Anda di halaman 1dari 13

A.

Studi Pendidikan Islam di Masa Sahabat

1. Masa khalifah Abu Bakar As Shidiq(632-634)


Setelah Nabi wafat, sebagai pemimpin umat Islam adalah Abu Bakar
asSiddiq sebagai khalifah. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat
setelah Nabi wafat untuk menggantikan Nabi dan melanjutkan tugas-
tugas sebagai pemimpin agama dan pemerintahan.

Masa awal kekhalifahan Abu Bakar diguncang pemberontakan oleh


orang-orang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi dan orang-
orang yang enggan membayar zakat. Berdasarkan hal ini Abu Bakar
memusatkan perhatiannya untuk memerangi para pemberontak yang
dapat mengacaukan keamanan dan memengaruhi orang-orang Islam
yang masih lemah imannya untuk menyimpang dari ajaran Islam. Dengan
demikian, dikirimlah pasukan untuk menumpas para pemberontak di
Yamamah. Dalam penumpasan ini banyak umat Islam yang gugur, yang
terdiri dari sahabat dekat Rasulullah dan para hafiz Al-Qur'an, sehingga
mengurangi jumlah sahabat yang hafal Al-Qur'an. Oleh karena itu, Umar
ibn Khatab menyarankan kepada khalifah Abu Bakar untuk
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur'an. kemudian unluk merealisasikan
saran tersebut diutuslah Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan semua
tulisan al-Qur'an. Pola pendidikan pada masa Abu Bakar masih seperti
pada masa Nabi, baik dari scgi matcri maupun lembaga pendidikannya. 1

Dari segi materi pendidikan Islam terdiri dari pendidikan tauhid atau
keimanan, akhlak, ibadah, kesehatan, dan lain sebagainya.

1. Pendidikan keimanan, yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang


wajib disembah adalah Allah.
1 Samsul Nizar., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007), Hal.44-45.
2. Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang, sopah santun
bertetangga, bergaul dalam masyarakat, dan lain sebagainya.
Pendidikan ibadah seperti pelaksanaan shalat puasa dan haji.

3. Kesehatan seperti tentang kebersihan, gerak gerik dalam shalat


merupakan didikan untuk memperkuat jasmani dan rohani.

Menurut Ahmad Syalambaga pendidikan yang dibentuk setelah masjid,


selanjutnya Asama Hasan Fahmi mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh
orang-orang Arab pada masa Abu Bakar6 dan pusat pembelajaran pada
masa ini adalah Madinah, sedangkan yang bertindak sebagai tenaga
pendidik adalah para sahabat Rasul yang terdekat. Lembaga pendidikan
Islam adalah masjid, masjid dijadikan sebagai benteng peljtahanan rohani,
tempat pertemuan dan lembaga pendidikan Islam. sebagal tempat shalat
berjamaah, membaca Al-Qur'an, dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian
di atas, penulis berkesimpulan bahwa pelaksanaan pendidikan Islam pada
masa khalifah Abu Bakar ini adalah sama dengan pendidikan Islam yang
dilaksanakan pada masa Nabi baik materi maupun lembaga
pendidikannya.

Pendidikan Islam adalah masjid, masjid dijadikan sebagai benteng


peljtahanan rohani, tempat pertemuan dan lembaga pendidikan Islam.
sebagal tempat shalat berjamaah, membaca Al-Qur'an, dan lain
sebagainya. Berdasarkan uraian di atas, pelaksanaan pendidikan Islam
pada masa khalifah Abu Bakar ini adalah sama dengan pendidikan Islam
yang dilaksanakan pada masa Nabi baik materi maupun lembaga
pendidikannya.2

2 Samsul Nizar., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007), Hal. 45.
2. Masa Umar bin Khatab (13-23 H: 634-644 M)
Sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang mulia,
pikiran perasaan dan kemampuan berbuat merupakan komponen dari
kemuliaan' dan kesempurnaan yang melengkapi ciptaan (kejadian)
manusia

Abu Bakar telah menyaksikan persoalan yang timbul di kalangan


kaum muslimin setelah Nabi wafat, berdasarkan hal inilah Abu Bakar
menunjuk penggantinya yaitu Umar bin Khatab, yang tujuannya adalah
untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan dan perpecahan di
kalangan umat Islam, kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata diterima
masyarakat. Pada masa khalifah Umar bin Khatab, kondisi politik dalam
keadaan stabil, usaha perluasan wilayah Islam memperoleh hasil yang
gemilang. Wilayah Islam pada masa Umar bin Khatab meliputi
Semenanjung Arabia, Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir.

Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula


kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini
diperlukan manusia yang memiliki keterampilan dan keahlian,sehingga
dalam hal ini diperlukan pendidikan.

Pada masa khalifah Umar bin Khatab, sahabat-sahabat yang sangat


berpengaruh tidak diperbolehkan untuk keluar daerah kecuali atas izin
dari khalifah dan dalam waktu yang terbatas. Jadi, kalau ada diantara
umat Islam yang ingin belajar hadis harus pergi ke Madinah, ini berarti
bahwa penyebaran ilmu dan pengetahuan para sahabat dan tempat
pendidikan adalah terpusat di Madinah.

Dengan meluasnya wilayah Islam sampai keluar jazirah Arab,


tampaknya khalifah memikirkan pendidikan Islam di daerah-daerah yang
baru ditaklukkan itu. Untuk itu, Umar bin Khatab memerintahkan para
panglima perangnya, apabila mereka berhasil menguasai satu kota,
hendaknya mereka mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan
pendidikan.

Berkaitan dengan masalah pendidikan ini, khalifah Umar bin Khatab


merupakan seorang pendidik yang melakukan penyuluhan pendidikan di
kota Madinah, beliau juga menerapkan pendidikan di masjid-masjid dan
pasar-pasar serta mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk tiap-tiap
daerah yang ditaklukkan itu, mereka bertugas mengajarkan isi al-Qur‘an
dan ajaran Islam lainnya, seperti fikih kepada penduduk yang baru masuk
Islam.

Di antara sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh Umar bin Khatab ke


daerah adalah Abdurahman bin Ma‘qal dan Imran bin al-Hashim. Kedua
orang ini ditempatkan di Basyrah. Abdurrahman bin Ghanam dikirim ke
Syiria dan Hasan bin Abi Jabalah dikirim ke Mesir. Adapun metode yang
mereka pakai adalah guru duduk di halaman masjid sedangkan murid
melingkarinya.

Meluasnya kekuasaan Islam, mendorong kegiatan pendidikan Islam


bertambah besar, karena mereka yang baru menganut agama Islam ingin
menimba ilmu keagamaan dari sahabat-sahabat yang menerima langsung
dari Nabi. Pada masa ini telah terjadi mobilitas penuntut ilmu dari
daerah-daerah yang jauh dari Madinah, sebagai pusat agama Islam.
Gairah menuntut ilmu agama Islam ini yang kemudian mendorong
lahirnya sejumlah pembidangan disiplin keagamaan.

Pada masa khalifah Umar bin Khatab, mata pelajaran yang diberikan
adalah membaca dan menulis al-Qur'an dan menghafalnya serta belajar
pokok pokok agama Islam. Pendidikan pada masa Umar bin Khatab ini
lebih maju dibandingkan dengan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan
untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai tampak, orang yang baru
masuk Islam dari daerah yang ditaklukkan hams belajar bahasa Arab, jika
ingin beiajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh karena itu, pada
masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.

Berdasarkan hal di atas penulis berkesimpulan bahwa pelaksanaan


pen didikan di masa khalifah Umar bin Khatab lebih maju, sebab selama
Umar memerintah negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini
disebabkan di samping telah ditetapkannya masjid sebagai pusat
pendidikan, juga telah terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di
berbagai kota dengan materi yang dikembangkan, baik dari segi ilmu
bahasa, menulis, dan pokok ilmu- ilmu lainnya. Pendidikan dikelola di
bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta diiringi
kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian, baitulmal,
dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu
diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitulmal. 3

3. Masa Khalifah Usman bin Affan (23-35 H: 644-656 M)

Nama lengkapnya adalah Usman ibn Abil Ash ibn Umaiyah. Beliau
masuk Islam atas seruan Abu Bakar Siddiq. Usman bin Affan adalah
3 Ibid.46-47
termasuk saudagar besar dan kaya dan sangat pemurah menafkahkan
kekayaannya untuk kepentingan umat Islam. Usman diangkat menjadi
khalifah hasil dari pemilihan panitia enam yang ditunjuk oleh khalifah
Umar bin Khatab menjeiang beliau akan meninggal. Panitia yang enam
adalah: Usman, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin
Abi Waqash, dan Abdurrahman bin’Auf.

Pada masa khalifah Usman bin Affan, pelaksanaan pendidikan islam


tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Pendidikan di masa ini hanya
melanjutkan apa yang telah ada, namun hanya sedikit terjadi perubahan
yang mewarnai pendidikan Islam. Para sahabat yang berpengaruh dan
dekat dengan Rasulullah yang tidak diperbolehkan meninggalkan Madinah
di masa khalifah Umar, diberikan kelonggaran untuk keluar dan menetap di
daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini sangat besar pengaruhnya
bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.

Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih


ringan dan lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin
menuntut dan belajar Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih
banyak, sebab pada masa ini para sahabat bisa memilih tempat yang
mereka inginkan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat.

Khalifah Usman sudah merasa cukup dengan pendidikan yang


sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha yang cemerlang yang telah
terjadi di masa ini yang berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam, yaitu
untuk mengumpulkan tulisan ayat-ayat al‘Qur‘an. Penyalinan ini terjadi
karena perselisihan dalam bacaan al-Qur‘an. Berdasarkan hal ini, khalifah
Usman memerintahkan kepada tim untuk Penyalinan tersebut, adapun tim
tersebut adalah: Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan
Abdurrahman bin Harist.

Bila terjadi pertikaian bacaan, maka harus diambil pedoman kepada


dialek suku Quraisy, sebab al-Qur'an ini diturunkan menurut dialek mereka
sesuai dengan lisan Quraisy, karena al-Qur'an diturunkan dengan lisan
Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy sedangkan ketiganya adalah
orang Quraisy.

Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Usman bin Affan
diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat
guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya
hanya dengan mengharapkan keridhaan Allah.

Bahwa pada masa khalifah Usman bin Affan tidak banyak terjadi
perkembangan pendidikan, kalau dibandingkan dengan masa kekhalifahan
Umar bin Khatab, sebab pada masa khalifah Usman urusan pendidikan
diserahkan saja kepada rakyat. Dan apabila dilihat dari segi kondisi
pemerintahan Usman banyak timbul pergolakan dalam masyarakat sebagai
akibat ketidaksenangan mereka terhadap kebijakan Usman yang
mengangkat kerabatnya dalam jabatan pemerintahan. 4

4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib (35-40 H: 656-661 M)

Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib adalah putra dari paman
Rasulullah dan suami dari Fatimah anak Rasulullah. Ali bin Abi Thalib

4 Ibid.48-49
diasuh dan dididik oleh Nabi. Ali terkenal sebagai anak yang mula-mula
beriman kepada RaSulullah.

Ali adalah khalifah yang ke empat Setelah Usman bin Affan. Pada
pemerintahannya sudah diguncang Peperangan dengan Aisyah (istri Nabi)
beserta Talhah dan Abdullah bin Zubair karena kesalah pahaman dalam
menyikapi pembunuhan terhadap Usman. Peperangan di antara mereka
disebut Perang Jamal (unta) karena Aisyah menggunakan kendaraan unta.
Setelah berhasil mengatasi pemberontakan Aisyah muncul
pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah ini tidak Pernah
mendapatkan ketenangan dan kedamaian.

Muawiyah sebagai gubernur di damaskus memberontak untuk


menggulingkan kekuasaannya. Peperangan lni disebut dengan peperangan
Shiffin, karena terjadi di Shiffin. Ketika tentara Muawiyah terdesak oleh
pasukan Ali, maka Muawiyah segera mengambil siasat untuk menyatakan
tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai). Semula Ali menolak, tetapi
karena desakan sebagian tentaranya akhlrnya Ali menerimanya, namun
tahkim malah menimbulkan kekacauan. Sebab Muawiyah bersifat curang,
sebab dengan tahkim Muawiyah berhasil mengalahkan Ali dan mendirikan
pemerintahan tandingan di Damaskus. Sementara itu, sebagian tentara
yang menentang keputusan Ali dengan cara tahkim, meninggalkan Ali dan
membuat kelompok tersendiri yaitu khawarij.

Berdasarkan uraian di atas, pada masa Ali telah terjadi kekacauan


dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa Demerintahannya
tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Alj berkuasa, kegiatan
pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan Pada saat itu Ali
tidak sempat lagi memikirkan masalah pendidikan sebab keseluruhan
perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi
masyarakat Islam. Dengan demikian, pola pendidikan pada masa
khulafaurrasyidin tidak jauh berbeda dengan masa Nabi yang menekan
pada pengajaran baca tulis dan ajaran-ajaran Islam yang bersumber pada
al-Qur'an dan Hadis Nabi.5

5. Pusat-pusat pendidikan pada masa khulafaur rasyidin

a. Mekkah. Guru pertama di Mekkah adalah Muaz bin Jabal yang


mengajarkan Al-Qur‘an dan fikih.

b. Madinah. Sahabat yang terkenal antara lain: Abu Bakar, Usman bin
Affan. Ali bin Abi Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya.

c. Basrah. Sahabat yang termasyhur antara lain: Abu Musa al-Asy'ary, dia
adalah seorang ahli fikih dan alQur'an.

d. Kuffah. Sahabat-sahabat yang termasyhur di sini adalah Ali bin Abi


Thalib dan Abdullah bin Mas‘ud. Abdullah bin Mas‘ud mengajarkan
A1Qur‘an, ia adalah ahli tafsir, hadis, dan 5 km.

e. Damsyik (Syam). Setelah Syam (Syiria) menjadi bagian negara Islam


dan penduduknya banyak beragama Islam. Maka khalifah Umar
mengirim tiga orang guru ke negara itu. Yang dikirim itu adalah Mu'az

5 Ibid.49-50.
bin Jabal, Ubaidah, dan Abu Darda‘. Ketiga sahabat ini mengajar di
Syam pada tempat yang berbeda. Abu Darda’ di Damsyik, Mu'az bin
Jabal di Palestine, dan Ubaidah di Hims Mesir. Sahabat yang mula-
mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah
bin Amru bin Ash, ia adalah seorang ahli hadis.

B. Studi Islam Pada Masa Dinasti Ummayah


Dinasti Umayyah meneruskan tradisi kemajuan dalam berbagai bidang
yang telah dilakukan masa kekuasaan sebelumnya, yaitu masa kekuasaan
sebelumnya, yaitu masa kekuasaan khulafaur rasyidin. Dalam bidang peradaban
Dinasti Umayyah telah menemukan jalan yang lebih luas ke arah pengembangan
dan perluasa berbagai bidang ilmu pengetahuan, dengan bahasa Arab sebagai
media utamanya.

Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang


pengembangan ilmu pengetahuan sebagai berikut:

1. Pengembangan Bahasa Arab


Para penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan islam sebagai daulah
(negara), kemudian dikuatkannya dan dikembangkanlah bahasa arab dalam
wilayah kerajaan islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa
arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha negara dan pemerintahan.
2. Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Dinasti Umayyah mendirikan kota kecil sebagai pusat kegiatan ilmu
pengetahun dan kebudayaan. Pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan itu
dinamakan Marbad, di kota inilah berkumpul para pujangga, filsuf, ulama,
penyair, dan cendekiawan lainnya.
3. Ilmu Qiraat
Ilmu qiraat adalah ilmu seni baca al quran. Ilmu ini merupakan ilmu syariat tertua,
yang telah dibina sejak zaman khulafaaur rasyidin. Kemudian masa Dinasti
Ummayah dikembangluaskan.
4. Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Quran sebagai kitab suci diperlukan interpretasi pemahaman
secara komprehensif. Pada masa perintisan ilmu tafsir, ulama yang
membukukan ilmu tasir yaitu Mujahid.

5. Ilmu Hadis
Ketika kaum muslimin telah berusaha memahami Al quran, mereka juga
membutuhkan ucapan-ucapan Nabi yang disebut hadis. lalu munculah usaha
untuk mengumpulkan hadis, menyelidiki asal usulnya, sehingga menjadi satu
ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan ilmu hadis.
6. Ilmu Fiqh
Para penguasa membutuhkan adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman
dalam menyelesaikan masalah. Mereka kembali lagi kepada Al quran dan
hadis dan mengeluarkan syariat dan keua sumber tersebut untuk mengatur
pemerintahan dan memimpin rakyat. Al quran adalah dasar fiqh islam, dan
zaman ini ilmu fiqh telah menjadi satu cabang ilmu syariat yang berdiri
sendiri.
7. Ilmu Nahwu
Pada masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang secara luas, khususnya
ke wilayah di luar Arab, maka ilmu nahwu sangat diperlukan. Hal tersebut
karena bertambahnya orang-orang Ajam (non Arab) yang masuk islam,
sehingga keberadaan bahasa Arab sangat dibutuhkan. Oleh karena itu,
dibukukanlah ilmu nahwu dan berkembanglah satu cabang ilmu yang penting
untuk mempelajari berbagai ilmu agama islam.
8. Ilmu Jughrafi dan Tarikh
Adanya pengembangan dakwah islam ke daerah-daerah baru yang luas dan jauh
menimbulkan gairah untuk mengarang ilmu jughrafi (ilmu bumi atau geografi)
serta ilmu tarikh.
9. Usaha Penerjemahan
Pada masa Dinasti Ummayah dimulai penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan
dari baha-bahasa lain ke dalam bahasa Arab. Akan tetapi gerakan
penerjemahan ini baru berkembang secara pesat pada zaman Dinasti
Abbasiyah.

C. Studi Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah


Pada masa hidup para filsuf, pujangga, ahli baca Al quran dan para lama
di bidang agama. Didirikannya perpustakaan yang diberi nama Baitul Hikmah, di
dalamnya orang dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Pada masanya
berkembang ilmu pengetahuan agama, seperti ilmu Al quran, qiraat, hadis, fiqh,
ilmu kalam, bahasa dan sastra.
Empat mazhab fiqh tumbuh dan berkembang pada masa Dinasti
Abbasiyah. Imam Abu Hanifah adalah pendiri Mazhab Hanafi. Imam Malik bin
Anas banyek menulis hadis dan pendiri Mazhab Maliki. Muhammad bin Idris Ash
Syafi’i adalah pendiri Mahzab Syafi’i. Ahmad bin Hanbal adalah pemdiri Mahzab
Hanbali. Disamping itu berkembang pula ilmu filsafat, logika, metafisika,
matematika, ilmu alam, geografi, aljabar, aritmatika, mekanika, astronomi,
musik, kedokteran, dan kimia.

Anda mungkin juga menyukai