Pembelajaran Karakter
Pembelajaran Karakter
Abdullah Aly
Dosen Prodi PAI FAI dan Magister Hukum Islam Sekolah Pascasarjana UMS
Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Surakarta
e-mail: aa130@ums.ac.id
Lebih lanjut, pendidikan karakter itu soft skills didefinisikan sebagai “personal
memiliki nilai-nilai etika inti (core ethical
and interpersonal behaviour that develop
values) yang dapat ditanamkan kepada and maximize human performance (e.g.
peserta didik. Matrik 1 memberikan confidence, flexibility, honesty, and
gambaran secara rinci tentang nilai-nilai inti
integrity)” yang maksudnya adalah bahwa
dari pendidikan karakter. Dalam pandangan soft skills merupakan “Perilaku personal dan
Lickona (Lickona, 1991: 51), ada tujuh nilaiinterpersonal yang mengembangkan dan
karakter esensial yang dapat ditanamkan memaksimalkan kinerja seseorang terkait
kepada peserta didik. Di pihak lain, Pusat kepercayaan diri, fleksibilitas, kejujuran dan
Kurikulum Kementerian Pendidikan Dasar integritas diri”. Senada dengan definisi di atas,
dan Menengah menyebutkan ada 4 (empat) Elfindri dkk (2011: 67), mendefinisikan soft
kelompok nilai inti dalam pendidikan skills sebagai “keterampilan dan kecakapan
karakter (Pemerintah RI, 2010: 21), yaitu: hidup, baik untuk diri sendiri, berkelompok,
(1) karakter yang bersumber dari olah atau bermasyarakat, serta dengan Sang
hati, (2) karakter yang bersumber dari olahPencipta”. Selanjutnya, Illah Sailah (2008:
pikir, (3) karakter yang bersumber dari olah19) berpendapat bahwa soft skills adalah
raga/kinestetika, serta (4) karakter yang “keterampilan seseorang dalam berhubungan
bersumber dari olah rasa dan karsa. dengan orang lain (inter-personal skills)
dan keterampilan dalam mengatur dirinya
2. Definisi Soft Skills dan Jenis-jenisnya sendiri (intra-personal skills) yang mampu
Dalam berbagai referensi ditemukan mengembangkan secara maksimal unjuk
beragam definisi tentang soft skills. kerja (performans) seseorang”.
Menurut LaFrance (2016: 4), misalnya,
Matrik 2. Jenis-jenis Soft Skills dan Bentuknya
Jenis Soft Skills Bentuknya
Manajemen waktu
Manajemen stress
Manajemen perubahan
Personal
Karakter transformasi
Berpikir kreatif
Memiliki acuan tujuan positif
Berdasarkan definisi di atas diperoleh (enam) bentuk, maka soft skills yang bersifat
tiga catatan penting. Pertama, bahwa pada intra personal memiliki 7 (tujuh) bentuk.
dasarnya soft skills merupakan kemampuan Sementara itu, kedua bentuk soft skills
yang sudah melekat pada diri seseorang, tersebut selanjutnya digabungkan menjadi
tetapi dapat dikembangkan dengan maksimal 10 (sepuluh) bentuk (Illah Sailah: 2008: 19-
dan dibutuhkan dalam dunia pekerjaan 20).
sebagai pelengkap dari kemampuan hard
skills. Kedua, soft skills dibedakan menjadi 3. Pendekatan dan Metode Pembelajaran
dua macam, yaitu: soft skills yang terkait Pendekatan pembelajaran di perguruan
dengan personal dan soft skills yang terakait tinggi yang paling muttakhir adalah
dengan intra personal. Condoh soft skills pendekatan SCL (student centered
personal adalah kemampuan mengendalikan learning). Pendekatan SCL ini menurut
emosi dalam diri, dapat menerima nasehat Rogers (1983: 183), “merupakan hasil dari
orang lain, mampu memanajemen waktu, dan transisi perpindahan kekuatan dalam proses
selalu berpikir positif. Sementara itu, contoh pembelajaran, dari kekuatan dosen sebagai
soft skills intra personal adalah kemampuan pakar menjadi kekuatan mahasiswa sebagai
berhubungan atau berinteraksi dengan pembelajar”. Dengan redaksi yang berbeda,
orang lain, bekerja sama dengan kelompok Kember (1997: 255) mengatakan “bahwa
lain, dan lain lain. Ketiga, bahwa soft skills SCL merupakan sebuah kutub proses
merupakan komplemen dari hard skills. pembelajaran yang menekankan mahasiswa
Jika hard skills berkaitan dengan IQ, otak sebagai pembangun pengetahuan sedangkan
kiri serta kemampuan teknis dan akademis kutub yang lain adalah dosen sebagai agen
seseorang yang diperlukan dalam dunia yang memberikan pengetahuan”. Dari dua
kerja; maka soft skills berkaitan dengan EQ, definisi tersebut dapat dipahami bahwa
otak kanan serta kemampuan non-teknis dan SCL adalah suatu model pembelajaran yang
non-akademis seseorang yang diperlukan menempatkan peserta didik sebagai pusat
dalam kehidupan sehari-hari. dari proses belajar. Model pembelajaran ini
Lebih lanjut, soft skills itu memiliki jenis berbeda dari model belajar konvensional
dan bentuk yang berbeda-beda sebagaimana yang menekankan pada transfer pengetahuan
yang tergambar dalam Matrik 2. Jika soft dari dosen ke mahasiswa yang relatif
skills yang bersifat personal memiliki 6 bersikap pasif.
pengetahuan adalah hasil konstruksi atau Ketiga, melalui dosen role model bagi
hasil transformasi seseorang yang belajar; (2) mahasiswanya. Yang dimaksud dosen role
dulu belajar adalah menerima pengetahuan model di sini adalah “Seorang dosen yang
(pasif-reseptif), sekarang belajar adalah berfungsi sebagai contoh, yang perilakunya
mencari dan mengkonstruksi (membentuk) ditiru orang lain” (Kamus Online Wikipedia,
pengetahuan aktif dan spesifik; serta (3) 2016). Mahasiswa akan mudah mengikuti
dulu mengajar adalah menjalankan sebuah kata-kata dosennya, jika ada contoh
instruksi yang telah dirancang, namun riil darinya. Jika seorang dosen berkata
kini menjalankan berbagai strategi yang pentingnya dialog dalam memecahkan
membantu mahasiswa untuk dapat belajar. permasalahan tertentu, misalnya, namun sang
Adapun pada aspek metode, para dosen dosen tidak pernah sedikitpun melakukan
harus menggunakan berbagai metode langkah tersebut. maka otomatis mahasiswa
dalam proses perkuliahan. Lewat beragam akan mengabaikan pernyataannya tersebut.
metode, dosen dapat menginternalisasikan Jika cara ini yang dipilih, para dosen
dan mengimplementasikan soft skills dalam harus siap menjadi teladan dalam penerapan
proses perkuliahan. Berbagai metode telah soft skills dalam kehidupan nyata di
banyak ditemukan oleh peneliti pendidikan lingkungan perguruan tinggi. Harus diakui
sebagaimana yang dijelaskan dalam kajian bahwa pengembangan soft skills akan efektif
teori di atas, dosen tinggal memilih mana jika para dosen siap menjadi role model
yang cocok dan relevan untuk diterapkan bagi mahasiswanya. Misalnya jika akan
pada mata kuliah yang diampu. menegakkan disiplin mahasiswa, maka
contoh baik dapat didemonstrasikan kepada
Dalam satu mata kuliah dapat diterapkan
mahasiswa oleh dosennya. Apabila dosen
pengembangan soft skills lebih dari dua atribut
menginginkan mahasiswa datang tepat
sekaligus. Misalnya melatih berpikir analitis,
waktu, maka dosen harus duluan datang ke
kreatif, berfikir kritis dan manajemen waktu
kelas. Apabila mahasiswa diminta untuk
dapat dilakukan pendekatan SCL dengan
selalu menjaga kebersihan kelas, maka dosen
menggunakan Problem based Learning atau
harus mampu menghapus papan tulis setelah
studi kasus. Sementara itu, penerapan atribut
selesai kuliah. Apabila dosen berjanji akan
soft skills di ruang kelas dapat dilakukan mengembalikan tugas dalam tiga minggu,
dengan memperbanyak tugas presentasi, maka jangan sampai mengembalikan 5
diskusi kelompok, sampai role play. Lebih minggu kemudian.
jauh, jika mata kuliah tersebut mengharapkan Role model dosen dapat diperlihatkan
peningkatan atribut soft skills komunikasi, dengan saling menghargai dengan teman
kerjasama kelompok, dan berfikir analitis dan sejawat di depan mahasiswa. Sebaliknya,
kritis, maka diskusi kelompok diikuti dengan saling menjelekkan antar dosen di depan
penyajian lisan akan menjadi pilihan untuk mahasiswa patut dihindari. Jika dosen
diterapkan. Dengan demikian pendekatan kalah dalam satu kompetisi, jangan sampai
pembelajaran SCL belum tentu cocok antara mahasiswa menjadi tumpahan keluhan rasa
satu mata kuliah dengan mata kuliah lainnya. kekesalan dosen dengan menyalahkan orang
Berbagai metode di atas meniscayakan lain. Sering-seringlah memberikan pujian
perlunya dapat membuat proses pembelajaran kepada mahasiswa di depan mahasiswa
lebih menarik minat dan menyenangkan. lainnya jika mahasiswa mampu mencapai
Peran dosen dalam hal ini adalah: (1) prestasi, baik prestasi akademik mupun
membangun proses dialog, (2) menangani prestasi non-akademik.
dinamika kelompok, (3) terlibat dengan
motivasi mahasiswa, (4) mengintroduksikan Simpulan
berpikir kritis, dan (5) memberdayakan Kajian ini menghasilkan dua
kurikulum tersembunyi. simpulan penting. Pertama, para dosen
dapat menggunakan soft skills untuk karakter di perguruan tinggi, yang terdiri
mengembangkan karakter lulusan perguruan atas tiga alternatif cara, yaitu: (1) lewat
tinggi lewat kegiatan kemahasiswaan, kegiatan pembelajaran mata kuliah yang
dengan dua alternatif teori, yaitu: (1) teori berdiri sendiri, (2) lewat penggunaan metode
nilai pendidikan karakter yang dikemukakan perkuliahan dengan mengintegrasikannya
oleh Thomas Lickona atau Pusat Kurikulum ke dalam mata kuliah tertentu, dan (3) lewat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjadikan dosen sebagai role model bagi
RI; serta (2) teori jenis soft skills dan bentuk- para mahasiswa. Jika yang dipilih cara
bentuknya yang dikemukakan oleh Illah pertama, maka para dosen harus memastikan
Sailah, baik yang bersifat personal, intra bahwa dalam struktur kurikulumnya ada mata
personal atau gabungan dari keduanya. Jika kuliah soft skills. Proses pembelajarannya
teori Lickona yang dipilih, maka kegiatan perlu diarahkan pada 2 aspek pembelajaran,
kemahasiswaan perlu diarahkan pada 7 yaitu: tujuan dan materi yang berbasis
(tujuh) nilai pendidikan karakter. Jika teori soft skills. Jika yang dipilih cara kedua,
Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan maka para dosen perlu menekankan pada
dan Kebudayaan RI yang dipilih, maka dua aspek, yaitu: aspek pendekatan dan
kegiatan kemahasiswaan perlu diarahkan aspek metode perkuliahan. Pendekatan
pada 4 (empat) kelompok nilai inti dalam yang digunakan dalam perkuliahan adalah
pendidikan karakter. Sementara itu, jika pendekatan SCL (student centered learning),
yang dipilih adalah teori jenis soft skills dan sedangkan metode perkuliahannya adalah:
bentuk-bentuknya yang dikemukakan oleh (1) Small Group Discussion, (2) Role-Play
Illah Sailah, baik yang bersifat personal, & Simulation, (3) Case Study, (4) Discovery
intra personal atau gabungan dari keduanya; Learning, (5) Self-Directed Learning, (6)
maka kegiatan kemahasiswaan perlu Cooperative Learning, (7) Collaborative
diarahkan pada 10 (sepuluh) jenis soft skills Learning, (8) Contextual Instruction, (9)
dan bentuk-bentuknya. Project Based Learning, dan (10) Problem
Kedua, para dosen dapat menjadikan Based Learning and Inquiry.
soft skills sebagai basis pembelajaran
Daftar Rujukan
Creswell, John W. 2008. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed,
Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Day, Flex. 2012. Our Students Need Soft Skills. Mali: Delta College Press.
Ditjen Dikti RI. 2004. Strategi Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003-2010.
Elfindri, dkk., 2010. Soft Skills untuk Pendidik. T.k.: Baduose Media.
Fallon, Nicole. 2015. Soft Skills Matter: Can They Be Taught? New York: Business News
Daily Assistant Editor.
Given, Lisa M. 2008. The Sage Encyclopedia of Qualitative Research Methods, Singapore:
Sage Publications.
https://en.wikipedia.org/wiki/Role_model
Kember, D. 1997. “A reconceptualisation of the research into university academics
conceptions of teaching”. Learning and Instruction 7(3), 255–275.
LaFrance, Aricia E. Helping Students Cultivate Soft Skills. Diakses pada 15 Desember 2016,
dari http://www.ncda.org/aws/NCDA/pt/sd/news_article/7010/_PARENT/layout_
details_cc/false
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Pemerintah Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Prijosaksono, A. M. Marlan. 2005. The Power of Transformation. Penerbit Elex Media
Komputindo. Jakarta.
Ramli, T. 2003. Pendidikan Karakter. Jakarta: PT Bestari Muara Murni.
Rogers, C. R. 1983. “The politics of education”. In Freedom to Learn for the 80’s. Ohio:
Charles E. Merrill Publishing Company.
Sailah, Ilah dkk. 2008. Pengembangan Soft Skills dalam Proses Pembelajaran di Perguruan
Tinggi. Jakarta: Direktorat Akademik, Direktorak Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional.
Santrock, John W. 2007. Psikologi Pendidikan. Ed. Kedua. Jakarta: Kencana Press.
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: ALFABETA.
Suyanto, Ph.D. 2010. Model Pembinaan Pendidikan Karakter Di Lingkungan Sekolah.
Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat Pendidikan Dasar Dan Menengah Kementerian
Pendidikan Nasional.