Indarti
SMA N 1 WIDODAREN NGAWI
Sman1_widodaren@yahoo.co.id
ABSTRAKSI
Batik merupakan warisan nenek moyang yang ada sampai saat ini secara turun
temurun. Di Ngawi sendiri terdapat sebuah sentra kerajinan batik, tepatnya di Dusun
Tempurrejo, Desa Banyubiru, Kecamatan Widodaren. Batik yang dikembangkan adalah batik
tradisional yang bermotif gringsing dimana metode pembuatan menggunakan teknik batik tulis.
Permasalahannya nilai-nilai filosofi apa yang terkandung dalam batik gringsing.
Tujuannya untuk mengetahui filosofi yang terkandung dalam motif batik gringsing. Untuk
memperoleh analisis yang lebih detail perlu adanya kerangka berfikir tahun 1995 oleh Suwandi
sebagai pengelola dan pengusaha batik di Tempurrejo, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Motif
gringsing menjadi primadona yang paling banyak diminati konsumen.
Batik gringsing memiliki motif dasar menyerupai sisik ikan. Makna yang terkandung
tidak main-main karena melibatkan perasaan dan pembuatannya harus melakukan ritual mistis.
Motifnya lebih mengarah pada non geometris yang condong pada flora, fauna, satwa dan
lunglungan (menjalar). Dalam batik gringsing Tempurrejo didominasi 4 warna pokok, yaitu
hitam, putih, biru, dan coklat soga. Filosofi dari warna khas tersebut memiliki arti keluhuran,
kemakmuran dan dipercaya dapat menghindarkan dari sakit dan kesulitan.
Agar dapat melestarikan batik gringsing di Tempurrejo, maka bisa mengadakan
pelatihan, mengikuti kegiatan pameran mode, bekerja sama dengan sekolah-sekolah sekitar untuk
memberikan keterampilan siswa dan memberikan pengarahan kesadaran tentang budaya daerah
terutama batik
Kajian Pustaka
Tinjauan pustaka diperlukan untuk mempertegas terhadap topik
yang telah diteliti sebelumnya dan memperkuat penelitian. Mendasar
pada studi pustaka, bermaksud mengeksplore salah satu batik gringsing
Tempurrejo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Tahun 1995
sebagai awal Suwandi dalam meretas produksi batik dengan meneruskan
usaha keluarga.
Goresan tinta pada kain panjang tentunya menarik perhatian bagi
para pecinta batik. Berbagai motif tentu memiliki gaya tersendiri. Artikel
tentang batik menjadi dasar pencerahan tentang batik motif gringsing.
Artikel Yunita Anggiasari yang berjudul “Batik Gringsing Kebumen”
membantu untuk mengemas batik gringsing Tempurrejo Ngawi yang
akan disusun. Artikel Kartini Pramono berjudul “Simbolisme Batik
Tradisional” menggambarkan filosofi batik. Adanya kesamaan topik
dengan makna dan nilai-nilai moral dalam goresan tangan di kain
panjang. Dua rujukan literasi akan mendukung keeksistensian batik
gringsing di Tempurrejo, sehingga mampu melestarikan produksinya.
Metode Penelitian
Penulisan ini diharapkan mampu mengupas tuntas tentang batik
gringsing dengan pemaknaan yang dalam mengenai nilai-nilai filosofis
yang terkandung dalam coretan batik gringsing. Untuk mengupas batik
gringsing perlu adanya kerangka berfikir agar mampu menggambarkan
batik gringsing secara detail. Batik gringsing diproduksi di Dusun
Tempurrejo Desa Banyubiru Kabupaten Ngawi sudah beroperasi sejak
tahun 1995 oleh Suwandi. Ada keunikan tersendiri bagi batik-batik
tradisional seperti batik kawung, sidomukti, sidoluhur, gringsing, parang
rusak dan lain-lain. Namun di tempat Suwandi lebih banyak
memproduksi batik gringsing karena lebih laku dibanding batik
tradisional lainnya (Hasil wawancara Suwandi, 2021). Alasannya bahwa
batik parang, sidoluhur, sidomukti adalah batik yang hanya dikenakan
oleh lingkungan keraton, sementara batik gringsing lebih merakyat.
Untuk mengungkap tentang nilai-nilai filososfi batik gringsing
Tempurrejo menggunakan prinsip 5 W + 1H untuk mengetahui apa, siapa,
dimana, kapan, mengapa dan bagaimana dari peristiwa masa lalu.
Kerangka pemikiran sejarah menggambarkan rekonstruksi peristiwa masa
lalu dengan menyangkut berbagai referensi dan konsep dalam membuat
suatu analisis (Sartono, 1992: 2) Penelitian dilakukan dengan
menggunakan sumber primer dengan melakukan wawancara langsung
kepada Suwandi pemilik usaha batik Tempurrejo Kabupaten Ngawi.
Sekunder sebagai penyempurna sumber primer dengan mencari artikel,
jurnal dan buku-buku penunjang tentang batik.
Pembahasan
Tempurrejo adalah sebuah dusun di Desa Banyubiru yang berada di
wilayah Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur.
Daerah ini menjadi sentra batik sudah puluhan tahun yang lalu. Warna
dan corak batik di Tempurrejo sangat khas. Awal berdiri hanya menjadi
pekerjaan sampingan yang tidak entrepreneurship. Produksinya pun hanya
tergantung pesanan dan itupun batik tradisional seperti batik kawung,
sidomukti, sidoluhur dan gringsing. Karena sampingan maka
perkembangannya pun sangat lambat dan tak menjanjikan.
Suwandi memulai usahanya tahun 1995 dengan kembang kempis.
Keturunan generasi ke-2 dari nenek moyangnya terus melanjutkan
usahanya. Pembatik Suwandi ingin mempertahankan batik tradisional di
tengah arus persaingan batik-batik modern. Pengalaman proses
pembatikan selama 6 tahun di Solo mampu memberikan pelatihan yang
tidak sebentar. Setelah kembali ke Tempurrejo, tahun 1995 memulai
membatik dengan keahlian yang dimiliki. Motif tradisional menjadi
primadona batik Tempurrejo masa itu. Sementara motif gringsing sangat
disukai konsumen diantara kawung, sidomukti dan sidoluhur. Selain
gringsing, batik tradisional lainnya biasa dikenakan saat acara formal,
upacara ritual, dan acara kegiatan adat istiadat setempat. Poduksi batik
tradisional terutama motif gringsing di Tempurrejo bertujuan untuk
melestarikan budaya yang menjadi ikon budaya nasional. Motif-motif
pada kain tempo dulu menyimpan banyak makna historis.
Sampai perkembangan batik masa abad ke-20, perdagangan batik
berlangsung lamban namun pasti. Artinya perdagangan batik hanya
memenuhi kebutuhan yang masyarakat yang membutuhkan. Seperti
acara hajatan mantenan, karena menurut masyarakat Jawa berpendapat
kalo belum beli dan memakai batik gringsing dinyatakan belum Jawa
tulen. Batik gringsing memang betul-betul simbul Jawanisasi (Hasil
wawancara Suwandi, 2021). Namun abad 21 yang biasa dikenal sebagai
abad melenial mengubah fungsi dan kegunaan batik. Bukan hanya
digunakan sebagai bawahan baju, namun menjadi tren mode sebagai
busana nasional.
Pembuatan batik gringsing Tempurrejo digoreskan kain warna putih
bernama kain mori. Motif batik dibentuk menggunakan malam lilin yang
dicairkan selanjutnya dengan alat canting dipoleskan ke kain mori.
Sementara motif gringsing telah digambar dalam kertas besar
(Jawa=diblad). Kain yang telah dilukis dengan malam kemudian
dicelupkan dengan warna yang diinginkan. Proses pewarnaan kain
dicelupkan ke bahan kimia untuk melarutkan malam/lilin. Batik
gringsing Tempurrejo termasuk jenis batik tulis yang dapat diselesaikan
selama 5 hari selanjutnya proses pencelupan ke bahan kimia sampai siap
jual bisa mencapai 2 – 3 bulan. Adapun alat yang digunakan dalam
membatik meliputi canting, wajan kecil, kompor/ keren, malam/lilin, kain
dan motif gambar (Agung Suroso, 2019: 15). Seorang pembatik akan
duduk memegangi kain dengan tangan kiri dan tangan lain memegang
canting. Sedangkan kain mori dipasang pada gawangan. Biasanya terbuat
dari kayu atau bambu. Malam dipanaskan di atas wajan kecil dengan api
kecil (Mahudi, 2008: 30). Malam sebagai bahan batik memiliki berbagai
jenis, antara lain malam kuning, malam cokelat dan malam putih. Ketika
dipanaskan akan menghasilkan goresan tangan dengan cekatan melukis
di atas kain mori. Motif gambar ada yang kecil seperti sisik ikan,
sedangkan yang besar terkadang melukis flora, fauna dan gambar
binatang.
Kesimpulan
Batik gringsing masuk batik tradisional yang merupakan warisan
leluhur yang perlu dilestarikan dan dikembangkan. Batik ini menjadi
identitas Jawa yang menunjukkan ciri khas karena bisa menunjukkan
status sosial. Pengrajin batik biasanya dilakukan secara turun temurun
dan memiliki bakat dalam melukis di atas kain putih. Keterampilan ini
tentunya tidak gampang. Mereka butuh keahlian dalam menggoreskan
cantingnya. Bakat pembatik juga mempengaruhi perasaan yang
dituangkan. Terkadang harus melewati ritual tertentu untuk
menghasilkan sebuah ragam hias dan motif.
Ragam dan motif hias pada batik gringsing menggambarkan pesan
yang harus disampaikan kepada generasi penerus. Agar si pemakai
selamat dari berbagai bahaya dan kesulitan yang dialami. Simbol-simbol
pada batik gringsing memberikan lambang kemakmuran, kesejarahteraan
dan kebahagian. Motif sisik ikan atau mata ikan menjadi latar belakang
batik kemudian ditambah motif gambar bunga, tumbuhan dan daun
menunjukkan karakter masyarakat sekitar ataupun nilai-nilai.
Filosofi batik gringsing bagi si pemakai supaya tidak menderita
sakit, terbebas dari segala mara bahaya dan hidup untuk meraih
kemakmuran, kebahagiaan dan seterusnya. Pewarnaan dengan warna
mayoritas hitam, biru dan putih, melambangkan adanya ketegasan,
keabadian dan kearifan. Warna lain putih mengandung arti kesucian,
bersih, luhur dan tentram menjadi ciri khas batik gringsing. Warna coklat
soga seperti lidah api melukiskan adanya semangat kerja, perjuangan, dan
memenangkan dalam pertandingan.
Agar batik motif gringsing bisa bertahan dari modernisasi mode
pakaian, maka batik ini bisa dimunculkan dalam berbagai pameran di
tingkat kabupaten ataupun tingkat propinsi, termasuk fashion.
Mengadakan pelatihan bagi pengusaha agar bisa mengikuti
perkembangan batik nasional. Bekerja sama dengan sekolah di sekitar
untuk memberikan pelatihan siswa agar cinta dengan batik gringsing.
Selanjutnya membuatkan media social seperti website, facebook, youtube,
instagram, dan olshop.
DAFTAR PUSTAKA
Arsip
Piagam Penghargaan Tahun 2013
Piagam kerjasama dengan UNS
Surat Ijin Usaha Perdagangan tahun 2012