26115-Article Text-80704-1-10-20190517
26115-Article Text-80704-1-10-20190517
Manajemen Pemanenan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Kebun Pinang Sebatang, Kabupaten
Siak, Riau
Management of Oil Palm Harvest (Elaeis guineensis Jacq.). Pinang Sebatang Estate, Siak Regency, Riau
Fakhry Muhammad dan Sudirman Yahya*
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
(Bogor Agricultural University), Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia
Telp.& Faks. 62-251-8629353 e-mail agrohort@apps.ipb.ac.id
*Penulis Korespondensi: syahya49@yahoo.co.id
Disetujui : 30 Oktober 2018 / Published Online 20 Mei 2019
ABSTRACT
The research at Pinang Sebatang Estate, Riau was aimed to experience technical skills and
manaagement competencies on the field of plantation, as well as gain work experience directly by studying
technical and managerial of oil palm harvesting. The harvest management include harvesting system,
harvesting criteria, harvest density, organization of harvesting, losses, bunch quality, and harvesting
transportation. The main aspect is change of harvesting system from One DOL to C1R2. The result showed this
change is effective, however yield losses harvesting still need an improvement
Keywords: C1R2, harvesting criteria, harvest density, harvesting system, losses, One DOL
ABSTRAK
Kegiatan penelitian di Kebun Pinang Sebatang, Kabupaten Siak, Riau bertujuan melatih keterampilan
dan kemampuan dalam bidang perkebunan, serta memperoleh pengalaman kerja secara langsung dengan
mempelajari aspek teknis dan manajerial di lapangan. Hal yang diamati dalam manajemen panen adalah
sistem panen, kriteria panen, AKP, kebutuhan tenaga panen, kehilangan hasil, mutu buah dan transportasi
panen. Aspek yang diutamakan adalah perubahan sistem panen dari sistem One DOL menjadi sistem C1R2.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa manajemen panen ini cukup efektif, namun masih peningkatan dalam
penanganan kehilangan hasil.
Katakunci: angka kerapatan, C1R2, kehilangan hasil, kriteria panen, One DOL, sistem panen.
186
Bul. Agrohorti 7(2) : 186-193 (2019)
(Situmorang, 2014). Kebun Pinang Sebatang butir untuk TM tua, bisa terjatuh di piringan atau
membebankan penyusunan pelepah pada 2 orang tersangkut di pokok. Penggunaan brondolan
picker. sebagai kriteria panen bertujuan mempermudah
Berdasarkan uji statistik, penerapan sistem pemanen mengidentifikasi tandan yang layak
C1R2 berpengaruh nyata terhadap peningkatan panen. Pengamatan kriteria panen dilakukan
mutu buah dan kapasitas luasan panen dalam taraf dilakukan pada bulan Maret 2018 dengan
kepercayaan 10%. Sistem C1R2 meningkatkan mengamati kriteria 100 tandan secara acak dalam
mutu buah karena pemotong buah yang dipilih satu seksi, dengan seksi sebagai ulangan. Penulis
dalam regu merupakan orang yang punya keahlian menggunakan uji t-student dengan taraf
serta ketelitian paling baik dalam regu tersebut. kepercayaan 95% untuk membandingkan hasil
Dalam sistem sebelumnya, ketiga pemanen dalam pengamatan kriteria panen aktual dengan standar
regu tersebut sama-sama memotong yang diberikan kebun, yaitu 97% matang. Hasil
buah.Sementara sistem C1R2 memusatkan pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
pemotongan buah pada pemanen dengan
Tabel 2. Hasil pengujian kriteria panen
kemampuan dan ketelitian yang terbaik, kemudian
rekan satu regu difokuskan untuk melangsir buah Mutu buah Rata-rata Standar p-value
dan mengutip berondolan. Matang 97.67% 97% 0.635tn
Peningkatan kapasitas pemanen dalam Keterangan: tn= tidak berbeda nyata
luasan areal panen meningkat nyata karena luasan
hanca ditambah. Hasil uji statistik menunjukkan Hasil uji t-student pada Tabel 2
peningkatan kapasitas luasan panen yang nyata. menunjukkan p-value dari kematangan sebesar
Selain karena penambahan hanca, peningkatan ini 0.635 yang berarti tidak berbeda nyata dengan
juga disebabkan oleh pekerjaan pemanen yang standar yang berlaku.
lebih ringan dan fokus pada satu jenis pekerjaan. Mutu Buah
Masing-masing anggota hanya mengerjakan satu
Sub bab ini akan membandingkan mutu
tugas, yaitu memotong buah, menyusun pelepah
atau melangsir buah dan brondolan. Faktor premi buah yang diperoleh dengan sistem panen C1R2
yang lebih menguntungkan juga memicu dengan sistem One DOL. Mutu buah (ripeness)
produktivitas pemanen. Tetapi sistem panen C1R2 yang dihasilkan dari sistem panen One DOL dan
C1R2 dapat dilihat pada Tabel 3.
membutuhkan manajemen dan pengawasan yang
lebih intensif, karena sistem baru ini perlu Tabel 3. Perbandingan mutu buah
memanajemen dan mengawasi pemanen dalam Ripeness (%)
regu, bukan individu. Ini tentu lebih krusial, Ulangan
One DOL C1R2
karena kesalahan 1 orang, paling sedikit
mempengaruhi kinerja 2 orang lainya dalam 1 1 93.365 98.021
regu yang sama. Seperti yang terjadi pada taksasi 2 96.892 97.958
di blok B011 yang produksi aktualnya jauh di 3 96.000 97.750
bawah prediksi. Kesalahan ini terjadi karena
Berdasarkan data tersebut, penulis
ketidak hadiran 1 anggota regu dan harus
melakukan uji t-student untuk mengetahui
digantikan oleh pekerja lain yang beum terbiasa
pengaruh dari C1R2 sebagai sistem panen yang
dalam regu tersebut, sehingga kerjasama dan
baru terhadap mutu buah yang dihasilkan. Hasil uji
irama kerja mereka tidak sejalan seperti biasanya.
t-student menunjukkan nilai P-value sebesar 0.075
Kriteria Panen yang berarti perubahan sistem panen berpengaruh
nyata pada peningkatan mutu buah yang
Kriteria panen yang ditetapkan di seluruh PT
dihasilkan. Keberhasilan meningkatkan mutu buah
Minamas meliputi warna buah yang sudah merah
dapat dicapai karena dalam sistem C1R2 pemotong
kekuningan dan/atau jumlah berondolan mencapai
buah memiliki ketelitian yang lebih baik
5 butir terlepas dari tandan untuk TM 1 dan 10
dibandingkan dengan 2 orang yang berperan (jumlah buah matang/ jumlah pohon diamati) x
sebagai pengangkut pemotong dilakukan 100% AKP akan digunakan untuk melakukan
berdasarkan pengamatan asisten dan mandor panen taksasi produksi. Taksasi produksi merupakan
terhadap kinerja masing-masing pemanen. kegiatan estimasi produksi dengan menggunakan
Pemotong dengan ketelitian dan kemampuan fisik rumus Taksasi Produksi= AKP x jumlah pokok
yang paling unggul dipilih menjadi pemotong produktif x Bobot tandan rata-rata BTR (bobot
buah. Sementara pada sistem One DOL, pemanen tandan rata-rata) dihitung dengan membagi total
bekerja secara individu sehingga tidak semua bobot tandan keseluruhan dengan total tandan.
pemotong memiliki ketelitian yang baik dalam Pengamatan AKP dan kegiatan taksasi dilakukan
mengamati kematangan buah. dengan mengambil sampel sebanyak 100
tanaman dalam 1 blok dengan blok sebagai
Mutu Hanca
ulangan.
Mutu panen lain yang diamati adalah Taksasi yang dilakukan di Kebun Pinang
kualitas hanca. Pengamatan dilakukan terhadap Sebatang adalah taksasi harian yang dilakukan
100 pokok dalam 1 blok dengan blok sebagai oleh mandor panen. Pengamatan AKP dan
ulangan. Pengamatan ini dilakukan bersamaan kegiatan taksasi penulis lakukan berdampingan
dengan pengamatan kehilangan hasil. Kualitas dengan mandor panen di blok B011 dengan
hanca yang diamati meliputi tunasan, susunan tanaman tahun tanam 1994. Nilai AKP diatas
pelepah, kebersihan piringan dan jalan pikul dari 25% menunjukkan produksi yang tinggi, 15-20%
gulma (Tabel 4). menunjukkan produksi sedang, dan AKP kurang
Tunasan atau jumlah pelepah dikatakan dari 15% menunjukkan produksi rendah (Akbar,
memenuhi standar (compromize) jika TM tua 2008). Hasil AKP yang diperoleh berkisar antara
memiliki songgo 1 dan TM 1 memiliki songgo 3. 9-13% dengan bobot 9-11 ton, maka produksi
Standar penyusunan pelepah adalah disusun di tergolong rendah (Tabel 5).
antara 2 pokok pada gawangan mati dan Realisasi produksi dari ketiga ulangan
dipotong menjadi 2-3 bagian, untuk areal teras tidak pernah akurat. Selisih antara realisasi
pelepah disusun berdekatan dengan dinding produksi dengan taksasi bisa mencapai 30%. Hal
teras, di antara 2 pokok dan dipotong menjadi 2- ini bisa terjadi karena beberapa hal. Faktor yang
3 bagian. Standar untuk kebersihan piringan dan paling sering terjadi adalah hektar panen yang
jalan pikul adalah gulma yang tumbuh tidak tidak sesuai perkiraan karena ada pemanen yang
sampai menutupi berondolan yang jatuh, tidak masuk kerja atau ditugaskan di tempat lain.
sehingga membantu pemanen menekan angka Dengan demikian realisasi tidak bisa mengejar
kehilangan hasil. taksasi. Faktor lainya adalah panen sore. Panen
Angka Kerapatan Panen dan Taksasi sore adalah memotong buah yang belum matang
untuk dievakuasi di hari berikutnya, sehingga
Produksi
berondolan sudah memenuhi syarat sebagai buah
Kerapatan panen adalah jumlah tandan matang. Ini akan membuat realisasi melebihi
yang akan dipanen dalam suatu areal tertentu taksasi dan mengacaukan proses evakuasi dan
dalam satu hari, dihitung dengan rumus AKP= transportasi buah. Panen sore memang kerap.
ditemukan di Kebun Pinang Sebatang. Selain dalam 1 rotasi. Oleh karena itu kebutuhan tenaga
karena pemanen mengejar premi pada seksi panen ditentukan dengan rumus:
berikutnya, pengawasan di lapangan hanya jam Luas areal panen
kerja. Sehingga pemanen memanfaatkan situasi Kebutuhan tenaga pemanen=
ini untuk panen sore. 18
Divisi 4 PSE memiliki areal TM seluas 471 ha,
Rotasi Panen
dengan rotasi 9 hari. Maka luas areal yang akan
Pusingan atau rotasi panen merupakan dipanen dalam 1 hari adalah 471/18= 26 hk.
interval waktu yang diperlukan untuk Jumlah aktual tenaga panen di lapangan 28 orang
menyelesaikan seluruh seksi panen. Rotasi panen terdiri dari karyawan tetap, karyawan kontrak
di Kebun Pinang Sebatang dipertahankan ≤9 hari dan buruh harian lepas. Sedangkan dengan
dengan 6-7 seksi panen dalam 1 divisi, sesuai sistem panen C1R2 standar yang ditetapkan
dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. adalah 1:22 dengan perhitungan yang sama.
Rotasi panen merupakan salah satu kunci Maka dengan sistem C1R2 jumlah pemanen yang
kesuksesan produksi kebun. Rotasi panen yang dibutuhkan adalah 471/22=22 hk. Jumlah ini
terlambat akan menyulitkan pemanen, karena sesuai dengan keadaan di lapangan, beberapa
jumlah berondol akan semakin banyak. Selain pemanen dialihkan ke bagian perawatan sehingga
itu, kadar asam lemak bebas (ALB) juga akan alokasi pekerja lebih efisien.
meningkat. Oleh karena itu, keterlambatan rotasi
Kapasitas Pemanen
panen akan meningkatkat angka kehilangan hasil
dan kadar ALB. Hal ini tentu merugikan Kapasitas pemanen merupakan
perusahaan, selain karena hasil yang terbuang kemampuan pemanen menyelesaikan luasan
kualitas CPO juga akan menurun. Divisi 4 Kebun areal panen. Perbandingan antara kapasitas
Pinang Sebatang mengirim 1 regu pemanen pada bulanan dan harian pemanen dalam sistem One
pertengahan bulan April untuk membantu kebun DOL dengan sistem C1R2 dapat dilihat dalam
Aneka Persada karena keterlambatan rotasi Tabel 6.
panen. Tindakan ini dilakukan untuk mengejar Berdasarkan hasil uji t-student, p-value
keterlambatan rotasi akibat kekurangan pemanen yang didapatkan senilai 0.027. Maka sistem
di kebun Aneka Persada. panen C1R2 memberikan peningkatan yang
nyata terhadap kapasitas pemanen di Kebun
Kebutuhan Tenaga Panen
Pinang Sebatang.
Pengambilan data diakukan dengan
Prestasi Panen
wawancara dengan asisten kebun dan
pengamatan langsung dengan menghitung Prestasi pemanen merupakan bobot total
pemanen yang hadir, kemudian dibandingkan tandan yang didapatkan seorang pemanen.
dengan standar yang ditetapkan perusahaan. Perusahaan menerapkan perubahan sistem panen
Standar kemampuan pemanen di kebun PSE dari One DOL ke sistem C1R2 untuk
dengan sistem panen One Dol adalah 1:18 yang meningkatkan prestasi kerja pemanen.
berarti 1 orang pemanen minimal mampu Perbandingan antara prestasi bulanan dan harian
mengerjakan panen dalam areal seluas 18 ha pemanen dapat dilihat dalam Tabel 7.
Tabel 7. Perbandingan prestasi panen
Prestasi/bulan Prestasi/hari
Ulangan One DOL C1R2 Ulangan One DOL C1R2
1 2028.57 3190.51 1 72.449 113.947
2 2195.02 1908.21 2 70.807 61.555
3 2302.54 2092.31 3 76.751 69.744
Total 6526.13 7191.03 Total 220.010 245.250
Rataan 2175.38 2397.01 Rataan 73.340 81.750
Berdasarkan hasil uji t-student, sistem Manajemen Transportasi, Buat Buah dan
panen C1R2 belum mampu memberikan Administrasi Buah
peningkatan yang nyata terhadap prestasi
Muat buah di Divisi 4 PSE memiliki dua
pemanen di Kebun Pinang Sebatang. Faktor yang
tahap. Tahap Pertama adalah pelangsiran buah
menyebabkan prestasi pemanen belum
dari TPH hanca menuju TPH induk
meningkat adalah kerapatan buah yang tergolong
menggunakan unit kendaraan roda 4. Kemudian
rendah (kurang dari 15%), dan/atau kemampuan
dilanjutkan dengan Tahap Kedua, pengangkutan
pemanen yang tidak seimbang dalam 1 regu.
buah dari TPH induk menuju PKS dengan
Kemampuan fisik pemanen yang tidak seimbang
menggunakan unit kendaraan roda 6 berkapasitas
membawa regu tersebut pada kemampuan
4 ton. Tetapi jika memungkinkan untuk truk roda
pemanen yang paling rendah, untuk menghindari
6 memuat buah langsung dari TPH hanca, maka
buah restan yang tidak terevakuasi karena
tidak diperlukan pelangsiran ke TPH induk.
pelangsir (picker) tidak mampu mengimbangi
Truk yang mengantar buah menuju PKS
pemotong (cutter).
dibekali dengan SPB (surat pengantar buah) oleh
Premi Panen kerani. SPB berisi jumlah dan kualitas tandan
yang dikirim. Pabrik kelapa sawit menyediakan
Pengumpulan data premi panen dilakukan
jembatan timbang untuk menimbang bobot buah
penulis bersama dengan kerani produksi
dengan cara menimbang truk bermuatan ketika
sekaligus mencatat prestasi kerja pemanen.
masuk dan truk kosong ketika keluar, kemudian
Penentuan premi panen di Kebun Pinang
selisih dari 2 hasil tersebut merupakan bobot
Sebatang dibagi menjadi 2 yaitu, premi untuk
buah yang didapatkan. Bobot buah juga
pokok muda dan premi untuk pokok tua. Untuk
dicantumkan dalam SPB ketika salinan SPB
pokok muda, basis dan premi ditentukan
dikembalikan pada kerani produksi.
berdasarkan jumlah TBS yang dipanen. Basis
Bobot buah yang diterima kerani
yang ditetapkan adalah 200 TBS/hk, premi yang
digunakan untuk menghitung bobot tandan rata-
diberikan setelah lewat basis adalah Rp 390/TBS.
rata (BTR). BTR akan menjadi dasar
Sistem One DOL pada pokok tinggi
penghitungan prestasi kerja pemanen, termasuk
menerapkan basis 1 ton/hk, premi yang diberikan
penghitungan premi. Pengangkutan buah harus
setelah lewat basis adalah Rp 70/kg untuk 1 ton
dilakukan sebelum 24 jam buah keluar ke TPH.
pertama, Rp 80/kg untuk 1 ton kedua, dan Rp
Hal ini merupakan upaya menjaga kualitas CPO
90/kg untuk seterusnya. Selain itu, ada kebijakan
yang dihasilkan. Karena semakin lama waktu
sendiri untuk kegiatan pemanenan yang
pengangkutan buah, semakin lama juga
dikerjakan pada hari libur, yaitu premi kontan.
pengolahan minyak. Ini akan meningkatkan
Premi kontan diberikan kepada seluruh pemanen
kadar asam lemak bebas (ALB) pada CPO yang
yang hadir sebesar premi hari kerja, namun tidak
dihasilkan. Standar ALB yang ditoleransi oleh
ada basis. C1R2 menerapkan basis 4,5
perusahaan adalah <3%. Karena diatas 3%
ton/grup/hari. Premi yang diberikan senilai Rp.
kualitas CPO sudah sangat rendah. CPO dengan
105/kg untuk hasil 4 501-5 000 kg, Rp. 115/kg
kadar asam lemak bebas yang terlalu tinggi akan
untuk hasil 5 001-6 000 kg, Rp 135/kg untuk
berbau tengik dan berwarna lebih gelap. Menurut
hasil 6 001-7 000 kg dan Rp 140 untuk hasil
Winarno (2004) peningkatan kadar asam lemak
melebihi 7 000 kg. Dengan perubahan sistem
bebas juga akan merusak minyak, menurunkan
panen ini perusahaan mengurangi biaya premi
nilai gizi serta menyebabkan penyimpangan
panen karena jumlah HK yang digunakan juga
aroma, rasa dan warna minyak tersebut.
lebih sedikit. Pada Tabel 8 terlihat selisih
Tidak ada masalah terkait tenaga kerja
penggunaan tenaga panen sejumlah 316 serta
pengangkut buah. Baik jumlah maupun
pengeluaran premi sebesar Rp. 15 338 180 dari
kemampuan pekerja sudah memenuhi kebutuhan.
sistem One DOL ke sistem C1R2.
Masalah yang menjadi penghambat transportasi
adalah keadaan beberapa unit transportasi buah, Berondolan yang tertinggal bukan hanya
yaitu dump truck yang sudah tua. Sehingga menjadi kehilangan hasil karena tidak terjual,
sering mengalami kerusakan suku cadang. Untuk namun akan memerlukan biaya lebih untuk
mengatasi hal ini, perusahaan menambahkan perawatan. Karena berondolan yang tertinggal
beberapa unit baru dan pengalihan unit batuan akan tumbuh menjadi kentosan. Setelah kentosan
dari kebun atau divisi yang lebih dahulu tumbuh, perusahaan harus mengeluarkan biaya
menyelesaikan pengangkutan ke kebun atau lebih untuk mendongkel semua kentosan. Selain
divisi yang mengalami kendala pengangkutan. itu, kentosan juga menjadi salah satu gulma yang
paling kompetitif dengan tanaman utama.
Kehilangan Hasil
Kehilangan hasil yang ditemukan
Pengamatan kehilangan hasil dilakukan dilapangan masih dalam batas toleransi
terhadap 100 sampel tanaman pokok dengan blok perusahaan yaitu di bawah 3% per pokok. Hasil
sebagai ulangan. Lokasi brondolan yang diamati ini dapat dicapai karena kebersihan hanca yang
adalah brondolan tertinggal di dalam piringan terjaga serta pengawasan yang ketat berbagai
(IC/inside circle), di sekitar piringan (OC/outside pihak. Mulai dari mandor hingga Asisten Divisi.
circle), tertinggal di pokok (OP/on palm), di Selain itu, PT Minamas Plantation juga memiliki
jalan rintis (HP/harvesting path), serta tandan lembaga independen yang bertugas mengontrol
matang yang tidak dipanen (UHB/unharvsted kehilangan hasil. Lembaga tersebut bernama
bunch) dan tandan tertinggal di hanca (HBL/ PSQM (Plant Sustainable Quality Management).
harvested bunch left) seperti disajikan dalam PSQM bertugas mengawasi seluruh kegiatan
Tabel 9. kebun dan pabrik. Termasuk menekan angka
Berdasarkan hasil uji t-student, nilai p-value kehilangan hasil. Selama kegiatan berlangsung,
yang didapakan adalah 0.984 yang berarti jumlah tidak ditemukan kehilangan hasil yang melewati
brondolan tertinggal per pokok jelas tidak batas toleransi perusahaan.
melewati standar yang ditentukan. Begitu juga
dengan brondolan tertinggal di TPH, dengan p- KESIMPULAN
value sebesar 0.999 maka dapat disimpulkan
bahwa jumlah brondolan tertinggal yang ada di Sistem panen C1R2 merupakan sistem
TPH tidak melewati standar. panen yang baru diterapkan di Kebun Pinang
Kehilangan hasil merupakan sesuatu yang Sebatang. bertujuan meningkatkan kinerja
harus di minimalisir oleh perusahaan. Baik pemanen dari segi kapasitas luasan panen, prestasi
kehilangan hasil tandan maupun berondolan. produksi, dan mengurangi tingkat subjektifitas
Hasil uji statistik yang diperoleh menunjukkan pemanen agar meningkatkan mutu buah.
kehilangan hasil di lapangan tidak melewati Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan
standar yang diterapkan perusahaan. selama kegiatan penelitian, dapat disimpulkan
Keberhasilan menekan kehilangan hasil ini bahwa sistem panen C1R2 mampu meningkatkan
didukung oleh kualitas hanca yang bersih dan mutu buah dan kapasitas luasan pemanen serta
kesadaran setiap elemen perusahaan mengenai mengurangi biaya premi pemanen. Sementara
pentingnya menekan angka kehilangan hasil, prestasi pemanen belum terlihat meningkat
karena menurut Pahan (2011), keuntungan dengan adanya perubahan sistem panen ini. Selain
maksimal tidak akan tercapai jika perusahaan itu, sistem panen C1R2 memerlukan manajemen
tidak mampu menekan angka kehilangan hasil dan pengawasan yang lebih intensif karena sistem
hingga ke titik terrendah. beregu lebih krusial dibandingkan dengan
manajemen dan pengawasan terhadap individu.
Tabel 9. Kehilangan hasil saat pemanenan
Blok HPa IC OC OP HP TOTAL LF/PALM (%) HBL UHB TOTAL LB %
D014 7 10 2 3 0 15 2.14 0 0 0 0
B011 14 8 1 0 5 14 1.56 0 0 0 0
B012 12 2 0 14 0 16 1.34 0 0 0 0
Tabel 10. Kehilangan hasil di TPH
Blok/TPH 1 2 3 4 5 6 7 Total Rata-rata
D014 2 0 0 2 1 0 0 5 0.714
B011 0 0 1 0 2 0 0 3 0.429
B012 2 0 0 0 0 0 0 2 0.286