MANAJEMEN KEUANGAN
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengertian manajemen keuangan
2. Fungsi, pendekatan, dan tujuan Manajemen Keuangan
MATERI PERKULIAHAN:
A. MANAJEMEN KEUANGAN
Manajemen Keuangan adalah perencanaan dan pengawasan investasi, pembelanjaan, dan aset suatu
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu. Investasi adalah pengambilan keputusan tentang alokasi
dana yang dimiliki oleh organisasi, pembelanjaan (financing) adalah pengambilan keputusan tentang
sumber dana yang akan digunakan, dan manajemen aset adalah masalah efisiensi penggunaan aktiva
yang dimiliki.
Berdasarkan pengertian di atas, maka Manajemen Keuangan (bisa juga dibaca Manajer Keuangan)
mempunyai 3 fungsi (tugas utama yang dapat dibedakan dengan tugas lainnya): Pengambilan
keputusan di bidang investasi, pengambilan keputusan di bidang pembelanjaan, dan pengambilan
keputusan untuk pengelolaan aset. Sehingga posisi Manajer Keuangan dalam perusahaan dapat di
gambarkan sebagai berikut:
(4a)
Informasi yang dibutuhkan bagi Manajemen Keuangan untuk pengambilan keputusan dalam
menjalankan 3 fungsinya, sebagian terbesar diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Laporan
keuangan perusahaan disusun dan dibuat berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum,
Pada umumnya orang menyangka bahwa semua perusahaan mempunyai tujuan memperoleh laba
setinggi-tingginya. Tidak sepenuhnya salah, tetapi ada tujuan yang lebih esensial, yang disebut dengan
tujuan normatif (seharusnya). Tujuan normatif manajemen keuangan adalah: memaksimumkan nilai
perusahaan, dan nilai perusahaan pada umumnya tercermin dari harga saham yang dikeluarkan oleh
perusahaan. Mengapa demikian? Sebab pemilik perusahaan (pemegang saham ) belum tentu bertambah
kaya meskipun perusahaan memperoleh laba tinggi. Tetapi pemilik perusahaan pasti kaya kalau harga
saham yang dipegangnya harganya semakin tinggi.
Seluruh analisis dalam manajemen keuangan mendasarkan diri pada analisis manfaat dan biaya (Benefit
and Cost Analysis), atau lebih tepat disebut analisis manfaat dan pengorbanan. Artinya semua
pengambilan keputusan di bidang keuangan akan membandingkan besarnya manfaat yang dapat
diperoleh karena sejumlah pengorbanan tertentu. Dalam penerapannya, analisis ini dapat dilakukan
sebagai berikut:
a. Dilihat dari dua sisi, yaitu sisi manfaat dan pengorbanannya. Membandingkan besarnya manfaat
yang dapat diperoleh dengan pengorbanan yang harus dilakukan. Prinsipnya apabila manfaat
lebih besar dari pengorbanannya, maka keputusan keuangan tersebut layak untuk dilaksanakan.
b. Dilihat dari satu sisi yaitu sisi manfaatnya saja. Membandingkan tambahan manfaat yang dapat
diperoleh. Prinsipnya apabila diperoleh tambahan manfaat yang cukup signifikan tanpa
mengakibatkan perubahan tingkat pengorbanan, maka keputusan keuangan tersebut layak untuk
dilaksanakan
b. Dilihat dari satu sisi, yaitu sisi pengorbanannya saja. Membandingkan pengurangan
pengorbanan (penghematan) yang dapat diperoleh. Prinsipnya apabila diperoleh penghematan
biaya yang cukup signifikan tanpa mengakibatkan perubahan tingkat manfaat, maka keputusan
keuangan tersebut layak untuk dilaksanakan
Keputusan keuangan selain melibatkan jumlah uang yang besar, pada umumnya akan mencakup kurun
waktu yang cukup panjang (lebih dari 1 tahun). Terutama untuk keputusan pembelanjaan dan
keputusan investasi. Apabila modal perusahaan diperoleh dari pinjaman jangka panjang, maka modal
tersebut akan tertanam (dalam bentuk utang jangka panjang) untuk jangka waktu yang cukup lama
(misal 5 tahun s/d 10 tahun). Demikian juga, jika perusahaan menginvestasikan dananya untuk
membeli mesin atau kendaraan, maka umur penggunaan (umur ekonomis) dari aktiva tersebut pasti
lebih dari 1 tahun. Padahal nilai uang Rp1,00 saat ini, akan berubah nilainya pada waktu 10 tahun yang
akan datang. Contoh sederhana, misalnya pada tahun 1990, harga sebungkus rokok Gudang Garam
Internasional adalah Rp1.500,00. Pada tahun 2000 harga sebungkusnya menjadi Rp3.000,00. Sehingga
pada tahun 1990 uang Rp3.000,00 bernilai 2 bungkus rokok GG internasional, dan pada tahun 2000
nilainya turun tinggal sama dengan 1 bungkus rokok.
Pemahaman tentang teori nilai waktu dari uang merupakan modal dasar untuk dapat memahami
perhitungan dan analisis dalam manajemen keuangan, oleh karena itu, sebelum melangkah untuk
mempelajari materi manajemen keuangan, teori nilai waktu dari uang harus dipahami lebih dahulu.
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Time Value of Money, dan faktor bunga
2. Teknik penilaian
MATERI PERKULIAHAN:
A. TIME VALUE OF MONEY (NILAI WAKTU DARI UANG), DAN FAKTOR BUNGA
Nilai waktu uang adalah konsep yang mengatakan bahwa uang itu sebenarnya nilainya akan berubah
karena berjalannya waktu. Uang Rp100.000,00 saat ini mulai ditabung, akan berubah nilainya setahun
kemudian, yaitu menjadi lebih besar karena bertambah dengan bunga selama setahun. Kalau bank
memberikan bunga 10% per tahun, maka uang tersebut setahun kemudian nilainya akan menjadi
Rp100.000,00 + Rp10.000,00 = Rp110.000,00. Demikian pula sebaliknya, dengan tingkat bunga sama,
nilai uang Rp110.000,00 yang akan diterima setahun yang akan datang, apabila diterimakan sekarang,
maka nilainya saat ini sama dengan Rp100.000,00. Dapat diambil kesimpulan, bahwa dalam teori nilai
waktu uang, faktor bunga mempunyai peranan utama dalam menentukan besarnya nilai uang.
Faktor bunga ada 2 macam, yaitu bunga tunggal (single interest), dan bunga majemuk (compound
interest). Bunga tunggal, menyatakan bahwa bunga yang diperoleh pada tahun pertama tidak akan
menambah jumlah pokok simpanan, sehingga tidak ikut diperhitungkan dalam menghitung bunga tahun
ke dua. Bunga majemuk adalah bunga yang diperoleh pada tahun pertama akan menambah jumlah
pokok simpanan sehingga akan masuk dalam perhitungan bunga tahun ke dua (bunga berbunga).
Disamping itu, bunga dapat pula diperhitungkan 1x, 2x, 4x dalam setahun, bahkan 360x setahun (bunga
harian). Bunga majemuk ini yang akan banyak digunakan dalam pembahasan nilai waktu uang.
Cakupan bahasan nilai waktu uang dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
Tahun ke 0 1 2 3 4
Single
Aliran kas a
Tahun ke 0 1 2 3 4
Non annuity
Aliran kas a b c d
Tahun ke 0 1 2 3 4
Ordinary annuity
Aliran kas a a a a
Tahun ke 0 1 2 3 4
Annuity due
Aliran kas a a a a
Contoh: Uang Rp1.000,00 saat ini (PV) ditabung di Bank dengan bunga (i) 10% per tahun, maka nilai
uang tersebut 1 tahun yang akan datang (FV1) adalah Rp1.000,00 (1 + 10%)1 = Rp1.100,00. Atau nilai
uang tersebut 5 tahun yang akan (FV5) datang menjadi Rp1.000,00 ( 1 + 10%)5 = Rp1.610,51.
Series:
Non annuity: dihitung satu per satu dengan rumus FV yang single.
Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap awal periode menabung Rp1.000,00; Rp1.200; dan
Rp1.500,00. Kalau tingkat bunga 10% per tahun maka nilai uang tersebut pada akhir tahun ke 3 (FV3)
adalah:
0 1 2 3
Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap akhir periode menabung Rp1.000,. Kalau tingkat bunga
10% per tahun maka nilai uang tersebut pada akhir tahun ke 3 (FV3) adalah:
0 1 2 3
(1 + 10% )3 − 1
FV3 = Rp1.000,00
10%
= Rp3.310,00
Annuity due:
(1 + i )n+1 − 1
FVn = CF - 1
i
Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap awal periode menabung Rp1.000,00. Kalau tingkat
bunga 10% per tahun maka nilai uang tersebut pada akhir tahun ke 3 (FV3) adalah:
0 1 2 3
(1 + 10% )3+1 − 1
FV3 = Rp1.000,00 - 1
10%
= Rp3.641,00
Single:
CF
PV =
(1 + i )n
Contoh: Uang Rp1.000,00 akan diterima 1 tahun yang akan datang (FV1), jika bunga bank 10% per
tahun, maka nilai uang tersebut kalau diterimakan sekarang (PV) adalah Rp1.000,00/(1 + 10%)1 =
Rp909,09. Seandainya uang Rp1.000,00 tersebut akan diterima 5 tahu yang akan datang (FV5), maka
nilai uang tersebut kalau diterimakan sekarang adalah adalah Rp1.000,00/(1 + 10%)5 = Rp620,92.
Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap awal periode akan menerima uang Rp1.000,00; Rp1.200;
dan Rp1.500,00. Kalau tingkat bunga 10% per tahun maka nilai uang tersebut kalau diterimakan
sekarang (PV) adalah:
0 1 2 3
1
1-
PV = CF (1 + i)
n
i
Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap akhir periode menerima Rp1.000,. Kalau tingkat bunga
10% per tahun maka nilai uang tersebut saat ini (PV) adalah:
0 1 2 3
Contoh: Selama 3 tahun berturut-turut setiap awal periode menerima Rp1.000,00. Kalau tingkat bunga
10% per tahun maka nilai uang tersebut saat ini (PV) adalah:
0 1 2 3
1
1-
PV = Rp1.000,00 1 +
(1 + 10% )
3 -1
10%
= Rp2.735,54
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengertian nilai perusahaan
2. Perbedaan konsep nilai
3. Penilaian surat berharga jangka panjang
MATERI PERKULIAHAN:
A. PENILAIAN SURAT BERHARGA JANGKA PANJANG
Pada pokok bahasan I diketahui bahwa tujuan normatif manajemen keuangan adalah memaksimumkan
nilai perusahaan (memaksimumkan kekayaan pemilik), sedang nilai perusahaan dapat dilihat dari surat
berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Karena surat berharga yang mewakili kepemilikan
suatu perusahaan adalah saham, maka nilai perusahaan biasanya dapat dilihat dari harga pasar saham.
Ada beberapa pengertian nilai/harga surat berharga, yaitu
1. Nilai likuidasi/Liquidation Value: Sejumlah uang yang dapat diperoleh karena suatu asset
(sekelompok asset) dijual ketika perusahaan dilikuidasi (dibubarkan)
2. Going-Concern Value: Suatu jumlah uang tertentu yang dapat diperoleh dari perusahaan yang dijual,
dengan asumsi perusahaan tetap beroperasi seperti semula.
3. Nilai buku: Nilai akuntansi dari aktiva. Kalau aktiva tetap berarti harga perolehan dikurangi dengan
depresiasi. Kalau yang dilnilai saham (equity), maka sama dengan total asset dikurangi dengan
utang dan saham preferen.
Dalam manajemen keuangan yang akan dibahas sebagai nilai/harga pasar surat berharga jk. panjang
adalah nilai dalam pengertian going-concern value. Apabila ada gejala kebangkrutan, baru nilai
likuidasi digunakan.
Ada beberapa jenis surat berharga jk. panjang yang dikeluarkan oleh perusahaan sbb:
1
1-
V0 = I
(1 - k d )
kd
Cf = aliran kas yang diterima, berasal dari bunga obligasi (I); I = i x Nominal. I1 = I2 = I3 dst.
V0 = Nilai Obligasi/harga yang wajar saat ini
kd = tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pembeli obligasi (biaya obligasi bagi perusahaan)
Karena (1 + kd)∞ sama dengan ∞, maka 1/ (1 + kd)∞ = 0, sehingga rumus di atas dapat
disederhanakan menjadi V = I/ kd
Contoh: Sebuah perpetual bond dengan nominal Rp1.500,00, memberi bunga/kupon = 10%.
Berapakah harga yang wajar dari obligasi ini, kalau pembeli meminta keuntungan (kd) sebesar 12%?
Thn 0 1 2 3 4
:---------:---------:----------:----------:
Cf1 I1 I2 I3 I4
Cf2 Pelunasan
Untuk Maturity Bond ada 2 macam aliran kas yang diterima pembeli, yaitu pendapatan bunga dan
pembayaran pelunasan dari perusahaan penerbit obligasi pada saat jatuh tempo.
Contoh: Sebuah maturity bond dengan nominal Rp1.500,00, memberi bunga/kupon = 10%. Umur
obligasi (jatuh tempo) 4 tahun kemudian. Berapakah harga yang wajar dari obligasi ini, kalau
pembeli meminta keuntungan (kd) sebesar 12%?
1
1-
(1 + 12%)
4
PV Bunga = Rp150 = Rp 455,60
12%
PV Pelunasan = Rp1.500,00 / (1 + 12%)4 = Rp 953,28
Nilai Obligasi (V0) = Rp 1.408,88 terjual dengan diskon.
Contoh: Sebuah saham preferen dengan nominal Rp2.000,00, memberi dividen = 10% (D =
Rp200,00). Berapakah harga yang wajar dari saham ini, kalau pembeli meminta keuntungan (kp)
sebesar 12%?
Jawab:
D1
V0 =
ke
Rp200
V0 = = Rp1.666,67
12%
Terjual dengan diskon
1
1-
(1 + 12%)
3
PV Dividen = Rp200 = Rp 480,37
12%
PV V3 = Rp2.100,00 / (1 + 12%)3 = Rp 1.494,74
Nilai Saham (V) = Rp 1.975,11 terjual dengan diskon.
Setiap perusahaan pasti akan diusahakan untuk berkembang (tumbuh), pertumbuhan ini akan
mempengaruhi nilai perusahaan (nilai saham). Kalau tingkat pertumbuhan setiap tahun selalu sama,
maka rumusnya menjadi V = D1/( ke - g). Misal dividen tahun pertama (D1) = Rp500,00; ke = 12%,
dan g = 3%, maka harga saham tersebut menjadi: V = D1/( ke - g)
Tahap 1: Nilai sekarang (PV) dari dividen yang akan diterima selama 5 tahun I (g = 10%)
Akhir PV dgn faktor
Divivden PV dari Dividen
thn ke bunga 14%
1 Rp2,00 (1 +10%)1 = Rp2,20 1/(1 +14%)1 = Rp1,93
2
2 Rp2,00 (1 +10%) = Rp2,42 1/(1 +14%)2 = Rp1,86
3 3
3 Rp2,00 (1 +10%) = Rp2,66 1/(1 +14%) = Rp1,80
4 Rp2,00 (1 +10%)4 = Rp2,93 1/(1 +14%)4 = Rp1,76
5 5
5 Rp2,00 (1 +10%) = Rp3,22 1/(1 +14%) = Rp1,67
Nilai sekarang dari dividen selama 5 tahun I = Rp8,99
(Analisis perhitunga di atas dengan asumsi saham biasa tersebut dipegang untuk selamanya (‘tidak
memiliki jatuh tempo’)
C. YIELD TO MATURITY
Yield to maturity (YTM) adalah tingkat pengembalian (return) investasi dalam surat berharga jangka
panjang, jika surat berharga tersebut dibeli sebesar harga pasar saat ini dan dipegang/dimiliki sampai
dengan saat jatuh tempo. Disebut juga sebagai internal rate of return (IRR) dari surat berharga jangka
panjang tersebut. Sehingga untuk menghitung YTM tersebut menggunakan interpolasi.
Jawab:
Aliran kas atau cash flow dari kasus ini dapat digambarkan sebagai berikut:
1 2 3 ….……………………..................12
: : : : ……………… : :
Cof: V0 Rp761,00
Cif: Kupon Rp80,00 Rp80,00 Rp80,00 Rp80,00 Rp80,00
Pelunasan Rp1.000
X Rp 102,7261 Rp102,7261
= → X= x 2% = 1,84%
2% Rp111,5011 Rp111,5011
Cara yang sama digunakan untuk menghitung PVcif dengan tingkat bunga 12%
Jawab:
Rumus harga yang wajar dari saham preferen:
D1
V0 =
kp
Sehingga dengan memasukkan harga pasar saat (V0) ini ke dalam rumus tersebut, akan dapat diketahui
YTM dari saham tersebut.
Rp100
Rp921,50 =
kp
kp = Rp100/Rp921,50 = 10,85%
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengertian dan arti penting Capital Badgeting.
2. Identifikasi dan perhitungan cashflow.
3. Keputusan Investasi: Metoda Non Discounted Cashflow
4. Keputusan investasi: Metoda Discounted Cashflow
MATERI PERKULIAHAN:
A. CAPITAL BUDGETING
Capital Budgeting adalah keseluruhan proses analisis tentang pengambilan keputusan investasi pada
aktiva tetap (proyek). Investasi pada aktiva tetap (misal: bangunan, kendaraan, dsb) akan melibatkan
dana yang cukup besar dan dana tersebut akan terikat dalam jangka panjang (lebih dari 1 thn). Untuk
menghindari kesalahan, maka perlu analisis yang baik agar keputusan yang diambil optimal. Kesalahan
pengambilan keputusan dalam investasi aktiva tetap akan menimbulkan kerugian yang besar karena
langkah perbaikan yang harus dilakukan pasti memerlukan biaya yang sangat besar.
Analisis yang digunakan mendasarkan diri pada analisis manfaat dan pengorbanan (Benefit & Cost
Analysis). Tujuannya adalah untuk menilai kelayakan investasi tersebut. Investasi disebut layak apabila
Aliran kas masuk dengan cash basis ini disebut dengan Tambahan Proceed.
Tambahan Proceed = Tambahan EAT + Tambahan Depresiasi
= Rp15.000 + Rp30.000,00
= Rp45.000,00
1. Accounting Rate of Return: adalah persentase laba bersih dibandingkan dengan initial investment.
Definisi di atas dapat dinyatakan dalam formula ARR = EAT/Initial Investment. Initial
investment adalah dana bersih yang dibutuhkan sampai dengan investasi tersebut siap dioperasikan.
Initial Investment Kasus A = Rp100.000,00. Initial Investment Kasus B = Rp120.000,00 –
Rp30.000,00 = Rp90.000,00. Maka:
Berarti tingkat keuntungan berdasarkan initial investment untuk Kasus A adalah 21% dan Kasus B
adalah 16,67%. Layak dan tidaknya investasi tersebut menggunakan dasar sebagai berikut:
a. Kalau membandingkan antara 2 investasi, maka dipilih yang mempunyai ARR paling tinggi.
b. Kalau hanya menilai 1 investasi, maka ARR yang dihasilkan dibandingkan dengan tingkat
keuntungan yang diinginkan, atau dengan tingkat bunga bank. Kalau ARR lebih kecil, maka
2. Average Accounting Rate of Return: adalah persentase dari rata-rata laba bersih terhadap rata-
rata investasi. Cara perhitungan sama dengan ARR, namun menggunakan angka rata-rata. Rata-rata
laba bersih (EAT) sama dengan EAT/thn, karena setiap tahun besarnya sama. Sedang rata-rata
investasi menggunakan formula = (Investasi Awal + Investasi Akhir)/2. Karena Investasi Akhir = 0
(modal sudah kembali), maka rata-rata investasi untuk masing-masing Kasus:
Sehingga:
AARRA = Rp21.000,00/Rp50.000,00 = 0,42 atau 42%
AARRB = Rp15.000,00/Rp45.000,00 = 0,3333 atau 33,33%
Kriteria penilaian sama dengan ARR.
3. Pay Back Period: adalah jangka waktu yang dibutuhkan agar initial investment dapat kembali.
Metode ini (dan metode-metode berikutnya) akan menggunakan proceed sebagai aliran kas masuk.
Sedang initial investment sama dengan metode sebelumnya (ARR dan AARR). Perhitungannya
dengan cara membagi initial investment dengan proceed, sebagai berikut:
4. Net Present Value: adalah nilai sekarang aliran kas masuk dikurangi nilai sekarang aliran kas
keluar (PVCIF – PVCOF).. Karena metode ini mengakui bahwa dengan berjalannya waktu, nilai uang
akan berubah, maka cara perhitungannya menggunakan teori Time Value of Money, khususnya
yang Present Value (PV). Formula yang digunakan NPV = PVCIF – PVCOF.
Kasus A: (karena aliran kas yang terjadi adalah ordinary annuity, maka untuk menghitung PVCIF
Bisa menggunakan rumus PV untuk ordinary annuity, misal tingkat bunga = 24%).
5. Internal Rate of Return: adalah tingkat bunga yang akan membuat PVCIF = PVCOF (NPV = 0)
Untuk menghitung IRR, harus dilakukan dengan cara interpolasi, yaitu menentukan 2 macam
tingkat bunga, tingkat bunga yang satu diusahakan akan menghasilkan PVCIF > PVCOF dan tingkat
bunga yang lain diusahakan akan menghasilkan PVCIF < PVCOF, maka tingkat bunga yang akan
menghasilkan PVCIF = PVCOF (IRR), berada di antara 2 tingkat bunga tersebut.
X Rp 3.812,25 Rp 3.812,25
= → X= x 2% = 1,93%
2% Rp3.953,89 Rp3.953,89
X Rp 1.900,86 Rp 1.900,86
= → X= x 2% = 1,38%
2% Rp2.747,22 Rp2.747,22
Dari contoh soal di atas, apabila r (target keuntungan) = 24%, maka Kasus A dapat diterima, sedang
Kasus B ditolak.
Kriteria penilaian: Kalau PI>1 investasi dapat diterima, dan sebaliknya kalu PI<1 maka investasi
harus ditolak. Dari contoh di atas, maka Kasus A diterima, sedang Kasus B ditolak.
Dari ke 6 metode penilaian investasi tersebut, metode yang masuk kelompok non discounted
mempunyai kelemahan yang sama, yaitu mengabaikan nilai waktu uang, padahal investasi pada aktiva
tetap mempunyai jangka waktu lebih dari 1 tahun. Khusus untuk ARR dan AARR, mempunyai
kebaikan pada cara perhitungan yang sederhana, dan menggunakan angka yang sudah matang. Untuk
metode yang menggunakan proceed (PBP, NPV, IRR, dan PI) harus menyiapkan angka proceed lebih
dulu. Metode yang menggunakan teori nilai waktu uang dianggap baik karena dapat memberikan
gambaran aliran kas dan keuntungan yang lebih realistis, namun perhitungannya cukup rumit. Hal lain
yang perlu diperhatikan adalah, apbila NPV mengatakan bahwa investasi layak, maka metode IRR dan
PI juga akan mengatakan yang sama. Sebab, apabila IRR>r dan PI>1 maka pasti NPV>0.
1. IRRELEVANT COST
Pengambilan keputusan dalam Capital Budgeting hanya mempertimbangkan aliran kas (cash
flow/CF) yang berpengaruh di waktu yang akan datang. Jika ada alran kas yang terjadi dimasa lalu
tetapi tidak mempengaruhi (tidak boleh diperhitungkan) sebagai aliran kas dimasa yang akan datang,
disebut dengan irrelevant cost. Ciri utama dari irrelevant cost adalah pengeluaran yang terjadi
Contoh kasus:
Kasus 1
PT. YKPN merencanakan sebuah proyek investasi yang diperkirakan akan menghabiskan dana sebesar
Rp250.000.000,-, dengan rincian Rp75.000.000,- merupakan modal kerja, dan sisanya diinvestasikan
untuk pembelian aktiva tetap dengan nilai residu diperkirakan sebesar Rp31.000.000,-. Aktiva tetap
tersebut mempunyai umur ekonomis 3 tahun. Proyeksi penjualan selama umur ekonomis diperkirakan
sebagai berikut:
Tahun 1 Rp.260.000.000,-
Tahun 2 Rp.230.000.000,-
Tahun 3 Rp.200.000.000,-
Biaya tetap tunai sebelum memperhitungkan biaya penyusutan sebesar Rp27.500.000,-pertahun dengan
biaya variabel sebesar 22% dari total penjualannya. Pajak yang diperhitungkan 30% dan return yang
diharapkan 20 %. Dari data tersebut apakah proyek investasi tersebut layak dijalankan bila dinilai
dengan menggunakan metode penilaian Metode Payback Periode dan Metode Net Present Value?
Identifikasi cif
Tahun 1 Tahun 2 Tahun3
Penjualan Rp 260.000.000,00 Rp 230.000.000,00 Rp 200.000.000,00
Biaya operasi:
FC Rp 27.500.000,00 Rp 27.500.000,00 Rp 27.500.000,00
VC (22% dr Sale) Rp 57.200.000,00 Rp 50.600.000,00 Rp 44.000.000,00
Total Rp 84.700.000,00 Rp 78.100.000,00 Rp 71.500.000,00
Depresiasi Rp 48.000.000,00 Rp 48.000.000,00 Rp 48.000.000,00
Total Biaya Op. Rp 132.700.000,00 Rp 126.100.000,00 Rp 119.500.000,00
EBIT Rp 127.300.000,00 Rp 103.900.000,00 Rp 80.500.000,00
Pajak (30%) Rp 38.190.000,00 Rp 31.170.000,00 Rp 24.150.000,00
EAT Rp 89.110.000,00 Rp 72.730.000,00 Rp 56.350.000,00
Depresiasi Rp 48.000.000,00 Rp 48.000.000,00 Rp 48.000.000,00
Proceed Rp 137.110.000,00 Rp 120.730.000,00 Rp 104.350.000,00
Nilai Residu Rp 31.000.000,00
Modal Kerja Rp 75.000.000,00
Rp 210.350.000,00
PVcif (i = 20%) Rp 114.258.333,33 Rp 83.840.277,78 Rp 121.730.324,07
COF Rp 250.000.000,00
Proceed 1 Rp 137.110.000,00
Rp 112.890.000,00
a. Tarip biaya tersebut di atas dibuat dengan basis setiap TKL di bayar Rp6.000 per jam kerja.
Secara rinci tentang biaya TKL untuk 5 tahun kedepan adalah sebagai berikut:
Tahun ke 1
Setiap TKL untuk memproses sabun mandi membutuhkan 2,5 menit per unit. Tahun ke 1 semua
TKL bekerja dengan kapasitas penuh. Sehingga pada tahun ke 1 untuk mencapai target produksi
dibutuhkan kerja lembur, upah lembur adalah Rp7.200 per jam.
Produk cairan pembersih membutuhkan 1,2 menit per TKL. Pada tahun ke 1, untuk mencapai
target produksi perusahaan harus menggunakan tenaga kerja tambahan (out sourcing) dengan
upah Rp7.000 per jam.
Tahun ke 2 sampai ke 5
Perusahaan akan merekrut tenaga tetap baru untuk memproduksi ke dua produk tersebut dengan
upah menurut standar perusahaan yaitu Rp600 per jam.
b. Unsur biaya variabel dalam biaya tak langsung menunjukkan pemakaian tenaga listrik, sehingga
secara total akan bervariasi sesuai dengan jam TKL yang digunakan.
c. Unsur biaya tetap dalam biaya tak langsung juga menunjukkan beban tetap tenaga listrik untuk
tiap unit produk, sehingga secara total akan bervariasi sesuai dengan jam TKL yang digunakan.
3. Mesin baru yang harus dibeli oleh perusahaan harganya Rp50.000.000 dibayar tunai. Namun mesin
tersebut sebelum di operasikan harus di modifikasi selama 2 hari dengan biaya Rp15.000.000. Nilai
residu mesin tersebut sama dengan 0.
Pertanyaan:
1. Hitung NPV dan jelaskan kesimpulannya
2. Hitung IRR dari proyek tersebut
3. Jika PT Alam Hijau menetapkan jangka waktu pengembalian modal maksimal 3 tahun, analisilah
dengan Discounted PBP.
Jawab:
Kertas Kerja 1: Aliran Kas Masuk/unit
Sabun Mandi Thn 1 Thn 2s/d 5
Harga Jual Rp 1.750 Rp 1.750
Bahan Langsung Rp (150) Rp (150)
TKL*) Rp (300) Rp (250)
Biaya Variabel OVH Rp (500) Rp (500)
Aliran Kas Masuk/unit Rp 800 Rp 850
*) (Rp7.200/60 menit) x 2,5 menit
Cairan Pembersih
Penjualan (unit) 24.000 28.000 32.000 17.000 5.000
Kas Masuk/unit Rp 870 Rp 890 Rp 890 Rp 890 Rp 890
Total Rp 20.880.000 Rp 24.920.000 Rp 28.480.000 Rp 15.130.000 Rp 4.450.000
COF
Harga Mesin Baru Rp (50.000.000)
Biaya Modifikasi Rp (15.000.000)
Kerugian Sewa Rp (12.500.000) Rp (12.500.000) Rp (12.500.000) Rp (12.500.000) Rp (12.500.000)
Total COF Rp (65.000.000) Rp (12.500.000) Rp (12.500.000) Rp (12.500.000) Rp (12.500.000) Rp (12.500.000)
Net CF (Proceed) Rp (65.000.000) Rp 28.380.000 Rp 29.420.000 Rp 28.730.000 Rp 10.280.000 Rp (5.500.000)
1. NPV
Thn Proceed DF (i = 10%) PV Proceed
1 Rp 28.380.000 0,90909091 Rp 25.800.000,00
2 Rp 29.420.000 0,82644628 Rp 24.314.049,59
3 Rp 28.730.000 0,75131480 Rp 21.585.274,23
4 Rp 10.280.000 0,68301346 Rp 7.021.378,32
5 Rp (5.500.000) 0,62092132 Rp (3.415.067,28)
Total PV CIF Rp 75.305.634,86
Total PV COF Rp (65.000.000,00)
NPV Rp 10.305.634,86
2. Discounted PBP
Ivestasi Rp 65.000.000
Proceed 1 Rp 25.800.000
Rp 39.200.000
Proceed 2 Rp 24.314.050
Rp 14.885.950
Rp 14.885.950
x 12 bln = 8,275614339 bulan
Rp 21.585.274
8,26843 hari, atau
9 hari
Discounted PBP = 2 tahun, 8 bulan, 9 hari
i1 = 20% Rp 63.453.948
X Rp 1.546.052
IRR = …. 2% Rp 65.000.000 Rp 2.110.059
i2 = 18% Rp 65.564.007
X= 1,47%
IRR = 18,53%
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Definisi Risiko dan Keuntungan
2. Metoda perhitungan risiko dengan Disitribusi Probabilitas.
3. Risiko dan Keuntungan dalam Portfolio
4. Risiko sistimatik dan unsistimatik
5. Capital Asset Pricing Model (CAPM)
6. Teknik perhitungan risiko Capital Budgeting
MATERI PERKULIAHAN:
A. RISIKO DAN KEUNTUNGAN (RETURN)
Keuntungan, disebut juga return (R), adalah pendapatan yang diterima dari suatu investasi yang
dilakukan, dibagi dengan pengeluaran investasinya (modal). Biasanya diekspresikan dalam persentase.
Pengertian investasi, seperti penjelasan pada pokok bahasan sebelumnya, dapat disimpulkan baik
investasi pada surat berharga maupun investasi pada aktiva tetap.
Risiko: adalah penyimpangan dari hasil yang diharapkan. Karena merupakan penyimpangan (deviasi),
maka tingkat risiko dapat diukur secara statistik (berdasarkan data historis) dengan menghitung standar
deviasi. Perhitungan tingkat risiko (standar deviasi) akan menggunakan data historis yang ada dengan
melihat distribusi probabilitasnya. Antara risiko dengan return akan terjadi “trade off”, yaitu pada
umumnya usaha yang menjanjikan return yang tinggi akan diikuti pula dengan tingkat risiko yang
tinggi, dan sebaliknya.
Penting untuk diketahui, bahwa menghitung tingkat risiko bukanlah semata-mata untuk menentukan
pilihan pada investasi yang memiliki tingkat risiko yang paling rendah. Investor, karena karakternya
Berdasarkan data historis tersebut, dapat dilakukan analisis perhitungan untuk mengukur tIngkat risiko
jika akan melakukan investasi (membeli) Saham A dan Saham B. Perhitungannya sebagai berikut:
Saham A:
Kondisi
P RA (RA)P (RA -ŘA)2P
Ekonomi
Baik 30% 10% 0,030 0,00012
Sedang 40% 8% 0,032 0
Buruk 30% 6% 0,018 0,00012
ŘA = 0,080 (σ A)2 = 0,00024
Tngkat keuntungan yang dapat diharapkan (ŘA) = 8%
Dengan tingkat risiko saham A σA = √0,00024 = 0,0154919 atau 1,55%
Saham B:
Kondisi
P RB (RB)P (RB -ŘB)2P
Ekonomi
Baik 30% 30% 0,090 0,00108
Sedang 40% 24% 0,096 0
Buruk 30% 18% 0,054 0,00108
ŘB = 0,240 (σ B)2 = 0,00216
Tngkat keuntungan yang dapat diharapkan (ŘB) = 24%
Jadi tingkat risiko saham B σ B = √0,00216 = 0,0464758 atau 4,65%
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa tingkat risiko saham A lebih kecil dibanding
tingkat risiko saham B. Standar deviasi ini menggambarkan tingkat risiko mutlak. Kalau diperhatikan
lebih lanjut, tingkat risiko kedua saham tersebut sebenarnya tidak dapat diperbandingkan begitu saja,
sebab kedua saham tersebut mempunyai skala return yang berbeda. Saham A dalam skala satuan,
sedang saham B dalam skala puluhan. Sehingga membandingkan risiko mutlak antara kedua saham
tersebut tidak dapat dilakukan. Apabila skala dari return kedua saham tersebut sama, maka menghitung
risiko mutlak untuk diperbandingkan adalah sudah cukup. Apabila skala return kedua saham tersebut
Ternyata, setelah dihitung tingkat risiko sesuai dengan skala return masing-masing (risiko relatif),
tingkat risiko kedua saham tersebut sama.
2. Risiko Portfolio
Portfolio adalah investasi pada kombinasi beberapa surat berharga, dengan tujuan untuk mengurangi
tingkat risiko.
Misal:
Saham R D
A 10% 5% 70%
B 6% 4% 30%
rAB = -35%
R = return dari saham, = tngkat risiko masing-masing saham; D = distribusi dana yang dimiliki untuk
dialokasikan ke masing-masing saham, dan rAB = koefisien korelasi antara saham A dan saham B.
Berdasarkan data tersebut di atas, hitunglah return dari portfolio (Rp ) dan risiko portfolio (p)!
Jawab:
Rp = DaRa + DbRb
= 0,7 X 0,1 + 0,3 X 0,06
= 0,07 + 0,018 = 0,088 atau 8,8% tingkat keuntungan yang dapat diharapkan dari
investasi portfolio
Saham A Saham B
Saham A DaDaraaaa DaDbrabab 0,5
Saham B DaDbrabab DbDbrbbbb
Saham A Saham B
Saham A (0,7)(0,7)(1)(0,05)(0,05) (0,7)(0,3)(-0,35)(0,05)(0,04) 0,5
Saham B (0,7)(0,3)(-0,35)(0,05)(0,04) (0,3)(0,3)(1)(0,04)(0,04)
Saham A Saham B
Saham A 0,001225 -0,000147 0,5
Saham B -0,000147 0,000144
p
Risiko unsistematis
Total risiko
Risiko sistematis
Jumlah surat berharga yang
dikombinasi dalam portfolio
Misal:
i = 10%; Rm = 15%;β = 1,3
maka Rj = 10% + (15% - 10%)1,3 = 16,5%
kalau β = 1
maka Rj = 10% + (15% - 10%)1= 15%
kalau β = 0,5
maka Rj = 10% + (15% - 10%)0,5 = 12,5%
Perubahan kondisi yang mengakibatkan perubahan harga saham dengan model CAPM
Misal dividen = Rp200,00
Sebelum perubahan
Rj = 10% + (15% - 10%)1,3 = 16,5%
V = D/(ke – g) 200/(16,5% - 10%) = Rp3.076,923
Setelah perubahan
Rj = 8% + (12% - 8%)1,1 = 12,4%
V = D/(ke – g) 200/(12,4% - 9%) = Rp5.882,35
Pada dasarnya cara menghitung tingkat risiko investasi pada aktiva tetap adalah sama dengan cara
menghitung tingkat risiko investasi pada surat berharga jangka panjang, yaitu dengan menghitung
standar deviasi dengan distribusi probabilitas. Dalam investasi pada surat berharga jangka panjang
panjang, yang diukur adalah risiko dari return (R), dalam investasi pada aktiva tetap yang diukur adalah
penyimpangan (risiko) dari cash in flow (CF), yaitu risiko dari aliran kas masuk yang dihasilkan oleh
investasi tersebut.
Proyek A:
Kondisi
P CFA (CFA)P (CFA –Rerata CFA)2P
Ekonomi
Baik 25% 3.000,00 750,00 1.000.000,00
Sedang 50% 5.000,00 2.500,00 0
Buruk 25% 7.000,00 1.750,00 1.000.000,00
Rerata CFA = 5.000,00 ( A)2 = 2.000.000,00
Ternyata setelah dihitung risiko relatif masing-masing proyek, tingkat risiko proyek A lebih kecil dari
pada tingkat risiko proyek B (relatif sesuai dengan sklalanya).
(0,4) Rp800,00
(0,25) Rp500,00 (0,4) Rp500,00
(0,2) Rp200,00
(0,2) Rp500,00
-Rp240,00 (0,50) Rp200,00 (0,6) Rp200,00
(0,2) –Rp100,00
(0,2) Rp200,00
(0,25) –Rp100,00 (0,4) –Rp100,00
(0,4) –Rp400,00
Tahun I Tahun II
Initial
Conditional Joint Probability
Prob. CF1 CF2 NPV (I = 8%)
Prob. (p2) (JP = p1 x p2)
(p1)
0,4 800 0,10 500/(1,08)1 + 800/(1,08)2 – 240 = 908,83
0,4 500 0,10 500/(1,08)1 + 500/(1,08)2 – 240 = 651,63
0,25 500 0,2 200 0,05 500/(1,08)1 + 200/(1,08)2 – 240 = 394,43
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Laporan Keuangan (Neraca dan Laporan Rugi-Laba)
2. Manfaat Rasio, jenis-jenis Rasio, kerangka analisis,
3. Kombinasi Rasio laporan keuangan
MATERI PERKULIAHAN:
A. ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
Analisis Laporan Keuangan dilakukan atas laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan. Laporan
keuangan keuangan perusahaan paling tidak terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, dan Laporan Laba
Ditahan (Perubahan Modal).
Neraca: menunjukkan nilai kekayaan perusahaan pada sisi aktiva, dan sumber dana (ada yang
menyebut “claims”) untuk kekayaan tersebut pada sisi utang dan modal..
Laporan Laba Rugi: menunjukkan aktivitas perusahaan selama 1 periode (1 tahun) sehingga
menghasilkan pendapatan atas pengorbanan yang dilakukan untuk mendapatkan laba.
Laporan Laba Ditahan: menunjukkan besarnya modal sendiri yang digunakan dan bagian laba tahun
berjalan yang tidak dibagikan sebagai dividen.
Hubungan antara ketiga laporan tersebut adalah bahwa Neraca menunjukkan posisi keuangan
perusahaan pada saat tertentu, sedang Laporan Laba Rugi menunjukkan hasil operasi selama periode
tertentu.Laporan Laba Ditahan menunjukkan proses perubahan rekening Laba Ditahan yang nampak
dalam Neraca akhir periode dibanding dengan Neraca pada awal periode.
Perhatikan contoh laporan keuangan perusahaan berikut ini:
Neraca PT TURBO Akhir Tahun 20X1 dan 20X2
(dalam jutaan rupiah)
AKTIVA UTANG & MODAL
31/12/X1 31/12/X2 31/12/X1 31/12/X2
Kas 32 30 Utang Dagang 87 40
Surat Berharga 75 70 Utang Wesel 210 150
Piutang 250 200 Utang Bank 400 425
Persd. Brg Jadi 200 100 Utang pajak 125 120
Persd. Brg Dlm Proses 150 100 Utang Lain 25 25
Persd. Bhn. Mentah 300 200 TOTAL UTG LANCAR 847 760
TOTAL AKTIVA LANCAR 1.007 700 Utang Jk. Panjang 600 540
Bangunan & Mesin 2.000 2300 Modal Saham 700 700
Depresiasi (400) (500) Laba Ditahan 460 500
TOTAL AKTIVA TETAP 1.600 1.800 TOTAL MDL SENDIRI 1.160 1.200
TOTAL AKTIVA 2.607 2.500 TOTAL UTG & MDL 2.607 2.500
Arti penting analisis laporan keuangan adalah untuk lebih memahami prestasi dan kondisi keuangan
suatu perusahaan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan. Pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap analisis laporan keuangan adalah:
1. Manajemen perusahaan, untuk pengambilan keputusan kebijakan intern perusahaan
2. Suplier, untuk memberi kebijakan kredit kepada perusahaan.
3. Investor, untuk pengambilan keputusan pembelian saham perusahaan yang dianalisis.
Untuk menilai prestasi dan kondisi keuangan perusahaan, diperlukan ukuran-ukuran tertentu. Ukuran
yang seringkali dipergunakan salah satunya adalah analisa rasio.
Pada umumnya berbagai rasio yang dihitung dapat dikelompokkan dalam 4 tipe dasar:
Gabungan antara rasio aktivitas dengan net profit margin akan dapat memberi petunjuk kepada manajer
cara meningkatkan laba perusahaan. Sistem penggabungan rasio ini dikemukakan oleh Du Pont,
sehingga dikenal dengan sistem Du Pont. Sistem ini menunjukkan bagaimana rasio-rasio tersebut
saling berinteraksi untuk menentukan profitabilitas aktiva-aktiva yang dimiliki perusahaan.
EAT Penjualan
13% = -------------- x -----------
Penjualan Total Asset
ROI = 13%
Diagram ini masih dapat dikembangkan lagi (ke bawah), misal EAT data dipecah lagi menjadi
Penjualan – Total Biaya; Total Aktiva = Aktiva Lancar + Aktiva Tetap, dst. Kalau manajer ingin
meningkatkan ROI menjadi 16%, maka manajer mempunyai 2 alternatif yaitu menaikkan NPM atau
menaikan Perputaran Aktiva. Kalau yang dipilih menaikkan NPM, maka ada 2 alternatif cara lagi yang
bisa dipilih, yaitu menaikkan EAT atau menurunkan Penjualan dst.
Sehingga penggabungan rasio-rasio ini apabila dikembangkan sedemikian rupa, sehingg menunjukkan
interaksi antar rasio secara lengkap, dapat memberi petunjuk kepada manajer tentang cara
meningkatkan keuntungan perusahaan.
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Konsep, arti penting manajemen modal kerja, dan klasifikasi modal kerja
2. Teknik perhitungan kebutuhan modal kerja
3. Pendanaan Modal Kerja
MATERI PERKULIAHAN:
A. MANAJEMEN MODAL KERJA
Modal Kerja: adalah dana yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan perusahaan dari
hari ke hari.
Karena modal kerja adalah dana yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan
perusahaan dari hari ke hari, maka manajer perlu merencanakan kebutuhan modal kerja tersebut dengan
baik. Apabila modal kerja ditentukan terlalu besar, maka akan banyak dana yang menganggur (tidak
produktif), tetap jika modal kerja ditentukan terlalu sedikit, maka pada suatu ketika kegiatan
perusahaan akan berhenti karena tidak ada dana untuk membayar tenaga kerja, membeli bahan, dan
sebagainya.
Dana dalam bentuk uang tunai Rp200.000,00, untuk menjadi uang tunai kembali sehingga dapat
digunakan untuk membeli bahan mentah lagi memerlukan waktu 13 hari. Padahal kebutuhan bahan
mentah harus dipenuhi setiap hari. Sehingga selama13 hari, setiap hari perusahaan harus
menyediakan dana sebesar Rp200.000,00 untuk membeli bahan mentah. Pada hari ke 14 perusahan
tidak perlu lagi menyediakan dana, karena dana yang dipergunakan pada hari pertama sudah
kembali menjadi uang tunai pada hari ke 13, sehingga bisa digunakan untuk membeli bahan mentah
untuk hari ke 14. Berdasarkan waktu keterikatan dana dalam modal kerja, maka kebutuhan modal
kerja untuk membeli bahan mentah adalah= 13 hari x Rp200.000,00 = Rp2.600.000,00.
Seandainya pembayaran pembelian bahan mentah dilakukan saat bahan sudah datang, dan penjualan
dilakukan secara tunai, maka kebutuhan modal untuk membeli bahan juga akan berubah sebagai
berikut:
Uang tunai Rp200.000,00 akan menjadi uang tunai kembali dalam waktu 5 hari. Maka kebutuhan
modal kerja untuk membeli bahan mentah adalah= 5 hari x Rp200.000,00 = Rp1.000.000,00.
Contoh kasus:
Sebuah perusahan memproduksi barang X, dengan kapasistas 1 hari = 20 unit. Hari kerja dalam 1
bulan = 25 hari. Bahan yang digunakan ada 2 macam, yaitu bahan A dan bahan B. Bahan harus
dipesan dan dibayar 5 hari sebelum bahan digunakan. Setiap 1 unit barang X membutuhkan
Rp100,00 bahan A. Untuk bahan B, tidak perlu dipesan, biasa dibeli dan langsung digunakan. Setiap
unit barang X membutuhkan Rp25,00 bahan B. Tenaga kerja langsung Rp75,00/unit barang X.
Biaya tetap terdiri dari biaya administrasi Rp12.500,00 per bulan, dan gaji pimpinan Rp25.000,00
per bulan.
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 41
Proses produksi memerlukan waktu 3 hari, penyimpanan di gudang (pertimbangan kualitas) 2 hari,
penjualan secara kredit dengan pembayaran 5 hari setelah penjualan. Kas minimal per hari
Rp25.000,00. Berapakah kebutuhan modal kerja perusahaan tersebut?
Jawab:
1. Waktu keterikatan dana.
a. Bahan A terikat dalam : b. Bahan B, TKL, dan Biaya Tetap terikat dalam:
Pemesanan 5 hari Proses Produksi 3 hari
Proses Produksi 3 hari Gudang 2 hari
Gudang 2 hari Piutang 5 hari
Piutang 5 hari 10 hari
15 hari
Sumber dana untuk modal kerja diasumsikan dari pinjaman, dan ada 2 alternatif, yaitu pinjaman
(pembelanjaan) jangka pendek (kurang dari 1 tahun) dan pinjaman jangka panjang (1 tahun).
Kebutuhan modal kerja pada umumnya berfluktuasi seperti gambar di bawah ini:
Waktu
Modal kerja permanen: dana yang selalu digunakan perusahaan untuk membiaya modal kerja
(minimal). Modal kerja Variabel: dana yang digunakan sesuai dengan kebutuhan di atas modal kerja
permanen. Berdasarkan karakter modal kerja tersebut, terdapat 3 alternatif pembelanjaan yaitu
konservatif, agresif, dan hedging.
Waktu
Pembelanjaan agresif: hanya sebagian kebutuhan modal kerja permanen di danai dengan
pembelanjaan jangka panjang (pinjaman jangka panjang, modal sendiri, dan pembelanjaan spontan),
sebagian lagi dari modal kerja permanen dan seluruh modal kerja variabel didanai dengan pinjaman
jangka pendek. Kalau digambarkan secara grafis akan nampak sebagai berikut:
Waktu
Pembelanjaan hedging: seluruh kebutuhan modal kerja permanen di danai dengan pembelanjaan
jangka panjang (pinjaman jangka panjang, modal sendiri, dan pembelanjaan spontan). Kebutuhan
modal kerja variabel di danai pinjaman jangka pendek. Kalau digambarkan secara grafis akan nampak
sebagai berikut:
Waktu
Contoh kasus:
PT Spectra menentukan saldo kasnya rata-rata 2% dari penjualan. Pengumpulan piutang rata-rata
terjadi dalam waktu 60 hari. Perputaran persediaan 4x dalam satu tahun. Pembelian barang dagangan
dilakukan secara kredit, dengan jangka waktu pembayaran 45 hari. Penjualan setahun mencapai Rp120
juta, dengan harga pokok 80% dari harga jual.Hitunglah:
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 43
a. Kas, Rata-rata piutang, Rata-rata utang, dan Persediaan PT Spectra
b. Perputaran modal kerja bersih
c. Tingkat keuntungan modal kerja kotor. Berapa dana yang harus dicari untuk menutup kebutuhan
modal kerja kotor?
d. Diperkirakan kebutuhan modal kerja Rp50 juta, 60% merupakan modal kerja permanen. Apabila
perusahaan ingin menerapkan kebijakan pembelanjaan hedging, berapakah besarnya pembelanjaan
jangka pendek yang harus diambil?
Jawab:
a. Penjualan Rp120.000.000,00
HPPenj. = 80% x Rp120.000.000,00 = Rp96.000.000,00
Kas = 2% x Rp120.000.000,00 = Rp2.400.000,00
Rata-rata hari pengumpulan piutang = 60 hari
Tingkat perputaran piutang = 360 hari/60 hari = 6 x
Rata-rata piutang = Rp120.000.000,00/6x = Rp20.000.000,00
Umur utang = 45 hari Perputaran utang = 360 hari/45 hari = 8 x
Jumlah utang = Rp96.000.000,00/8x = Rp12.000.000,00
Perputaran persediaan = 4x Persediaan = Rp96.000.000,00/4x = Rp24.000.000,00
250.000
187.500
125.000
Misal modal kerja gol. 3 di belanjai dengan pinjaman jangka panjang, maka total pinjaman jangka
panjang = Rp250.000,00, kekurangan di kwartal lain dibiayai dengan pinjaman jangka pendek, sedang
kalau ada kelebihan dana disimpan di bank. Perhitungan biaya bunganya sebagai berikut:
312.500
250.000
187.500
125.000 Pinjaman Jk Panjang
Rp125.000,00; i = 10%
62.500
Kw I Kw II Kw III Kw IV
Ternyata dengan metode jangka waktu kritis, biaya bunga yang harus dibayar dapat ditekan (lebih
murah dari kebijakan perusahaan), sebab sumber dana untuk membiayai kebutuhan modal kerja dapat
ditentukan secara tepat.
Misal modal kerja gol. 3 di belanjai dengan pinjaman jangka pendek, maka total pinjaman jangka
panjang = Rp187.500,00, kekurangan di kwartal lain dibiayai dengan pinjaman jangka pendek, sedang
kalau ada kelebihan dana disimpan di bank. Perhitungan biaya bunganya sebagai berikut:
312.500
250.000
187.500
125.000 Pinjaman Jk Panjang
Rp125.000,00; i = 10%
62.500
Kw I Kw II Kw III Kw IV
Hasil perhitungan biaya bunga yang harus dibayar sama dengan sebelumnya.
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Konsep dan arti penting manajemen persediaan
2. Teknik penentuan jumlah pesanan paling ekonomis (EOQ, lead time, reorder point)
3. Faktor ketidakpastian dalam manajemen persediaan.
MATERI PERKULIAHAN:
A. MANAJEMEN PERSEDIAAN
Persediaan yang dimaksud dalam pokok bahasan ini adalah persediaan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan penjualan. Perusahaan manufaktur biasanya memiliki 3 jenis persediaan, yaitu persediaan
bahan mentah, persediaan barang setengah jadi, dan persediaan barang jadi. Untuk perusahaan dagang
biasanya hanya ada satu jenis persediaan yaitu persediaan barang dagangan.
Persediaan ini sering kali menjadi bagian yang cukup besar dari keseluruhan aktiva lancar. Manajemen
persediaan dimaksudkan agar jumlah persediaan berada pada tingkat optimal, artinya tidak terlalu
besar, sehingga tidak banyak aktiva lancar (dana) yang menganggur, tetapi juga jangan sampai terlalu
kecil sehingga mengganggu proses produksi atau penjualan. Lebih penting lagi, jumlah persediaan juga
akan mempengaruhi besar kecilnya biaya persediaan yang harus dikeluarkan. Metode pengelolaan
persediaan disini lebih menekankan pada jumlah pesanan yang paling ekonomis (yang mempengaruhi
jumlah persediaan) dilihat dari sisi total biaya persediaan.
Metode pengelolaan persediaan yang seringkali di gunakan adalah Economic Order Quantity (EOQ),
yaitu jumlah pesanan yang paling ekonomis ditinjau dari sisi biaya pengelolaannya.
Misal: D = 2.000 unit/tahun dengan biaya pesan = Rp50,00 / 1 x pesan; dan biaya simpan = Rp5,00 per
unit per tahun, maka dapat dibuat alternatif sebagai berikut:
Q = Jumlah 1 x pesan 50 unit 100 unit 200 unit 400 unit 1000 unit
Q/2 = Rerata persediaan 25 unit 50 unit 100 unit 200 unit 500 unit
D/Q = Frekuensi pesan 40 x 20 x 10 x 5x 2x
(QC)/2 =Biaya simpan Rp 125,00 Rp 250,00 Rp 500,00 Rp1.000,00 Rp2.500,00
DO/Q = Biaya pesan Rp2.000,00 Rp1.000,00 Rp 500,00 Rp 250,00 Rp 100,00
(QC)/2 + DO/Q = Total
Rp2.125,00 Rp1.250,00 Rp1.000,00 Rp1.250,00 Rp2.600,00
Biaya Persediaan
Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat bahwa jumlah pesanan yang akan menghasilkan total biaya
persediaan yang paling murah adalah 200 unit, yaitu sebesar Rp1.000,00, sehingga dalam satu tahun
harus melakukan 10 kali pembelian (pemesanan). Kalau digambar dalam grafik sbb:
Biaya
Biaya simpan
Biaya Pesan
Jumlah unit
0 Q = 200 unit yang dipesan
Dari perhitungan dan grafik dapat disimpulkan bahwa total biaya persediaan akan minimum pada saat
biaya simpan = biaya pesan. Atau secara mathematis dapat dituliskan:
2DO
EOQ =
C
Kalau biaya simpan (C) dinyatakan dalam persentase dari nilai rata-rata persediaan, rumus akan
berubah menjadi:
2DO
EOQ =
PC
2DO 2 x 4000 x 80
EOQ = = = 200 unit
C 16
atau
2DO 2 x 4000 x 80
EOQ = = = 200 unit
PC 64 x 0,25
Kapan perusahaan harus memesan ulang bahan yang dibutuhkan? Contoh kasus di atas menunjukkan
bahwa dengan asumsi bahan begitu dipesan segera dapat digunakan, maka pemesanan ulang dilakukan
pada saat persediaan bahan di gudang = 0 unit. Namun kadang-kadang bahan baru bisa digunakan
(datang) setelah beberapa hari dipesan. Jadi ada waktu tunggu (lead time) sebelum bahan itu dapat
digunakan. Seandainya 1 tahun = 300 hari kerja, maka pemakaian bahan per hari = 4.000 unit/300 hari
= 13,33 unit per hari. Seandainya lagi, waktu tunggu (waktu antara dilakukannya pemesanan s/d bahan
datang) = 3 hari, maka perusahaan harus memesan pada saat persediaan bahan di gudang tinggal 13,33
unit x 3 hari = 40 unit. Atau:
Secara grafis:
Q = 200 unit
ROP
40 unit
waktu (hari)
3 hari
Safety stock (persediaan bahan minimal yang harus ada dalam perusahaan), juga akan mempengaruhi
kapan perusahaan harus melakukan pemesanan kembali. Misal safety stock = 40 unit, maka:
Artinya pada saat persediaan bahan di gudang tinggal 80 unit, perusahaan harus sudah melakukan
pemesanan ulang. Secara grafis:
80 unit ROP
waktu (hari)
6 hari
C. FAKTOR KETIDAKPASTIAN
Faktor ketidakpastian akan sangat mempengaruhi kebijakan waktu tunggu. Bahan dipesan hari ini, ada
kemungkinan datang 5 hari kemudian. Tetapi bisa jadi datang besuk pagi. Ada ketidakpastian tentang
datangnya bahan. Oleh karena itu ada kemungkinan perusahaan akan mengalami kelebihan bahan yang
tersedia (kalau bahan datang lebih cepat dari yang diperkirakan), dan ada kemungkinan perusahaan
akan mengalami kekurangan bahan (kalau bahan datang lebih lambat dari yang diperkirakan). Kapan
perusahaan harus melakukan pemesanan kembali?. Ini akan sangat ditentukan oleh keputusan tentang
waktu tunggu (lead time). Berapa hari lead time yang paling optimal, sehingga kalau bahan datang
terlalu cepat tidak akan menimbulkan tambahan biaya simpan (TBS) yang terlalu besar, sebaliknya
kalu bahan datang terlambat tidak akan menimbulkan tambahan biaya kekurangan bahan (TBKB) yang
terlau besar pula.
Masih menggunakan kasus di atas, dengan tambahan informasi yang diperlukan sebagai berikut:
Kebutuhan bahan = 4000 unit per tahun, biaya pesan = Rp80,00 per 1 x pesan. Harga bahan Rp64,00
per unit. Biaya simpan 25% dari nilai rata-rata persediaan (Rp16,00 per unit per tahun). Apabila terjadi
kekurangan bahan karena bahan datang terlambat, maka perusahaan harus membeli bahan secara
eceran dengan harga Rp70,00 per unit. Satu tahun = 300 hari kerja. Pengalaman tahun-tahun lalu
menyatakan bahwa:
Untuk menentukan waktu tunggu yang paling optimal, kasus ini akan dipecahkan secara lengkap sbb:
2DO 2 x 4000 x 80
EOQ = = = 200 unit
C 16
Pemakaian bahan per hari = 4.000 unit/300 hari = 13,33 unit per hari.
Kalau bahan datang terlambat, maka :
Kalau bahan datang terlalu cepat (sekali pesan sesuai dengan EOQ = 200 unit), maka setiap hari bahan
yang disimpan akan bertambah dengan 200 unit, sampai sisa bahan yang lama habis. Biaya simpan per
unit per tahun = Rp16,00. Jadi biaya simpan per unit per hari = Rp16,00/300 hari = Rp0,053
Total
Waktu
TBKB1) TBS2) Tambahan
tunggu
Biaya
3 hari 1 hari x Rp80,00 x 40% = Rp32,00 0 Rp80,00
2 hari x Rp80,00 x 30% = Rp48,00
Rp80,00
4 hari 1 hari x Rp80,00 x 30% = Rp24,00 1 hari x Rp10,67 x 30% = Rp3.201 Rp27,20
5 hari 0 1 hari x Rp10,67 x 40% = Rp4.268 Rp11,03
2 hari x Rp10,67 x 30% = Rp6.402
Rp11.03
1) Kalau waktu tunggu ditetapkan 3 hari, maka ada kemungkinan bahan datang 4 hari kemudian,
terlambat 1 hari dengan kemungkinan 40%, sehingga akan ada TBKB untuk 1 hari, dst.
2) Kalau waktu tunggu ditetapkan 5 hari, maka ada kemungkinan bahan datang 4 hari kemudian, lebih
cepat 1 hari dengan kemungkinan 40%, sehingga akan ada TBS untuk 1 hari, dst.
Dari perhitungan di atas, nampak bahwa kalau waktu tunggu (lead time) 5 hari (melakukan pemesanan
pada saat bahan di gudang tinggal mencukupi untuk kebutuhan 5 hari), akan menghasilkan total
tambahan biaya yang paling murah yaitu Rp11,03, sehingga waktu tunggu 5 hari adalah waktu tunggu
yang paling optimal.
D. POTONGAN PEMBELIAN
Tawaran potongan pembelian dari suplier seringkali harus dipertimbangkan untuk diperbandingkan
dengan biaya persediaan kalau membeli dengan metode EOQ. Berikut ini diberikan ilustrasi untuk
menggambarkan keadaan tersebut. Misal D =2.000 unit pertahun, harga per unit Rp20,00. Biaya pesan
(O) = Rp50,00 per 1 x pesan. Biaya simpan (C) Rp5,00 per unit per tahun. Perusahaan ditawari
potongan pembelian sebesar 3%, apabila dalam 1 x pembelian membeli minimal 1.000 unit.
2DO 2 x 2000 x 50
EOQ = = = 200 unit
C 5
Dari perbandingan biaya yang harus dikeluarkan tersebut nampak bahwa pembelian dengan
menggunakan EOQ ternyata memberikan biaya yang lebih kecil. Karenanya tawaran potongan
pembelian tersebut sebaiknya ditolak.
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengertian, arti penting manajemen piuatng, dan kebijakan piutang
2. Analisis manfaat dan biaya piutang
3. Kebijaksanaan Pengumpulan Piutang.
MATERI PERKULIAHAN:
A. MANAJEMEN PIUTANG
Piutang adalah hak tagihan kepada pihak lain yang berutang kepada perusahaan. Munculnya piutang,
karena perusahaan menjual secara kredit. Semakin besar piutang yang dimiliki oleh perusahaan, maka
semakin besar pula dana yang digunakan untuk membelanjai piutang tersebut, sehingga semakin besar
pula biaya kehilangan kesempatan (opportunity cost) untuk memperoleh pendapatan dari dana tersebut
(misal pendapatan bunga jika disimpian di bank). Disamping itu, jika jumlah piutang semakin besar,
kemungkinan munculnya piutang yang tidak dapat ditagih semakin besar pula (bad debt). Namun jika
perusahaan tidak menerapkan penjualan secara kredit, pembeli mungkin akan beralih ke perusahaan
yang memberi fasilitas kredit. Pada intinya, kebijakan pengelolaan piutang merupakan trade off antara
besarnya biaya pengelolaan piutang dengan dengan besarnya manfaat yang diperoleh. Dengan
demikian maka analisis kebijakan kredit bisa dilakukan dengan prinsip pengorbanan hanya dibenarkan
sejauh bisa memberikan manfaat yang lebih besar.
Asumsi dasar analisis dalam manajemen piutang adalah bahwa seluruh biaya tetap telah teralokasikan
seluruhnya. Artinya perubahan jumlah unit yang dijual tidak akan merubah jumlah biaya tetap.
Sehingga dalam perhitungan dapat menggunakan contribution margin sebagai titik tolak untuk
menghitung tambahan manfaat karena adanya perubahan jumlah penjualan, sebagai akibat adanya
perubahan kebijakan penjualan secara kredit.
Untuk menentukan kebijakan kredit ada 3 faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu (1) jangka waktu
kredit, (2) discount (potongan) yang diberikan kepada pelanggan, dan (3) Standar kredit sebagai
antisipasi munculnya bad debt.
Apabila 40% pelanggan memanfaatkan periode potongan, maka rata-rata umur piutang menjadi sebesar
(0,4 x 30 hari) + (0,6 x 60 hari) = 48 hari. Perputaran piutangnya menjadi = 360 hari/48 hari = 7,5 kali.
Dengan demikian rata-rata piutangnya sebesara Rp150 juta/7,5 kali = Rp20 juta. Maka dana yang
dibutuhkan untuk membelanjai piutang = 0,9 x Rp20 juta = Rp18 juta. Biaya modal yang harus
ditanggung = 20% x Rp18 juta = Rp3,6 juta. Sebagai akibat 40% pembeli memanfaatkan periode
potongan, maka potongan harga yang diberikan kepada pelanggan sebesar 2% x 40% x Rp150 juta =
Rp1,2 juta.
Kebijakan baru ini akan memberi tambahan manfaat sebesar (10% x Rp150 juta) – (10% x Rp100 juta)
= Rp5 juta, dan mengakibatkan munculnya tambahan biaya sebesar Rp3,6 juta ditambah dengan
potongan harga Rp1,2 juta, sehingga manfaat bersih yang diperoleh = Rp5 juta – (Rp3,6 juta + Rp1,2
juta) = Rp0,2 juta. Ternyata hasil manfaat bersih lebih kecil dari kebijakan net 60, sehingga kebijakan
2/30 net 60 harus ditolak dan perusahaan tetap memutuskan untuk menggunakan kebijakan net 60.
3. Standar kredit:
Standar kredit menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelanggan agar diperbolehkan
membeli secara kredit. Misal perusahaan akan melonggarkan syarat kredit dari pelanggan yang
berpenghasilan tetap, menjadi termasuk juga pelanggan yang tidak berpenghasilan tetap, asal
mempunyai penghasilan rata-rata dalam jumlah tertentu.
Dari contoh kasus di atas, diumpamakan perusahaan akhirnya memutuskan untuk menggunakan
kebijakan kredit net 60, sehingga diharapkan penjualan akan menjadi Rp150 juta. Namun muncul
alternatif lain, yaitu syarat kreditnya dilonggarkan, sehingga pelanggan yang tidak mempunyai
penghasilan tetap juga bisa menikmati fasilitas kredit tersebut. Dengan pelonggaran syarat kredit
tersebut, diperkirakan penjualan akan meningkat lagi menjadi Rp175 juta. Risiko yang diperkirakan
akan timbul adalah adanya bad debt sebesar 1% dari total penjualan, dan pembayaran oleh pembeli
akan mundur s/d 75 hari (umur piutang). Alternatif manakah yang akan dipilih oleh perusahaan?
Perhitungan langsung menggunakan tabel sbb:
Tunai Net 60 Net 75
1. Penjualan/tahun Rp100 juta Rp 150 juta Rp 175 juta
2. Contribution margin Rp 10 juta Rp 15 juta Rp 17,5 juta
3. Perputaran Piutang 6x 4,8 x *)
4. Rata-rata piutang Rp 25 juta Rp36,460 juta
5. Modal untuk piutang Rp 22,5 juta Rp32,813 juta
6. Biaya modal Rp 4,5 juta Rp 6,563 juta
7. Bad debt (1% x Rp175 juta) Rp 1,750 juta
*) 360 hari/75 hari = 4,8 x
Tunai net 60
Tambahan Manfaat (Keuntungan) = Rp15 juta – Rp10 juta = Rp5 juta
Tambahan Biaya Rp4,5 juta
Tambahan manfaat bersih Rp0,5 juta
Tunai net 75
Tambahan manfaat = Rp17,5 juta – Rp10 juta = Rp7,5 juta
Tambahan Biaya: Tambahan biaya modal = Rp6,563 jt
Tambahan Bad debt = Rp1,750 juta Rp8,313 juta
Tambahan manfaat bersih - Rp0,813 juta
Dalam kasus ini, perusahaan sudah menerapkan kebijakan lama, sudah bukan lagi perencanaan
seperti contoh kasus sebelumnya. Kemudian perusahaan merencanakan akan menerapkan kebijakan
baru. Analisis untuk masalah ini dapat menggunakan 2 pendekatan, yaitu pendekatan ACP penjualan
lama tetap, dan pendekatan ACP penjualan lama ikut berubah sesuai dengan kebijakan baru.
Dengan pendekatan ACP penjualan lama tetap, manfaat bersih positif, jadi kebijakan baru dapat
disetujui.
Penyelesaian:
Penjualan bulan Desember tahun lalu:
Terkumpul bulan Januari = 10% x Rp96.000.000,00 = Rp9.600.000,00
Pengalaman tahun-tahun sebelumnya akan memberikan informasi mengenai pola pengumpulan piutang
yang terjadi. Informasi tersebut dapat menggambarkan umur piutang yang kemudian dapat digunakan
untuk menetapkan kebijakan kredit yang diberikan kepada pembeli.
Contoh:
Dari data tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa 95% dari pembeli akan membayar kurang
dari 60 hari, sedang yang 40% membayar dalam waktu 30 hari. 5% sisanya membayar lebih dari 60
hari. Kebijakan yang dapat diputuskan adalah: menjual dengan syarat kredit 2/30 net 60; dan
membuat cadangan kerugian piutang 5% dari total penjualan.
Bad debt
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengertian dan arti penting kas dan surat berharga jangka pendek
2. Optimalisasi kebutuhan kas (Model EOQ, Model Miller-Orr)
MATERI PERKULIAHAN:
MANAJEMEN KAS DAN SURAT BERHARGA JANGKA PENDEK
Kas adalah aktiva yang paling likuid. Artinya merupakan aktiva yang dipakai sebagai alat pembayaran,
dan diterima oleh semua pihak Aktiva lain yang setara dengan kas adalah surat berharga jangka pendek
(cek, tabungan, atau warkat dan sejenisnya). Bedanya, kalau kas di simpan dalam almari besi
perusahaan tidak memberikan keuntungan apapun, sedang surat berharga sementara belum digunakan,
akan dapat memberi pendapatan bunga meskipun kecil jumlahnya.
Ada 3 tujuan memelihara sejumlah kas dalam perusahaan meskipun tidak memberikan keuntungan,
yaitu:
Tujuan transaksi: tujuannya adalah untuk membayar kewajiban yang harus segera dibayar akibat
operasi perusahaan sehari-hari.
Tujuan berjaga-jaga: tujuannya untuk berjaga-jaga terhadap pengeluaran-pengeluaran yang tidak
terduga.
Tujuan spekulasi: tujuannya untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi tingkat bunga bank dan
harga surat berharga jangka pendek. Kalau tingkat bunga bank cenderung turun dan harga surat
berharga jangka pendek cenderung naik akan lebih menguntungkan untuk diinvestasikan dalam surat
berharga, dan sebaliknya.
Kebanyakan perusahaan menentukan jumlah kas yang harus ada dalam perusahaan, namun jumlah
tersebut harus optimal. Artinya jangan sampai terlalu besar sehingga justru tidak terpakai dan tidak
produktif (tidak menghasilkan apapun), tetapi juga jangan sampai terlalu kecil sehingga mengganggu
kegiatan operasi perusahaan sehari-hari. Ada dua model manajemen kas yang memperhitungkan
seberapa banyak yang harus dipertahankan sebagai kas dalam perusahaan dan seberapa banyak yang
harus diinvestasikan dalam surat berharga jangka pendek, yaitu Model Inventory dan Model Miller-
Orr.
D = Rp40.000.000,00
b = Rp2.000,00 per satu kali transaksi
i = 12%/tahun atau 1% per bulan
Seandainya jumlah kas yang optimal yang harus dipertahankan dalam perusahaan adalah C, maka
dalam satu bulan akan terjadi D/C kali transaksi. Total biaya transaksi (D/C) x b. Rata-rata kas yang
ada dalam perusahaan adalah C/2. Maka biaya kehilangan kesempatan untuk memperoleh pendapatan
bunga (opportunity cost) dari surat berharga adalah C/2 x i. C optimal (memberikan biaya yang paling
murah) apabila total opportunity cost = biaya transaksi, atau C/2 x i =( D/C) x b. Secara mathematis
maka persamaan ini dapat diselesaikan sbb:
atau:
2xDxb
C=
i
Jadi jumlah kas yang paling optimal untuk dipertahankan adalah Rp4.000.000,00, sehingga dalam satu
bulan akan terjadi Rp40 juta/Rp4 juta = 10 kali transaksi. Rata-rata kas yang ada dalam perusahaan
Rp4 juta/2 = Rp2 juta. Biaya pengelolaan kas:
Seandainya sekali transaksi perusahaan menjual surat berharga untuk memperoleh kas sejumlah Rp8
juta (C). maka total biaya pengelolaan kas:
Terbukti bahwa dengan model inventori (modifikasi EOQ untuk manajemen kas) total biaya
pengelolaan kas menjadi minimum.
1/ 3
3 x b x 2
Z =
4xi
atau
3 x b x 2
Z= 3
4xi
Z = adalah return point, artinya bila saldo kas dalam perusahaan mendekati batas maksimum atau batas
atas (h), maka perusahaan harus membeli sejumlah surat berharga sehingga saldo kas kembali ke
tingkat Z. Sebaliknya kalau saldo kas berkurang hingga mendekati batas minimum atau batas
bawah, maka perusahaan harus menjual sejumlah surat berharga sehingga saldo kas kembali ke
tingkat Z. Dalam hal ini h = 3Z, atau disebut juga maximum minimum spread (MMS).
2 = Varian aliran kas masuk bersih harian (suatu pengukuran penyebaran aliran kas)
b = biaya transaksi
i = bunga surat berharga
Misalnya
2 = Rp800,00
b = Rp25,00
i = 20%/tahun atau 20%/360 per hari
Dengan demikian, kalau saldo kas mendekati batas atas, maka perusahaan harus membeli surat
berharga sejumlah = UL - RP = Rp900,00 - Rp300,00 = Rp600,00
Sebaliknya, kalau saldo kas mendekati batas bawah, maka perusahaan harus menjual surat berharga
sejumlah = RP - LL = Rp300,00 - Rp0,00 = Rp300,00
Seandainya perusahaan menetapkan bahwa jumlah saldo kas minimal adalah Rp150,00, maka Return
point menjadi R150,00 + Rp300,00 = Rp450,00, dan h = Rp150,00 + Rp900,00 = Rp1.050,00, dan LL
menjadi sebesar Rp150,00. Grafiknya sbb:
0 waktu
Dengan demikian, kalau saldo kas mendekati batas atas, maka perusahaan harus membeli surat
berharga sejumlah = UL - RP = Rp1.050,00 - Rp450,00 = Rp600,00
SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengertian, arti penting, dan jenis-jenis Pembelanjaan Spontan.
2. Analisis manfaat dan biaya pembelanjaan spontan.
MATERI PERKULIAHAN:
PEMBELANJAAN JANGKA PENDEK
Pembelanjaan spontan adalah fasilitas pinjaman (kredit) dari pihak lain (supplier, bank, asuransi) dalam
jangka pendek yang dapat diperoleh segera (spontan) tanpa melalui prosedur, sistem, dan persyaratan
secara rinci. Pembelian bahan dengan pembayaran 1 bulan kemudian, adalah salah satu bentuk
pembelanjaan spontan. Meskipun demikian, setiap bentuk pinjaman yang dimanfaatkan akan
memberikan beban biaya bagi perusahaan, oleh karena itu perusahaan harus dapat menentukan
pembelanjaan spontan yang mana yang akan dimanfaatkan.
hari
0 10 30
Jk wkt kredit
Sehingga biaya bunga karena tidak memanfaatkan periode potongan per tahun = (Rp20,00/Rp980)
x (360 hari/20 hari) = 36,73%. Formula rumus untuk mencari biaya bunga per tahun tersebut dapat
ditulis sbb:
d 360 hari
Biaya bunga/tahun = x
(100% - d) (periode bebas)
2% 360 hari
Biaya bunga/tahun = x = 73,47%
98% 10 hari
Semakin panjang periode diskon, apabila tidak dimanfaatkan maka akan semakin mahal biaya
bunga per tahunnya.
a. Compensating Balance
Compensating balance adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan karena
perusahaan memperoleh pinjaman rekening koran (PRK). Compensating balance adalah syarat
untuk mempertahankan saldo minimal PRK. Misalnya PRK s/d Rp100.000.000,00 dengan
compensating balance Rp1.000.000,00, maka perusahaan hanya dapat memanfaatkan PRK
READER MANAJEMEN KEUANGAN HAL. 65
maksimal sebesar Rp99.000.000,00. Saldo di rekening pinjaman tidak boleh kurang dari
Rp1.000.000,00.
Contoh soal: Perusahaan memperoleh fasilitas PRK sebesar Rp1.000.000,00 dari bank dengan
bunga 12% per tahun. Bank mensyaratkan compensating balance sebesar Rp100.000,00 (10%
dari plafon pinjaman). Berapakah biaya bunga efektif/tahun dari PRK tersebut?
Penyelsaian:
12% x Rp1.000.000,00
Biaya bunga/tahun = = 13,33% per tahun
Rp1.000.000,00 - Rp100.000,00
Seandainya perusahaan hanya memanfaatkan pinjaman tersebut sebesar Rp700.000,00, maka
biaya bunga per tahun:
12% x Rp700.000,00
Biaya bunga/tahun = = 13,33% per tahun
Rp700.000,00 - (10% x Rp700.000,00)
b. Commitment Fee
PRK juga dapat mempunyai persyaratan commitment fee, yaitu persetujuan dari pemberi
pinjaman untuk tetap menyediakan dana sebesar saldo pinjaman yang belum digunakan.
Misalnya seperti contoh kasus di atas sbb:
Perusahaan memperoleh fasilitas PRK sebesar Rp1.000.000,00 dari bank dengan bunga 12%
per tahun. Bank mensyaratkan compensating balance sebesar Rp100.000,00 (10% dari plafon
pinjaman). Perusahaan hanya memanfaatkan sebagian, yaitu sebesar Rp700.000,00. Pihak bank
komit untuk tetap menyediakan sisa pinjaman yang belum dimanfaatkan dengan commitment
fee sebesar 0,5%. Berapakah biaya bunga efektif/tahun dari PRK tersebut?
Penyelesaian:
Rp5.250.000,00 - Rp5.000.000,00
Biaya bunga/tahun = x3 = 15% per tahun
Rp5.000.000,00
Contoh: Perusahaan membutuhkan dana Rp100.000,00 per bulan. Kebutuhan ini dipenuhi dengan
menjaminkan piutang senilai Rp150.000,00 per bulan, dengan batas maksimum pinjaman 75% dari
nilai piutang yang dijaminkan, dengan bunga 12% per tahun. Fee untuk penjamin 2,5% dari nilai
jaminan. Biaya administrasi piutang dan bad debt yang dapat dihemat oleh perusahaan sebesar
Rp3.500,00 per bulan. Berapakah biaya bunga efektif per tahun dari penjaminan piutang tersebut?
Penyelesaian: