Anda di halaman 1dari 40

BANTUAN HIDUP DASAR

AULIA RAMADHANI
45.105.029.434
DIKLAT DASAR XXIX

KORPS SUKARELA PALANG MERAH INDONESIA (KSR – PMI) UNIT 105


UNIVERSITAS BOSOWA
2019/2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah dengan judul

“Bantuan Hidup Dasar” telah diperiksa dan disetujui pada ujian makalah :

Judul Materi : BANTUAN HIDUP DASAR

Nama : AULIA RAMADHANI

NPA : 45 105 029 434

Fakultas : PSIKOLOGI

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

ANDI ARDIANSYAH, SE ST. MIFTAHURRIZQA


NPA : 45. 105. 023. 350 NPA : 45. 105. 028.415

Mengetahui :

Pengurus, Koordinator
KSR-PMI UNIT 105 Pendidikan dan
Universitas Bosowa Lanjutan XIX
Ketua Umum

DWI SUKMA VIO JENRICO UNGRI PAPEA


NPA : 45. 105. 027.407 NPA : 45. 105. 028. 423

ii
BERITA ACARA

Pada hari ........... tanggal ...................., telah dilaksanakan presentasi makalah

dihadapan para tim penguji yang merupakan salah satu syarat untuk mengikuti pendidikan

lanjutan XIX KSR – PMI Unit 105 Universitas Bosowa, seperti yang tersebut di bawah ini

adalah tim penguji :

Tim Penguji

NO NAMA ANGKATAN NPA PARAF


1

Mengetahui :

Pengurus, Koordinator
KSR-PMI UNIT 105 Pendidikan dan
Universitas Bosowa Lanjutan XIX
Ketua

DWI SUKMA VIO JENRICO UNGRI PAPEA


NPA : 45. 105. 027.407 NPA : 45. 105. 028. 423

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Pendidikan lanjutan ini

yang berjudul "Bantuan Hidup Dasar".

Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan

lanjutan yang diselenggarakan oleh Pengurus Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR

PMI) Unit 105 Universitas Bosowa dan juga sebagai awal dari pemahaman materi-materi

yang telah di dapat pada pendidikan dasar KSR PMI Unit 105 Universitas Bosowa.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan makalah ini tidak terlepas dari

bantuan banyak pihak, baik moril maupun materi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Senior Andi Ardiansyah SE., dan St. Miftahurrizqa, selaku Pembimbing I dan

Pembimbing II.

2. Mayang Yustika selaku Ketua Umum KSR PMI Unit 105 Universitas Bosowa.

3. Rekan – rekan diklat XXVII secara khusus dan anggota KSR PMI Unit 105

Universitas Bosowa pada umumnya yang telah banyak membantu baik secara

langsung maupun tidak langsung.

4. Semua pihak yang telah banyak membantu, dimana penulis tidak dapat

menyebutkan satu persatu yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bantuannya

serta senantiasa mendoakan keberhasilan penulis, semoga Tuhan memberikan

imbalan atas segala kebaikannya

iv
Akhirnya, Kepada Tuhan Yang Maha Esa jualah kita memohon. Penulis pun

menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena penulis

mengharapkan kritik dan sarannya dalam membangun kesempurnaan makalah ini. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi penambah wawasan bagi kita.

Akhir kata penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi penulis dan bagi siapa saja

yang membacanya dan semoga aktifitas kita dirahmati oleh Tuhan Yang Maha Esa, Amin.

Kotabaru, 09 Oktober 2020

Penulis

v
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN................................................................ ii

BERITA ACARA......................................................................... iii

KATA PENGANTAR.................................................................... iv

DAFTAR ISI ............................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR .................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan........................................................... 2

1.4 Manfaat Penulisan ........................... ............................. 2

BAB II DASAR DASAR PERTOLONGAN PERTAMA

2.1 Pengertian Pertolongan Pertama...................................... 3

2.2 Tujuan Pertolongan Pertama........................................... 3

2.3 Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu........................... 3

2.4 Komponen Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu...... 4

2.5 Dasar Hukum ............................................................. 4

2.6 Persetujuan Pertolongan................................................ 6

2.7 Alat Perlindungan Diri................................................... 6

2.8 Kewajiban Pelaku Pertolongan Pertama.............................. 9

2.9 Kualifikasi Pelaku Pertolongan Pertama ............................. 9

2.10 Fungsi Alat dan Bahan Dasar ........................................... 9

3.1 Bantuan Hidup Dasar .................................................... 11

3.2 Resusitasi Jantung Paru ................................................ 11

vi
3.2.1 Definisi Resusitasi Jantung Paru...................................... 11

3.2.2 Tujuan Resusitasi Jantung Paru....................................... 12

3.2.3 Indikasi Resusitasi Jantung Paru...................................... 12

3.2.4 Prinsip Resusitasi Jantung Paru....................................... 14

3.2.5 Faktor Resiko............................................................ 16

3.2.6 Prosedur dan Pelaksanaan Resusitasi Jantung Paru............... 17

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan................................................................ 29

4.2 Saran ........................................................................ 29

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 30

DAFTAR GAMBAR

vii
Nomor Halaman

2.6.1. Sarung tangan lateks 7

2.6.2. Kacamata pelindung 7

2.6.3. Baju pelindung 7

2.6.4. Masker penolong 8

2.6.5. Masker resusitasi jantung paru 8

2.6.6. Helm Safety

viii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional di

Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. PMI selalu berpegang

teguh pada tujuh prinsip dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan sabit

merah yaitu kemanusiaan, kesamaan, kesukarelaan, kemandirian, kesatuan,

kenetralan, dan kesemestaan.

Palang Merah Indonesia dibentuk pada 17 September 1984 dan merintis

kegiatannya melalui bantuan korban perang revolusi kemerdekaan Republik

Indonesia dan pengembalian tawanan perang sekutu maupun Jepang. Atas

kinerjanya tersebut, PMI mendapat pengakuan internasional dan menjadi anggota

Palang Merah Internasional pada tahun 1950. Secara nasional keberadaan PMI

disahkan dengan Keputusan Presiden (Keppres) No.25 tahun 1950 dan kemudian

diperkuat Keppres No.246 tahun 1963.

Indonesia merupakan Negara Republik yang merupakan salah satu negara yang

paling rawan bencana di dunia. Peristiwa bencana alam maupun bencana akibat

ulah manusia merupakan gejala yang tidak pernah dapat diperhitungkan oleh

siapapun. Dalam pelaksanaannya PMI tidak melakukan pembedaan, tetapi

mengutamakan objek korban yang paling membutuhkan pertolongan segera untuk

keselamatan jiwanya. Oleh karena itu, tak lepas dari tugas dan tanggungjawab

seorang anggota Korps Sukarela Palang Merah Indonesia Unit 105 Universitas

Bosowa Makassar telah mendapat sebuah amanah untuk mengikuti pedidikan

1
lanjutan untuk lebih menambah wawasan dalam pengetahuan mengenai

pertolongan pertama khususnya Bantuan Hidup dasar.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah di uraikan diatas maka rumusan masalah makalah

ini adalah;

a. Apakah yang dimaksud dengan Bantuan Hidup dasar ?

b. Bagaimana prosedur dalam melakukan bantuan hidup dasar pada korban dengan

cepat dan tepat ?

1.3. Tujuan Penulisan

Untuk mendeskripsikan bantuan hidup dasar dan prosedur yang dilakukan dalam

melakukan bantuan hidup dasar pada korban dengan cepat dan tepat.

1.4. Manfaat Penulisan

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui betapa pentingnya bantuan hidup dasar dalam pemulihan

korban dan Sebagai salah satu cara untuk mengikuti pendidikan lanjutan

(DIKJUT) Korps Sukarela Palang Merah Indonesia Unit 105 Universitas Bosowa

Makassar.

b. Tujuan Khusus

Menambah wawasan penulis mengenai pertolongan pertama maupun

pedoman pemateri dalam memberikan pelatihan.

2
BAB II

DASAR PERTOLONGAN PERTAMA

2.1. Pengertian Pertolongan Pertama

Pertolongan pertama adalah pemberian pertolongan segera kepada penderita

sakit atau cedera/kecelakaan yang memerlukan pertolongan medis dasar. Medis

dasar adalah tindakan penolongan berdasarkan ilmu kedokteran yang dimiliki oleh

awam atau awam yang terlatih secara khusus. Batasannya adalah sesuai dengan

sertifikat yang dimiliki oleh Pelaku Pertolongan Pertama

2.2. Tujuan Pertolongan Pertama

a. Menyelamatkan jiwa penderita.

b. Mencegah cacat.

c. Memberikan rasa nyaman

d. Menunjang proses penyembuhan.

2.3. Sistem Pelayanan Gawat Darurat Terpadu

Dalam perkembangannya tindakan pertolongan pertama diharapkan menjadi

bagian dari suatu sistem yang dikenal dengan istilah sistem Penanggulangan Gawat

Darurat Terpadu, yaitu sistem pelayanan kedaduratan bagi masyarakat yang

membutuhkan, khususnya bidang kesehatan.

a. Pelayanan Pra Rumah Sakit

Secara umum semua orang boleh memberikan pertolongan adapun Klasifikasi

penolong yakni:

1) Orang awam yakni, Tidak terlatih atau memiliki sedikit pengetahuan

pertolongan pertama.

2) Penolong Pertama yakni, Kualifikasi ini yang dicapai oleh anggota KSR PMI

3) Tenaga khusus/terllatih yakni, Tenaga yang dilatih secara khusus untuk

menanggulangi kedaruratan dilapangan.

3
4) Transportasi yakni, Mempersiapkan penderita untuk ditransportasi.

2.4. Dasar Hukum

Di dalam undang-undang ditemukan beberapa pasal yang mengatur mengenai

Pertolongan Pertama. Beberapa pasal yang berhubungan dengan Pertolongan

Pertama antara lain :

a. Memberikan Pertolongan

Pasal 531 K U H P “Barang Siapa Menyaksikan Sendiri ada orang dalam keadaan

bahaya maut, lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadanya

sipenderita sedang pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakannya

dengan tidak akan menguatirkan, bahwa ia sendiri atau orang lain akan kena

bahaya dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-

banyaknya Rp. 4.500,- Jika orang yang perlu ditolong itu mati diancam dengan

sangsi KUHP 45,165, 187, 304 s, 478, 525, 566.”

b. Kerahasiaan

Pasal 322 K U H P

1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia yang wajib

menyimpannya oleh karena jabatan aau pekerjaannya baik yang sekarang

maupun yang dahulu dipidana dengan pidana penjara selamalamanya 9

bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 9.000,-.

2) Jika kejahatan itu dilakukan yang tertentu, maka perbuatan itu hanya

dapat dituntut atas pengaduan orang lain.

4
2.5. Persetujuan Pertolongan

Saat memberikan pertolongan sangat penting untuk meminta izin kepada korban

terlebih dahulu atau kepada keluarga, orang disekitar bila korban tidak sadar. Ada

2 macam izin yang dikenal dalam pertolongan pertama :

a. Persetujuan yang dianggap diberikan atau tersirat (Implied Consent) Ada

isyarat yang diberikan dari penderita.

b. Persetujuan yang dinyatakan (Expressed Consent) Ada pernyataan

lisan/tertulis dari penderita.

2.6. Alat Perlindungan Diri (APD)

Keamanan penolong merupakan hal yang penting, oleh karena itu sebaiknya

dilengkapi dengan peralatan yang dikenal sebagai Alat Perlindungan Diri antara

lain;

2.6.1 Sarung tangan lateks

Sarung tangan lateks berfungsi berfungsi melindungi

sang pemakai dari pengaruh lingkungan sekitarnya,

pada dasarnya semua cairan tubuh dianggap dapat

menularkan penyakit.

5
2.6.2 Kaca mata pelindung

Kacamata

pelindung untuk

melindungi mata

dengan lensa yang

tahan benturan

dan frame dari

palstik atau logam.

2.6.3 Baju pelindung

Berfungsi untuk

mengamankan tubuh penolong dari merembesnya cairan tubuh

melalui pakaian.

2.6.4 Masker penolong

Berfungsi untuk

melindungi pernafasan

6
sekaligus bagian percernaan sekaligus mencegah penularan penyakit

melalui udara .

2.6.5 Masker Resusitasi Jantung Paru

Masker yang digunakan untuk memberikan

bantuan nafas.

2.6.6 Helm Safety

7
Seiring resiko adanya benturan pada kepala meningkat. Helm safety

Berfungsi melindungi cedera pada kepala saat melakukan pertolongan.

2.7. Kewajiban Pelaku Pertolongan Pertama :

a. Menjaga keselamatan diri, tim, penderita & orang sekitarnya.

b. Dapat menjangkau penderita.

c. Dapat mengenali/menilai & mengatasi masalah yang mengancam nyawa.

d. Meminta bantuan / rujukan.

e. Menolong dengan cepat & tepat sesuai keadaan penderita.

f. Membantu & berkomunikasi

dengan pelaku PP yang lain.

g. Mengatur pengangkatan &

pemindahan penderita.

h. Ikut menjaga kerahasiaan

penderita.

i. Membuat laporan (catatan)

pemberian PP.

2.8. Kualifikasi Pelaku Pertolongan

Pertama

a. Jujur & bertanggung jawab.

b. Bersikap professional.

c. Matang secara emosi.

8
d. Mampu bersosialisasi.

e. Kondisi fisik baik.

f. Percaya diri dan punya rasa bangga.

2.9. Fungsi Alat dan Bahan Dasar

Dalam menjalankan tugas kemanusiaan ada beberapa peralatan dasar yang

sebaiknya tersedia dan mampu digunakan oleh penolong diantaranya :

a. Alat dan bahan memeriksa korban

Adapun alat dan bahan yang di gunakan,antara lain :

1) Alat tulis.

2) Oksigen.

3) Tensimeter dan Stetoskop.

4) Kartu penderita.

b. Alat dan bahan perawatan luka

Adapun alat dan bahan yang di gunakan yaitu :

1) Penutup luka.

2) Kasa steril.

3) Bantalan kasa.

4) Pembalut gulung (pita).

5) Pembalut segitiga (mitela).

6) Cairan antiseptic, contoh : Alkohol .

7) Cairan Pencuci Mata : Boorwater.

8) Gunting pembalut.

9) Pinset.

10) Kapas.

9
11) Senter.

c. Alat dan bahan perawatan patah tulang

1) Bidai

2) Papan spinal panjang

3) Papan spinal pendek

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Bantuan Hidup Dasar

Bantuan Hidup Dasar adalah serangkaian usaha awal untuk mengembalikan fungsi

pernafasan atau sirkulasi pada seseorang yang mengalami henti napas dan henti

jantung (cardiac arrest).

Tujuan Bantuan Hidup Dasar

a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya pernapasan

b. Memberikan bantuan ekternal terhadap sirkulasi dan ventilasi pada yang

mengalami henti jantung atau henti napas melalui resusitasi jantung paru

(RJP).

3.2. Resusitasi Jantung Paru

10
3.2.1. Defenisi Resusitasi Jantung Paru

Resusitasi ialah mengembalikan fungsi pernapasan dan atau sirkulasi dan

penanganan akibat berhentinya pernapasan (respiratory arrest) dan atau

berhentinya jantung (cardiac arrest) pada orang, dikarenakan fungsi-fungsi

tersebut mengalami kegagalan total oleh sesuatu sebab yang datangnya tiba-

tiba, dan pada orang dengan kondisi tubuh yang memungkinkan untuk hidup

normal selanjutnya bilamana kedua fungsi tersebut bekerja kembali.

Dalam arti luas resusitasi merupakan segala bentuk usaha yang dilakukan

terhadap korban yang berada dalam keadaan gawat atau kritis, untuk

mencegah terjadinya kematian.

3.2.2. Tujuan Resusitasi Jantung Paru

Tujuan dari resusitasi yaitu untuk memenuhi kebutuhan peredaran darah

yang mengandung O2 ke seluruh tubuh. Tindakan resusitasi merupakan

tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk

menyelamatkan hidup. Tindakan resusitasi ini dimulai dengan penilaian

secara tepat keadaan dan kesadaran penderita.

3.2.3. Indikasi Resusitasi Resusitasi Jantung Paru

1. Henti napas

Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran

udara pernapasan dari korban / pasien. Henti napas dapat terjadi sebagai

komplikasi yang paling serius dari berbagai penyakit pernapasan, syok

atau trauma.

11
Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan tindakan Bantuan

Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan :

a. Tenggelam

b. Stroke

c. Obstruksi jalan napas

d. Epiglotitis

e. Overdosis obat-obatan

f. Tersengat listrik

g. Infark miokard

h. Tersambar petir

i. Koma akibat berbagai macam kasus

Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah

untuk beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke

otak dan organ vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas

akan sangat bermanfaat agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti

jantung.

2. Henti jantung

Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti

sirkulasi. Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ

vital kekurangan oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal)

merupakan tanda awal akan terjadinya henti jantung.

12
Bantuan hidup dasar merupakan bagian dari pengelolaan gawat darurat

medik yang bertujuan :

a. Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.

b. Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari

korban yang mengalami henti jantung atau henti napas melalui

Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Resusitasi Jantung Paru terdiri dari 2 tahap, yaitu :

a. Survei Primer (Primary Surgery), yang dapat dilakukan oleh setiap

orang.

b. Survei Sekunder (Secondary Survey), yang hanya dapat dilakukan oleh

tenaga medis dan paramedis terlatih dan merupakan lanjutan dari

survei primer.

13
3.2.4. Prinsip-prinsip Resusitasi Jantung Paru

Adapun prinsip-prinsip dari resusitasi antara lain sebagai berikut:

1. Airway (Jalan napas)

Sebelum melakukan tahapan A(airway), harus terlebih dahulu dilakukan

prosedur awal pada korban / pasien, yaitu :

a. Memastikan keamanan lingkungan bagi penolong.

b. Memastikan kesadaran dari korban/pasien.

c. Meminta pertolongan.

d. Memperbaiki posisi korban/pasien.

e. Mengatur posisi penolong.

Setelah selesai melakukan prosedur dasar, kemudian dilanjutkan dengan

melakukan tindakan :

a. Pemeriksaan jalan napas.

b. Membuka jalan napas.

14
2. Breathing (Bantuan napas)
Terdiri dari 2 tahap :

a. Memastikan korban / pasien tidak bernapas.


b. Memberikan bantuan napas.

3. Circulation (Bantuan sirkulasi)


Terdiri dari 2 tahapan :
a. Memastikan ada tidaknya denyut jantung korban/pasien.
b. Melakukan bantuan sirkulasi

4. Defibrilation (Terapi listrik)


Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah
defibrilasi adalah suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini
dilakukan jika penyebab henti jantung (cardiac arrest) adalah kelainan irama
jantung yang disebut dengan Fibrilasi Ventrikel.

3.2.5. Faktor Risiko

Ada beberapa penyebab henti napas dan juga penyebab henti jantung.

Beberapa hal yang bisa menyebabkan henti jantung dan henti nafas

15
diantaranya yaitu : Hipoksia, asidosis, karena adanya gagal jantung atau

kegagalan paru berat, tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakea,

pneumothoraks, kelebihan dosis obat, kelainan susunan saraf pusat dan

Gagal ginjal, karena hyperkalemia Henti jantung biasanya terjadi beberapa

menit setelah henti napas.

Umumnya, walaupun kegagalan pernapasan telah terjadi, denyut jantung

masih dapat berlangsung terus sampai kira-kira 30 menit. Pada henti

jantung, dilatasi pupil kadang-kadang tidak jelas. Dilatasi pupil mulai

terjadi 45 detik setelah aliran darah ke otak terhenti dan dilatasi maksimal

terjadi dalam waktu 1 menit 45 detik. Bila telah terjadi dilatasi pupil

maksimal, hal ini menandakan sudah terjadi 50 % kerusakan otak

irreversibel.

Penyebab henti nafas bisa dikarenakan oleh :

1. Sumbatan jalan nafas oleh karena adanya benda asing, aspirasi, lidah

yang jatuh ke belakang,pipa trakhea terlipat, kanula trakhea

tersumbat, kelainan akut glotis dan sekitarnya (sembab glotis,

perdarahan).

2. Depresi pernafasan Sentral akibat dari obat, setelah henti jantung,

tumor otak dan tenggelam.

3.2.6. Prosedur dan pelaksanaan

1. Tanyakan Kondisi

16
Langkah pertama yang dilakukan apabila menemukan klien dalam

keadaan tidak sadar adalah menanyakan kondisi klien dan memberikan

stimulus pada klien untuk menyadarakan.

17
2. Memanggil Pertolongan

Memanggil pertolongan, pengiriman pesan sederhana dengan “kode

nol” atau “kewaspadaan merah” bersamaan dengan lokasi klien pada

individu kedua yang kemudian melakukan panggilan kedaruratan.

3. Airway (Pembersihan Jalan Nafas)

18
Jika klien tidak sadar jalan nafas harus dibersihkan. Jika klien tidur

telentang aliran udara sebagia atau secara total dapat tertutup sebab

lidah akan jatuh kebelakang sepanjang rahang bawah. Dengan

menggunaka kedua tangan, kepala dihiprekstensikan, rahang bawah

diangkat ke atas dan mulut ditutup. Dalam posisii ini, aliran nafas dapat

dikontrol melalui hidung. Dalam keadaan bukan seperti diatas, misalnya

jika hidung tersumbat, maka mulut harus dibuka 1-2 cm untuk

membiarkan udara lewat rongga mulut.

Cara mengangkat dagu adalah dengan menekan kepala untuk membuka

jalan nafas dapa dilihat pada gambar . salah satu tangan mengangkat

dagu, sedangkan tangan yang lain diletakkan pda garis rambut.

Pegangkatan dagu akan menarik rahang bawah kedepan, dan pada saaat

yang sama kepala hiperekstensi dan mulut terbuka oleh tangan yang lain.

Jika membersihka jalan nafas, dan pertukaran udara ternyata tidak

efrktif maka penghilangan sumbatan jalan nafas harus dilakukan dengan

segera. Untuk itu diperlukan gerakan esmarch untuk membuka mulut.

Teknik mengangkat dagu dan tekan kepala, salah satu tangan mengangkat dagu

sedangkan tangan yang lain diletakkan pada garis rambut. Pegangkan dagu akan

menarik rahang bawah ke depan, dan pada saat yang sama kepala hiperekstensi

19
dan mulut terbuka oleh tangan yang lain. Perhatikan apakah ada hembusan napas

yang keluar dan mulut dan hidung mengenai pipi sambil memerhatikan adanya

pergerakan pernapasan.

Pembersihan jalan nafas ini juga dilakukan untuk mencegah apirasi benda asing

(bolus) , obstruksi karena bolus dapat terjadi tiba-tiba pada saat makan. Aspiksia

segera timbul yang diikuti oleh gangguan kesadaran dan akan disertai henti

jantung dalam beberapa menit.

Jila jalan nafas mengalami obstruksi total, klien ini akan megap-megap dan

menggenggam lehernya dalam keadaan penik dan tak dapat bernafas atau

berbicara. Penyumbatan karena benda asing biasanya terjadi pada bagian

hipofaring dibawah laring. Benda asing yang masuk dalam sisttem trakheobronhial

jarang menyebabkan penyumbatan jalan nafas total.

Jika klien masih sadara, ia akan usaha batukuntuk mengeluarkan benda asing

tersebut dari tubuhnnya, jika ini tidak berhasil maka cara menuverheimlich

(penekanan perut). Dapat dilakukan, yang dapat diulang sampai bolus tersebut

keluar attau sampai kesadrannya menurun. Bahaya Menuverheimlich antara lain

misalnya dapt menimbulkan regurgitasi, bahkan ruplut lambung , hepar dan aorta.

Manverheimlich tidak boleh dilakukan pada wanita hamil trimester ke 3, klien yang

terlalu gemuk, atau bayi yang usianya kurang dari 1 tahun. Penekanan pada dada

(kompresi jantung) dan pengukulan diantara kedua bahu dapat dilakuka pada kasus

ini.

Klien yang tidak sadar pertama-tama ditempatkan pada posisi terlentang,

dilakukan upaya untuk mengambil benda asing dan melakukan pernafasan buatan.

Insuflasi yang dilakukan dengan kuat kadang-kadang menyebabkan benda asing

dapat didorong masuk ke paru-paru perlahan-lahan. Cara ini dapat diulanng 6-10

kali , bila bantuan nafas tidak mungkin diberrikan. Untuk kklien yang berdiri atau

20
duduk, penolong meletakkan kedua tangannya pada epigatrium diantara pusat dan

rusuk dari belakang dan dilakukan penekana perut secaara kuat. Bila klien dalam

keaadan terlentang, penolong berlutut di atas tubuh klien dan melakukan

penekanan pada daerah yang sama.

4. Breathing (Ventilasi dan Oksigen)

Bentuk yang paling sederhana dari ventilasi buatan adalah bantuan

napas penolong yang dapat diberikan pada semua keadaan tanpa alat-alat

tambahan. Cara mulut kehidung lebih disukai dari pada cara mulut ke

mulut sebab :

a. Pada mulut yang tertutup jalan, napas terbuka secara optimal.

21
b. Lebih mudah dan aman bagi penolong untuk menempatkan mulutnya

menutup hidung klien.

c. Tekanan insuflasi yang disebabkan oleh penolong berkurang, hal ini

menurunkan bahaya distensi gaster dan kemungkinan regurgitasi.

5. Ventilasi Mulut ke Hidung

Tangan penolong diletakkan sejajar dengan garis batas rambut dan

dibawah dagu, kepala hiperektensi dan menarik rahang bawah kedepan

dan mulut tertutup, pada klien tidak sadar posisi antara bibir bawah dan

dagu digunakan unruk menutupi hidung.

Penolong berlutut di samping klien, menarik napas dan membuka

mulut dengan lebar, dan menempatkan sedemikian rupa sehingga

menutupi kedua lubang hidung klien dan bibir penolong atau secara pasti

mengelilingi hidung klien. Hembuskan udara ekspirasi dan setelah selesai

mulut penolong diangkat, lalu tarik napas kembali.

22
6. Ventilasi Mulut ke Mulut

Napas bantuan dari mulut ke mulut hanya dikerjakan bila ada

sumbatan jalan napas dihidung, posisi ibu jari tidak terletak antara bibir

bawah dan dagu tetapi langsung pada puncak dagu, mulut dibuka selebar

jari dan tangan yang lain diletakkan pada batas rambut, ibu jari serta jari

telunjuk menekan lubang hidung hingga tertutup.

Penolong membuka mulutnya lebar-lebar, menarik napas dan

melakukan mulutnya pada mulut lain yang tidak sadar, lalau

menghembuskan udara ekspirasi, kemudian perhatikan efek dari ventilasi

tadi dengan cara mendengarkan, merasakan, dan melihat. Ventilasi yang

cukup ditandai dengan :

a. Gerakan naik turunnya dada/toraks.

b. Terasa adanya aliran udara yang keluar selama ekspirasi.

Apabila ventilasi buatan dilakukan oleh perawat di Rumah Sakit maka

metode ventilasi diatas jarang dilakukan karena tersedianya peralatan

ventilasi seperti alat pembuka jalan napas orofaring, amboebag (teknik

kantong), dan masker oksigen yang mempermudah perawat dalam

melakukan ventilasi.

Penatalaksanaan teknik ventilasi dengan menggunakan teknik kantong

dan masker memiliki prinsip yang sama dengan metode ventilasi mulut ke

hidung. Pertama, perawat melakukan kepatenan jalan napas dengan

melakukan manuver chin lift. Kemudian alat pembuka jalan napas

23
orofaringeal dipasang bila ada. Berikan bantuan napas 12 kali per menit

menggunakan teknik kantong dan masker.

7. Circulation (Kompresi Jantung Luar)

Aliran darah selama kompresi jantung luar didasari oleh dua

mekanisme yang berbeda. Menurut konsep klasik, aliran darah terjadi

disebabkan oleh kompresi jantung antara sternum dan tulang belakang.

Penelitian baru menekankan bahwa jantung secara primer berperan

sebagai konduksi, bukan sebagai pompa, dan yang mempunyai vena-vena

sebagai kapasitor dan arteri sebagai konduit yang mempengaruhi sirkulasi

serebral dan koroner selama Resusitasi Jantung-Paru ( RJP ). Vena

berperan sebagai resevoir dan beberapa rangkaian vena berfungsi sebagai

pengahalang aliran retrograsi karena adanya katup. Arteri menunjukkan

sedikit kecenderungan untuk kolaps dan oleh karenanya harus menerima

lebih banyak darah selama masase buatan. Kompresi jantung yang efektif

hanya terjadi bila titik penekanan pada terletak antara sternum dan

24
tulang belakang, volume curah jantung selama kompresi jantung luar

hanya kurang lebih 20-40% dari nilai volume curah jantung saat istirahat

walaupun tekniknya tidak memadai.

25
Kompresi jantung eksterna merupakan satu teknik sederhana yang dilakukan

dengan cara berdiri pada salah satu sisi klien, menempatkan tumit salah

satu tangan ( ujung proksimal telapak tangan ) diatas setengah bagian

bawah sternum, dan tumit tangan yang lain diatas tangan yang pertama.

Kompresi kuat diberikan secara langsung kearah bawah, dan sternum

ditekan dengan kedalaman 3,75-5 cm kemudian dilepaskan dengan tiba-

tiba. Irama ini dipertahankan pada frekuensi 80-100 kali per menit. Agar

efektif, teknik ini harus dipelajari dengan benar dan diterapkan secara

terampil.

Langkah-langkah penolong tunggal untuk melakukan kompresi jantung

luar pada orang dewasa meliputi :

a. Posisi klien harus terlentang datar pada alas yang keras.

b. Penolong berlutut disamping klien.

c. Tentukan titik kompresi pada pertengahan bawah sternum yaitu dua jari

diatas prosesus xipoideus.

d. Kompresi dilakukan dengan menekan sternum kebawah

( sendi siku ekstensi tegak lurur 180o.)

e. Tangan yang satu menumpuk pada tangan lain sedang jari jemari tidak

ikut menekan. Yang menekan adalah tumit tangan, sternum ditekan

kearah tulang belakang kurang lebih 4 cm.

f. Lama kompresi sama dengan lama relaksasi.

26
8. Metode Satu Penolong

Metode satu penolong dimulai dari 30 kali penekanan (dengan

kecepatan 80-100x/menit), diikuti dengan dua kali ventilasi, setiap tiupan

berlangsung 1-1,5 detik, sedemikian rupa sehingga peniupan kedua

dimulai hanya sesudah klien mengeluarkan seluruh udara ekspirasi.

9. Metode Dua Penolong

Metode dua penolong, dimulai dengan dua kali tiupan oleh penolong

pertama, sementara penolong kedua segera memulai kompresi dada ( 80-

100x/menit ) jika denyut karotis tidak teraba, pada saat akhir dari

kompresi kelima, penolong pertama memberikan tiupan. Setiap tiupan 1-

1,5 detik. Kompresi dada luar segera dimulai lagi pada saat akhir dari

tiupan. Tidak perlu menunggu sampai terjadi ekspirasi. Jika klien

diintubasi,

ventilasi ( 12-16x/menit ) dan kompresi dada ( 80-100x/menit ),

dilaksanakan tanpa tergantung masing-masing penolong.

10. Evaluasi Keberhasilan

Keberhasilan RJP dapat dievaluasi dengan cara yang sama seperti ketika

mendiagnosis kardiosirkulasi. Perubahan yang paling penting yang dapat

dikaji perawat adalah sebagai berikut.

27
a. Pengecilan pupil

b. Perbaikan sirkulasi kulit dan selaput lendir

c. Pulsasi karotis terjadi pada setiap kompresi dada yang efektif. Tetapi

pulsasi yang kuat tidak dapat disimpulkan sebagai kompresi dada yang

berhasil tanpa memperhatikan curah jantung/perfusi serebral/perfusi

miokardial.

Bila denyut karotis tidak teraba dan tanda-tanda perfusi adekuat tidak

ada, maka titik kompresi pada dada harus diperiksa, apakah berada pada

titik yang benar atau tidak, dan kemudian kekuatan penekanan dinaikkan.

Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa kompresi yang lebih kecil

dari nilai ambang, tidak dapat menyebabkan timbulnya aliran curah

jantung. Demikian pula, jika tekanan terlalu kuat dari seharusnya, tidak

menyebabkan curah jantung yang lebih baik. Jika cara-cara tersebut

gagal, dapat dicoba dengan menaikkan tungkai bawah kurang lebih 30

derajat dan menekan betis sehingga memperbaiki aliran balik vena.

Tindakan RJP mekanik harus diteruskan sampai denyut spontan teraba.

Kompresi jantung luar dikontraindikasikan bila denyut karotis teraba.

11. Resusitasi Jantung-Paru Dihentikan Jika

Diagnosis kematian otak yang pasti telah dapat dibuat selama

kompresi dada luar. Sebagai pegangan, keberhasilan resusitasi sangat

kecil apabila resusitasi tersebut telah dilakukan selama 60 menit.

a. Fungsi jantung tidak dapat dituliskan kembali, terlihat dari tidak

timbulnya aktivitas listrik jantung spontan.

b. Hanya ada aktivitas listrik dengan kompleks ventrikuler yang

diperpanjang.

c. Adanya suatu fibrilasi ventrikel kasar yang terus-menerus dengan

hilangnya amplitudo secara berturut-turut.

28
d. Telah terjadi kematian otak, dilihat dari bilatasi pupil selama 10-20

menit atau dibuktikan dengan elektroensefalografi.

29
BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN

Resusitasi mengandung arti harfiah “Menghidupkan kembali” tentunya

dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti

jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi jantung paru terdiri atas 2

komponen utama yakni : bantuan hidup dasar / BHD dan Bantuan hidup lanjut / BHL

Usaha Bantuan Hidup Dasar bertujuan dengan cepat mempertahankan pasok oksigen

ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan.

Bantuan hidup lanjut dengan pemberian obat-obatan untuk memperpanjang hidup

Resusitasi dilakukan pada : infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian

listrik”, serangan Adams-Stokes, Hipoksia akut, keracunan dan kelebihan dosis obat-

obatan, sengatan listrik, refleks vagal, serta kecelakaan lain yang masih memberikan

peluang untuk hidup. Resusitasi tidak dilakukan pada : kematian normal stadium

terminal suatu yang tak dapat disembuhkan.

Penanganan dan tindakan cepat pada resusitasi jantung paru khususnya

pada kegawatan kardiovaskuler amat penting untuk menyelematkan hidup, untuk

itu perlu pengetahuan RJP yang tepat dan benar dalam pelaksanaannya

30
4.2. SARAN

Diharapkan agar pelaku penolong pertama nantinya mampu mempelajari

bagaimana saja teknik yang baik dan benar dalam melakukan tindakan resusitasi

pada pasien yang mengalami penghentian napas. Agar kita sebagai tenaga kesehatan

nantinya mampu melakukan pertolongan pada klien yang membutuhkan penanganan

dengan menggunakan tindakan resusitasi.

31
DAFTAR PUSTAKA

Sjausj, Fathia dkk. 2015. Resusitasi Jantung Paru. Gorontalo

Nur. 2015. Bantuan Hidup Dasar.

http://nursemedia.blogspot.com/2015/02/bantuan-hidup-dasar-basic-life-

support.html. (Waktu akses: Sabtu, 06 Juli 2019; 12.05 Wita)

Putaman, Riezky. 2013. Dasar Pertolongan Pertama.

http://ksrpmiunit108.blogspot.co.id/2013/04/dasar-pertolongan-pertama.html.

(Waktu akses: Selasa, 06 Juli 2019; 11.35 Wita)

Wikipedia. Pertolongan Pertama.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pertolongan_Pertama . (Waktu akses: Selasa, 06 Juli

2019; 11.36 Wita)

Yayasan Jantung Indonesia. 2019. Bantuan Hidup Dasar.

http://www.inaheart.or.id/bantuan-hidup-dasar/</a></body></html> (Waktu

akses: Selasa, 06 Juli 2019; 11.37 Wita)

32

Anda mungkin juga menyukai