Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

AIDS adalah suatu penyakit yang belum ada obatnya dan belum ada vaksin yang bisa mencegah
serangan virus HIV, sehingga pennakit ini merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya bagi
kehidupan manusia baik sekarang maupun waktu yang datang. Selain itu AIDS juga dapat
menimbulkan penderitaan, baik dari segi fisik maupun dari segi mental. Mungkin kita sering
mendapat informasi melalui media cetak, elektronik, ataupun seminar-seminar, tentang betapa
menderitanya seseorang yang mengidap penyakit AIDS. Dari segifisik, penderitaan itu mungkin, tidak
terlihat secara langsung karena gejalanya baru dapat kita lihat setelah beberapa bulan. Tapi dari segi
mental, orang yang mengetahui dirinya mengidap penyakit AIDS akan merasakan penderitaan batin
yang berkepanjangan. Semua itu menunjukkan bahwa masalah AIDS adalah suatu masalah besar
dari kehidupan kita semua. Dengan pertimbangan-pertimbangan dan alas an itulah kami sebagai
pelajar, sebagai bagian dari anggota masyarakat dan sebagai generasi penerus bangsa, merasa perlu
memperhatikan hal tersebut.

Rumusan Masalah

Apa definisi HIV/AIDS?

Bagaimana patofisiologi HIV/AIDS?

Apa tanda dan gejala HIV/AIDS?

Sebutkan test diagnostic HIV/AIDS?

Bagaimana penatalaksanaan HIV/AIDS?

bagaimana program pemerintah dalam penanggulangan penyakit hiv/aids?

Tujuan

memahami dan mengetahui definisi HIV/AIDS

memahami dan mengetahui patofisiologi HIV/AIDS

memahami dan mengetahui tanda dan gejala HIV/IDS

memahami dan mengetahui test diagnostic HIV/AIDS

memahami dan mengetahui penatalaksanaan HIV/AIDS

memahami dan mengetahuiprogram pemerintah dalam penanggulangan penyakit hiv/aids


BAB II

PEMBAHASAN

Kajian Penyakit HIV/AIDS

Definisi

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat limfotropik khas yang
menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih
spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). Virus ini
diklasifikasikan dalam famili Retroviridae, subfamili Lentiviridae, genus Lentivirus. Selama infeksi
berlangsung, sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dan orang menjadi lebih rentan terhadap
infeksi. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi tertentu merupakan indikator
bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS (Acquired Imunnodeficiency Syndrome).

AIDS merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan
tubuh akibat virus HIV. Sebagian besar orang yang terkena HIV, bila tidak mendapat pengobatan,
akan menunjukkan tanda-tanda AIDS dalam waktu 8-10 tahun. AIDS diidentifikasi berdasarkan
beberapa infeksi tertentu yang dikelompokkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health
Organization) menjadi 4 tahapan stadium klinis, dimana pada stadium penyakit HIV yang paling
terakhir (stadium IV) digunakan sebagai indikator AIDS. Sebagian besar keadaan ini merupakan
infeksi oportunistik yang apabila diderita oleh orang yang sehat, infeksi tersebut dapat diobati.

Patofisiologi

Dasar utama terinfeksinya HIV adalah berkurangnya jenis Limfosit T helper yang mengandung
marker CD4 (Sel T4). Limfosit T4 adalah pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun
tidak langsung dalam menginduksi fungsi imunologik. Menurun atau menghilangnya sistem imunitas
seluler, terjadi karena virus HIV menginfeksi sel yang berperan membentuk antibodi pada sistem
kekebalan tersebut, yaitu sel Limfosit T4. Setelah virus HIV mengikatkan diri pada molekul CD4, virus
masuk ke dalam target dan melepaskan bungkusnya kemudian dengan enzim reverse transkriptase
virus tersebut merubah bentuk RNA (Ribonucleic Acid) agar dapat bergabung dengan DNA
(Deoxyribonucleic Acid) sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengandung bahan
genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.

Pada awal infeksi, virus HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang diinfeksinya, tetapi
terlebih dahulu mengalami replikasi sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh
penderita tersebut dan lambat laun akan merusak limfosit T4 sampai pada jumlah tertentu. Masa ini
disebut dengan masa inkubasi. Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang
terpapar virus HIV sampai menunjukkan gejala AIDS. Pada masa inkubasi, virus HIV tidak dapat
terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang
dikenal dengan masa “window period”. Setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun akan
terlihat gejala klinis pada penderita sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.20 Pada sebagian
penderita memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi.
Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam,
diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa
tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun, tetapi ada sekelompok kecil penderita
yang memliki perjalanan penyakit amat cepat hanya sekitar 2 tahun dan ada juga yang sangat lambat
(non-progressor).

Secara bertahap sistem kekebalan tubuh yang terinfeksi oleh virus HIV akan menyebabkan fungsi
kekebalan tubuh rusak. Kekebalan tubuh yang rusak akan mengakibatkan daya tahan tubuh
berkurang bahkan hilang, sehingga penderita akan menampakkan gejala-gejala akibat infeksi
oportunistik.

Tanda Dan Gejala

Gejala AIDS beraneka ragam dan tergantung pada manifestasi penyakit khusus penyakit tersebut.
Sebagai contoh pasien AIDS dengan infeksi paru dapat mengalami demam dan keluar keringat
malam sementara pasien tumor kulit akan menderita lesi kulit. Gejala non spesifik pada pasien AIDS
mencakup rasa letih yang mencolok pembengkakan kelenjar leher, ketiak serta lipat paha,
penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya dan diare yang berlarut-larut.

karena gejala-gejala yang belakangan ini dapat dijumpai pada banyak kondisi lainnya, maka hanya
kalau kondisi ini sudah disingkirkan dan gejala tersebut tetap ada, barulah diagnosis AIDS di
pertimbangkan, khususnya pada orang-orang yang bukan termasuk kelompok resiko tinggi.

Berikut Tanda dan gejala klinis penderita AIDS :

Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan

Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis

Dimensia/HIV ensefalopati

Test Diagnostic

Menurut Meliani (2013), terdapat 7 jenis tes HIV/AIDS, yaitu :

ELISA

ELISA (Enzym-Linked Immunosorbent Assay), tes ini mendeteksi antibody yang dibuat tubuh
terhadap virus HIV. Antibody tersebut biasanya diproduksi mulai minggu ke-2, atau bahkan minggu
ke-12 setelah terpapar virus HIV. Karena alasan inilah maka para ahli menganjurkan pemeriksaan
ELISA dilakukan setelah minggu ke-12 sesudah melakukan aktivitas hubungan seksual berisiko tinggi
atau tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi.

Tes ELISA dapat dilakukan dengan sampel darah vena, air liur, atau air kencing. Hasil positif pada
ELISA belum memastikan bahwa orang yang diperiksa telah terinfeksi HIV.

Masih diperlukan pemeriksaan lain, yaitu Western Bolt datau IFA, untuk mengonfirmasi hasil
pemeriksaan ELISA ini. Jadi, walaupun ELISA menunjukkan hasil positif , masih ada dua kemungkinan
orang tersebut sebenarnya tidak terinfeksi HIV atau betul-betul telah terinfeksi HIV. Jika diperoleh
tes ELISA negatif maka kembali melakukan konseling untuk penataan perilaku seks yang lebih aman.
Pemeriksaan diulang kembali dalam waktu 3-6 bulan.
Westen Bolt

Sama halnya dengan etes ELISA, Western Bolt juga mendeteksi antibody terhadap HIV. Western bolt
menjadi ters konfirmasi bagi ELISA karena pemeriksaan ini lebih sensitive dan lebih spesifik, sehingga
kasus yang tidak dapat disimpulkan sangat kecil. Walaupun demikian, pemeriksaan ini lebih sulit dan
butuh keahlian lebih dalam melakukannya.

Rapid Tes

Saat ini telah tersedia tes HIV cepat (Rapid HIV Test). Pemeriksaan ini sangat mirip dengan ELISA.
Ada dua macam cara yaitu menggunakan sampel darah jari dan air liur.

IFA (Indirect Fluorescent Antibody)

IFA atau indirect fluorescent antibody juga merupakan pemeriksaan konfirmasi ELISA positif. IFA juga
mendeteksi antibody terhadap HIV. Salah satu kekurangan dari pemeriksaan ini adalah biayanya
yang mahal.

PCR Test

PCR atau polymerase chain reaction adalah uji yang memeriksa langsung keberadaan virus HIV di
dalam darah. Tes ini dapt dilakukan lebih cepat yaitu sekitar seminggu setelah terpapar virus HIV.
Tes ini sangat mahal dan memerlukan alat yang canggih. Oleh karena itu, biasanya hanya dilakukan
jika diuji antibody diatas tidak memberikan hasil yang pasti. Selain itu, PCR test juga dilakukan secara
rutin untuk uji penapisan (screeing test) darah atau organ yang akan didonorkan.

Tes CD4

Satu akibat dari infeksi HIV adalah kerusakan pada sistem kekebalan tubub kita. HIV membunuh satu
jenis sel darah putih yang disebut sel CD4. Sel ini bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, dan
jika ada jumlahnya yang kurang, sistem tersebut menjadi terlalu lemah untuk melawan infeksi.
Jumlah sel CD4 dapat diukur melalui tes darah khusus. Jumlah normal pada orang sehat antara 500
sampai 1.500. setelah terinfeksi HIV, jumlah ini biasanya turun terus. Jadi jumlah ini mencerminkan
sistem kekebalan tubuh kita : semakin rendah, semakin rusak sistem kekebalan. Jika jumlah CD4
turun dibawah 200, ini menunjukkan bahwa sistem kekebalan tubuh cukup rusak sehingga infeksi
oportunistik dapat menyerang tubuh. Ini berarti sudah sampai masa AIDS.

Tes TLC

Karena sel CD4 adalah anggota golongan sel darah putih yang disebut limfosit, jumlah limfosit total
juga dapat memberi gambaran tentang kesehatan sistem kekebalan tubuh. Tes ini yang disebut
sebagai lymphocyte count atau TLC, adalah murah dan bisa dilaksanaan pada hampir semua
laboratorium.

Seperti jumlah CD4, semain rusak sistem kekebalan, semakin rndah TLC. Pada orang sehat, TLC
normal adalah kurang lebih 2000. TLC 1.000-1.250 biasanya serupa dengan CD4 kurang lebih 200.

Penatalaksanaan

Menurut Setiati (2014), HIV/AIDS sampai saat ini memang belum dapat disembuhkan secara total.
Namun, data selama 8 tahun terakhir menunjukkan bukti yang amat meyakinkan bahwa pengobatan
dengan kombinasi beberapa obat anti HIV (obat anti retroviral, disingkat obat ARV) bermanfaat
menurunkan morbiditas dan mortalitas dini akibat infeksi HIV. Orang dengan HIV/AIDS menjadi lebih
sehat, dapat bekerja normal dan produktif. Manfaat ARV dicapai melalui pulihnya sistem kekebalan
akibat HIV dan pulihnya kerentanan ODHA terhadap infeksi oportunistik.

Secara umum, penatalaksanaan ODHA terdiri dari beberapa jenis, yaitu :

Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dngan obat antiretroviral (ARV)

Pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi dan kanker yang menyertai infeksi HIV/AIDS,
seperti jamur, tuberculosis, hepatitis, toksoplasma, sarcoma kaposi, limfoma, kanker serviks.

Pengobatan suportif, yaitu makanan yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik dan pengobatan
pendukung lain seperti dukungan psikososial dan dukungan agama serta juga tidur yang cukup dan
perlu menjaga kebersihan.

Program Pemerintah Dalam Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS

Strategi Pemerintah Pusat

Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang


Penanggulangan HIV dan AIDS (“Permenkes 21/2013”) menyatakan bahwa strategi yang
dipergunakan dalam melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS meliputi:

Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS melalui kerja sama
nasional, regional, dan global dalam aspek legal, organisasi, pembiayaan, fasilitas pelayanan
kesehatan dan sumber daya manusia;

Memprioritaskan komitmen nasional dan internasional;

Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas;

Meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata, terjangkau, bermutu, dan
berkeadilan serta berbasis bukti, dengan mengutamakan pada upaya preventif dan promotif;

Meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko tinggi, daerah tertinggal,
terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah kesehatan;

Meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS;

Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang merata dan bermutu
dalam penanggulangan HIV dan AIDS;

Meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan penunjang HIV dan AIDS
serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan
dalam penanggulangan HIV dan AIDS; dan

Meningkatkan manajemen penanggulangan HIV dan AIDS yang akuntabel, transparan, berdaya guna
dan berhasil guna.

Tingginya kasus HIV dan AIDS saat ini adalah karena, salah satunya, ketidakpedulian masyarakat
dalam penanggulangan HIV dan AIDS selama ini.Peningkatan kasus ini bisa dicermati dari beberapa
sudut pandang. Salah satunya, dari sudut pandang kesehatan. Infeksi HIV dan AIDS melewati
perjalanan infeksi tanpa gejala berkisar 7 – 10 tahun. Mereka yang terinfeksi terlihat seperti orang
sehat, padahal dalam tubuhnya sudah ada HIV yang bisa menular kepada orang lain dan kepada
mereka yang belum memiliki gejala dari penyakit tersebut.

Sehingga bagi mereka yang berperilaku berisiko, tanpa menyadari, mereka telah menularkan virus
tersebut pada orang lain, termasuk pasangannya.Maka dalam hal ini, pemerintah juga telah
mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi HIV sebagai penyakit menular melalui Pasal 11 ayat
(1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular:

Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan dalam Penanggulangan Penyakit Menular


dilakukan melalui kegiatan:

promosi kesehatan;

surveilans kesehatan;

pengendalian faktor risiko;

penemuan kasus;

penanganan kasus;

pemberian kekebalan (imunisasi)

pemberian obat pencegahan secara massal; dan

kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

Selain itu, jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring
dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual secara tidak aman, yang
menularkan pada pasangan seksualnya.

Secara khusus, infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu serta bayinya. Lebih dari
90% kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau Mother to
Child HIV Transmission.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan retrovirus bersifat limfotropik khas yang
menginfeksi sel-sel dari sistem kekebalan tubuh, menghancurkan atau merusak sel darah putih
spesifik yang disebut limfosit T-helper atau limfosit pembawa faktor T4 (CD4). AIDS merupakan
kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat virus HIV.

Tanda dan gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan
umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam
selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS (“Permenkes 21/2013”) menyatakan bahwa strategi yang
dipergunakan dalam melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS.

Saran

Dalam berusaha melengkapi makalah ini, tentu ada sesuatu yang kurang dan kami sebagai penulis,
baik dari pembahasan ataupun dari segi tulisan menyadari akan hal demikian. Maka dari itu kami
sangatlah mengharapkan masukan baik berupa kritik maupun saran sehingga dapat menjadi sebuah
acuan untuk menjadi lebih baik lagi. semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Anda mungkin juga menyukai