Anda di halaman 1dari 3

Pendapat ahlussunnah wal jamaah tentang perang jamal dan perang shiffin

Dalam realita sejarah Islam, pernah terjadi peperangan antar para sahabat yaitu pada perang jamal
dan perang shiffin. Dalam menyikapi peperangan ini manusia memiliki pandangan yang berbeda-
beda, ada diantara mereka yang menjadikan peristiwa ini sebagai bahan olok-olok dan merusak citra
sahabat sebagaimana dilakukan oleh musuh Islam dari kalangan kaum orientalis dan kaum syiah.

Dalam masalah ini ahlussunnah wal jamaah memiliki sikap tersendiri yang berbeda dengan sikap
para musuh Islam dan musuh ahlussunnah.

Orang yang saling berperang antar sesama saudara seiman dan seislam dalam keyakinan
ahlussunnah tetap dinilai sebagai Islam. Terdapat sebuah riwayat sahih bahwa apabila sesama
saudara muslim berperang maka yang membunuh dan yang terbunuh berada didalam neraka,
namun ulama ahlussunnah memandang peristiwa yang menimpa sahabat tidak masuk dalam
ancaman tersebut dikarenakan peristiwa yang menimpa sahabat terjadi dizaman fitnah dan atas
hasil ijtihad mereka.

Dari Abi Bakrah radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Apabila dua orang muslim bertemu dengan masing-masing bersenjata (berperang) maka yang
membunuh dan terbunuh kelak didalam neraka.” (HR. Muslim)

Imam An-Nawawi Asy-Syafii rahimahullah dalam syarah sahih muslim berkata tentang hadis
tersebut: ” Ketahuilah, pertumpahan darah antara para sahabat tidak termasuk dalam ancaman
(hadis tersebut). Madzhab ahlussunnah dan ini yang benar yaitu berprasangka baik terhadap
mereka, tidak ikut campur dalam urusan yang terjadi antara mereka, bahwa mereka adalah
para mujtahid (yang berusaha secara maksimal mengambil sikap terbaik menurutnya),
mereka tidak bermaksud untuk berbuat maksiat dan tidak pula berambisius pada kepentingan
dunia, bahkan masing-masing kubu beranggapan benar dan yang menyelisihinya berarti
memberontak yang wajib diperangi agar kembali kepada Allah. Ternyata dua kubu tersebut
ada yang benar dan ada yang salah namun ditoleransi karena hasil ijtihad, dan orang yang
berijtihad apabila salah tidak berdosa, kubu yang benar adalah kubu sahabat Ali radhiyallahu
anhu dan ini pendapat yang benar dalam menyikapi peristiwa tersebut, dan inilah sikap
ahlussunnah wal jamaah. Peristiwa tersebut adalah peristiwa yang samar sampai-sampai para
sahabat kebingungan, ada yang meninggalkan kedua kubu tersebut, tidak ikut berperang,
belum yakin mana yang benar sehingga menangguhkan untuk membantunya. ”
Wallahu a’lam, semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada kita semua.

Oleh: Abul Fata Miftah Murod, Lc


Sumber : https://umma.id/article/share/id/1002/358739

Pendapat Umar bin Abdul Aziz ditanya tentang peperangan Shiffin


dan Jamal, beliau berkata: “Urusan yang Allah telah menghindarkan
tanganku darinya, maka aku tidak akan mencampurinya dengan
lisanku!”[6] Al Khallal meriwayatkan dari jalur Abu Bakar al Marwadzi, ia
berkata: “Ada yang berkata kepada Abu Abdillah, ketika itu kami berada di
tengah pasukan dan kala itu datang pula seorang utusan khalifah, yakni
Ya’qub, ia berkata: “Wahai Abu Abdillah, apa komentar Anda tentang
pertikaian yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah?” Abu Abdillah
menjawab,”Aku tidak mengatakan kecuali yang baik, semoga Allah
merahmati mereka semua.”[7] Imam Ahmad menulis surat kepada
Musaddad bin Musarhad yang isinya: “Menahan diri dari
memperbincangkan kejelekan sahabat. Bicarakanlah keutamaan mereka
dan tahanlah diri dari membicarakan pertikaian di antara mereka.
Janganlah berkonsultasi dengan seorangpun dari ahli bid’ah dalam
masalah agama, dan janganlah menyertakannya dalam perjalananmu”.[8]
Imam Ahmad juga menulis surat kepada Abdus bin Malik tentang pokok-
pokok dasar Sunnah. Beliau menuliskan di dalam suratnya: “Termasuk
pokok dasar, (yaitu) barangsiapa melecehkan salah seorang sahabat Nabi
atau membencinya karena kesalahan yang dibuat atau menyebutkan
kejelekannya, maka ia termasuk mubtadi’ (ahli bid’ah), hingga ia
mendoakan kebaikan dan rahmat bagi seluruh sahabat dan hatinya tulus
mencintai mereka”[9] Abu Utsman Ismail bin Abdurrahman ash Shaabuni
rahimahullah berkata di dalam Aqidah Salaf Ashhabul Hadits : “Ahlu
Sunnah memandang, wajib menahan diri dari mencampuri pertikaian di
antara sahabat Rasul. Menahan lisan dari perkataan yang mengandung
celaan dan pelecehan terhadap para sahabat”. Dalam kitab Lum’atul
I’tiqad, Ibnu Qudamah al Maqdisi berkata: “Termasuk Sunnah Nabi adalah,
menahan diri dari menyebutkan kejelekan-kejelekan para sahabat dan
pertikaian di antara mereka. Serta meyakini keutamaan mereka dan
mengenal kesenioran mereka”. Dalam kitab Aqidah Wasithiyah, Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Ahlus Sunnah wal Jama’ah menahan diri
dari memperbincangkan pertikaian di antara para sahabat. Mereka
mengatakan, riwayat-riwayat yang dinukil tentang kejelekan mereka,
sebagiannya ada yang dusta, ada yang ditambah-tambah dan dikurangi
serta dirobah-robah dari bentuk aslinya. Berdasarkan sikap yang benar,
para sahabat dimaafkan kesalahannya. Mereka itu adalah alim mujtahid,
yang kadangkala benar dan kadangkala salah”. Imam al Asy’ari dalam
kitab al Ibanah mengatakan: “Adapun yang terjadi antara Ali, az Zubair dan
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhum adalah bersumber dari takwil dan ijtihad. Ali
adalah pemimpin, sedangkan mereka semua termasuk ahli ijtihad.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjamin mereka masuk
surga dan mendapat syahadah (mati syahid). Itu menunjukkan bahwa,
ijtihad mereka benar. Demikian pula yang terjadi antara Ali dan Mu’awiyah
Radhiyallahu ‘anhuma, juga bersumber dari takwil dan ijtihad. Semua
sahabat adalah imam dan orang-orang yang terpercaya, bukanlah orang
yang dicurigai agamanya”. Al Qadhi Iyadh berkata dalam karyanya, Syarah
Shahih Muslim: “Mu’awiyah termasuk sahabat yang shalih dan termasuk
sahabat yang utama. Adapun peperangan yang terjadi antara dirinya
dengan Ali, dan pertumpahan darah yang terjadi di antara para sahabat,
maka sebabnya adalah takwil dan ijtihad. Mereka semua berkeyakinan
bahwa ijtihad mereka tepat dan benar”. Al Qahthaani berkata dalam
Nuniyah-nya: Ucapkanlah sebaik-baik perkataan pada sahabat Muhammad
Pujilah seluruh ahli bait dan isteri beliau Tinggalkanlah pertikaian yang
terjadi di antara sahabat Saat mereka saling bertempur dalam sejumlah
pertempuran Yang terbunuh maupun yang membunuh sama-sama dari
mereka dan untuk mereka Kedua pihak akan dibangkitkan pada hari
berbangkit dalam keadaan dirahmati Allah akan membangkitkan mereka
semua pada Hari Mahsyar dan mencabut kebencian yang tersimpan dalam
dada mereka! Hafizh al Hikmi berkata dalam Sullamul Wushul ila Ilmil
Ushul: Kemudian wajib menahan diri dari pertikaian di antara mereka Yang
mana hal tersebut telah berjalan menurut takdir ilahi Mereka semua adalah
mujtahid yang pasti mendapat pahala Sementara kesalahan mereka
diampuni Allah Yang Maha Memberi. Demikian penjelasan singkat
mengenai sikap Ahlus Sunnah wal Jamaah terhadap pertikaian yang terjadi
antara Sahabat Mu’awiyah dan Ali Radhiyallahu ‘anhuma. Begitu pula
sikap kita kepada para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara
keseluruhan.

Referensi: https://almanhaj.or.id/3769-sikap-ahlus-sunnah-terhadap-
muawiyah-dan-pertikaiannya-dengan-ali.html

Anda mungkin juga menyukai