Makalah Nikah
Makalah Nikah
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam dirinya.
Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia. Sesungguhnya
Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan,
lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Swt. Sehingga mereka yang tergolong ahli
ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak
diketahui orang. Menikah merupakan perintah dari Allah Swt. Seperti dalil berikut ini:
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik.
Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”(An-Nahl;72)
Adapun secara Islam pernikahan itu sendiri mempunyai tatacara, syarat, tujuan, hukum, serta
hikmahnya tersendiri. Berdasarkan dalil dibawah ini merupakan salah satu tujuan dari
pernikahan:
ِ ص ْوتُ فِي النِّ َك
اح ْ َف
َّ ص ُل َما بَيْنَ ا ْل َحالَ ِل َوا ْل َح َر ِام الدُّفُّ َوال
“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam
pernikahan.” (HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-Albani
rahimahullahu dalam Al-Irwa` no. 1994)
Berdasarkan dalil-dalil diatas jelas sekali Allah Swt. Telah mengatur sedemikian rupa
permasalahan mengenai pernikahan. Adapun pernyempurnaan dari wahyu yang diturunkan oleh
Allah swt. Telah disempurnakan oleh ahli tafsir dengan mengeluarkan dalil yang dapat
memperjelas mengenai pernikahan tanpa mengubah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah
Swt.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui pentingnya pengetahuan
terhadap Pernikahan (Munahakat) dimana setiap orang pasti akan mengalami sebuah Pernikahan.
D. Manfaat
Pernikahan atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah terkumpul dan menyatu. Menurut
istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang menghalalkan pergaulan antara laki-
laki dan perempuan yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara
keduanya yang diucapkan oleh kata-kata , sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata
zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga
dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan,
menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh
dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak
dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad
SAW melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan
perbuatan yang pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah
menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah
tersebut.
Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun
meteriil dan mampu menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana
sabda Rasullullah SAW :
“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka
hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih
dapat memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah
ia berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)
Pernikahan Yang Dihukumi Wajib
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental
maupun meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina.
Maka wajib baginya untuk segera menikah
Pernikahan Yang Dihukumi Makruh
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil
dalam menafkahi keluarganya kelak
Pernikahan Yang Dihukumi Haram
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan
pernikahan tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik
menyakiti jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.
C. PEMINANGAN (KHITBAH)
Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan
untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua pihak. Meminang
merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam. Peminangan
juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah harus dan hendaknya bukan
dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang. Pemberian
seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda ikatan pertunangan. Apabila
terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan
jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya
dibuat semasa peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat, karena
tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat
untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.
Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:
"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak
menikah dengan seorang perempuan: "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata
lelaki itu kepada Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin
kekekalan." (Hadis Riwayat Tarmizi dan Nasai)
Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:
"Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: "Kamu tidak boleh
meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk
memutuskannya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan))
D. SYARAT PERNIKAHAN
1.Rukun nikah
Pengantin laki-laki
Pengantin perempuan
Wali
Dua orang saksi laki-laki
Mahar
Ijab dan kabul (akad nikah)
Islam
Laki-laki yang tertentu
Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
Bukan dalam ihram haji atau umroh
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri
3.Syarat calon istri
Islam
Perempuan yang tertentu
Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
Bukan seorang banci
Bukan dalam ihram haji atau umroh
Tidak dalam iddah
Bukan istri orang
4.Syarat wali
Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika syarat-syarat wali
terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai seorang mukmin yang sejati,
kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yag wajib seperti ini.Jika tidak, kita hanya akan
dianggap hidup dalam berzinahan selamanya.
5.Jenis-jenis wali
Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak
mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan
persetujuannya (sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak
dinikahkan)
Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi
wali
Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali
aqrab berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan
begitulah seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa
pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-
sebab tertentu.
6.Syarat-syarat saksi
7.Syarat ijab
Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan Anda
dengan Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai".
8.Syarat qobul
Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikahnya dengan
Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai" ATAU "Aku
terima Diana Binti Daniel sebagai istriku".
Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin
khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal "SAH"
atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.
Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu
kekal dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para hadirin.
Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan selanjutnya berupa
cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda dimulainya ikatan
kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini diteruskan dengan suami
mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai "Pembatalan Wudhu".Ini karena sebelum akad nikah
dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih dahulu.
Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah pernikahan
berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu mengambil masa
yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas kawin,hantaran atau
majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.
2. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan
merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga
sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi
masyarakat dari kekacauan.
“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau
melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan
hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan
hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh
isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah :
229]
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik.
Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl : 72]
Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh susuan ialah:
o Ibu susuan
o Nenek dari saudara ibu susuan
o Saudara perempuan susuan
o Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan
o Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan
Hukum talak
Hukum Penjelasan
a) Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi
b) Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk
Wajib perdamaian rumahtangga mereka
c) Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik
d) Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami
a) Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas
b) Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi
c) Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut
Haram
harta pusakanya
d) Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu tetapi disebut
berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih
a) Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya
Sunat
b) Isterinya tidak menjaga maruah dirinya
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai
Makruh
pengetahuan agama
Suami yang lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus
Harus
haidnya
Rukun talak
Perkara Syarat
Berakal
Suami Baligh
Dengan kerelaan sendiri
Akad nikah sah
Isteri
Belum diceraikan dengan talak tiga oleh suaminya
Ucapan yang jelas menyatakan penceraiannya
Lafaz
Dengan sengaja dan bukan paksaaan
Contoh lafaz talak
1. Talak sarih
Lafaz yang jelas dengan bahasa yang berterus-terang seperti “Saya talak awak” atau “Saya
ceraikan awak” atau “Saya lepaskan awak daripada menjadi isteri saya” dan sebagainya.
Jenis talak
1. Talak raj’i
Suami melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh merujuk kembali
isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat, maka suami tidak dibenarkan
merujuk melainkan dengan akad nikah baru.
FASAKH
Arti fasakh menurut bahasa ialah rosak atau putus. Manakala menurut syarak pula,
pembatalan nikah disebabkan oleh sesuatu sifat yang dibenarkan syarak, misalnya, perkahwinan
suami isteri yang difasakhkan oleh kadi disebabkan oleh suaminya tidak mempu memberi nafkah
kepada isterinya. Fasakh tidak boleh mengurangkan bilangan talaknya.
Cara melakukan fasakh
KHULUK
Perpisahan antara suami dan isteri melalui tebus talak sama ada dengan menggunakan lafaz
talak atau khuluk. Pihak isteri boleh melepaskan dirinya daripada ikatan perkahwinan mereka
jika ia tidak berpuas hati atau lain-lain sebab. Pihak isteri hendaklah membayar sejumlah wang
atau harta yang dipersetujui bersama dengan suaminya, maka suaminya hendaklah menceraikan
isterinya dngan jumlah atau harta yang ditentukan.
Tujuan khuluk
RUJUK
Menurut bahasa rujuk boleh didefinisikan sebagai kembali. Manakala menurut syarak, ia
membawa maksud suami kembali semula kepada isterinya yang diceraikan dengan ikatan
pernikahan asal (dalam masa idah) dengan lafaz rujuk.
Hukum rujuk
Hukum Penjelasan
Bagi suami yang menceraikan isterinya yang belum menyempurnakan gilirannya dari
Wajib
isteri-isterinya yang lain
Suami merujuk isterinya dengan tujuan untuk menyakiti atau memudaratkan isterinya
Haram
itu
Makruh Apabila penceraian lebih baik antara suami dan isteri
Harus Sekirannya rujuk boleh membawa kebaikan bersama
Rukun rujuk
Perkara Syarat
Berakal
Suami Baligh
Dengan kerelaan sendiri
Telah disetubuhi
Berkeadaan talak raj’i
Isteri Bukan dengan talak tiga
Bukan cerai secara khuluk
Masih dalam idah
Ucapan yang jelas menyatakan rujuk
Tiada disyaratkan dengan khiar atau pilihan
Lafaz
Disegerakan tanpa dikaitkan dengan taklik atau bersyarat
Dengan sengaja dan bukan paksaan
Lafaz terang dan jelas menunjukkan rujuk. Contoh : “Saya rujuk awak kembali” atau “Saya
kembali semula awak sebagai isteri saya.”
Lafaz kiasan atau sindiran. Contoh : “Saya jadikan awak milik saya semula” atau “Saya
pegang awak semula”. Lafaz kinayah perlu dengan niat suami untuk merujuk kerana jika dengan
niat rujuk, maka jadilah rujuk. Namun jika tiada niat rujuk, maka tidak sahlah rujuknya.
H. IDDAH
Iddah adalah waktu menunggu bagi mantan istri yang telah diceraikan oleh mantan
suaminya, baik itu karena thalak atau diceraikannya. Ataupun karena suaminya meninggal dunia
yang pada waktu tunggu itu mantan istri belum boleh melangsungkan pernikahan kembali
dengan laki-laki lain. Pada saat iddah inilah antara kedua belah pihak yang telah mengadakan
perceraian, masing-masing masih mempunyai hak dan kewajiban antara keduanya.Lamanya
masa iddah bagi perempuan adalah sebagai berikut:
a. Perempuan yang masih mengalami haid secara normal, iddahnya tiga kali suci
b. Perempuan yang tidak mengalami lagi haid (menopause) atau belum mengalami sama sekali,
iddahnya tiga bulan
c. Perempuan yang ditinggal mati suaminya, iddahnya empat bulan sepuluh hari
d. Perempuan yang sedang hamil, iddahnya sampai melahirkan
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrimnya sehingga menimbulkan kewajiban dan hak di antara keduanya melalui kata-
kata secara lisan, sesuai dengan peraturan-peraturan yang diwajibkan secara Islam.
Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah:
“nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah ummadku”.
Hadis lain Rasulullah Bersabda:
“Nikah itu adalah setengah iman”.
Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan yang mengikuti
aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun cangkupan pernikahan yang dianjurkan
dalam Islam yaitu adanya Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan,
Perminangan, dan dalam pemilihan calon suami/istri. Islam sangat membenci sebuah perceraian,
tetapi dalam pernikahan itu sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam
sebuah rumah tangga. Islam secara terperinci menjelaskan mengenai perceraian yang
berdasarkan hukumnya. Dan dalam Islam pun dijelaskan mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan
masa iddah bagi kaum perempuan.
Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dalam makalah mengenai pernikahan ini pasti ada
kekurangan maupun kelebihannya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan dapat menambah wawasan pembaca mengenai pernikahan berdasarkan Islam. Adapun kritik
maupun saran dapat disampaikan ke penulis agar dapat memperbaiki makalah ini baik dari segi
penulisan, materi, maupun tata bahasa yang disampaikan. Penulis mengharapkan pembaca dapat
mengambil manfaat dari makalah yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
http://syahadat.blogspot.com/2011/03/hukumpernikahan.htmp
Munarki, Abu. Membangun Rumah Tangga dalam Islam, Pekanbaru : PT. Berlian
Putih,2006
Abdullah, Samsul. Tatacara Pernikahan, Jakarta: PT. Gramedia,2011
http://wikiplediaIndonesia.com/01/pernikahansecaraIslam.htmp
http://admin.blogspot.com/2009/01/iddah
http://madinatulilmi.com/index.php?prm=posting&kat=1&var=detail&id=79
Suhaimi.Diktat Pendidikan Agama Islam. Banda Aceh: Unsyiah,2013
Nurcahya. Pernikahan secara Umum. Bandung: Husaini Bandung,1999
Ais, Chatamarrasjid,dkk. Proses Pernikahan.Solo: PT. Anugerah,2000
http://Islamiyah.blogspot.com/2010/02/syaratpernikahanIslam/index.phpm?=posting.htmp
http://munakahat.blogspot.com/2010.htmp
MAKALAH
NIKAH
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10