Makalah Seminar
Makalah Seminar
BAB I
PENDAHULUAN
perhatian. Maka, bagaimana agar 2 (dua) kecamatan tersebut dapat disuplai dari kabupatennya
sendiri.
d. Bangunan pusat tenaga listrik yang dibangun bagaimana kemudian harus memenuhi standar
perencanaan bangunan air yang telah ditetapkan.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Maksud dan
Tujuan, Pembatasan Masalah, Lokasi Perencanaan dan Sistematika Penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini membahas tentang dasar-dasar perencanaan dari sebuah bangunan
sebagai pusat tenaga listrik tenaga air dan kajian tentang kapasitas PLTA.
BAB III METODOLOGI
Bab ini membahas tentang data-data yang harus didapatkan dalam perencanaan
bangunan pusat listrik tenaga air dan bagaimana metode pengumpulan datanya.
BAB IV KRITERIA PERENCANAAN PENYEDIAAN DAN BANGUNAN
PENGHIMPUN AIR
Bab ini membahas tentang perhitungan kapasitas bendungan dan jumlah air
yang dapat dihimpun, kriteria perencanaan bangunan penghimpun air yang
terdiri dari bangunan bendung, bangunan pelimpah dan bangunan pemasok air.
BAB V PERENCANAAN BANGUNAN PENYALUR AIR
Bab ini membahas tentang perencanaan dan desain dari bangunan penyalur air
yang terdiri dari terowongan tekan, sumur peredam, pipa pesat dan blok
angker.
BAB VI TINJAUAN POTENSI PLTA
Bab ini membahas tentang kapasitas PLTA, tinjauan dari sistem jaringan
terpisah atau tunggal (isolated) dengan system jaringan interkoneksi
(interconnected) serta perhitungan pendapatan dan penerimaan PLTA.
BAB VII PENUTUP
Bab ini membahas tentang kesimpulan, saran dan kata penutup.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1
Linsley, K. Ray dan Joseph B. Franzini, Teknik Sumber Daya Air (terjemahan Ir. Djoko Sasongko, M.Sc), halaman 148 – 149,
Jakarta, 1990.
2
Arismunandar, Artono dan Susumu Kuwahara (ibid), halaman 19.
3
Linsley, K. Ray dan Joseph B. Franzini, Teknik Sumber Daya Air (terjemahan Ir. Djoko Sasongko, M.Sc), halaman 143, Jakarta,
1990.
6
Beton,
Gaya berat
pasangan batu
Busur Beton
Beton
Berpeno- (juga kayu dan
pang baja)
4
Kavitasi adalah suatu kejadian yang timbul dalam aliran air dengan kecepatan begitu besar, sehingga tekanan air menjadi lebih
kecil daripada tekanan uap air maksimum di temperature itu. Proses ini menimbulkan gelembung-gelembung uap air yang dapat
menimbulkan erosi pada turbin (Patty, 1994)
7
D
r
5
Arismunandar, Artono dan Susumu Kuwahara, Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jilid I : Pembangkitan Dengan Tenaga Air,
halaman 38, Jakarta, 1982.
6
Arismunandar, Artono dan Susumu Kuwahara (ibid), halaman 39.
8
konstruksi, berupa biaya penggalian (excavation) per m3 tanah, pelapisan (lining) yang
besarnya tergantung dari jenis pelapisannya (steel lining atau concrete lining) dan biaya
untuk konstruksi perkuatan, ditambah biaya operasi dan pemeliharaan (O dan M). Biaya
operasi dan pemeliharaan biasanya ditentukan sebesar sekian persen dari biaya konstruksi.
Semakin kecil diameter terowongan, semakin kecil juga cost yang diperlukan. Tapi
kehilangan energi semakin besar. Demikian juga sebaliknya, semakin besar diameter
terowongan, semakin besar juga cost yang diperlukan. Tapi kehilangan energi semakin
kecil. Jadi diameter ekonomis adalah diameter optimum, di mana pada diameter tersebut
besarnya cost dan kehilangan energi minimum (lampiran diagram grafik mencari diameter
ekonomis pipa)7.
Kehilangan energi pada terowongan tekan disebabkan oleh 2 (dua) hal. Yaitu
kehilangan energi akibat gesekan (primer) dan kehilangan energi akibat turbulensi
(sekunder) pada pemasukan, pengeluaran dan belokan-belokan dan katub atau pintu serta
perubahan penampang saluran.
a. Kehilangan energi akibat gesekan (primer)
Besar kehilangan energi akibat gesekan (hf) dapat dihitung dengan persamaan
Darcy – Weisbach, yaitu :
Lv 2
hf ………………………………………………….. (2.4)
D.2 g
di mana :
λ = koefisien gesekan
L = panjang saluran (meter)
v = kecepatan air di saluran (m/s)
D = diameter saluran (m)
g = gaya gravitasi bumi (m2/detik)
b. Kehilangan energi sekunder
Kehilangan energi sekunder ini terdiri dari :
- Kehilangan energi pada pemasukan (he)
v2
he Ke. ……………………………………………... (2.5)
2g
Ke adalah koefisien kehilangan energi pada pemasukan
- Kehilangan energi pada belokan (hb)
v2
hb Kb. ……………………………………………... (2.6)
2g
Kb adalah koefisien kehilangan energi karena belokan
- Kehilangan energi pada katup atau pintu (hg)
v2
hg Kg . ……………………………………………... (2.7)
2g
Kg adalah koefisien kehilangan energi pada katub pintu
Dengan demikian total kehilangan tinggi energi (ht) yang terjadi pada
terowongan tekan adalah :
ht = he + hf + hb + hg ……………………………………….. (2.8)
Besarnya kehilangan tinggi energi ini dihitung sebagai kehilangan
produksi listrik per tahun. dengan memasukkan harga listrik per-KWH,
maka dapat dihitung besarnya kehilangan produksi yaitu sebesar :
9,8 x Q x ht x T x harga listrik per Kwh ………………………. (2.9)
Di mana :
Q = debit (m3/detik)
T = lama pengoperasian per tahun (jam)
Untuk menekan besarnya kehilangan energi, maka dilakukan upaya untuk
memperkecil yaitu dengan cara :
7
Patty, O.F, Tenaga Air, halaman 80, Jakarta, 1994.
9
Ath n
L. A
(n) ……………………………………………. (2.10)
2.c.g.H
Di mana :
Ath = luas penampang sumur peredam (m2)
L = panjang terowongan tekan (m)
A = luas penampang terowongan (m2)
c = total headloss dibagi dengan velocity
n = angka keamanan, untuk smumur peredam sederhana diambil
sebesar 1,25
Persamaan Calame-Gaden yang dipakai untuk menentukan tinggi muka air maksimum
(Zmaks) adalah :
8
Dandekar, M.M dan K.N Sharma, Pembangkit Listrik Tenaga Air (Terjemahan D. Bambang Setyadi), halaman 333, Jakarta, 1991.
10
Z maks =
L At ……………………………………………….. (2.11)
v .
g As
Di mana :
v = kecepatan air pada terowongan (m/detik)
L = panjang terowongan tekan (m)
g = gaya gravitasi bumi
At = luas penampang terowongan (m2)
As = luas penampang sumur peredam (m2)
2.5.3. Pipa Pesat
Pipa tekan yang dipakai untuk mengalirkan air dari tangki atas (head tank) atau
langsung dari bangunan ambil air disebut pipa pesat (penstock). Fungsi dari pipa pesat
adalah sebagai alat pengantar air ke turbin, jadi syaratnya harus rapat atau kedap air dan
harus kuat menahan atau mengimbangi tekanan air dalam pipa.
Pada ujung permulaan pipa pesat ini disediakan katub (valve) untuk menutup
aliran air dalam pipa dan mengosongkannya. Pada suatu PLTA sederhana dan kecil, katub
di permulaan pipa pesat hanya satu, yaitu katub tangan (manual operated valve) dan pipa
PLTA yang besar di samping katub tangan tersebut juga dilengkapi dengan katub otomatis.
Selanjutnya di depan pipa pesat dipasang saringan untuk menghindarkan
masuknya benda-benda yang tidak diinginkan ke dalam pipa dan terus ke turbin yang dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan.
Macam-macam bahan dari pipa pesat adalah :
a. Pipa pesat dari kayu
b. Pipa pesat dari baja
c. Pipa pesat dari beton bertulang
d. Pipa pesat dari aluminium
e. Pipa pesat dari baja dengan beton bertulang (pipa golang) atau pipa Prof. Ir.
Soedijatmo9.
9
Patty, O.F, (ibid), halaman 79.
11
f. Sebagai perkuatan mantel dan mantel dapat terpegang lebih baik oleh beton, maka
diberi rib-rib besi kanal (I atau C) pada jarak tertentu melingkari mantel.
Kehilangan energi (headloss) yang terjadi pada pipa pesat adalah sebagai berikut :
a. Kehilangan valve tinggi energi pada katub (hg). Kehilangan ini dicari dengan
persamaan (2.7).
b. Kehilangan tinggi energi karena perubahan penampang (he)
Besarnya kehilangan tinggi energi pada perubahan penampang
dipengaruhi oleh panjangnya peralihan (daerah transisi) serta sudut
peralihan. Untuk mencari koefisien kehilangan energi pada peralihan
dapat digunakan grafik koefisien kehilangan energi pada perubahan
profil.
v2
he Ke. ………………………………………………… (2.12)
2g
Ke adalah koefisien kehilangan tinggi energi karena perubahan penampang
c. Kehilangan tinggi energi pada belokan (bends) (kb). Kehilangan ini dapat dicari
dengan persamaan (2.6). Kehilangan energi ini tergantung dari sudut belok pipa.
d. Kehilangan tinggi energi karena gesekan (hf). Kehilangan energi ini dapat dicari
dengan persamaan (2.4)
e. Kehilangan tinggi energi pada pengeluaran
v2
ho Ko. ………………………………………………... (2.13)
2g
Ko adalah koefisien kehilangan tinggi energi pada pengeluaran
Dengan demikian, total kehilangan tinggi energi (ht) pada pipa pesat adalah :
ht = hg + hb + ht + ho + hf ………………………………....... (2.14)
2.5.4. Blok Angker
Fungsi blok angker adalah untuk memegang pipa pesat pada tanah pondasi, agar
titik perpotongan sumbu pipa pesat tidak bergerak (pipa pesat harus tetap dapat bergerak
axial). Umumnya diletakkan pada tiap-tiap sudut atau belokan pipa pesat dan pada pipa
pesat yang lurus pada jarak > 100 meter. Pelana (saddle atau sochell) dipasang pada sela
blok angker dengan jarak 6 – 12 meter. Jadi keduanya menyangga berat pipa dan air. Blok
angker dapat dibuat dari :
a. Pasangan batu bata
b. Pasangan batu pecah/kali
c. Beton bertulang
Pada skema perencanaan ini digunakan blok angker yang terbuat dari beton bertulang.
Sambungan pada pipa pesat dapat di atas, di bawah atau di tengah. Sambungan di
atas sangat menguntungkan bagi blok angker dan soal pemsangan (montage) lebih mudah
yaitu dari bawah ke arah atas dari tempat turbin. Jadi setelah sampai, maka tidak terjadi
apa-apa, karena kolam pengumpul atau bendungan sangat luas. Pada sambungan ini
diperhitungkan gaya pada blok angker. Sifat-sifat dari tanah atau batu pondasi adalah
sangat penting bagi stabilitas blok angker (tegangan tanah harus cukup kuat menahan gaya-
gaya)
Syarat kestabilan pada blok angker adalah resultan gaya-gaya yang bekerja pada
blok angker harus terletak pada inti (1/3 bagian tengahnya). Beban-beban yang bekerja
pada blok angker ini adalah berat sendiri dari pipa pesat yang terdiri dari berat beton dan
berat baja serta berat air yang melewati pipa pesat.
Sedangkan gaya-gaya yang bekerja pada blok angker adalah :
1) Gaya hidrostatis
k1 A. w .H dyn ton ……………………………………….. (2.15)
di mana :
A = luas penampang pipa pesat dalam blok angker (m2)
γw = berat jenis air (t/m3)
12
2) Gaya hidrodinamis
Q. w .v
k2 ……………………………………………….. (2.16)
g
di mana :
Q = debit air yang melewati pipa (m3/detik)
g = gaya gravitasi bumi
v = kecepatan air (m2/detik)
3) Gaya akibat pipa kosong setelah hulu
k3 = P sin β (ton) ……………………………………….... (2.17)
di mana :
P = berat pipa kosong (sepanjang L1) (ton)
4) Gaya akibat pipa kosong setelah hilir
k4 = P sin β (ton) …………………………………………. (2.18)
P = berat pipa kosong (sepanjang L2) (ton)
5) Gaya akibat geseran pipa pesat (hulu) dengan sochell
k5 = f cos β (½ (p + w)) ……………………………………. (2.19)
di mana :
f = gaya geser pipa – sochell
p + w = berat pipa dan air dari blok angker sampai sochell di atasnya
6) Gaya akibat geseran pipa pesat (hilir) dengan sochell
k6 = f cos β (½ (p + w)) ……………………………………. (2.20)
7) Gaya geseran pada sambungan (hulu) akibat muai atau susut
k7 = f ‘ . π (D + 2t) (ton) …………………………………… (2.21)
di mana :
f’ = keliling pipa
t = tebal pipa (m)
D = diameter dalam pipa (m)
8) Gaya geseran pada sambungan (hilir) akibat muai atau susut
k8 = f ‘ . π (D + 2t) (ton) …………………………………… (2.22)
9) Gaya tekanan hidrostatis pada ujung pipa pesat pada sambungan (hulu)
k9 = ahulu . γw . Hdyn (ton) ……………………........................ (2.23)
di mana :
a = luas cincin (m2)
10) Gaya tekanan hidrostatis pada ujung pipa pesat pada sambungan (hilir)
k10 = ahilir . γw . Hdyn (ton) ………………………………….. (2.24)
13
BAB III
METODOLOGI
Perhitungan kapasitas dari PLTA yang dihasilkan didapatkan dari hasil perkalian antara tinggi
terjun efektif yang ada, debit air yang melewati pipa penyalur air ke turbin dan efisiensi dari
PLTA. Hasil dari perhitungan kapasitas PLTA ini kemudian akan dibandingkan dengan data
tentang listrik di Wonosobo yang didaptkan agar dapat dinilai sejauh mana perencanaan PLTA
ini dapat menjawab persoalan yang dihadapi di bidang energi listrik yang sedang terjadi.
Mulai
Studi Pustaka
Mengumpulkan dan
Identifikasi Data
Analisa Data
Perencanaan
Gambar
Selesai
Gambar 3.1
Bagan Alur Perencanaan
Pusat Listrik Tenaga Air Sungai Tulis
17