Anda di halaman 1dari 12

ASPEK HUKUM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

YANG DILAKUKAN OLEH TOKO MODERN TERHADAP


USAHA KECIL

(Studi Kasus di Toko Modern dan Usaha Kecil di Jalan MT. Haryono Malang)”
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang diundangkan pada tanggal
5 Maret 1999 berlaku secara efektif pada tanggal 5 Maret 2000. Berlakunya
Undang-Undang ini diharapkan dapat menghapus praktek monopoli dan
persaingan curang yang marak mewarnai kegiatan ekonomi pada pertengahan
tahun 1997 yang berpuncak pada tahun 1998. Kegiatan industri (umumnya
usaha besar) langsung terpuruk, bahkan sulit untuk bangkit kembali
dibandingkan dengan usaha-usaha besar di Negara tetangga kita yang
mengalami hal serupa, seperti Malaysia, Philipina, maupun Thailand. Artinya,
selama ini ada yang salah dengan sistem dan praktek regulasi kegiatan
ekonomi di Indonesia.
Fakta menunjukan, bahwa gejolak akibat krisis ekonomi yang
berkepanjangan merupakan kesalahan manajemen ekonomi pemerintahan
Orde Baru. Krisis terjadi karena rusaknya pilar ekonomi dalam segi
perbankan, kebijakan moneter, dan pinjaman hutang luar negeri yang tinggi.
Yaitu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sifatnya sepihak, dan hanya
menguntungkan sekelompok pengusaha (pelaku usaha besar) dengan
mengabaikan kepentingan sekelompok pengusaha lainnya (pelaku usaha kecil
dan menengah).1 Dengan kata lain dapat dikatakan, selama masa order baru
terjadi suatu kondisi kegiatan ekonomi yang tidak fair antar pelaku usaha.
Oleh karena itu, keberadaan UU No. 5 Tahun 1999 yang mengusung asas
“demokrasi ekonomi” dan “keseimbangan” telah menimbulkan berjuta
harapan bagi para pelaku usaha maupun lapisan masyarakat. Yaitu
terwujudnya kegiatan usaha yang kondusif bagi terciptanya persaingan sehat
(fair competition) melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi berusaha yang
mendorong pembangunan ekonomi Indonesia. Dengan demikian, melihat
realitas yang ada saat ini maka Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
1
Ayudha D. Prayoga et. All., Persaingan Usaha dan Hukum Yang Mengaturnya di Indonesia,
ELIPS. Hal: 23.
diharapkan mampu berfungsi secara optimal dalam rangka memulihkan
(remedy) dan membangun perekonomian Indonesia.
Jika berbicara dalam konteks tentang larangan praktek monopoli, maka hal
pertama yang menjadi perhatian adalah siapa pelaku dalam dunia usaha yang
kita soroti. Undang-undang menerjemahkan para pelaku usaha dalam pasal 1
ayat (5) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu; “setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang bebentuk hukum atau bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-
sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam
bidang ekonomi. Pengertian yang diberikan tersebut boleh dibilang cukup luas
hingga mencakup segala jenis dan bentuk badan usaha, dengan tidak
memperhatikan sifat badan hukumnya, sepanjang pelaku usaha tersebut
menjalankan kegiatannya dalam bidang ekonomi di dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia. Asas teritorial menjadi dasar dari Undang-undang
ini.2
Dalam memahami Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, sebaiknya
dilakukan pemahaman tentang pengertian atau makna dari istilah monopoli
itu, tidak hanya dari sudut pendekatan yuridis, tetapi juga dari pendekatan
ekonomi. Pendekatan ekonomi dipergunakan sebab hampir semua perbuatan
yang diatur dalam undang-undang ini tidak dapat dilepaskan dari tinjauan
istilah yang dipakai dalam ilmu ekonomi. Dari sudut ekonomi, istilah
monopoli sejalan dengan istilah monopsoni, oligopoly maupun oligopsoni
yang biasa akan terjadi dalam keadaan struktur pasar persaingan yang tidak
sempurna (unperfect competition). Akan tetapi, secara yuridis ketiga istilah
tersebut dibedakan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.3
Usaha kecil sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli menjadi
tempat pemenuhan kebutuhan manusia sehari-hari yang disebut dengan
warung/ kios. Sejalan dengan perkembangan jaman lahirlah toko modern yang
dikelola dengan manajemen dan tehnologi modern. Toko modern memberikan
2
Widjaja Gunawan & Yani Ahmad. 1999 Anti Monopoli. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Hal:
11
3
SH.Ginting Ras Elyta. 2001Hukum Anti Monopoli Indonesia .Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Hal: 18
pelayanan jasa yang baik, ruangan nyaman full AC, penyajian barang-barang
yang menarik konsumen dapat melayani sendiri, harga pasti, dan bahkan dapat
menjadi tempat rekreasi bagi keluarga dimana ritel modern menyediakan
semua kebutuhan rumah tangga (one stop shopping centre). Di Indonesia, toko
modern diawali dari mulai berdirinya Gedung Sarinah di bilangan Thamrin
pada tahun 1964 yang ketika itu merupakan salah satu bangunan yang megah.
Akan tetapi kondisi ekonomi yang buruk, ketidakstabilan harga, kemerosotan
produksi, serta situasi politik yang tidak stabil membuat Sarinah gagal
menjadi pelopor pasar modern. Hingga pada tahun 1998 Carrefour masuk
sebagai transformasi toko swalayan menuju toko serba ada atau hypermarket.
Saat ini terdapat beberapa peritel di kota Malang seperti Carrefour,
Hypermarket, Giant, dan Alfa merupaka suatu usaha yang menjanjikan dan
persaingan di sektor ini semakin ketat. Usaha dan toko modern sama-sama
menjual barang dalam bntuk eceran atau satuan. Untuk itu disebut juga dengan
pengecer. Pengecer adalah pedagang yang menjual barang yang dijualnya
langsung ke tangan pemakai akhir atau konsumen dengan jumlah satuan atau
eceran.
Menurunnya konsumen berbelanja ke usaha kecil dapat dianalisis melalui
beberapa segi, baik dari sisi konsumen maupun kondisi usaha kecil yang telah
yang kurang fasilitas baik pelayanan, kondisi toko dan barang-barang yang
dijual disusun dan dipajang acak-acakkan. Persaingan perdagangan antara
toko modern dengan usaha kecil yang bermain yang menjual mata dagangan
yang sama, yaitu seperti kebutuhan sehari-hari dimana komoditas tersebut
sesungguhnya menjadi bagian dari kesulitan usaha kecil untuk meraih pasar.4
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya harus
berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum. Penjelasan persaingan
usaha tidak
sehat dijabarkan dalam pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

4
Reposisi Kemitraan Pasar Tradisional-Modern,http://ramaprabu.multiply.com/reviews/item/29,
Diposkan oleh LPK KABUPATEN MALANG Sabtu, 30 Januari 2010. 27 April 2010. (tanggal
acces).
Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yaitu
persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau
pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau
melawan hukum atau menghambat persaingan usaha. Mengenai persaingan
usaha tidak sehat ini dibatasi dengan persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha. Pemerintah melakukan pembatasan ini dilatarbelakangi oleh
banyaknya penyelenggaraan ekonomi nasional kurang mengacu kepada
amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, serta adanya kecenderungan
yang sangat monopolistik. Para pengusaha yang dekat dengan elit kekuasaan
mendapatkan kemudahan-kemudahan yang berlebihan sehingga berdampak
kepada kesenjangan sosial. Munculnya konglomerasi dan sekelompok kecil
pengusaha kuat yang tidak didukung oleh semangat kewirausahaan sejati
merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan ketahanan ekonomi menjadi
sangat rapuh dan tidak mampu bersaing. Dengan tujuan menjaga kepentingan
umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat; mewujudkan iklim usaha yang
kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin
adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar,
pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil, mencegah praktek monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha,
dan terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha maka
pemerintah menertibkannya dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.5
Posisi dominan menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 adalah: “Keberadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing
yang berarti diwilayah bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang
dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tetinggi di antara pesaingnya di

5
Reposisi Kemitraan Pasar Tradisional-Modern,http://ramaprabu.multiply.com/reviews/item/29,
Diposkan oleh LPK KABUPATEN MALANG Sabtu, 30 Januari 2010. 27 April 2010. (tanggal
acces).
wilayah bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu”.
Sebagai contoh penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan toko
modern yaitu dengan cara menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan
tujuan untuk mencegah dan atau menghalang-halangi konsumen memperoleh
barang dan atau jasa yang bersaing baik dari segi harga maupun kualitas,
contohnya isi materi iklan katalog ritel Alfamart edisi 16 periode 16-31
Agustus 2011. Dalam katalog tersebut isi materi iklan jelas memberikan
penjelasan harga-harga yang bersaing dengan peritel tradisional disekitarnya.
Dengan program “Harga Spesial” harga sirup Marjan di patok dengan harga
Rp.8.900 dan pemberian diskon sebesar 25% untuk produk-produk P&G
minimal dengan kumulatif belanja sebesar Rp.40.000 dan diskon tersebut bagi
pemegang kartu AKU (Member Alfamart). Program “Paling Laris” Minggu
Ini juga sangat bersaing dengan toko tradisional dengan memberikan potongan
harga secara langsung dengan pembelian 2 pcs dengan harga 1 pcs yang lebih
mahal, dan beli dua gratis 1 untuk produk yang sama atau beli satu gratis satu
untuk produk yang bebeda.6 Hal tersebut jelas membuat para konsumen lebih
memilih berbelanja di toko modern ini.
Perdagangan memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian
Indonesia khususnya masyarakat Indonesia. Perdagangan menempatkan diri
sebagai industri kedua tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja Indonesia
setelah industri pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak orang
menggantungkan hidupnya pada prdagangan. Industri ecer dapat
dikategorikan menjadi industri yang merupakan hajat hidup orang banyak
karena sekitar 10% dari total penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya
dengan berdagang. Dengan karakteristik industri ritel yang tidak
membutuhkan keahlian khusus serta pendidikan tinggi untuk menekuninya,
maka banyak rakyat Indonesia terutama yang tergolong dalam kategori UKM
masuk dalam industri ecer ini. Dalam perkembangannya, justru pedagang
pedagang kecil inilah yang mendominasi jumlah tenaga kerja dalam industri

6
Katalog Belanja Alfamart Edisi 16, Periode 16-31 Agustus 2010
perdagangan di Indonesia. Pedagang-pedagang ini menjelma menjadi
pedagang usaha kecil, pedagang toko kelontong bahkan masuk ke industri
informal yaitu Pedagang Kaki Lima (PKL). Munculnya pedagang-pedagang
ini memang tidak dapat dihindari mengingat pertumbuhan penduduk yang
pesat tiap tahunnya yang tidak diimbangi pertumbuhan lapangan kerja. Di sisi
lain, industri pertanian yang sebelumnya menjadin primadona masyarakat
kemudian berubah dan beralih ke industri lain yang lebih menjanjikan.
Dengan melihat mayoritas pedagang yang berasal dari kalangan menengah ke
bawah, maka perkembangan dalam perdagangan seharusnya senantiasa
memperhatikan kepentingan pedagang kecil dengan maksud agar tidak
menimbulkan permasalahan sosial yang besar.
Regulasi mengenai toko , khususnya yang mengatur keberadaan toko
modern dan usaha awalnya tertuang dalam Surat Keputusan Bersama Menteri
Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor
145/MPP/Kep/5/97 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan.
Setiap tahunnya toko modern khususnya yang dimiliki oleh asing semakin
membanjiri Indonesia. Hal inilah yang kemudian membuat beberapa usaha
kecil mulai merasakan ketidaknyamanan bahkan beberapa toko
kecil/tradisional terancam tutup. Untuk mengantisipasi perkembangan
tersebut, kemudian Pemerintah mengeluarkan SKB tersebut agar toko modern
maupun usaha kecil dapat tumbuh bersama. Permasalahan tidak berhenti
dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut. Permasalahan terus bermunculan
terutama sejak tahun 2000 dimana toko modern kian agresif melakukan
ekspansinya. Selain itu, pemulihan perekonomian pasca krisis moneter tahun
1998 pun mulai tampak sejak tahun 2000 ini yang kemudian ditandai dengan
membaiknya pengeluaran masyarakat dari sisi konsumsi. Ternyata hal ini juga
diikuti dengan perubahan pola masyarakat dalam berbelanja. Jika mulanya
masyarakat sangat setia berbelanja di usaha kecil, masyarakat mulai berubah
dengan berbelanja di toko modern. Terlebih lagi dengan berbagai macam
fasilitas serta kemudahan yang diberikan toko modern. Semua faktor tersebut
membuat penjualan di toko modern kian meningkat. Perubahan pola
masyarakat tersebut berdampak besar terhadap penjualan dari usaha kecil.
Berbagai upaya dilakukan oleh mereka seperti meminta perlindungan kepada
Pemerintah agar toko modern tidak mengambil konsumen mereka. Di sisi
lain, perlindungan ini juga penting dilakukan mengingat sebagian besar
pedagang dalam industri ecer merupakan pedagang kecil atau UKM yang
perlu diberdayakan untuk mengurangi pengangguran. Keberadaan toko
modern menyebabkan pendapatan serta keuntungan yang diperoleh usaha
kecil menurun drastis.7 Kenyamanan berbelanja yang ditawarkan toko modern
membuat konsumen lebih memilih untuk berbelanja di toko modern. Usaha
kecil dari waktu ke waktu tidak menunjukkan pertumbuhan yang positif,
bahkan ditemukan bahwa pertumbuhan usaha kecil terus menurun dengan
persentase 8% per tahun, sedangkan pertumbuhan toko modern kian
meningkat yaitu 31,4% per tahun.
Permasalahan lain tidak hanya timbul di sisi para pengecer saja, namun
juga hubungan antara pengecer dengan pemasok barang. Beberapa pemasok
merasa bahwa kekuatan yang sangat besar dari toko modern dapat mendikte
jumlah trading terms yang harus dibayarkan pemasok kepada pengecer.
Kuatnya posisi tawar yang dimiliki oleh toko modern membuat para pemasok
cenderung mengikuti aturan main yang dibuat oleh para toko modern tersebut.
Akibatnya, pemasok tidak fokus pada peningkatan nilai jual maupun inovasi
produk melainkan lebih fokus pada pembayaran trading terms yang telah
ditetapkan oleh pengecer. Permasalahan yang kian bertambah tersebut
mendesak pemerintah untuk segera mengeluarkan regulasi agar kondisi dalam
industri pengecer ini menjadi lebih baik lagi. Di tahun 2007 pemerintah
menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pasar Modern dan Pusat Perbelanjaan.
Kemudian di tahun 2008 diterbitkan aturan pelaksana dari Perpres tersebut
yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pedoman
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pasar Modern dan Pusat
Perbelanjaan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang
Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pasar Modern dan Pusat
Perbelanjaan yang terdiri dari 20 pasal tersebut terdapat enam pokok

7
Penelitian SMERU Tahun 2008 tentang Dampak Supermarket Terhadap Pasar Tradisional
permasalahan yang diatur terkait dengan pembinaan dan penataan Pasar
Tradisional, Pasar Modern yaitu mengenai definisi, zonasi, kemitraan,
perizinan, syarat perdagangan (trading terms), dan kelembagaan pengawasan,
dalam pasal 1 angka 4 pengertian Toko adalah bangunan gedung dengan
fungsi usaha yang digunakan untuk menjual barang dan terdiri dari hanya satu
penjual. Sedangkan pengertian Toko Modern dijelaskan dalam pasal 1 angka 5
yaitu toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang
secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departemen Store,
Hypermarket, Alfamart, Indomaret ataupun grosir yang berbentuk perkulakan.
Permendag RI Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaam dan Toko Modern ini
merupakan pelaksanaan dari Pasal 14 Perpres RI Nomor 112 Tahun 2007
Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan
Toko Modern. Berisi 28 pasal yang terdiri dari 12 Bab. Hal-hal yang diatur
dalam Permendag Nomor 53 tahun 2008 ini sebagian besar adalah hanya
mengulang yang telah tertulis dan diatur di dalam Perpres Nomor 112 Tahun
2007. Contohnya mengenai ketentuan umum atau definisi, aturan tentang
kemitraan usaha serta mengenai batasan lantai penjualan toko modern.
Keterbelakangan usaha kecil selama ini disalahpahami oleh pihak
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Ciri-ciri keterbelakangan usaha kecil
seperti keterbatasan modal, kualitas sumber daya manusia, kelemahan
penguasaan tekhnologi seharusnya diperlakukan sebagai akibat tidak adanya
perlindungan (protection) dan pemberdayaan (empowerment) yang memadai.
Praktik bisnis jenis usaha ini justru dilihat sebagai faktor penyebab dan
kelemahan serta keterbelakangan usaha kecil. Penguatan usaha kecil dalam
kebijakan ekonomi-politik pemerintah sering salah arah atau tidak tepat
sasaran memberdayakan dan melindungi dalam persaingan bisnis.8
Di sisi lain, usaha kecil menghadapi lawan usaha baru, yakni para
pedagang yang berubah menjadi pengusaha baru. Para pedagang menjual
produk usaha kecil, kini sudah besar jumlahnya dan ikut mendirikan usaha
sendiri yang dapat menyaingi produk usaha kecil. Mereka mendirikan usaha
8
Sutan Remy Sjahdeini, Analisis Hukum Persaingan Pasar Ritel, Jurnal Hukum Bisnis Volume
27No.1-Tahun 2008, hal, 21.
sejenis, baik langsung maupun tidak langsung akan dapat mematikan produksi
usaha kecil sebagai bagian ekonomi rakyat. Di sini perlu ditegakkan atika
bisnis yang baik untuk rakyat. Di sini perlu ditegakkan etika bisnis yang baik
untuk terciptanya pasar yang sehat tanpa ada monopoli atau hambatan pasar
(market barrier) bagi pelaku usaha yang lemah.9
Dengan demikian sesungguhnya yang terjadi bisa jadi kompetisi keras
diantara intra-type, yakni sesama hypermarket atau supermarket, dan sesama
kelompok sesama toko tradisional, sesama warung, sesama toko modern,
sesama pedagang kaki lima, yang tingkat barrier to entry-nya dari segi modal
minim.10
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian hukum dengan judul:
“ASPEK HUKUM PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT YANG
DILAKUKAN OLEH TOKO MODERN TERHADAP USAHA KECIL
(Studi Kasus di Toko Modern dan Usaha Kecil di Jalan MT. Haryono
Malang)”

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah yaitu
sebagai berikut:
1. Apa saja pelanggaran yang dilakukan para toko modern menurut ketentuan
hukum yang berlaku dalam menjalankan kegiatan usahanya di Jalan MT.
Haryono Malang?
2. Bagaimanakah dampak yang ditimbulkan dari semakin banyaknya toko
modern terhadap keberadaan usaha kecil di Jalan MT. Haryono Malang?

C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan ini
adalah sebagai berikut :

9
Ibid. hal, 23
10
Reposisi Kemitraan Pasar Tradisional-Modern, http://ramaprabu.multiply.com/reviews/item/29,
Diposkan oleh LPK KABUPATEN MALANG Sabtu, 30 Januari 2010. 27 April 2010. (tanggal
acces).
1. Untuk mengetahui pelanggaran-pelangaran yang dilakukan toko modern
menurut ketentuan hukum yang berlaku dalam menjalankan kegiatan
usahanya di Jalan MT. Haryono Malang.
2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari semakin banyaknya
toko modern terhadap keberadaan usaha kecil di Jalan MT. Haryono
Malang.

D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Keilmuan :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
perbendaharaan konsep dan peningkatan khasanah berpikir tentang fungsi
hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Peraturan Presiden Nomor
112 Tahun 2007, Permendag RI Nomor 53 Tahun 2008 terhadap para
toko modern di Malang. Secara akademik penelitian ini diharapakan dapat
bermanfaat untuk perkembangan ilmu pendidikan di bidang ilmu hukum
khususnya terkait dengan hukum bisnis.
2. Aspek Praktis
a. Bagi Penulis
Sebagai media penerapan teori-teori yang diterima pada saat
perkuliahan, selain sebagai pemenuhan syarat akademis untuk
mencapai gelar kesarjanaan bidang hukum pada Universitas
Muhammadiyah Malang serta pemahaman lebih jauh mengenai
permasalahan di bidang persaingan usaha dan praktek monopoli yang
terjadi di kota Malang.
b. Bagi Masyarakat
Walaupun tidak dimaksudkan untuk menghasilkan solusi praktis, hasil
penulisan ini dapat saja digunakan sebagai tambahan informasi, baik
bagi penulis yang hendak meneliti bidang kajian yang sama,
mahasiswa fakultas hukum yang memperdalam ilmu hukum,
khususnya aspek hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pasar Modern dan Pusat Perbelanjaan,
Permendag RI Nomor 53 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penataan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaam dan Toko Modern
serta Perda Kota Malang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang
Penyelenggaraam Usaha Perindustrian dan Perdagangan dalam
pembangunan ekonomi di kota Malang serta solusi-solusi bagi dalam
menghadapi dampak negatif maraknya kegiatan toko modern terhadap
usaha.
c. Bagi Pelaku Usaha
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan tentang analisa ekonomi dan dasar hukum berkenaan dengan
praktek-praktek bisnis yang dikategorikan sebagai praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat serta sekaligus sebagai upaya
sosialisasi Undang-Undang Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
d. Bagi Aparat Penegak Hukum
Sebagai tambahan masukan dalam menyelesaikan masalah hukum
khususnya masalah aspek hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 Tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pasar Modern dan Pusat Perbelanjaan,
Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 53 Tahun 2008 Tentang
Pedoman Penataan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaam
dan Toko Modern yang terjadi khususnya di wilayah yuridiksinya.

Anda mungkin juga menyukai