S
DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
DI RUANG HEMODIALISA
OLEH :
Antoni Fandefitson
2017.C.09a.0875
Pembimbing Akademik
Rimba Aprianti,S.Kep.,Ners.
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui,
Ketua Prodi Sarjana Keperawatan Pembimbing Akademik
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul
“Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.S Dengan Diagnosa Medis
Gagal Ginjal Kronik (GGK) Di ruang Hemodialisa”
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan studi kasus ini
tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Ika Paskaria,S.Kep,Ners Selaku Koordinator PPK IV.
4. Ibu Rimba Aprianti ,S.Kep,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian asuhan
keperawatan dan laporan pendahuluan ini.
5. Orang tua kami, keluarga kami, dan orang terdekat yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
6. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi kasus ini.
iii
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................... i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang.......................................................................................... 1
1.2 RumusanMasalah..................................................................................... 2
1.3 TujuanPenulisan....................................................................................... 2
iv
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan.............................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
MATERI PENKES
SAP
LEAFLET
v
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Secara teoritis, penulisan ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran
mau pun sebagai rujukan referensi bagi para perawat dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan diagnosa medisGagal ginjal kronik dan akut.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Profesi Keperawatan
Laporan ini dapat memberi tambahan informasi tentang asuhan keperawatan
dasar manusia pada klien dengan diagnosa medisGagal ginjal kronik dan akut. Dalam
melakukan Asuhan Keperawatan yang paling penting adalah membina hubungan saling
percaya dengan klien.
1.4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan ilmiah, serta menjadi bahan atau dasar bagi mereka yang
ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
1.4.2.3 Bagi Puskesmas
Dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit untuk
dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya pada klien dengan
diagnosa medisGagal ginjal kronik dan akut.
1.4.2.4 Mahasiswa
Hasil laporan asuhan keperawatan ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan serta untuk memperoleh pengalaman dalam penerapan asuhan keperawatan
dengan diagnosa medisGagal ginjal kronik dan akut.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. AnatomiGinjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga peritoneal
bagianatas. Bentuknyamenyerupaikacangdengansisicekungnyamenghadapke medial.
Pada sisiini, terdapat hilus ginjal, yaitutempatstruktur-sturukturpembuluhdarah,
sistemlimfatik, sistemsaraf, dan ureter menuju dan meninggalkanginjal. Besar dan
beratginjalsangatbervariasitergantung pada jeniskelamin, umur, sertaadatidaknyaginjal
pada sisi lain. Ukuranginjal rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm
(tebal). Beratnyabervariasisekitar 120-170 gram (Azizdkk.2011).
Ginjal di bungkus oleh jaringan fibrous tipis dan berkilau yang disebuttrue
capsule (kapsul fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak peri renal.
Di sebelah kranial terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenal yang
berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perineal
dibungkus oleh fasiagerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat
meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstra vasasiurin pada saat
terjadi trauma ginjal. Selain itu, fasia gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam
menghambat metastasis tumor ginjalke organ sekitarnya. Di luar fasia gerota terdapat
jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jarinagn lemak pararenal (Azizdkk.2011).
4
5
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan berkilau yang disebut true
capsule (kapsul fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak peri renal.
Di sebelah kranial terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenal yang
berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perineal
dibungkus oleh fasiagerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat
meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstra vasasiurin pada saat
terjadi trauma ginjal. Selain itu, fasiagerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam
menghambat metastasis tumor ginjalke organ sekitarnya. Di luar fasia gerota terdapat
jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jarinagn lemak pararenal (Azizdkk.2011).
Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang membawa
darah dengan kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis. Secara
khas, didekat hilum renalis masing-masing arteri menjadi lima cabang arteri segmentalis
yangmelintas ke segmenta renalis. Beberapa vena menyatukan darah dari ren dan
bersatu membentuk pola yang berbeda-beda, untuk membentuk vena renalis.Vena
renalisterletak ventral terhadap arteri renalis, dan vena renalis sinistra lebih panjang,
melintas ventral terhadap aorta. Masing-masing vena renalis bermuara ke vena cava
inferior(Moore, 2012). Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari arteri
segmentalis dimana masing-masing arteri lobaris berada pada setiap piramis
renalis.Selanjutnya, arteriini bercabang menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang berjalan
menuju korteks di antarapiramis renalis.Pada perbatasan korteks dan medula renalis,
arteri interlobaris bercabang menjadi arteri arkuata yang kemudian menyusuri
6
kali oleh ginjal setiap harinya. Apabila semua yangdifiltrasi menjadi urin, volume
plasma total akan habis melalui urin dalam waktu setengah jam. Namun, hal itu tidak
terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal yangdapat mereabsorpsi kembali zat-zat
yang masih dapat dipergunakan oleh tubuh.Perpindahan zat-zat dari bagian dalam
tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus inidisebut sebagai reabsorpsi tubulus.Zat-
zat yangdireabsorpsi tidak keluar dari tubuhmelalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler
peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180
liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5liter diserap kembali, dengan 1,5 liter
sisanya terus mengalir melalui pelvis renalis dan keluar sebagai urin.
Secara umum, zat-zat yang masih diperlukan tubuh akan direabsorpsi kembali
sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan tetap bersama urin untuk dikeluarkan dari
tubuh. Proses ketiga adalahsekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-
zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Sekresitubulus merupakan rute
kedua bagi zat-zat dalam darah untuk masuk ke dalam tubulusginjal.Cara pertama
adalah dengan filtrasi glomerulus dimana hanya 20% dari plasmayang mengalir
melewati kapsula Bowman, sisanya terus mengalir melalui arteriol eferenke dalam
kapiler peritubulus.Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif dipindahkandari plasma
ke lumen tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Melalui 3 proses dasarginjal
tersebut, terkumpullah urin yang siap untuk diekskresi (Sherwood, 2014).Ginjal
memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya dengan menyaring darah
dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga dengan menyeimbangkan tingkat-
tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi
dari sel-sel darah merah. Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor dalam ginjal
memutuskan berapa banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan konsentrasi
apa dari elektrolit-elektrolit. Contohnya, jika seseorang mengalami dehidrasidari latihan
olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan menahan sebanyak mungkinair dan urin
menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika kecukupan air dalam tubuh, urinadalah jauh lebih
encer, dan urin menjadi bening. Sistem ini dikontrol oleh renin, suatuhormon yang
diproduksi dalam ginjalyang merupakan sebagian daripada sistem regulasicairan dan
tekanan darah tubuh (Ganong, 2014)
8
2.1.2 Definisi
Chronic Kidney Disease merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2014).
Chronic Kidney Disease adalah suatu proses fisiologis dengan etiologi beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya berakhir dengan
gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Hal ini terjadi bila
laju filtrasi glomerulus kurang dari 50ml/menit (Sudoyo, 2011).
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Chronic Kidney Disease
merupakan suatu sindrom klinis ginjal yang bersifat menahun, progresif dan
irreversible yang disebabkan oleh penurunan filtrasi glomerulus kurang dari 50ml/menit
yang akan mengakibatkan terjadinya uremia.
2.1.3 Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% .Sedangkan glomerulonefritis menjadi
yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau
nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang
tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21
%. (US Renal System, 2011 dalam Price & Wilson, 2011). Penyebab gagal ginjal kronis
yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2011 menunjukkan glomerulonefritis
menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes
melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%,
dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2012).
2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus
Kockroft–Gault sebagai berikut :
9
Hipertrofi nefron
CKD
B4 Bladder B5 Bowel
B1 Breathing B2 Blood B3 Brain B6 Bone
Nyeri Akut
Sumber: Brunner& Suddarth
11
4 Perubahan pemenuhan nutrisi Tujuan : nutrisi terpenuhi 1. Pantau persentasi jaringan 1. Mengidentifikasi kemajuan atau
kurang dari kebutuhan Kriteria Hasil : makanan yang dikonsumsi setiap penyimpangan dari sasaran yang
berhubungan dengan Mempertahankan kali makan dan timbang BB, ukur diharapkan
anoreksia meningkatkan berat badan LLA dan IMT 2. Meminimalkan anoreksia dan
Berkurangnya oedema 2. Berikan makanan dengan porsi mual sehubungan dengan status
sedikit tapi sering uremic
3. Timbang BB tiap hari 3. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat
4. Kolaborasi dengan tim gizi dalam menunjukkan perpindahan
pemberian asupan nutrisi keseimbangan cairan
19
teknik untuk mencegah 4. Ubah posisi dengan sering integritas jaringan pada tingkat
kerusakan atau cedera 5. Berikan perawatan kulit seluler
. 3. Jaringan oedema lebih cenderung
rusak / robek
4. Menurunkan tekanan pada oedema
5. Lotion dan salep mungkin
diinginkan untuk menghilangkan
kering, robekan kulit
7 Resiko tinggi penurunan Tujuan : tidak terjadi 1. Observasi pasien sebelum dan 1. Observasi pasien sebelum dan
curah jantung berhubungan penurunan curah jantung sesudah beraktivitas sesudah beraktivitas
dengan toksik uremic Kriteria Hasil : 2. Berikan periode istirahat adekuat, 2.Berikan periode istirahat adekuat,
Mempertahankan curah bantu dalam pemenuhan aktivitas bantu dalam pemenuhan aktivitas
jantung dengan bukti TD dan perawatan diri sesuai indikasi perawatan diri sesuai indikasi
frekuensi jantung dalam 3. Tingkatkan aktivitas pasien secara 3. Tingkatkan aktivitas pasien secara
batas normal teratur teratur
Nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian
kapiler
21
( yang berfungsi sebagai ginjal buatan ) untuk dibersihkan dari zat-zat racun melalui
proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis (dialisat). Tekanan di
dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah,
sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui
selaput dan masuk ke dalam dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat
terlarut) melalui suatu membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa
metabolisme) dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat
setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian
juga sebaliknya. Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali ke dalamtubuh.
Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan
dialisat, dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari
tempat tusukan vaskuler ke alat dializer. Dializer adalah tempat dimana proses HD
berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat.
Sedangkan tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita
menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Kecepatan dapat di
atur biasanya diantara 300-400 ml/menit. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara
monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan
antara 34-39 C sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu
rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring
setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis
dankeselamatan.
Pada saat proses Hemodialisa, darah kita akan dialirkan melalui sebuah saringan
khusus (Dialiser) yang berfungsi menyaring sampah metabolisme dan air yang
berlebih.Kemudian darah yang bersih akan dikembalikan kedalam tubuh.Pengeluaran
23
sampah dan air serta garam berlebih akan membantu tubuh mengontrol tekanan darah
dan kandungan kimia tubuh jadi lebih seimbang.
Dialisator tersedia dalam berbagai jenis ukuran. Dialisator yang ukurannya lebih
besar mengalami peningkatan dalam membran area, dan biasanya akan memindahkan
lebih banyak padatan daripada dialisator yang ukurannya lebih kecil, khususnya dalam
tingkat aliran darah yang tinggi. Kebanyakan jenis dialisator memiliki permukaan
membran area sekitar 0,8 sampai 2,2 meter persegi dan nilai KoA memiliki urutan dari
mulai 500-1500 ml/min. KoA yang dinyatakan dalam satuan ml/min dapat diperkirakan
melalui pembersihan maksimum dari dialisator dalm tekanan darah yang sangat tinggi
dari grafik tingkat alirannya. Secara singkat konsep fisika yang digunakan dalam
hemodialisis adalah konsep fluida bergerak. Syarat fluida yang ideal yaitu cairan tidak
viskous (tidak ada geseran dalam), keadaan tunak (steady state) atau melalui lintasan
tertentu, mengalir secara stasioner, dan tidak termampatkan (incompressible) serta
mengalir dalam jumlah cairan yang sama besarnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku ajar fisiologi
kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2015. Hal 902-906.
Lindseth, Glenda N. Gangguan ginjal, kandung empedu, dan pankreas. Dalam : Price,
Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit vol.1 edisi
6. Jakarta : EGC. 2014. Hal 472-476.
Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam : Fisiologi manusia dari sel ke sistem
edisi 2. Jakarta : EGC. 2014. Hal 565.
Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul. Anatomi
Ginjal. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic resonance imaging (MRI) .
Chronic Kidney Disease. Dalam : Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A.
Noer, Sjaifoellah M. Buku ajar ilmu penyakit Ginjal edisi pertama. Jakarta : Jayabadi. 2017.
Hal 1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.
1.1 PENGKAJIAN
Berdasarkan hasil Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 03 Desember 2020 pukul
09.00 WIB bertempat diruang Hemodialisa di Rumah Sakit, dengan teknik anamnesa,
observasi , pemeriksaan fisik , didapat data - data sebagai berikut :
1.1.1 IDENTITAS PASIEN
Identitas pasien nama Tn. S ,Umur : 57 Tahun , Jenis Kelamin : Laki- laki ,
Suku/Bangsa : Dayak / Indonesia, Agama: Kristen Protestan, Pekerjaan: PNS ,
Pendidikan :S1 , Status Perkawinan : Menikah, Alamat : Jl.Bangas Permai
25
26
Keterangan :
: Meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien (Tn. D)
: Tinggal serumah
: Hubungan keluarga
A. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Kesadaran compos mentis klien tampak lemah, Klien tampak ada pembengkakan
pada perut ,Distensi abdomen,Perubahan Turgor kulit >2 detik, Edema pada
kedua kaki
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,5 0C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 92 x/mt
c. Pernapasan/RR : 21 x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 140/ 90 mm Hg
e. BB Pre HD : 59 kg
Setting Mesin
a. UF Goal : 2000 ml l
b. UF Rate : 0.50 l/jam
c. Time : 4 jam
d. Masalah Keperawatan : Gangguan eliminasi urine
27
B. INTRA HD
1. Suhu /T : 36 ºC
2. Nadi /HR : 102 x/mnt
3. Pernapasan /RR : 20 x/mnt
4. Tekanan Darah /BP : 180/92 mmHg
5. Keluhan selama HD : Klien merasakan pusing dan tampak pucat
6. Nutrisi selama HD
a. Jenis makanan : Nasi,ikan,sayur
Jumlah : 200 cc/24 jam
b. Jenis minuman : Air putih
Jumlah : 500 cc/24 jam
Masalah Keperawatan : Resiko perfusi perifer tidak efektif
12.00
160 90 98 200 2000 0.50 0
20
15.00
162 92 98 200 2000 0.50 50
20
C. Post HD
1. Keadaan Umum :
28
Mahasiswa
Antoni Fandefitson
NIM : 2017.C.09a.0875
ANALISIS DATA
Prioritas Masalah
1. Gangguan Eliminasi urin berhubungan dengan out put yang kurang dengan intrake
yang lebih Dibuktikan dengan Klien mengatakan jarang BAK tapi minum nya
sering,Klien tampak ada nya pembekakan diperut, klien tampak Distensi abdomen,
Perubahan Turgor kulit >2 detik, Edema pada kedua kaki ,Hasil TTV:TD= 140/90
mmHg, N=80x/m, RR= 20x/m, S= 36,60 C.
2. Resiko perfusi perifer tidak efektip berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
O2 dan kebutuhan nutrisi yang dibawa darah ke otak Klien tampak
lemah,Konjungtiva anemis,Klien tampak sesak saat tiba di ruang HD,Hasil TTV:TD=
180/92 mmHg, N=102x/m, RR= 20x/m, S= 36,60 C
33
Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Tn. S
Ruang Rawat : Hemodialisa
Diagnosa 1
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV 1. Mengetahui tindakan efektif
urine berhubungan keperawatan 1x7 jam di 2. Observasi pemasukan dan 2. Memberikan informasi tentang
dengan out put yang kurang harapkan masalah pengeluaran cairan keseimbangan cairan, fungsi ginjal.
dengan intrake yang lebih keseimbangan volume cairan 3. Observasi balance cairan 3. Mengidentifikasi kebutuhan cairan
dapat teratasi: 4. Kolaborasi hemodialysis 4. Menarik cairan tubuh atau sampah yang
- Kadar elektrolit dalam tidak diperlukan tubuh
batas normal
- Jumlah intake dan output
sesuai
- Tanda-tanda vital normal
TD : 120 / 80 mmHg
N : 77 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 360C
Rencana Keperawatan
34
Implementasi Keperawatan
Nama Pasien : Tn. S
Ruang Rawat : Hemodialisa
Diagnosa 2
Tanda tangan dan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Jumaat , 11 Desember 1. Monitor Tanda-tanda vital S: Klien mengatakan “masih merasakan
2020 2. Mengevaluasi tingkat aktivitas pusing”
3 Menganjurkan keluarga untuk O:
mendampingi saat beraktivitas - Klien masih tampak lemah
4 Menganjurkan klien untuk berisitrahat - Klien tampak masih pusing sambil Antoni Fandefitson
yang cukup memegang kepalanya
5 Melakukan kolaborasi dalam - Hasil TTV:TD= 150/90 mmHg, N=80 x/m,
pemberian EPO RR= 20x/m, S= 360 C
H. Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Antoni Fandefitson
1. Membuka acara penyuluhan Secara Virtual.
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok Secara Virtual.
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan Secara Virtual.
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi Secara Virtual.
5. Mengatur jalannya diskusi Secara Virtual.
2) Penyaji : Antoni Fandefitson (Secara Zoom Virtual)
3) Leader : Antoni Fandefitson
1. Menyampaikan materi penyuluhan Secara Virtual.
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan Secara Virtual.
3. Mengucapkan salam penutup Secara Virtual.
4) Fasilitator : Antoni Fandefitson
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan Secara
Virtual.
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir Secara
Virtual.
3. Membuat dan mengedarkan absen peserta penyuluhan Secara Virtual.
4. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan
kesehatan Secara Virtual.
5. Membagikan konsumsi
6. Setting Tempat
Kamera
Protokol/Pembawa Acara
Notulen
4. Penatalaksanaan
1. Observasi keseimbangan cairan yang masuk (minum) dan keluar (BAK)
2. Cuci darah (Hemodialisa)
3. Operasi: Pengambilan batu, Cangkok Ginjal
4. Pola Nutrisi yang mencukupi
5. Obat-obatan
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Lab darah dan Urin
2. Pemeriksaan radiologi seperti scan dan USG
7. Pencegahan
1. Minum air putih kurang lebih 2 liter per hari
2. Jangan menahan kencing
3. Latihan fisik secara rutin
4. Tidak merokok
5. Periksa kadar kolesterol
6. Jaga berat badan
Apakah ada
Pengobatan GGK?
Gagal ginjal kronik tidak dapat
disembuhkan . Jadi tujuan terapi pada Kalua sudah terkena
pasien dengan gagal ginjal kronik adalah:
Memperlambat kerusakan ginjal atau saat terkena Ggk
yang terjadi apa yang harus kita
Mengatasi faktor yang mendasari
gagal ginjal kronis (misalnya: lakukan ?
kencing manis, hipertensi, dll)
Mengobati komplikasi dari SAAT/SESUDAH TERKENA GGK :
penyakit 1. Konsultasi
Menggantikan fungsi ginjal yang
sudah tidak dapat bekerja 2. Berhati-hati konsumsi obat-obatan,
seperti obat rematik
Jurnal Nutrisia
Vol. 20 No. 1, Maret 2018
ISSN 1693-945X (Print), ISSN 26147165 (Online)
Tiarapuri, Hubungan Antara Asupan Kalsium dan Status Amenore ....
DOI 10.29238/jnutri.v20i1.253
Journal homepage: https://ejournal.poltekkesjogja.ac.id/index.php/JNUTRI
ABSTRACT
Background:Between 8 to 10% of the adult population suffers kidney damage and every year millions of people
die from complications related to CKD. Fluidintake restrictions is the most difficult aspect to adhere, in RSUD
Sukoharjo 45,16% who do not adherence of fluid intake restrictions. Based on the results of research in RSUD
Sukoharjo as much as 58,06% patients have less knowledge of fluid intake restrictions.
Objective: Know the effects of nutrition counseling to knowledge and adherence of fluid intake restrictions on
CKD patients in RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Methods:The type of research was quasi experiment, using pre-post test control group design. Total research
subjects were 15 people treatment and 15 control people. Data analysis used to know the difference using different
test.
Results:There was a significant difference in knowledge of fluid intake restrictionsbefore and after nutritional
counseling using leaflets p <0,05 (p = 0,001). There was a significant difference in adherence of fluid intake
restrictionsbefore and after nutritional counseling using leaflets p <0,001 (p=0,000). There was a significant
difference in knowledge of fluid intakerestrictions before and after nutrition counseling between treatment group
and control group p <0,05 (p = 0,006). There was no significant difference in adherence of fluid intakerestrictions
before and after nutrition counseling between treatment group and control group p> 0,05 (p = 0,109).
Conclusion:Nutrition counseling can improve the knowledge and adherence of fluid intake restrictions in CKD
patients undergoing Hemodialysis significantly.
ABSTRAK
Latar Belakang: Antara 8 sampai 10% populasi orang dewasa mengalami kerusakan ginjal dan setiap tahun
jutaan orang meninggal akibat komplikasi yang berkaitan dengan CKD. Pembatasan intake cairan adalah aspek
yang paling sulit untuk dipatuhi, di RSUD Sukoharjo 45,16% yang tidak patuh pada pembatasan intake cairan.
Berdasarkan hasil penelitian di RSUD Sukoharjo sebanyak 58,06% pasien memiliki pengetahuan yang kurang
terhadap pembatasan intake cairan.
Tujuan: Mengetahui efek konseling gizi terhadap pengetahuan dan kepatuhan pembatasan intake cairan pada
Pasien CKD yang menjalani Hemodialisis di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Metode: Jenis penelitian quasi experiment, menggunakan pre-post test control grup design. Jumlah subjek
penelitian yaitu 15 orang
treatment dan 15 orang kontrol. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui perbedaan menggunakan uji beda.
Hasil: Ada perbedaan bermakna pengetahuan pembatasan intake cairan sebelum dan sesudah konseling gizi
menggunakan leaflet p
<0,05 (p=0,001). Ada perbedaan bermakna kepatuhan pembatasan intake cairan sebelum dan sesudah konseling
gizi menggunakan leaflet p <0,001 (p=0,000). Ada perbedaan bermakna pengetahuan pembatasan intake cairan
sebelum dan sesudah konseling gizi antara kelompok treatment dan kelompok kontrol p <0,05 (p=0,006). Tidak
ada perbedaan bermakna kepatuhan pembatasan intake cairan sebelum dan sesudah konseling gizi antara
kelompok treatment dan kelompok kontrol p >0,05 (p=0,109).
Kesimpulan: Konseling gizi dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pembatasan intake cairan pada
pasien CKD yang menjalani Hemodialisis secara signifikan.
Pendidikan Terakhir
Tidak Sekolah/Tidak Tamat
Treatment Kontrol 1 6,7 1 6,7
SD
% n % 4 26,7 3 20,0
SD
penelitian, yang diukur menggunakan kuesioner SMP 0 0,0 2 13,3
yang sudah divalidasi dengan uji Reliability SMA/SMK 7 46,7 3 20,0
Statistics pada penelitian sebelumnya6 dengan total Perguruan Tinggi 3 20,0 6 40,0
pertanyaan sebanyak 20 pertanyaan. Pekerjaan
Kepatuhan pembatasan intake cairan merupakan Guru 0 0,0 1 6,7
kepatuhan pasien dalam membatasi konsumsi PNS/ABRI/POLRI 1 6,7 1 6,7
cairan yang dilihat dari kenaikan berat badan Karyawan Swasta 0 0,0 1 6,7
diantara dua waktu dialysis yaitu setelah HD pertama Pedagang 1 6,7 0 0,0
Pengetahuan
Sedang 7 46,7 1 6,7 4 26,7 2 13,3
Baik 8 53,3 14 93,3 11 73,3 13 86,7
Kepatuhan
Tidak Patuh 15 100,0 6 40,0 15 100,0 10 66,7
Patuh 0 0,0 9 60,0 0 0,0 5 33,3
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa adanya konseling gizi dapat dijadikan metode dalam
pada awal penelitian semua subjek penelitian dalam mencapai tujuan komunikasi karena melibatkan
kategori tidak patuh. Kemudian setelah dilakukan pemberi dan penerima pesan secara aktif.
konseling gizi menggunakan leaflet pada kelompok Komunikasi yang memberikan peluang untuk saling
treatment, kategori patuh meningkat. Beberapa tanya jawab, menggali informasi dan
yang dikategorikan tidak patuh masih mengklarifikasi akan memudahkan dalam menerima
menunjukkan angka penurunan IDWG yang baik. informasi14.
Pada kelompok kontrol yang hanya diberikan leaflet Sedangkan pada kelompok kontrol
saja, kategori patuh juga meningkat yaitu diperoleh hasil ada perbedaan bermakna antara
sebanyak 5 orang (33,3%), sedangkan 10 orang pengetahuan dan pembatasan intake cairan setelah
(66,7%) masih dalam kategori tidak patuh yaitu diberikan leaflet (p=0,008). Adanya perbedaan
angka IDWG ada yang menurun, tetap dan ada pula pengetahuan pembatasan intake cairan pada
yang meningkat. Hasil ini menggambarkan bahwa kelompok kontrol, menunjukkan bahwa pemberian
masih ≥40% subjek penelitian yang tidak patuh leaflet memberikan perubahan pengetahuan pada
pada pembatasan intake cairan. pasien CKD yang menjalani HD. Peningkatan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada pengetahuan pada kelompok kontrol dimungkinkan
tabel 3, diperoleh hasil ada perbedaan bermakna karena subjek penelitian membacaleaflet berulang
antara pengetahuan pembatasan intake cairan kali sehingga dapat mempercepat ingatannya11,15.
sebelum dan sesudah konseling gizi menggunakan
leaflet(p=0,001).
Tabel 3. Perbedaan Pengetahuan dan Kepatuhan Pembatasan Intake Cairan Sebelum dan
Sesudah Konseling Gizi
Treatment Kontrol
Rata-rata±SD Rata-rata±SD
Sig Sig
Variabel Pre Post (p) Pre Post (p)
Pengetahuan 81,33±9,35 94,33±6,23 0,001** 84,33±4,95 88,00±5,28 0,008**
Berdasarkan tabel 3, diperoleh hasil ada Adanya perbedaan kepatuhan pembatasan intake
perbedaan antara kepatuhan pembatasan intake cairan pada kelompok treatment, menunjukkan
cairan sebelum dan sesudah konseling gizi bahwa konseling gizi dengan menggunakan leaflet
menggunakan leaflet (p=0,000). memberikan perubahan
kepatuhan pada pasien CKD yang menjalani HD.
Konseling dinilai efektif karena ada perubahan
perilaku14 sehingga membawa dampak secara klinis.
Pada kelompok kontrol, ada perbedaan
bermakna antara kepatuhan pembatasan intake
cairan setelah diberikan leaflet (p=0,023). Adanya
perbedaan kepatuhan pembatasan intake cairan
pada kelompok kontrol, menunjukkan bahwa
pemberian leaflet memberikan perubahan
kepatuhan pada pasien CKD yang menjalani HD.
Menurut Lawrence Green kepatuhan
dipengaruhi oleh faktor predisposisi salah
satunya yaitu tingkat pendidikan, semakin tinggi Gambar 1. Grafik Pengetahuan Pembatasan
pendidikan subjek maka kepatuhan pembatasan Intake Cairan antara Kelompok Treatment dan
intake cairan semakin baik13. Faktor predisposisi yang Kelompok Kontrol
lain yaitu umur yang menunjukkan bahwa semakin
tua umur pasien semakin tinggi skala demensia Hasil ini dapat disimpulkan ada perbedaan
yang diperoleh dan semakin tinggi pula pengetahuan secara signifikan terhadap
ketidakpatuhan pasien16,17. Oleh karena itu, dapat pembatasan intake cairan sebelum dan sesudah
dimungkinkan pada kelompok kontrol juga konseling gizi antara kelompok treatment dan
mengalami peningkatan kepatuhan walaupun hanya kelompok kontrol. Pendidikan kesehatan secara
menggunakan leaflet. individual lebih meningkatkan pengetahuan
Pada awal penelitian pengetahuan tentang dibanding kelompok leaflet. Hal ini karena jika
pembatasan intake cairan tidak berbeda pada diberikan secara individual menghasilkan kontak
kelompok treatment dan kontrol (p=0,427). antar penerima dan pemberi pesan menjadi lebih
Sesudah penelitian diperoleh hasil ada perbedaan intensif18. Sedangkan konseling merupakan salah satu
bermakna antara pengetahuan pembatasan intake cara untuk memberikan pendidikan kesehatan dengan
cairan sebelum dan sesudah konseling gizi antara sasaran individu dengan kedudukan atau hubungan
kelompok treatment dan kontrol, (p=0,006). secara horizontal, yaitu kedudukan pasien dan
Peningkatan pengetahuan lebih besar pada konselor sejajar yang diharapkan menimbulkan
kelompok treatment dibandingkan dengan perasaan yang nyaman dan informasi mudah untuk
kelompok kontrol (grafik pada gambar 1). diterima14.
Tabel 4. Perbedaan Pengetahuan dan Kepatuhan Pembatasan Intake Cairan Sebelum dan Sesudah
Konseling Gizi antara Kelompok Treatment dan Kelompok Kontrol
Pre Post
Rata-rata±SD Rata-rata±SD
Sig Sig
Variabel (p) Treatment Kontrol (p)
Treatment Kontrol
Pengetahuan 81,33±9,35 84,33±4,95 0,427** 94,33±6,23 88,00±5,28 0,006**
Kepatuhan 6,43±1,38 6,47±1,90 0,619** 4,13±1,54 5,13±1,75 0,109*
(*): Uji Independent T-Test (**):Uji Mann Whitney
Pada awal penelitian kepatuhan pembatasan yang tidak patuh pada pembatasan intake cairan yang
intake cairan tidak berbeda pada kelompok dilihat dari IDWG pasien. Keberhasilan konseling itu
treatment dan kontrol (p=0,619). Sesudah sendiri tergantung dari berbagai faktor, baik faktor
penelitian, diperoleh hasil tidak ada perbedaan internal (pendidikan, keahlian, persepsi)
bermakna antara kepatuhan pembatasan intake
cairan sebelum dan sesudah konseling gizi pada
kelompok treatment dan kelompok kontrol
(p=0,109). Tidak adanya perbedaan antara
pengetahuan pembatasan intake cairan sebelum dan
sesudah konseling gizi pada kelompok treatment
dan kelompok kontrol, menunjukkan bahwa
kemungkinan terjadi karena pada kelompok
treatment yang telah diberikan konseling masih ada
maupun eksternal (lingkungan, organisasi, social
budaya, sosioekonomi) 19. Sedangkan dalam proses
konseling seseorang yang membutuhkan
pertolongan (pasien) dan seorang petugas
konseling akan bertatap muka dan berbicara
hingga pasien mampu untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya14.
Pada penelitian ini pasien yang menjadi
subjek penelitian memberikan respon yang baik
dalam usaha pembatasan intake cairan yang telah
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
pasien yaitu cairan yang masuk bergantung pada
jumlah urin per 24 jam ditambah dengan IWL
(500-750 ml)20. Walaupun masih ada pasien yang
tidak patuh terhadap pembatasan intake cairan pada
kelompok treatment, dilihat IDWG ≥4%. Hal ini
mungkin karena pada
pasien CKD terdapat peningkatan kadar angiotensin intervensi konseling gizi yang berkesinambungan
II yang dapat menimbulkan rasa haus, akan tetapi dengan mengatur frekuensi konseling untuk
pasien ini tidak bisa mengelola secara normal meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien
terhadap haus yang dirasakan21. Bagi Pasien, harus memahami dan mentaati
Meskipun secara uji statistik diperoleh hasil pola pembatasan intake cairan yang sesuai dengan
tidak ada perbedaan bermakna antara kepatuhan rekomendasi ahli gizi maupun tenaga medis
pembatasan intake cairan sebelum dan sesudah lainnya. Bagi Peneliti Lain perlu adanya penelitian
konseling gizi pada kelompok treatment dan lebih lanjut mengenai efek konseling gizi terhadap
kelompok kontrol, namun terjadi peningkatan pengetahuan dan kepatuhan pembatasan intake
kepatuhan yang lebih tinggi pada kelompok cairan pada pasien CKD yang menjalani HD dengan
treatment dibandingkan dengan kelompok kontrol memperhatikan sikap, dukungan keluarga dan
berdasarkan penurunan IDWG yaitu dilihat dari dilakukan pendekatan secara longitudinal.
beda rata-rata sebesar 2,3 (grafik pada gambar 2).
Sehingga dengan melakukan konseling gizi
menggunakan leaflet lebih baik daripada hanya
memberikan leaflet saja.