Saturasi O2 dalam batas
normal
3. Mampu mengidentifikasi
dan mencegah faktor
penyebab
NAMA
TENAGA KESEHATAN
TERANG/
TANGGAL PUKUL H. IMPLEMENTASI TENAGA KESEHATAN (PERAWAT, DOKTER,
TANDA
AHLI GIZI DLL)
TANGAN
29 Maret 2022 07.15 WIB Identifikasi penyebab peningkatan TIK

Monitor peningkatan TD
Monitor penurunan tingkat kesadaran Antoni Fandefitson
Pertahankan sterlitas sistrem pemantauan
Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasiren
Jelaskan dan tujuan prosedur pemantauan
.

TENAGA KESEHATAN
I. EVALUASI TENAGA KESEHATAN NAMATERANG/
TANGGAL PUKUL (PERAWAT, DOKTER,
(S.O.A.P) AHLI GIZI DLL)
TANDATANGAN

29 Maret 2022 07.00 WIB S : Keluarga pasien mengatakan pasien masih penurunan kesadaran
O:
- Pasien tampak tidak sadarkan diri
- GCS, E1 V1 M4
- Pupil : Isokor Antoni Fandefitson
- Pasien tampak lemah
- TD: 145/80 mmHg
- N: 82x/menit

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan Intervensi

NAMA
TENAGA KESEHATAN
TERANG/
TANGGAL PUKUL H. IMPLEMENTASI TENAGA KESEHATAN (PERAWAT, DOKTER,
TANDA
AHLI GIZI DLL)
TANGAN
30 Maret 2022 07.15 WIB Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Memonitor adanya sumbatan jalan napas
Memonitor adanya produksi sputum Antoni Fandefitson
Mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Memonitor keluhan nyeri kepala

TENAGA KESEHATAN
II. EVALUASI TENAGA KESEHATAN NAMATERANG/
TANGGAL PUKUL (PERAWAT, DOKTER,
(S.O.A.P) AHLI GIZI DLL)
TANDATANGAN

17 Maret 2022 07.00 WIB S : Pasien penurunan kesadaran


O:
- Pasien tampak sulit untuk bernapas Antoni Fandefitson
- Pasien tampak kesulitan berbicara
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak lemah
- TD: 145/80 mmHg
- N: 98x/menit

A : Masalah belum teratasi


P : Lanjutkan Intervensi

Anda mungkin juga menyukai