Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S
DENGAN DIAGNOSA MEDIS GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
DI RUANG HEMODIALISA

OLEH :

Antoni Fandefitson
2017.C.09a.0875

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN PROGRAM
STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Antoni Fandefitson
NIM : 2017.C09a.0875
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Tn.S dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik (GGK) Di Ruang Hemodialisa

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Praktik Pra Klinik Keperawatan VI Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan Studi Kasus ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik

Rimba Aprianti,S.Kep.,Ners.

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :


Nama : Antoni Fandefitson
NIM : 2017.C09a.0875
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : Laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Tn.S dengan
Diagnosa Medis Gagal Ginjal Kronik (GGK) Di Ruang Hemodialisa

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Praktik Pra Klinik Keperawatan VI Program Studi Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan Studi Kasus ini telah disetujui oleh :

Mengetahui,
Ketua Prodi Sarjana Keperawatan Pembimbing Akademik

Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep. Rimba Aprianti,S.Kep.,Ners.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul
“Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.S Dengan Diagnosa Medis
Gagal Ginjal Kronik (GGK) Di ruang Hemodialisa”
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan studi kasus ini
tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih terutama kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3. Ibu Ika Paskaria,S.Kep,Ners Selaku Koordinator PPK IV.
4. Ibu Rimba Aprianti ,S.Kep,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian asuhan
keperawatan dan laporan pendahuluan ini.
5. Orang tua kami, keluarga kami, dan orang terdekat yang telah memberikan
bimbingan, motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
6. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi kasus ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan


studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan penulisan studi kasus ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan studi kasus ini
bermanfaat bagi kita semua.

iii
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................... i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang.......................................................................................... 1
1.2 RumusanMasalah..................................................................................... 2
1.3 TujuanPenulisan....................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


1.1 KonsepDasarPenyakit CKD.................................................................... 3
1.1.1 AnatomiFisiologi................................................................................. 3
1.1.2Defenisi.................................................................................................. 3
1.1.3Etiologi................................................................................................... 9
1.1.4Klasifikasi.............................................................................................. 9
1.1.5Patofisiologi........................................................................................... 10
1.1.6Woc........................................................................................................ 13
1.1.7ManisfestasiKlinis.................................................................................. 14
1.1.8Komplikasi............................................................................................. 14
1.1.9PemeriksaanPenunjang.......................................................................... 14
1.2.10Penatalaksanaa..................................................................................... 15
1.2Manajemen Asuhan Keperawatan............................................................ 17
1.2.1Pengkajian.............................................................................................. 17
1.2.2Diagnosa Keperawatan.......................................................................... 20
1.2.3Rencana  Asuhan Keperawatan.............................................................. 21
1.2.4Implementasi.......................................................................................... 26
1.2.5Evaluasi.................................................................................................. 26
2.3 Cara KerjaAlatHemodilisa..................................................................... 27

iv
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Asuhan Keperawatan.............................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
MATERI PENKES
SAP
LEAFLET

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang mempunyai peran penting dalam
sistem ekskresi dan sekresi pada tubuh manusia. Apabila ginjal gagal melakukan
fungsinya, maka akan terjadi kerusakan pada pembuluh ginjal sehingga ginjal tidak
bisamempertahankan keseimbangan cairan dan zat –zat kimia di dalam tubuh. Zat kimia
akan masuk kedalam tubuh dan menimbulkan penyakit gagal ginjal. Gagal ginjal yang
terjadi secara menahun akan menyebabkan penyakit gagal ginjal kronis. Gagal ginjal
kronis dapat mengancam jiwa karena dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi yang
sering di temukan pada pasien Gagal ginjal kronis antara lain: anemia, osteodistofi
ginjal, gagal jantung, dan disfungi ereksi. Pasien yang terdiagnosis gagalginjal kronis
harus menjalani hemodialisisuntuk memberihkan toksik dalam tubuhnya (Saragih dalam
Yanti 2011)
Gagal Ginjal Kronis(GGK) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan
gagal memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan
ureum. Pada pasiengagal ginjal kronis mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak
bisa disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa, transplantasi ginjal,dialisis
peritoneal,hemodialisis dan rawat jalan dalam jangka waktu yang lama (Black, 2014).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) menyebutkan pertumbuhan
jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun
sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat 50%
di tahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang Amerika
menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis artinya 1140 dalam satu juta
orang Amerika adalah pasien dialisis (Widyastuti, 2014)
Keadaan yang menimbulkan terjadinya kerusakan ginjal biasanya menghasilkan
gejala-gejala serius yang tidak berhubungan dengan ginjal. Sebagai contoh, demam
tinggi, syok, kegagalan jantung dan kegagalan hati, bisa terjadi sebelum kegagalan
ginjal dan bisa lebih serius dibandingkan gejala gagal ginjal.

1
2

Setelah penyebabnya ditemukan, tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan


fungsi ginjal biasanya. Masukan Jumlah cairan sangat dibatasi tergantung dari seberapa
banyak urine yang dapat dihasilkan oleh ginjal.Makanan juga harus dipilih jangan
sampai meracuni ginjal , protein harus dikurangi sampai batas tertentu ,rendah garam
dan potasium , untuk karbohidrat dapat lebih leluasa diberikan. Dialisis mungkin
diperlukan sebagai tatalaksana gagal ginjal.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan masalah “Bagaimana
laporan pendahuluan dan penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
medis Gagal ginjal kronik dan akutdi ruang Hemodialisa ?”.

1.3 Tujuan Umum


Tujuan umum penyusunan dan penulisan laporan studi kasus adalah untuk
menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan dengan diagnosa medis
Gagal ginjal kronik dan akutdi ruang Hemodialisa.
1.3.1 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui tentang konsep dasar Gagal ginjal kronik dan akut.
1.3.2.2 Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan diagnosa medisGagal
ginjal kronik dan akut.
1.3.2.3 Menegakkan diagnosa keperawatan klien dengan diagnosa medisGagal ginjal
kronik dan akut.
1.3.2.4 Membuat intervensi keperawatan pada klien dengan diagnosa medisGagal ginjal
kronik dan akut dengan diagnosa keperawatan.
1.3.2.5 Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa medisGagal ginjal
kronik dan akut.
1.3.2.6 Melakukan evaluasi pada klien dengan diagnosa medisGagal ginjal kronik dan
akut.
1.3.2.7 Mampu membuat dokumentasi tindakan pada klien dengan diagnosa
medisGagal ginjal kronik dan akut.
3

1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Secara teoritis, penulisan ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran
mau pun sebagai rujukan referensi bagi para perawat dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan diagnosa medisGagal ginjal kronik dan akut.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Profesi Keperawatan
Laporan ini dapat memberi tambahan informasi tentang asuhan keperawatan
dasar manusia pada klien dengan diagnosa medisGagal ginjal kronik dan akut. Dalam
melakukan Asuhan Keperawatan yang paling penting adalah membina hubungan saling
percaya dengan klien.
1.4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan ilmiah, serta menjadi bahan atau dasar bagi mereka yang
ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
1.4.2.3 Bagi Puskesmas
Dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit untuk
dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan khususnya pada klien dengan
diagnosa medisGagal ginjal kronik dan akut.
1.4.2.4 Mahasiswa
Hasil laporan asuhan keperawatan ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan serta untuk memperoleh pengalaman dalam penerapan asuhan keperawatan
dengan diagnosa medisGagal ginjal kronik dan akut.
4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Anatomi Fisiologi

Gambar 1. AnatomiGinjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga peritoneal
bagianatas. Bentuknyamenyerupaikacangdengansisicekungnyamenghadapke medial.
Pada sisiini, terdapat hilus ginjal, yaitutempatstruktur-sturukturpembuluhdarah,
sistemlimfatik, sistemsaraf, dan ureter menuju dan meninggalkanginjal. Besar dan
beratginjalsangatbervariasitergantung pada jeniskelamin, umur, sertaadatidaknyaginjal
pada sisi lain. Ukuranginjal rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm
(tebal). Beratnyabervariasisekitar 120-170 gram (Azizdkk.2011).
Ginjal di bungkus oleh jaringan fibrous tipis dan berkilau yang disebuttrue
capsule (kapsul fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak peri renal.
Di sebelah kranial terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenal yang
berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perineal
dibungkus oleh fasiagerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat
meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstra vasasiurin pada saat
terjadi trauma ginjal. Selain itu, fasia gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam
menghambat metastasis tumor ginjalke organ sekitarnya. Di luar fasia gerota terdapat
jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jarinagn lemak pararenal (Azizdkk.2011).

4
5

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan berkilau yang disebut true
capsule (kapsul fibrosa) ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak peri renal.
Di sebelah kranial terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal/suprarenal yang
berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perineal
dibungkus oleh fasiagerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat
meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah ekstra vasasiurin pada saat
terjadi trauma ginjal. Selain itu, fasiagerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam
menghambat metastasis tumor ginjalke organ sekitarnya. Di luar fasia gerota terdapat
jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jarinagn lemak pararenal (Azizdkk.2011).

Gambar Letak Anatomi Ginjal (Sumber : Dosen Pendidikan, 2014)

Pembuluh darah pada ginjal dimulai dari arteri renalis sinistra yang membawa
darah dengan kandungan tinggi CO2 masuk ke ginjal melalui hilum renalis. Secara
khas, didekat hilum renalis masing-masing arteri menjadi lima cabang arteri segmentalis
yangmelintas ke segmenta renalis. Beberapa vena menyatukan darah dari ren dan
bersatu membentuk pola yang berbeda-beda, untuk membentuk vena renalis.Vena
renalisterletak ventral terhadap arteri renalis, dan vena renalis sinistra lebih panjang,
melintas ventral terhadap aorta. Masing-masing vena renalis bermuara ke vena cava
inferior(Moore, 2012). Arteri lobaris merupakan arteri yang berasal dari arteri
segmentalis dimana masing-masing arteri lobaris berada pada setiap piramis
renalis.Selanjutnya, arteriini bercabang menjadi 2 atau 3 arteri interlobaris yang berjalan
menuju korteks di antarapiramis renalis.Pada perbatasan korteks dan medula renalis,
arteri interlobaris bercabang menjadi arteri arkuata yang kemudian menyusuri
6

lengkungan piramis renalis. Arteriarkuata mempercabangkanarteri interlobularis yang


kemudian menjadi arteriol aferen(Snell, 2013).
2.1.1.2 Fisiologi Ginjal
Masing-masing ginjal manusia terdiri dari sekitar satu juta nefron yang masing-
masing dari nefron tersebut memiliki tugas untuk membentuk urin. Ginjal tidak dapat
membentuk nefron baru, oleh sebab itu, pada trauma, penyakit ginjal, atau penuaan
ginjalnormal akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setelah usia 40
tahun, jumlah nefron biasanya menurun setiap 10 tahun. Berkurangnya fungsi ini
seharusnyatidak mengancam jiwa karena adanya proses adaptif tubuh terhadap
penurunan fungsifaal ginjal (Sherwood, 2011).Setiap nefron memiliki2komponen utama
yaitu glomerulus dan tubulus. Glomerulus(kapiler glomerulus) dilalui sejumlah cairan
yang difiltrasi dari darah sedangkan tubulusmerupakan saluran panjang yang mengubah
cairan yang telah difiltrasi menjadi urin dandialirkan menuju keluar ginjal. Glomerulus
tersusun dari jaringan kapiler glomerulusbercabang dan beranastomosisyang
mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg), dibandingkan dengan
jaringan kapiler lain.
Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus masuk ke dalam kapsula Bowman
dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yangterletak pada korteks ginjal.Dari
tubulus proksimal kemudian dilanjutkan dengan ansa Henle (Loop of Henle).Pada ansa
Henle terdapat bagian yang desenden dan asenden.Pada ujung cabang asenden tebal
terdapat makula densa.Makula densa juga memiliki kemampuan kosong untuk mengatur
fungsi nefron. Setelah itu dari tubulus distal, urin menuju tubulus rektus dan tubulus
koligentes modular hingga urin mengalir melaluiujung papilla renalis dan kemudian
bergabung membentuk struktur pelvis renalis (Berawi, 2014).Terdapat 3 proses dasar
yang berperan dalam pembentukan urin yaitu filtrasiglomerulus reabsorbsi tubulus, dan
sekresi tubulus. Filtrasi dimulai pada saat darah mengalir melalui glomerulus sehingga
terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke kapsula Bowman.
Proses ini dikenal sebagai filtrasi glomerulusyang merupakan langkah pertama
dalam pembentukan urin. Setiap hari terbentuk rata-rata 180 liter filtrat glomerulus.
Dengan menganggap bahwa volume plasma rata-rata pada orang dewasa adalah 2,75
liter,hal ini berarti seluruh volume plasma tersebut difiltrasi sekitar enam puluh lima
7

kali oleh ginjal setiap harinya. Apabila semua yangdifiltrasi menjadi urin, volume
plasma total akan habis melalui urin dalam waktu setengah jam. Namun, hal itu tidak
terjadi karena adanya tubulus-tubulus ginjal yangdapat mereabsorpsi kembali zat-zat
yang masih dapat dipergunakan oleh tubuh.Perpindahan zat-zat dari bagian dalam
tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus inidisebut sebagai reabsorpsi tubulus.Zat-
zat yangdireabsorpsi tidak keluar dari tubuhmelalui urin, tetapi diangkut oleh kapiler
peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Dari 180
liter plasma yang difiltrasi setiap hari, 178,5liter diserap kembali, dengan 1,5 liter
sisanya terus mengalir melalui pelvis renalis dan keluar sebagai urin.
Secara umum, zat-zat yang masih diperlukan tubuh akan direabsorpsi kembali
sedangkan yang sudah tidak diperlukan akan tetap bersama urin untuk dikeluarkan dari
tubuh. Proses ketiga adalahsekresi tubulus yang mengacu pada perpindahan selektif zat-
zat dari darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Sekresitubulus merupakan rute
kedua bagi zat-zat dalam darah untuk masuk ke dalam tubulusginjal.Cara pertama
adalah dengan filtrasi glomerulus dimana hanya 20% dari plasmayang mengalir
melewati kapsula Bowman, sisanya terus mengalir melalui arteriol eferenke dalam
kapiler peritubulus.Beberapa zat, mungkin secara diskriminatif dipindahkandari plasma
ke lumen tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Melalui 3 proses dasarginjal
tersebut, terkumpullah urin yang siap untuk diekskresi (Sherwood, 2014).Ginjal
memainkan peranan penting dalam fungsi tubuh, tidak hanya dengan menyaring darah
dan mengeluarkan produk-produk sisa, namun juga dengan menyeimbangkan tingkat-
tingkat elektrolit dalam tubuh, mengontrol tekanan darah, dan menstimulasi produksi
dari sel-sel darah merah. Ketika darah mengalir ke ginjal, sensor-sensor dalam ginjal
memutuskan berapa banyak air dikeluarkan sebagai urin, bersama dengan konsentrasi
apa dari elektrolit-elektrolit. Contohnya, jika seseorang mengalami dehidrasidari latihan
olahraga atau dari suatu penyakit, ginjal akan menahan sebanyak mungkinair dan urin
menjadi sangat terkonsentrasi. Ketika kecukupan air dalam tubuh, urinadalah jauh lebih
encer, dan urin menjadi bening. Sistem ini dikontrol oleh renin, suatuhormon yang
diproduksi dalam ginjalyang merupakan sebagian daripada sistem regulasicairan dan
tekanan darah tubuh (Ganong, 2014)
8

2.1.2 Definisi
Chronic Kidney Disease merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2014).
Chronic Kidney Disease adalah suatu proses fisiologis dengan etiologi beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya berakhir dengan
gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Hal ini terjadi bila
laju filtrasi glomerulus kurang dari 50ml/menit (Sudoyo, 2011).
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Chronic Kidney Disease
merupakan suatu sindrom klinis ginjal yang bersifat menahun, progresif dan
irreversible yang disebabkan oleh penurunan filtrasi glomerulus kurang dari 50ml/menit
yang akan mengakibatkan terjadinya uremia.

2.1.3 Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru-baru ini telah menjadi etiologi tersering terhadap
proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% .Sedangkan glomerulonefritis menjadi
yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau
nefropati refluks) dan penyakit ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang
tidak sering terjadi yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21
%. (US Renal System, 2011 dalam Price & Wilson, 2011). Penyebab gagal ginjal kronis
yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2011 menunjukkan glomerulonefritis
menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes
melitus dengan 18,65%, obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%,
dan sebab lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2012).

2.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus
Kockroft–Gault sebagai berikut :
9

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ 15-29
atau berat
5 Gagal Ginjal < 15 atau dialysis
Sumber : Sudoyo,2014 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
10

WOC CKD Nefropati Glomerulonefritis Plelonefritis Obat-obatan Hipertensi


Diabetikum
Kerusakan dinding kapiler Kerusakan Destruksi papilla Vol. Filtrasi
Aterosklerosis
glomerulonefritis jaringan ginjal ginjal meningkat
Suplai darah ke
ginjal menurun Penurunan fungsi Beban nefron
glomerulus meningkat

Hipertrofi nefron

Penurunan GFR (Gromerular


Filtration Rate)
BUN & Kreatinin meningkat Fungsi Nefron menurun

CKD

B4 Bladder B5 Bowel
B1 Breathing B2 Blood B3 Brain B6 Bone

Peningkatan aktivitas Peningkatan ureum dlm


Peingkatan Ureum dlm darah sistem RAA Sekresi eritropoetin
Ginjal tidak dapat Retensi Air dan Na darah
menurun
membuang kalium
Gg. Asam basa Ph < 7,35 Retensi air dan Na
melalui urine Penurunan Produksi Urine Gg. Asam basa Ph < 7,35
Asidosis metabolik Penurunan produksi Hb
Hiperkalemia Iritasi saluran kencing Penurunan prokusi urine Asam lambung naik
Takipneu Anemia
Gg. Konduksi jantung Respon hipotalamus, Oliguri, anuri, edema Mual, muntah
Kelelahan
aritmia pelepasan mediator
Pola Nafas Tidak kimiawi (sitokinin,
Efektif bradikinin) Kelebihan Volume
Cairan
Resiko Nutrisi Intoleransi
Resiko Penurunan
Gg. Pola Eliminasi Kurang Dari Aktivitas
Curah Jantung Nyeri Akut Urine Kebutuhan Tubuh

Nyeri Akut
Sumber: Brunner& Suddarth
11

2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)


Menurut Brunner & Suddart (2014) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal
kronis adalah sebagai berikut :
2.1.6.1 Kardiovaskuler Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium Dari
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema
(kaki,tangan,sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran
vena leher.
2.1.6.2 Manifestasi dermatologi Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik,
pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
2.1.6.3 Manifestasi Pulmoner Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal,
pernapasan Kussmaul
2.1.6.4 Manifestasi Gastrointestinal  Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan
pada mulut, anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal
2.1.6.5 Manifestasi Neurologi Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan tungkai, panas  pada telapak kaki, perubahan perilaku
2.1.6.6 Manifestasi Muskuloskeletal Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang,
foot drop
2.1.6.7 Manifestasi Reproduktif Amenore dan atrofi testikuler Seperti penyakit kronis
dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami  beberapa komplikasi.
Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2011) serta Suwitra (2015)
antara lain adalah :
2.1.7.1 Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih
2.1.7.2 Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat
2.1.7.3 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosterone
12

2.1.7.4 Anemia akibat penurunan eritropoitin


2.1.7.5 Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
2.1.7.6 Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
2.1.7.7 Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan
2.1.7.8 Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah
2.1.7.9 Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

2.1.8  Pemeriksaan Penunjang


2.1.8.1 Radiologi
Ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi ginjal.
1). Ultrasonografi ginjal digunakan untuk menentukan ukuran ginjal dan
adanya massa kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
2). Biopsi Ginjal dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologis.
3). Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
4). EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
asam  basa.
2.1.8.2 Foto Polos Abdomen Menilai besar dan bentuk ginjal serta adakah batu atau
obstruksi lain.
2.1.8.3 Pielografi Intravena Menilai sistem pelviokalises dan ureter, beresiko terjadi
penurunan faal ginjal pada usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam
urat.
2.1.8.4 USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkin ginjal, anatomi sistem
pelviokalises, dan ureter proksimal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
sistem pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
2.1.8.5 Renogram Menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi gangguan (vaskuler,
parenkhim) serta sisa fungsi ginjal
2.1.8.6 Pemeriksaan Radiologi Jantung Mencari adanya kardiomegali, efusi
pericarditis
13

2.1.8.7 Pemeriksaan radiologi Tulang Mencari osteodistrofi (terutama pada


falangks /jari) kalsifikasi metatastik
2.1.8.8 Pemeriksaan radiologi Paru Mencari uremik lung yang disebabkan karena
bendungan.
2.1.8.9 Pemeriksaan Pielografi Retrograde Dilakukan bila dicurigai adanya obstruksi
yang reversible
2.1.8.10 EKG Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia karena gangguan elektrolit (hiperkalemia)
2.1.8.11 Biopsi Ginjal dilakukan bila terdapat keraguan dalam diagnostik gagal ginjal
kronis atau perlu untuk mengetahui etiologinya.
2.1.8.12 Pemeriksaan laboratorium menunjang untuk diagnosis gagal ginjal
1) Laju endap darah
2) Urin Volume : Biasanya kurang dari 400 ml/jam (oliguria atau urine tidak
ada (anuria). Warna : Secara normal perubahan urine mungkin disebabkan
oleh pus / nanah,  bakteri, lemak, partikel koloid,fosfat, sedimen kotor,
warna kecoklatan menunjukkan adanya darah, miglobin, dan porfirin.
Berat Jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat). Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg
menunjukkan kerusakan tubular, amrasio urine / ureum sering 1:1
3) Ureum dan Kreatinin Ureum:
Kreatinin: Biasanya meningkat dalam proporsi. Kadar kreatinin 10
mg/Dldiduga tahap akhir (mungkin rendah yaitu 5).
4) Hiponatremia
5) Hiperkalemia
6) Hipokalsemia dan hiperfosfatemia
7) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia
8) Gula darah tinggi
9) Hipertrigliserida
10) Asidosis metabolik
14

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau
mengobati komplikasi (Smeltzer, 2011; Rubenstain dkk, 2011).Terapi konservatif tidak
dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena
yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi
ginjal. Lima sasaran dalam manajemen medis GGK meliputi
2.1.9.1 Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol
proses  penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan
obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga
intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan
katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah
atau mengurangi katabolisme).
2.1.9.2 Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler;
2.1.9.3 Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet
2.1.9.4 Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga (Black & Hawks,
2014) Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10
ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
1) Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
2) Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
3) Overload cairan (edema paru)
4) Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
5) Efusi pericardial
6) Sindrom uremia (mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
Menurut Sunarya, penatalaksanaan dari CKD berdasarkan derajat LFG nya,
yaitu:
15

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
I. Pengkajian
a. Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku dan gaya hidup.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji.
Pada umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya
biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan,
dikaji  dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P  : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau
terus- menerus (menetap).
R  : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Seberapa keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala
numeric 1 s/d 10.
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat
ketergantungan terhadap makanan/minuman, zat dan obat-obatan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan
klien.
a. Data Objektif
1) Adanya edema
2) Adanya acites
3) Oliguria
16

4) Kreatinin dan BUN meningkat


5) Pasien menggunakan otot bantu nafas
6) Tachipnea (> 24x/menit)
7) Tachikardia (> 100x/menit)
8) Pasien tidak menghabiskan ¼ porsi dari porsi yang diberikan
9) BB menurun, lingkar pinggang dan lengan, IMT tidak ideal
10) Pasien terlihat kurus
11) Pasien tidak mampu melakukan aktifitasnya sendiri
12) Sianosis, wajah pucat
13) Pasien tampak lemas
14) Konjungtiva pucat, CRT > 3 detik
15) Kulit pasien bersisik
16) Turgor kulit menurun
17) Kadar ureum meningkat
18) Efek uremic pada otot jantung
19) Asidosis

2.2.2 Diagnosa Keperawwatan


1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan O2
2) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan transportasi oksigen
dan nutrisi ke jaringan menurun
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi Na dan H2O
4) Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia
5) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2
6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan ureum
7) Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan toksik uremic
17

2.2.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Pola nafas tidak efektif Tujuan : pola nafas Evaluasi
kembali frekuensi nafas 1. Kecepatan frekuensi nafas
berhubungan penurunan O2 efektif/normal Observasi tanda-tanda vital meningkat karena nyeri dan
Kriteria hasil : Kaji penggunaan otot bantu kekurangan O2
1) tidak menggunakanBeriototposisi
– semi fowler 2. Mengetahui KU pasien
otot pernafasan Berikan O2 kebutuhan 3. Mekanisme kompensasi tubuh
2) frekuensi nafas normal (16- untuk mengatasi kurangnya suplai
24x/menit) O2
Berika
4. Mengurangi tekanan tulang rusuk
terhadap paru-paru akibat gaya
gravitasi
5. Meningkatkan sediaan O2 untuk
kebutuhan miokard untuk
memperbaiki kontraktivitas,
penurunan iskemia
2 Perubahan perfusi jaringan Tujuan : perubahan perfusi 1) Observasi warna dan suhu kulit / 1) Kulit pucat atau sianosis, kuku,
perifer berhubungan dengan jaringan perifer teratasi membrane mukosa mrmbran bibir, lidah. Kulit pucat
transportasi oksigen dan Kriteria Hasil : 2) Tingkatkan tirah baring selama menunjukkan vasokonstriksi
nutrisi ke jaringan menurun  Tidak ada sianosis fase akut perifer
 Kulit pasien teraba hangat 3) Tinggikan kaki bila ditempat tidur 2) Pembatasan aktivitas menurunkan
dan tidak kesemutan lagi atau duduk, sesuai indikasi kebutuhan O2
 CRT < 3 detik 4) Berikan antikuagulan contoh 3) Menurunkan pembengkakan
heparin jaringan dan vena superficial dan
18

tibial dan peningkatan aliran balik


vena
4) Heparin dapat digunakan secara
profilaksis bila memerlukan tirah
baring lama
3 Kelebihan volume cairan Tujuan : volume cairan 1. Awasi denyut jantung, TD, CVP
berhubungan dengan retensi kembali normal 2. Ukur CM, CK, timbang BB
Na dan H2O Ktiteria Hasil : 3. Evaluasi derajat oedema (+1 -
 CM=CK +4 )
 Berat badan stabil, TTV 4. Kaji tingkat kesadaran dan
dalam batas normal (S=36-370 perubahan mental, adanya gelisah
C, N=60-100 x/menit, 5. Memberikan obat sesuai indikasi
TD=110/70-120/80 mmHg. diuretic: furosemid, manitol
RR= 16-20 x/ menit)
 Tidak ada oedema

4 Perubahan pemenuhan nutrisi Tujuan : nutrisi terpenuhi 1. Pantau persentasi jaringan 1. Mengidentifikasi kemajuan atau
kurang dari kebutuhan Kriteria Hasil : makanan yang dikonsumsi setiap penyimpangan dari sasaran yang
berhubungan dengan  Mempertahankan kali makan dan timbang BB, ukur diharapkan
anoreksia meningkatkan berat badan LLA dan IMT 2. Meminimalkan anoreksia dan
 Berkurangnya oedema 2. Berikan makanan dengan porsi mual sehubungan dengan status
sedikit tapi sering uremic
3. Timbang BB tiap hari 3. Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat
4. Kolaborasi dengan tim gizi dalam menunjukkan perpindahan
pemberian asupan nutrisi keseimbangan cairan
19

5. Berikan obat sesuai indikasi: 4. Memberi asupan nutrisi yang


antiemetic tepat bagi pasien
5. Diberikan untuk menghilangkan
mual/muntah dan dapat
meningkatkan pemasukan obat
5  Intoleransi aktifitas Tujuan : pasien dapat 1. Observasi pasien sebelum dan 1. Mengidentifikasi kemajuan atau
berhubungan dengan beraktivitas sesuai dengan sesudah beraktivitas penyimpangan dari sasaran yang
ketidakseimbangan antara batas kemampuan 2. Berikan periode istirahat adekuat, diharapkan
suplai O2 Kriteria hasil: bantu dalam pemenuhan aktivitas 2. Mengidentifikasikan penurunan
 Pasien tidak lemas dan lesu perawatan diri sesuai indikasi O2 miokard yang memerlukan
 Pasien mampu melakukan 3. Tingkatkan aktivitas pasien penurunan tingkat aktivitas atau
aktivitas secara teratur kembali tirah baring, perubahan
program obat, penggunaan O2
tambahan
3. Kemajuan aktivitas memberikan
control jantung, meningkatkan
tegangan dan mencegah aktivitas
berlebihan
6 Kerusakan integritas kulit Tujuan : pasien ridak 1. Inspeksi kulit terhadap perubahan 1. Menandakan area sirkulasi buruk /
berhubungan dengan menunjukkan kerusakan warna, turgor kulit, vascular kerusakan yang dapat
peningkatan ureum integritas kulit 2. Pantau masukan cairan dan menimbulkan pembentukan
Kriteria hasil: hidrasi kulit dan membrane dekubitus / infeksi
 Mempertahankan kulit mukosa 2. Mendeteksi adanya dehidrasi atau
utuh 3. Inspeksi area tergantung terhadap hidrasi berlebihan yang
 Menunjukkan perilaku/ oedema mempengaruhi sirkulasi dan
20

teknik untuk mencegah 4. Ubah posisi dengan sering integritas jaringan pada tingkat
kerusakan atau cedera 5. Berikan perawatan kulit seluler
. 3. Jaringan oedema lebih cenderung
rusak / robek
4. Menurunkan tekanan pada oedema
5. Lotion dan salep mungkin
diinginkan untuk menghilangkan
kering, robekan kulit

7 Resiko tinggi penurunan Tujuan : tidak terjadi 1. Observasi pasien sebelum dan 1. Observasi pasien sebelum dan
curah jantung berhubungan penurunan curah jantung sesudah beraktivitas sesudah beraktivitas
dengan toksik uremic Kriteria Hasil : 2. Berikan periode istirahat adekuat, 2.Berikan periode istirahat adekuat,
 Mempertahankan curah bantu dalam pemenuhan aktivitas bantu dalam pemenuhan aktivitas
jantung dengan bukti TD dan perawatan diri sesuai indikasi perawatan diri sesuai indikasi
frekuensi jantung dalam 3. Tingkatkan aktivitas pasien secara 3. Tingkatkan aktivitas pasien secara
batas normal teratur teratur
 Nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian
kapiler
21

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Pelaksanaan adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun sebelumnya berdasarkan tindakan yang telah dibuat dimana
tindakan yang dilakukan mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang dialami.
Adapun evaluasi keperawatan yang diharapkan sesuai dengan tujuan adalah sebagai berikut:
1) Pola nafas kembali efektif
2) Tidak ada gangguan perfusi jaringan perifer
3) Volume cairan kembali normal
4) Kebutuhan nutrisi terpenuhi
5) Pasien mampu beraktifitas kembali
6) Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
7) Tidak terjadi penurunan curah jantung

2.3 Cara Kerja AlatHemodialisa

Prinsip dari Hemodialisis adalah dengan menerapkan proses osmotis dan


ultrafiltrasi pada ginjal buatan, dalam membuang sisa-sisa metabolisme tubuh. Pada
hemodialisis, darah dipompa keluar dari tubuh lalu masuk kedalam mesin dialiser
22

( yang berfungsi sebagai ginjal buatan ) untuk dibersihkan dari zat-zat racun melalui
proses difusi dan ultrafiltrasi oleh cairan khusus untuk dialisis (dialisat). Tekanan di
dalam ruang dialisat lebih rendah dibandingkan dengan tekanan di dalam darah,
sehingga cairan, limbah metabolik dan zat-zat racun di dalam darah disaring melalui
selaput dan masuk ke dalam dialisat. Proses hemodialisis melibatkan difusi solute (zat
terlarut) melalui suatu membrane semipermeable. Molekul zat terlarut (sisa
metabolisme) dari kompartemen darah akan berpindah kedalam kompartemen dialisat
setiap saat bila molekul zat terlarut dapat melewati membran semipermiabel demikian
juga sebaliknya. Setelah dibersihkan, darah dialirkan kembali ke dalamtubuh.

Mesin hemodialisis (HD) terdiri dari pompa darah, sistem pengaturan larutan
dialisat, dan sistem monitor. Pompa darah berfungsi untuk mengalirkan darah dari
tempat tusukan vaskuler ke alat dializer. Dializer adalah tempat dimana proses HD
berlangsung sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat.
Sedangkan tusukan vaskuler merupakan tempat keluarnya darah dari tubuh penderita
menuju dializer dan selanjutnya kembali lagi ketubuh penderita. Kecepatan dapat di
atur biasanya diantara 300-400 ml/menit. Lokasi pompa darah biasanya terletak antara
monitor tekanan arteri dan monitor larutan dialisat. Larutan dialisat harus dipanaskan
antara 34-39 C sebelum dialirkan kepada dializer. Suhu larutan dialisat yang terlalu
rendah ataupun melebihi suhu tubuh dapat menimbulkan komplikasi. Sistem monitoring
setiap mesin HD sangat penting untuk menjamin efektifitas proses dialisis
dankeselamatan.
Pada saat proses Hemodialisa, darah kita akan dialirkan melalui sebuah saringan
khusus (Dialiser) yang berfungsi menyaring sampah metabolisme dan air yang
berlebih.Kemudian darah yang bersih akan dikembalikan kedalam tubuh.Pengeluaran
23

sampah dan air serta garam berlebih akan membantu tubuh mengontrol tekanan darah
dan kandungan kimia tubuh jadi lebih seimbang.
Dialisator tersedia dalam berbagai jenis ukuran. Dialisator yang ukurannya lebih
besar mengalami peningkatan dalam membran area, dan biasanya akan memindahkan
lebih banyak padatan daripada dialisator yang ukurannya lebih kecil, khususnya dalam
tingkat aliran darah yang tinggi. Kebanyakan jenis dialisator memiliki permukaan
membran area sekitar 0,8 sampai 2,2 meter persegi dan nilai KoA memiliki urutan dari
mulai 500-1500 ml/min. KoA yang dinyatakan dalam satuan ml/min dapat diperkirakan
melalui pembersihan maksimum dari dialisator dalm tekanan darah yang sangat tinggi
dari grafik tingkat alirannya. Secara singkat konsep fisika yang digunakan dalam
hemodialisis adalah konsep fluida bergerak. Syarat fluida yang ideal yaitu cairan tidak
viskous (tidak ada geseran dalam), keadaan tunak (steady state) atau melalui lintasan
tertentu, mengalir secara stasioner, dan tidak termampatkan (incompressible) serta
mengalir dalam jumlah cairan yang sama besarnya.
24

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku ajar fisiologi
kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2015. Hal 902-906.

Keshav, Satish. Structure and function. In : The gastrointestinal system at a glance.


United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2015. Chapter 27-28.

Lindseth, Glenda N. Gangguan ginjal, kandung empedu, dan pankreas. Dalam : Price,
Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit vol.1 edisi
6. Jakarta : EGC. 2014. Hal 472-476.

Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam : Fisiologi manusia dari sel ke sistem
edisi 2. Jakarta : EGC. 2014. Hal 565.

Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul. Anatomi
Ginjal. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic resonance imaging (MRI) .
Chronic Kidney Disease. Dalam : Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A.
Noer, Sjaifoellah M. Buku ajar ilmu penyakit Ginjal edisi pertama. Jakarta : Jayabadi. 2017.
Hal 1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.

Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Chronic Kidney Disease (CKD). Dalam :


Sudoyo,Aru W. Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus. Setiati,Siti. Buku
ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2015. Hal 460-461.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

1.1 PENGKAJIAN
Berdasarkan hasil Pengkajian yang dilakukan pada tanggal 03 Desember 2020 pukul
09.00 WIB bertempat diruang Hemodialisa di Rumah Sakit, dengan teknik anamnesa,
observasi , pemeriksaan fisik , didapat data - data sebagai berikut :
1.1.1 IDENTITAS PASIEN
Identitas pasien nama Tn. S ,Umur : 57 Tahun , Jenis Kelamin : Laki- laki ,
Suku/Bangsa : Dayak / Indonesia, Agama: Kristen Protestan, Pekerjaan: PNS ,
Pendidikan :S1 , Status Perkawinan : Menikah, Alamat : Jl.Bangas Permai

1.1.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN PRE HD


1. Keluhan Utama :
Klien mengatakan sering merasakan kepalanya pusing
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengatakan pada 03 Desember 2020 klien mengeluh sesak nafas dan sakit
kepala, mudah merasa kelelahan fisik, dan klien hampir mau pingsan lalu dibawa
keluarga langsung ke IGD , setelah di periksa oleh dokter klien diagnosa gagal
ginjal dan pasien terpasang oksigen nasal 2 liter,terpasang infus Nacl 20 tpm dan
klien datang keruang HD untuk melakukan jadwal cuci darah yang rutin dilakukan
pada hari senin dan kamis pagi.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mempunyai riwayat Hiprtensi dan pernah menjalani operasi
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakandi dalam keluarga ada riwayat tidak ada yang mengalami
penyakit yang sedang di alami nya saat ini.

25
26

Genogram Keluarga 3 Generasi

Keterangan :
: Meninggal
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien (Tn. D)
: Tinggal serumah
: Hubungan keluarga

A. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Kesadaran compos mentis klien tampak lemah, Klien tampak ada pembengkakan
pada perut ,Distensi abdomen,Perubahan Turgor kulit >2 detik, Edema pada
kedua kaki
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,5 0C  Axilla  Rektal  Oral
b. Nadi/HR : 92 x/mt
c. Pernapasan/RR : 21 x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 140/ 90 mm Hg
e. BB Pre HD : 59 kg
Setting Mesin
a. UF Goal : 2000 ml l
b. UF Rate : 0.50 l/jam
c. Time : 4 jam
d. Masalah Keperawatan : Gangguan eliminasi urine
27

B. INTRA HD
1. Suhu /T : 36 ºC
2. Nadi /HR : 102 x/mnt
3. Pernapasan /RR : 20 x/mnt
4. Tekanan Darah /BP : 180/92 mmHg
5. Keluhan selama HD : Klien merasakan pusing dan tampak pucat
6. Nutrisi selama HD
a. Jenis makanan : Nasi,ikan,sayur
Jumlah : 200 cc/24 jam
b. Jenis minuman : Air putih
Jumlah : 500 cc/24 jam
Masalah Keperawatan : Resiko perfusi perifer tidak efektif

Catatan selama Proses homodelisa


Paraf
Pasien Mesin Masalah / Tindakan
Petugas
Jam
Uf
TD N Resp QB UFG UFR
Removed

12.00
160 90 98 200 2000 0.50 0
20
15.00
162 92 98 200 2000 0.50 50
20

156 81 90 200 2000 0.50 2000


17.00
20

C. Post HD
1. Keadaan Umum :
28

Klien tampak lemah,klien tampak pucat,klien terpasang jarum fistula divaskularis


sinistra dan klien tampak bingung dengan penyakit yang dialami sekarang dan
klien tampak kurang terpapar informasi.
2. Tanda – tanda Vital
a. Suhu / T : 36,6 ºC
b. Nadi/HR : 68 x/m
c. Pernapasan : 20 x/m
d. Tekanan Darah : 150/81 mmhg
e. BB Post HD : 61 kg
f. Jumlah cairan yang dikeluarkan: 2000 ml
Masalah Keperawatan :
D. Perencanaan Pulang (Discharge Planning) :
1. Obat – obatan yang disarankan / Obat Rutin:
Heparin 833 unit/jam saat dilakukan hemodialisa dan diet RGCP
2. Makanan / Minuman yang dianjurkan (jumlah) :
Makanan yang bergizi dengan jumlah secukupnya Intake makanan : klien makan
3x sehari, intake cairan : klien minum 4 gelas/hari, air putih dan teh.
3. Rencana HD / Kontrol selanjutnya :
Kontrol hari Rabu
4. Catatan lain :
Tidak ada masalah
Data Penunjang
Pemeriksaan yang pernh diakukan dan hasilnya
1) Laboratorium
a) Darah
Tanggal pemeriksa 10 Oktober 2020
Komponn Hasil Nilai Normal Satuan
HB 10 12-16 gr/dl
Ureum 98 21-53 mg/dl
Creatinin 8.26 0,7-1,5 mg/dl
HbsAg Negatif Negaif

Palangka Raya, 04 Desember 2020


29

Mahasiswa

Antoni Fandefitson
NIM : 2017.C.09a.0875

ANALISIS DATA

Data Subyektif Dan Data


Kemungkinan Penyebab Masalah
Obyektif
30

DS: Klien mengatakan, Gangguan pada ginjal Gangguan Eliminasi Urine


“jarang BAK namun minum (Glomerulonefritis, Sindrom
nya sering dan agak nyeri saat Nefrotik, GGA, GGK
BAK”. 
DO: Tidak dapat berfungsi sebagai
- Distensi abdomen pengatur hemodinamik
- Klien tampak memegangi 
perutnya Aliran darah ke ginjal menurun
- Klien tampak meringgis 
- Klien tampak lemas GFR menurun
- Perubahan Turgor kulit >2 
detik Gangguan Eliminasi Urine
- Hasil TTV:
- Pre Hd
TD= 140/90 mmHg, N=90
x/m, RR= 21 x/m, S= 36,60 C

DS: Klien mengatakan


“merasa pusing saat CKD Resiko perfusi perifer
melakukan aktivitas”  tidak efektif
DO: Aliran darah ke ginjal menurun
Intra Hd 
- Klien tampak lemah GFR menurun
- Konjungtiva anemis 
- Hasil TTV: Pelepasan renin-angiotensin
- Intra Hd 
TD= 180/92 mmHg, Peningkatan TD
N=102x/m, RR= 20 x/m, 
0
S= 36 C Gangguan pembuluh darah di
Hasil Lab : otak
HB : 10 gr/dl 
Cretinin : 8,26 mg/dl Trombosis intra sebral
Ureum : 8,26 mg/dl 
Suplai O2 dan nutrisi yang
dibawa ke otak kurang

Resiko perfusi perifer tidak
efektif
31
32

Prioritas Masalah

1. Gangguan Eliminasi urin berhubungan dengan out put yang kurang dengan intrake
yang lebih Dibuktikan dengan Klien mengatakan jarang BAK tapi minum nya
sering,Klien tampak ada nya pembekakan diperut, klien tampak Distensi abdomen,
Perubahan Turgor kulit >2 detik, Edema pada kedua kaki ,Hasil TTV:TD= 140/90
mmHg, N=80x/m, RR= 20x/m, S= 36,60 C.
2. Resiko perfusi perifer tidak efektip berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
O2 dan kebutuhan nutrisi yang dibawa darah ke otak Klien tampak
lemah,Konjungtiva anemis,Klien tampak sesak saat tiba di ruang HD,Hasil TTV:TD=
180/92 mmHg, N=102x/m, RR= 20x/m, S= 36,60 C
33

Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Tn. S
Ruang Rawat : Hemodialisa
Diagnosa 1
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV 1. Mengetahui tindakan efektif
urine berhubungan keperawatan 1x7 jam di 2. Observasi pemasukan dan 2. Memberikan informasi tentang
dengan out put yang kurang harapkan masalah pengeluaran cairan keseimbangan cairan, fungsi ginjal.
dengan intrake yang lebih keseimbangan volume cairan 3. Observasi balance cairan 3. Mengidentifikasi kebutuhan cairan
dapat teratasi: 4. Kolaborasi hemodialysis 4. Menarik cairan tubuh atau sampah yang
- Kadar elektrolit dalam tidak diperlukan tubuh
batas normal
- Jumlah intake dan output
sesuai
- Tanda-tanda vital normal
TD : 120 / 80 mmHg
N : 77 x/mnt
RR : 20 x/mnt
S : 360C
Rencana Keperawatan
34

Nama Pasien : Tn. S


Ruang Rawat : Hemodialisa
Diagnosa 2
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
2. Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor Tanda-tanda vital 1. Mengetahui perubahan respon tubuh
efekrif berhubungan dengan keperawatan 1x7 jam di 2. Evaluasi tingkat aktivitas 2. Mengetahui aktivitas yang dapat
ketidakseimbangan suplai harapkan klien tidak merasa 3. Anjurkan keluarga untuk menyebabkan pusing
O2 dan kebutuhan nutrisi sesak saat beraktivitas mendampingi saat 3. Memastikan klien aman
yang dibawa darah ke otak dengan kriteria hasil: beraktivitas 4. Memberikan kenyamanan bagi klien dan
- Klien tidak mengeluh 4. Anjurkan klien untuk mengurangi resiko pusing / sakit kepala
pusing saat berjalan berisitrahat yang cukup 5. Memajukan pembentukan dari sel – sel
- TTV dalam batas normal 5. Lakukan kolaborasi dengan darah merah oleh sum sum tulang
TD : 120 / 80 mmHg dokter dalam pemberian
N : 77 x/mnt EPO
RR : 20 x/mnt
S : 360C
- Klien tampak tenang
35

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


KEPERAWATAN

Nama Pasien: Tn. S


Ruang Rawat: Hemodialisa
Diagnosa 1
Tanda tangan dan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Jumaat , 11 Desember 1. Monitor TTV S: Klien mengatakan “masih sedikit
2020 2. Mengeobservasi pemasukan dan BAK”
pengeluaran cairan O:Klien tampak tidak ada BAK
3. Mengobservasi balance cairan - Klien tampak minum air putih cukup
4. Berkolaborasi hemodialysis banyak Antoni Fandefitson
- Balance cairan menunjukan intake
UFG = 400 ml pasien masih banyak
UFR = 0,20 ml - Hasil TTV:
QB = 185 ml/mnt TD= 150/90mmHg, N=91x/m, RR=
QD = 500 ml/mnt 21x/m, S= 36,60 C
- selama di HD pasien 1000 cc air
mineral
- BB intra HD 59 kg
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
36

Implementasi Keperawatan
Nama Pasien : Tn. S
Ruang Rawat : Hemodialisa
Diagnosa 2
Tanda tangan dan
Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Jumaat , 11 Desember 1. Monitor Tanda-tanda vital S: Klien mengatakan “masih merasakan
2020 2. Mengevaluasi tingkat aktivitas pusing”
3 Menganjurkan keluarga untuk O:
mendampingi saat beraktivitas - Klien masih tampak lemah
4 Menganjurkan klien untuk berisitrahat - Klien tampak masih pusing sambil Antoni Fandefitson
yang cukup memegang kepalanya
5 Melakukan kolaborasi dalam - Hasil TTV:TD= 150/90 mmHg, N=80 x/m,
pemberian EPO RR= 20x/m, S= 360 C

A: Masalah belum teratasi


P: Lanjutkan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC


Black, Joyce M & John Hokanson Hawks. 2015. Medical Surgical Nursing
Clinical
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Dochterman, Joanne Mccloskey, Bulechek, Gloria M. 2016.

Nursing Interventions Classification (NIC), Fourth Edition.Missouri: Mosby.


Lewis, Sharon L. 2015. Medical Surgical Nursing : Assessment and
Management of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis :
Mosby.
Mansjoer, A. 2011.Kapita Selecta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta:
Aesculapius
Mehta, Atul. & Hoffbrand, Victor. 2015. At a Glance Hematologi. Edisi kedua.
Jakartaa: Erlangga
SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik : Pendidikan Kesehatan Pada keluarga pasien di Ruang


Hemodialisa di Rumah Sakit D Palangka Raya.
B. Sasaran
1. Program : di Rumah Sakit D Palangka Raya
2. Penyuluhan : Chronic kidney disease ( Melalui Aplikasi Zoom
Virtual)
C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan semua keluarga
pasien mampu memahami tentang Chronic kidney
disease
2. Tujuan Khusus : Setelah dilakukan penyuluhan selama 30 menit
diharapkan keluarga pasien memahami tentang :
a. Apa itu Chronic kidney disease
b. Apa Tanda dan Chronic kidney disease
c. Apa Pencegahan Chronic kidney disease
d. Apa penatalaksaan Chronic kidney disease
e. Apa pemeriksaan penunjang Chronic kidney disease

D. Materi : Chronic kidney disease


E. Metode : Ceramah dan Tanya Jawab Secara Virtual
F. Media : Zoom Virtual dan Leaflet
G. Waktu Pelaksanaan
1. Hari/Tanggal : Sabtu,12 Desember 2020
2. Pukul : 16.57 wib- Selesai
3. Alokasi Waktu : 30 menit
No Waktu Kegiatan penyuluhan Metode
Pembukaan:
 Membuka kegiatan dengan
mengucap salam secara Virtual
1 2 menit Ceramah
 Memperkenalkan diri dan Tim
Secara Virtual
 Menjelaskan tujuan Secara Virtual
Pelaksanaan:
 Apa itu Chronic kidney disease
 Apa Tanda dan Chronic kidney
disease
 Apa Pencegahan Chronic kidney
2 15 menit Ceramah
disease
 Apa penatalaksaan Chronic kidney
disease
 Apa pemeriksaan penunjang
Chronic kidney disease
Diskusi:
3 10 menit Tanya jawab
 Tanya jawab Secara Virtual
Penutup:
4 3 menit  Mengucapkan terima kasih dan Ceramah
salam penutup Secara Virtual

H. Tugas Pengorganisasian
1) Moderator : Antoni Fandefitson
1. Membuka acara penyuluhan Secara Virtual.
2. Memperkenalkan dosen pembimbing dan anggota kelompok Secara Virtual.
3. Menjelaskan tujuan dan topik yang akan disampaikan Secara Virtual.
4. Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi Secara Virtual.
5. Mengatur jalannya diskusi Secara Virtual.
2) Penyaji : Antoni Fandefitson (Secara Zoom Virtual)
3) Leader : Antoni Fandefitson
1. Menyampaikan materi penyuluhan Secara Virtual.
2. Mengevaluasi materi yang telah disampaikan Secara Virtual.
3. Mengucapkan salam penutup Secara Virtual.
4) Fasilitator : Antoni Fandefitson
1. Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan Secara
Virtual.
2. Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir Secara
Virtual.
3. Membuat dan mengedarkan absen peserta penyuluhan Secara Virtual.
4. Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan
kesehatan Secara Virtual.
5. Membagikan konsumsi
6. Setting Tempat

Kamera

Protokol/Pembawa Acara

Notulen

Penyuluhan Pengajar Fasilitator Dokumentator


I. RENCANA EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
a. Tempat dan Alat sesuai rencana.
b. Peran dan tugas sesuai rencana.
c. Setting tempat sesuai dengan rencana.
2. Evaluasi Proses
a. Selama kegiatan semua peserta dapat mengikuti seluruh kegiatan Secara
Virtual.
b. Selama kegiatan semua peserta aktif Secara Virtual.
3. Evaluasi Hasil
1. Apa itu Chronic kidney disease
2. Apa Tanda dan Chronic kidney disease
3. Apa Pencegahan Chronic kidney disease
4. Apa penatalaksaan Chronic kidney disease
5. Apa pemeriksaan penunjang Chronic kidney disease

MATERI PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG GAGAL GINJAL


1. Pengertian Gagal ginjal
Gagal Ginjal akut adalah hilangnya kemampuan ginjal untuk mengeluarkan cairan
berlebih, elektrolit, dan zat sisa dari darah, hal ini dapat berkembang dalam beberapa
jam atau beberapa hari
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang menurun secara cepat dimana
ginjal mengalami kegagalan dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit.

2. Penyebab Gagal Ginjal


1. Kurang minum air putih
2. Sering mengonsumsi minuman beralkohol dan bersoda
3. Tekanan darah tinggi
4. Pola makan dan gaya hidup tidak sehat
5. Mengonsumsi jamu-jamuan dan obat-obatan secara berlebihan

3. Tanda dan Gejala


1. Gejala dini : lemah, sakit kepala, BB menurun, lelah, nyeri pinggang
2. Gejala lanjut : Nafsu makan menurun, mual muntah, sesak nafas, kesadaran
menurun

4. Penatalaksanaan
1. Observasi keseimbangan cairan yang masuk (minum) dan keluar (BAK)
2. Cuci darah (Hemodialisa)
3. Operasi: Pengambilan batu, Cangkok Ginjal
4. Pola Nutrisi yang mencukupi
5. Obat-obatan

5. Apabila Tidak Ditangani Tangani Dengan Segera


1. Penyakit jantung
2. Stroke
3. Tekanan darah tinggi
4. Anemia (Kurang darah)
5. Kerusakan Kulit
6. Kematian

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Lab darah dan Urin
2. Pemeriksaan radiologi seperti scan dan USG

7. Pencegahan
1. Minum air putih kurang lebih 2 liter per hari
2. Jangan menahan kencing
3. Latihan fisik secara rutin
4. Tidak merokok
5. Periksa kadar kolesterol
6. Jaga berat badan

8. Apabila Sudah Terkena Gagal Ginjal Kronis


1. Konsultasi
2. Berhati-hati konsumsi obat-obatan, seperti obat rematik
3. Pengobatan pada hipertensi
4. Pengendalian gula darah, kolesterol
5. Pengendalian berat badan
6. Diet rendah protein (20-40 gram per hari
 Minuman bersoda
GAGAL GINJAL Apa Gagal  Tekanan darah tinggi
KRONIS  Infeksi penyakit
ginjal Kronis itu  Pola makan dan gaya hidup yang
? tidak sehat

Gagal ginjal kronis adalah


gangguan fungsi ginjal yang menurun Tanda dan
secara cepat dimana ginjal mengalami gejala:
kegagalan dalam mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit

Di susun Oleh : Lebih sering ingin buang air kecil,


terutama di malamhari.
Antoni Fandefitson Kulitgatal.
Adanya daraha tau protein dalam urine
2027.C.09a.0875 yang dideteksisaattes urine.
Kramotot dan kejangotot.
Apa factor penyebab ggk? Kehilangan berat badan.
Kehilangan nafsu makan.
Kelelahan atau merasa lemah.
Fakto faktor Penyebab ggk : Tekanan darah yang sulit dikendalikan.
Penumpukan cairan yang
 Faktor lain yang mempengaruhi mengakibatkan pembengkakan pada
seperti obesitas, pergelangan kaki, atautangan.
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA Sesaknapas.
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN  Merokok
Mual dan muntah.
PRODI SARJANA KEPERAWATAN  Kurang minum Gangguantidur.
TAHUN 2020
 Minuman Beralkohol
Pada gagal ginjal stadium akhir 3. Pengobatan pada hipertensi

fungsi ginjal dapat digantikan hanya 4. Pengendalian gula darah, kolesterol

dengan dialisis (cucidarah) 5. Pengendalian berat badan

atau 6. Diet rendah protein (20-40 gram per


hari)
transplantasi ginjal

Apakah ada
Pengobatan GGK?
Gagal ginjal kronik tidak dapat
disembuhkan . Jadi tujuan terapi pada Kalua sudah terkena
pasien dengan gagal ginjal kronik adalah:
 Memperlambat kerusakan ginjal atau saat terkena Ggk
yang terjadi apa yang harus kita
 Mengatasi faktor yang mendasari
gagal ginjal kronis (misalnya: lakukan ?
kencing manis, hipertensi, dll)
 Mengobati komplikasi dari SAAT/SESUDAH TERKENA GGK :
penyakit 1. Konsultasi
 Menggantikan fungsi ginjal yang
sudah tidak dapat bekerja 2. Berhati-hati konsumsi obat-obatan,
seperti obat rematik
Jurnal Nutrisia
Vol. 20 No. 1, Maret 2018
ISSN 1693-945X (Print), ISSN 26147165 (Online)
Tiarapuri, Hubungan Antara Asupan Kalsium dan Status Amenore ....
DOI 10.29238/jnutri.v20i1.253
Journal homepage: https://ejournal.poltekkesjogja.ac.id/index.php/JNUTRI

Efek Konseling Gizi terhadap Pengetahuan dan Kepatuhan


Pembatasan Intake Cairan pada Pasien Chronic Kidney
Disease (CKD) di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Maulida Ulfah1, Yuniarti2, Arintina Rahayuni3
1,2,3
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Semarang
Jl. Wolter Monginsidi No.115, Pedurungan Tengah, Pedurungan, Kota Semarang,
Jawa Tengah 50192 (Email : yuni4rti1976@yahoo.com)

ABSTRACT
Background:Between 8 to 10% of the adult population suffers kidney damage and every year millions of people
die from complications related to CKD. Fluidintake restrictions is the most difficult aspect to adhere, in RSUD
Sukoharjo 45,16% who do not adherence of fluid intake restrictions. Based on the results of research in RSUD
Sukoharjo as much as 58,06% patients have less knowledge of fluid intake restrictions.
Objective: Know the effects of nutrition counseling to knowledge and adherence of fluid intake restrictions on
CKD patients in RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Methods:The type of research was quasi experiment, using pre-post test control group design. Total research
subjects were 15 people treatment and 15 control people. Data analysis used to know the difference using different
test.
Results:There was a significant difference in knowledge of fluid intake restrictionsbefore and after nutritional
counseling using leaflets p <0,05 (p = 0,001). There was a significant difference in adherence of fluid intake
restrictionsbefore and after nutritional counseling using leaflets p <0,001 (p=0,000). There was a significant
difference in knowledge of fluid intakerestrictions before and after nutrition counseling between treatment group
and control group p <0,05 (p = 0,006). There was no significant difference in adherence of fluid intakerestrictions
before and after nutrition counseling between treatment group and control group p> 0,05 (p = 0,109).
Conclusion:Nutrition counseling can improve the knowledge and adherence of fluid intake restrictions in CKD
patients undergoing Hemodialysis significantly.

Keywords:nutrition counseling, fluid intakerestrictions

ABSTRAK
Latar Belakang: Antara 8 sampai 10% populasi orang dewasa mengalami kerusakan ginjal dan setiap tahun
jutaan orang meninggal akibat komplikasi yang berkaitan dengan CKD. Pembatasan intake cairan adalah aspek
yang paling sulit untuk dipatuhi, di RSUD Sukoharjo 45,16% yang tidak patuh pada pembatasan intake cairan.
Berdasarkan hasil penelitian di RSUD Sukoharjo sebanyak 58,06% pasien memiliki pengetahuan yang kurang
terhadap pembatasan intake cairan.
Tujuan: Mengetahui efek konseling gizi terhadap pengetahuan dan kepatuhan pembatasan intake cairan pada
Pasien CKD yang menjalani Hemodialisis di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Metode: Jenis penelitian quasi experiment, menggunakan pre-post test control grup design. Jumlah subjek
penelitian yaitu 15 orang
treatment dan 15 orang kontrol. Analisis data yang digunakan untuk mengetahui perbedaan menggunakan uji beda.
Hasil: Ada perbedaan bermakna pengetahuan pembatasan intake cairan sebelum dan sesudah konseling gizi
menggunakan leaflet p
<0,05 (p=0,001). Ada perbedaan bermakna kepatuhan pembatasan intake cairan sebelum dan sesudah konseling
gizi menggunakan leaflet p <0,001 (p=0,000). Ada perbedaan bermakna pengetahuan pembatasan intake cairan
sebelum dan sesudah konseling gizi antara kelompok treatment dan kelompok kontrol p <0,05 (p=0,006). Tidak
ada perbedaan bermakna kepatuhan pembatasan intake cairan sebelum dan sesudah konseling gizi antara
kelompok treatment dan kelompok kontrol p >0,05 (p=0,109).
Kesimpulan: Konseling gizi dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pembatasan intake cairan pada
pasien CKD yang menjalani Hemodialisis secara signifikan.

Kata Kunci : konseling gizi, pembatasan intake cairan


PENDAHULUAN penelitian di RSUD Sukoharjo sebanyak 58,06%
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) atau Chronic pasien memiliki pengetahuan yang kurang
Kidney Disease (CKD) adalah hilangnya fungsi terhadap pembatasan intake cairan. Pasien yang
ginjal yang progresif selama periode bulan atau memiliki pengetahuan lebih luas diharapkan dapat
tahun. Setiap ginjal memiliki nefron yaitu filter mengatasi masalah yang dihadapi, percaya diri dan
kecil yang jumlahnya sekitar satu juta. Jika sebagian mudah mengikuti anjuran dari tenaga kesehatan4,6.
nefron ini rusak dan berhenti bekerja maka nefron Peningkatan pengetahuan dapat dilakukan dengan
yang sehat mendapatkan pekerjaan tambahan, pendidikan secara individu salah satunya dengan
tetapi jika kerusakan terjadi secara terus menerus, konseling yang merupakan proses komunikasi dua
maka semakin banyak nefron yang rusak. Hal ini arah7,8. Hal ini didukung oleh penelitian tentang
akan mengakibatkan ginjal tidak dapat menyaring pemberian pendidikan secara individu dapat
darah dengan baik1. meningkatkan pengetahuan pembatasan intake
Global Burden of Diseasepada tahun 2010 cairan dan penurunan IDWG pada pasien CKD
menyatakan bahwa CKD merupakan peringkat 18 yang menjalani Hemodialisis7. Ahli gizi sebagai salah
dalam daftar penyebab kematian di seluruh dunia satu tenaga kesehatan diharapkan mampu
(2). Antara 8 sampai 10 % populasi orang dewasa memberikan pelayanan rawat jalan dengan
mengalami kerusakan ginjal dan setiap tahun jutaan memberikan edukasi melalui konseling gizi karena
orang meninggal akibat komplikasi yang berkaitan dapat meningkatkan kepatuhan diet pasien9.
dengan CKD2. Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik
Hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti untuk melakukan konseling gizi pada Pasien CKD
ginjal yang menggunakan mesin untuk menyaring yang menjalani Hemodialisis untuk meningkatkan
darah dari luar tubuh. Pasien CKD yang menjalankan kepatuhan dalam pembatasan intake cairan di RSUD
HD perlu melakukan perubahan pola makan, jumlah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Rumah sakit ini
obat-obatan dan asupan cairan terkait dengan ginjal dipilih karena merupakan rumah sakit rujukan
yang tidak berfungsi normal3. Pasien yang pada dimana perawatan HD banyak dilakukan. Selain itu
awalnya telah diberikan penyuluhan untuk penelitian mengenai intake cairan oleh tenaga gizi
mengurangi intake cairan masih sering mengalami belum banyak dilakukan. Hasil penelitian diharapkan
keluhan sesak napas saat datang untuk melakukan dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan
HD, hal ini akibat kelebihan volume cairan tubuh pasien CKD yang menjalani HD di rumah sakit
yaitu kenaikan melebihi dari 5% dari berat badan tersebut.
kering4. Data Kepatuhan terhadap pembatasan intake
cairan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru 31,5% METODE
sedangkan di RSUD Sukoharjo 45,16%, hal ini Penelitian ini termasuk dalam penelitian di
menunjukkan masih banyaknya pasien CKD yang bidang gizi klinik yang mengkaji “Efek Konseling
tidak patuh5,6. Ketidakpatuhan terhadap pembatasan Gizi terhadap Pengetahuan dan Kepatuhan
intake cairan akan terjadi edema dan meningkatkan Pembatasan Intake Cairan pada Pasien Chronic
risiko pada kardiovaskuler dan hipertensi6. Angka Kidney Disease (CKD) yang Menjalani Hemodialisis
kejadian edema di RSUD Abdul Wahab Sjahranie di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”.
Samarinda mencapai 25% dari total pasien CKD Jenis penelitian ini merupakan penelitian
yang menjalani HD, hal ini quasi experiment, menggunakan pre-post test
merupakan akibat ketidakpatuhan pasien. control grup design yaitu bentuk desain eksperimen
Cara yang dapat digunakan untuk yang menggunakan kelompok kontrol tetapi
meningkatkan kepatuhan diet pembatasan intake kelompok kontrolnya tidak berfungsi secara
cairan pasien salah satunya dengan meningkatkan penuh untuk mengontrol variabel- variabel luar
pengetahuan pasien. Berdasarkan hasil yang dapat mempengaruhinya. Melakukan
rangkaian percobaan untuk mengetahui konseling Variabel n

gizi sebagai variabel independent terhadap


pengetahuan dan kepatuhan sebagai variabel
dependent. Populasi dalam penelitian ini yaitu
pasien CKD yang menjalani Hemodialisis di
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda pada
April 2017. Teknik pengambilan subjek penelitian
dengan purposive sampling, berdasarkan kriteria
inklusi yaitu IDWG (Interdialytic Weight Gain) ≥
4%; dapat makan dan berjalan tanpa bantuan;
umur minimal 18 tahun dan maksimal 65 tahun;
menjalani hemodialisis 2 kali dalam seminggu;
bersedia menjadi subjek penelitian; tidak
mengalami gangguan kognitif dan psikologi; lama
hemodialisis <2 tahun dan kriteria eksklusi yaitu
pasien meninggal dunia; pasien mengundurkan
diri sebagai subjek penelitian; pasien pindah
rumah sakit. Besar subjek penelitian dihitung
menggunakan rumus uji hipotesis beda rata-rata
pada 2 kelompok independent.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini
adalah identitas subjek penelitian diambil dengan
wawancara, data pengetahuan pembatasan intake
cairan diambil melalui penilaian kuesioner, dan data
kepatuhan pembatasan intake cairan diperoleh
dengan cara melakukan penimbangan BB sebelum
dan sesudah melakukan HD menggunakan
timbangan injak digital yang kemudian menghitung
IDWG pasien.
Konseling gizi merupakan proses komunikasi
dua arah oleh konselor gizi dalam mengatasi
masalah tentang pembatasan intake cairan yang
dilakukan setiap satu minggu sekali selama tiga
minggu10,11dievaluasi melalui pengetahuan dan
kepatuhan pasien, dilakukan dengan panduan
menggunakan leaflet, hasil ukur tidak diberikan
konseling dan diberikan konseling.
Pengetahuan pembatasan intake cairan merupakan
pengetahuan pasien HD tentang intake cairan
meliputi pengertian, tujuan, indikasi
dilakukannnya pembatasan intake cairan, akibat
kelebihan cairan, cara membatasi intake cairan,
penilaian dilakukan sebelum treatment dan
sesudah dilakukan treatment pada minggu
terakhir
Perempuan 9 60,0 11 73,3
Laki-laki 6 40,0 4 26,7

Pendidikan Terakhir
Tidak Sekolah/Tidak Tamat
Treatment Kontrol 1 6,7 1 6,7
SD
% n % 4 26,7 3 20,0
SD
penelitian, yang diukur menggunakan kuesioner SMP 0 0,0 2 13,3
yang sudah divalidasi dengan uji Reliability SMA/SMK 7 46,7 3 20,0
Statistics pada penelitian sebelumnya6 dengan total Perguruan Tinggi 3 20,0 6 40,0
pertanyaan sebanyak 20 pertanyaan. Pekerjaan
Kepatuhan pembatasan intake cairan merupakan Guru 0 0,0 1 6,7
kepatuhan pasien dalam membatasi konsumsi PNS/ABRI/POLRI 1 6,7 1 6,7
cairan yang dilihat dari kenaikan berat badan Karyawan Swasta 0 0,0 1 6,7

diantara dua waktu dialysis yaitu setelah HD pertama Pedagang 1 6,7 0 0,0

dan sebelum HD kedua, penilaian dilakukan Tidak Bekerja 12 80,0 11 73,3


Lain-lain 1 6,7 1 6,7
sebelum treatment dan sesudah dilakukan
treatment pada minggu terakhir penelitian, yang Jenis Kelami

diukur menggunakan rumus hasil ukurnya %IDWG,


skala ukur yang digunakan yaitu interval.
Analisis statistik yang digunakan yaitu analisis
univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan untuk mendiskripsikan karakteristik Subjek penelitian adalah pasien CKD yang
subjek penelitian Analisis bivariat digunakan untuk menjalani Hemodialisis yaitu sebanyak 30 orang
melihat pengaruh masing-masing variabel dimana terbagi menjadi dua kelompok yaitu
independent yaitu konseling gizi, dengan variabel kelompok treatment dan kelompok kontrol masing-
dependent yaitu perbedaan pengetahuan sebelum masing sebanyak 15 orang.
dan sesudah pada kelompok treatment dan
kontrol tidak berdistribusi normal menggunakan uji Tabel 1. Distribusi Frekuensi Umur, Jenis
Wilcoxon; perbedaan kepatuhan sebelum dan sesudah Kelamin, Pendidikan Terakhir dan Pekerjaan
pada kelompok treatment berdistribusi normal Subjek Penelitian
menggunakan uji Paired T-Test; perbedaan Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa
kepatuhan sebelum dan sesudah pada kelompok umur pasien antara 46-65 tahun mendominasi pada
kontrol tidak berdistribusi normal menggunakan uji kelompok treatment dan kelompok kontrol. Hal ini
Wilcoxon; perbedaan pengetahuan sebelum dapat dipengaruhi oleh Laju Filtrasi Glomerulus
konseling gizi antara kelompok treatment dan (LFG) yang mulai mengalami penurunan secara
kelompok kontrol tidak berdistribusi normal progresif pada umur diatas 40 tahun sampai 70
menggunakan uji Mann Whitney; perbedaan tahun sebanyak ± 50%, kemampuan inilah yang
pengetahuan sesudahkonseling gizi antara mempengaruhi kerja ginjal12.Pendidikan terakhir
kelompok treatment dan kelompok kontrol tidak atau tingkat pendidikan pasien memiliki kekuatan
berdistribusi normal menggunakan uji Mann hubungan positif untuk memahami informasi dan
Whitney; perbedaan kepatuhan sebelum konseling mengaplikasikannya dalam perilaku dan gaya hidup
gizi antara kelompok treatment dan kelompok sehari-hari yang termasuk dalam kepatuhan13.
kontrol tidak berdistribusi normal menggunakan uji Dari tabel 2, diketahui bahwa pengetahuan
Mann Whitney; perbedaan kepatuhan sesudah pasien tentang pembatasan intake cairan dalam
konseling gizi antara kelompok treatment dan kategori baik mengalami peningkatan setelah
kelompok kontrol berdistribusi normal dilakukan konseling gizi menggunakan leaflet. Hal
menggunakan uji Independent T-test. ini dapat dilihat pada jawaban dari pertanyaan yang
diajukan dalam kuesioner diperoleh hasil bahwa
pertanyaan yang paling banyak salah pada kelompok
treatment sebelum dilakukan konseling gizi mengurangi rasa haus” dan “Untuk mengurangi rasa
menggunakan leaflet yaitu pertanyaan “Apabila haus pasien tidak dianjurkan mengkonsumsi air
terjadi pembengkakan pada kaki atau tangan dingin” masing- masing sebesar 46,7%. Setelah
dianjurkan membatasi makanan yang mengandung dilakukan konseling menggunakan leaflet
gula” sebesar 60,0%, “Makan permen, dan sikat pertanyaan yang paling banyak salah
gigi adalah cara yang dapat dilakukan untuk
Variabel Treatment Kontrol pada kelompok treatmentyaitu masih pada
n % n %
Umur (Tahun)
pertanyaan yang sama hanya saja persentasenya
yang menurun yaitu “Apabila terjadi
26-45 4 26,7 5 33,3
pembengkakan pada kaki atau tangan dianjurkan
46-65 11 73,3 10 66,7
membatasi makanan yang mengandung gula”
sebesar 26,7%, “Makan permen, dan sikat gigi
adalah cara
yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa haus” Pengetahuan tentang pembatasan intake cairan
dan “Untuk mengurangi rasa haus pasien tidak pada kedua kelompok sama-sama mengalami
dianjurkan mengkonsumsi air dingin” masing- peningkatan, namun pada kelompok treatment
masing sebesar 20,0%. Kemudian pengetahuan perubahannya jauh lebih tinggi karena dilakukan
pembatasan intake cairan dalam kategori baik konseling gizi. Konseling gizi dapat meningkatkan
mengalami peningkatan setelah diberikan leaflet pengetahuan dan kemampuan yang lebih baik14.
pada kelompok kontrol.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengetahuan dan Kepatuhan Pembatasan Intake Cairan (Pre-Post Test)
Variabel Treatment Kontrol
Pre Post Pre Post
N % n % n % n %

Pengetahuan
Sedang 7 46,7 1 6,7 4 26,7 2 13,3
Baik 8 53,3 14 93,3 11 73,3 13 86,7
Kepatuhan
Tidak Patuh 15 100,0 6 40,0 15 100,0 10 66,7
Patuh 0 0,0 9 60,0 0 0,0 5 33,3

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa adanya konseling gizi dapat dijadikan metode dalam
pada awal penelitian semua subjek penelitian dalam mencapai tujuan komunikasi karena melibatkan
kategori tidak patuh. Kemudian setelah dilakukan pemberi dan penerima pesan secara aktif.
konseling gizi menggunakan leaflet pada kelompok Komunikasi yang memberikan peluang untuk saling
treatment, kategori patuh meningkat. Beberapa tanya jawab, menggali informasi dan
yang dikategorikan tidak patuh masih mengklarifikasi akan memudahkan dalam menerima
menunjukkan angka penurunan IDWG yang baik. informasi14.
Pada kelompok kontrol yang hanya diberikan leaflet Sedangkan pada kelompok kontrol
saja, kategori patuh juga meningkat yaitu diperoleh hasil ada perbedaan bermakna antara
sebanyak 5 orang (33,3%), sedangkan 10 orang pengetahuan dan pembatasan intake cairan setelah
(66,7%) masih dalam kategori tidak patuh yaitu diberikan leaflet (p=0,008). Adanya perbedaan
angka IDWG ada yang menurun, tetap dan ada pula pengetahuan pembatasan intake cairan pada
yang meningkat. Hasil ini menggambarkan bahwa kelompok kontrol, menunjukkan bahwa pemberian
masih ≥40% subjek penelitian yang tidak patuh leaflet memberikan perubahan pengetahuan pada
pada pembatasan intake cairan. pasien CKD yang menjalani HD. Peningkatan
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada pengetahuan pada kelompok kontrol dimungkinkan
tabel 3, diperoleh hasil ada perbedaan bermakna karena subjek penelitian membacaleaflet berulang
antara pengetahuan pembatasan intake cairan kali sehingga dapat mempercepat ingatannya11,15.
sebelum dan sesudah konseling gizi menggunakan
leaflet(p=0,001).
Tabel 3. Perbedaan Pengetahuan dan Kepatuhan Pembatasan Intake Cairan Sebelum dan
Sesudah Konseling Gizi
Treatment Kontrol
Rata-rata±SD Rata-rata±SD
Sig Sig
Variabel Pre Post (p) Pre Post (p)
Pengetahuan 81,33±9,35 94,33±6,23 0,001** 84,33±4,95 88,00±5,28 0,008**

Kepatuhan 6,43±1,38 4,13±1,54 0,000* 6,47±1,90 5,13±1,75 0,023**

(*): Uji Paired T-Test (**):Uji Wilcoxon

Berdasarkan tabel 3, diperoleh hasil ada Adanya perbedaan kepatuhan pembatasan intake
perbedaan antara kepatuhan pembatasan intake cairan pada kelompok treatment, menunjukkan
cairan sebelum dan sesudah konseling gizi bahwa konseling gizi dengan menggunakan leaflet
menggunakan leaflet (p=0,000). memberikan perubahan
kepatuhan pada pasien CKD yang menjalani HD.
Konseling dinilai efektif karena ada perubahan
perilaku14 sehingga membawa dampak secara klinis.
Pada kelompok kontrol, ada perbedaan
bermakna antara kepatuhan pembatasan intake
cairan setelah diberikan leaflet (p=0,023). Adanya
perbedaan kepatuhan pembatasan intake cairan
pada kelompok kontrol, menunjukkan bahwa
pemberian leaflet memberikan perubahan
kepatuhan pada pasien CKD yang menjalani HD.
Menurut Lawrence Green kepatuhan
dipengaruhi oleh faktor predisposisi salah
satunya yaitu tingkat pendidikan, semakin tinggi Gambar 1. Grafik Pengetahuan Pembatasan
pendidikan subjek maka kepatuhan pembatasan Intake Cairan antara Kelompok Treatment dan
intake cairan semakin baik13. Faktor predisposisi yang Kelompok Kontrol
lain yaitu umur yang menunjukkan bahwa semakin
tua umur pasien semakin tinggi skala demensia Hasil ini dapat disimpulkan ada perbedaan
yang diperoleh dan semakin tinggi pula pengetahuan secara signifikan terhadap
ketidakpatuhan pasien16,17. Oleh karena itu, dapat pembatasan intake cairan sebelum dan sesudah
dimungkinkan pada kelompok kontrol juga konseling gizi antara kelompok treatment dan
mengalami peningkatan kepatuhan walaupun hanya kelompok kontrol. Pendidikan kesehatan secara
menggunakan leaflet. individual lebih meningkatkan pengetahuan
Pada awal penelitian pengetahuan tentang dibanding kelompok leaflet. Hal ini karena jika
pembatasan intake cairan tidak berbeda pada diberikan secara individual menghasilkan kontak
kelompok treatment dan kontrol (p=0,427). antar penerima dan pemberi pesan menjadi lebih
Sesudah penelitian diperoleh hasil ada perbedaan intensif18. Sedangkan konseling merupakan salah satu
bermakna antara pengetahuan pembatasan intake cara untuk memberikan pendidikan kesehatan dengan
cairan sebelum dan sesudah konseling gizi antara sasaran individu dengan kedudukan atau hubungan
kelompok treatment dan kontrol, (p=0,006). secara horizontal, yaitu kedudukan pasien dan
Peningkatan pengetahuan lebih besar pada konselor sejajar yang diharapkan menimbulkan
kelompok treatment dibandingkan dengan perasaan yang nyaman dan informasi mudah untuk
kelompok kontrol (grafik pada gambar 1). diterima14.
Tabel 4. Perbedaan Pengetahuan dan Kepatuhan Pembatasan Intake Cairan Sebelum dan Sesudah
Konseling Gizi antara Kelompok Treatment dan Kelompok Kontrol
Pre Post

Rata-rata±SD Rata-rata±SD
Sig Sig
Variabel (p) Treatment Kontrol (p)
Treatment Kontrol
Pengetahuan 81,33±9,35 84,33±4,95 0,427** 94,33±6,23 88,00±5,28 0,006**
Kepatuhan 6,43±1,38 6,47±1,90 0,619** 4,13±1,54 5,13±1,75 0,109*
(*): Uji Independent T-Test (**):Uji Mann Whitney

Pada awal penelitian kepatuhan pembatasan yang tidak patuh pada pembatasan intake cairan yang
intake cairan tidak berbeda pada kelompok dilihat dari IDWG pasien. Keberhasilan konseling itu
treatment dan kontrol (p=0,619). Sesudah sendiri tergantung dari berbagai faktor, baik faktor
penelitian, diperoleh hasil tidak ada perbedaan internal (pendidikan, keahlian, persepsi)
bermakna antara kepatuhan pembatasan intake
cairan sebelum dan sesudah konseling gizi pada
kelompok treatment dan kelompok kontrol
(p=0,109). Tidak adanya perbedaan antara
pengetahuan pembatasan intake cairan sebelum dan
sesudah konseling gizi pada kelompok treatment
dan kelompok kontrol, menunjukkan bahwa
kemungkinan terjadi karena pada kelompok
treatment yang telah diberikan konseling masih ada
maupun eksternal (lingkungan, organisasi, social
budaya, sosioekonomi) 19. Sedangkan dalam proses
konseling seseorang yang membutuhkan
pertolongan (pasien) dan seorang petugas
konseling akan bertatap muka dan berbicara
hingga pasien mampu untuk memecahkan
masalah yang dihadapinya14.
Pada penelitian ini pasien yang menjadi
subjek penelitian memberikan respon yang baik
dalam usaha pembatasan intake cairan yang telah
disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
pasien yaitu cairan yang masuk bergantung pada
jumlah urin per 24 jam ditambah dengan IWL
(500-750 ml)20. Walaupun masih ada pasien yang
tidak patuh terhadap pembatasan intake cairan pada
kelompok treatment, dilihat IDWG ≥4%. Hal ini
mungkin karena pada
pasien CKD terdapat peningkatan kadar angiotensin intervensi konseling gizi yang berkesinambungan
II yang dapat menimbulkan rasa haus, akan tetapi dengan mengatur frekuensi konseling untuk
pasien ini tidak bisa mengelola secara normal meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien
terhadap haus yang dirasakan21. Bagi Pasien, harus memahami dan mentaati
Meskipun secara uji statistik diperoleh hasil pola pembatasan intake cairan yang sesuai dengan
tidak ada perbedaan bermakna antara kepatuhan rekomendasi ahli gizi maupun tenaga medis
pembatasan intake cairan sebelum dan sesudah lainnya. Bagi Peneliti Lain perlu adanya penelitian
konseling gizi pada kelompok treatment dan lebih lanjut mengenai efek konseling gizi terhadap
kelompok kontrol, namun terjadi peningkatan pengetahuan dan kepatuhan pembatasan intake
kepatuhan yang lebih tinggi pada kelompok cairan pada pasien CKD yang menjalani HD dengan
treatment dibandingkan dengan kelompok kontrol memperhatikan sikap, dukungan keluarga dan
berdasarkan penurunan IDWG yaitu dilihat dari dilakukan pendekatan secara longitudinal.
beda rata-rata sebesar 2,3 (grafik pada gambar 2).
Sehingga dengan melakukan konseling gizi
menggunakan leaflet lebih baik daripada hanya
memberikan leaflet saja.

Gambar 2. Grafik Kepatuhan Pembatasan Intake


Cairan antara Kelompok Treatment dan
Kelompok Kontrol

KESIMPULAN DAN SARAN


Ada perbedaan pengetahuan, kepatuhan
pembatasan intake cairan serta intake cairan
sebelum dan sesudah konseling gizi pada Pasien
CKD yang menjalani Hemodialisis di RSUD Abdul
Wahab Sjahranie Samarinda. Tidak ada perbedaan
kepatuhan pembatasan intake cairan sebelum dan
sesudah konseling gizi antara kelompok treatment
dan kontrol pasien CKD yang menjalani
Hemodialisis di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarindanamun terjadi peningkatan kepatuhan
yang lebih tinggi pada kelompok treatment.
Perlu adanya kebijakan pemberian program
DAFTAR PUSTAKA W, Christensen AJ. Effect of a Behavioral Self- Regulation
1. World Kidney Day. World Kidney Day. International Intervention on Patient Adherence to Fluid- Intake
Urology and Nephrology [Internet]. 2015; Available Restrictions in Hemodialysis: a Randomized Controlled
from: http://www.worldkidneyday.org/faqs/chronic- Trial. Ann Behav Med. 2016;50(2):167–76.
kidney-disease/ 11. Larasari P. Pengaruh Konseling dengan Bantuan Media
2. Jha V, Garcia-Garcia G, Iseki K, Li Z, Naicker S, Plattner B, Leafleat terhadap Pengetahuan Penggunaan Antibiotik
et al. Chronic kidney disease: Global dimension and pada Masyarakat Patrang Kabupaten Jember. Skripsi,
perspectives. Lancet [Internet]. 2013;382(9888):260– Universitas Jember; 2015.
72. Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/S0140-
6736(13)60687-X
3. NIDDK. Treatment Methods for Kidney Failure:
Hemodialysis. 2010; Available from: https://www.niddk.
nih.gov/health-information/kidney-disease/kidney-
failure/hemodialysis
4. Kamaluddin R, Rahayu E. Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kepatuhan Asupan Cairan pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. J Keperawatan
Soedirman [Internet]. 2009;4(1):20–5. Available from:
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=
j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ve
d=0CCUQFjAB&url=http://jos.unsoed.ac.id/index.php/
keperawatan/article/download/175/40&ei=K7tQVdGvI
4vi8gXHkIHwAw&usg=AFQjCNEvLx1LVFkHHyrg7Bo
Mayl3dSivMw&sig2
5. Setia Rini, Siti Rahmalia HD APD. Hubungan antara
Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan dalam
Pembatasan Asupan Nutrisi dan Cairan pada Pasien
Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisa. Progr Stud Ilmu
Keperawatan Univ Riau. 2013;16–8.
6. Umayah E. Hubungan Tingkat Pendidikan, Pengetahuan
dan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan dalam
Pembatasan Asupan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal
Kronik (GGK) yang Menjalani Hemodialisa (HD) Rawat
Jalan di RSUD Kabupaten Sukoharjo. Skripsi, Universitas
Muhamadiyah Surakarta; 2016.
7. Hanum R, Nurchayati S, Hasneli Y. Pengaruh
Pendidikan Kesehatan secara Individual tentang
Pembatasan Asupan Cairan terhadap Pengetahuan
tentang Pembatasan Cairan dan IDWG (Interdialytic
Weight Gain) pada Pasien Hemodialisis. Jom.
2015;2(2):1427–34.
8. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman PGRS
Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Vol. 53. Jakara; 2013. 1689-
1699 p.
9. Sucipto A. Efekti vitas Konseling DM Dalam
Meningkatkan Kepatuhan Diet DM pada Diabetes
Melitus Tipe 2. Med Respati. 2014;
10. Howren MB, Kellerman QD, Hillis SL, Cvengros J, Lawton
12. Anita DC, Novitasari D. Kepatuhan Pembatasan Asupan Cairan terhadap Lama Menjalani
Hemodialisa. In: Prosiding Seminar Nasional & Internasional. 2017.
p. Vol. 1, No. 1.
13. Fatmah Mardjun, Zuhriana K. Yusuf AA. Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Pembatasan
Asupan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Ruang Hemodialisa RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe
Kota Gorontalo. Doctoral dissertation. Doctoral dissertation, Universitas Negeri Gorontalo; 2014.
14. Cornelia, Sumedi E dkk. Konseling Gizi. 3rd ed. Jakarta: Penebar Swadaya Grup; 2016. 9-42 p.
15. Kawuriansari R, Fajarsari D, Mulidah S. Studi Efektifitas Leaflet Terhadap Skor Pengetahuan Remaja
Putri Tentang Disminorea di SMP Kristen 01 Purwokerto Kabupaten Banyumas. J Bidan Prada.
2010;1(1):108– 22.
16. Kugler C, Maeding I, Russell CL. Non-adherence in patients on chronic hemodialysis: An international
comparison study. J Nephrol [Internet]. 2011;24(3):366–
75. Available from: https://www.scopus.com/inward/
YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
Jalan Beliang No.110 Palangka Raya Telp/Fax. (0536) 3227707
E-Mail : stikesekaharap110@yahoo.com
LEMBAR KONSULTASI PPK 4 RUANG HEMODIALISA

NAMA : Antoni Fandefitson


NIM : 2017.C.09A.0875
PRODI : S1 KEPERAWATAN TINGKAT IV B
Hari/Tgl Tanda Tangan
No Catatan Pembimbing
/Waktu Pembimbing Mahasiswa
1
Kamis,1
5
Oktober
2020

Anda mungkin juga menyukai