Anda di halaman 1dari 18

METODE KAJIAN CEPAT UNTUK EVALUASI PROGRAM

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Program

Dosen Pengampu: Dr. H. Zainal Arifin, M.Pd. dan Dadi Mulyadi, S.Pd. M.T.

Disusun Oleh : Kelompok 8

Galih Dwi Novianto (2006510)

Hilman Robbani (2009370)

Ilma Nurliani Rizky (2001456)

Mega Fitria Yulianti (2009818)

Mutia Nurohmah (2001410)

Nden Diah Fajriah (2009308)

Nurul Yumnaa Nabila D (2003649)

Zenita Listia Handayani (2008963)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat yang diberikan- Nya
sehingga tugas makalah yang berjudul “Kajian Cepat Untuk Evaluasi Program ini dapat
terselesaikan.Makalah ini dibuat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas mata kuliah
Evaluasi Program. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Zainal Arifin, M.Pd. dan Dadi Mulyadi, S.Pd. M.T. selaku dosen mata
kuliah Evaluasi Program.
2. Semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, sehingga
menambahpengetahuandanketerampilanpenulisdalammembuatmakalah ini.

Penulis berharap dengan dibuatnya makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
baik untuk penulis dan umumnya untuk teman-teman semua.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, maka dari
itu tentunya penulis mengharapkan banyak masukan dan saran yang membangun. Supaya
kedepannya penulis dapat membuat makalah dengan lebih baik hingga mendapatkan hasil
yang bermanfaat.

Akhirnya penulis berharap dengan selesainya makalah ini, dapat menjadi sumber
bahan materi dalam proses pembelajaran. Semoga apa yang disusun oleh penulis dapat
berguna bagi semua pihak.

Bandung, 20 November 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………..1

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………....2

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………....3
Latar Belakang ………………………………………………………………………...3
Rumusan Masalah……………………………………………………………………..3
Tujuan Penulisan Makalah…………………………………………………………….4
Manfaat Penulisan Makalah…………………………………………………………...4

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………….5
Konsep Kajian Cepat ………………………………………………………………….5
Faktor yang Perlu dipertimbangkan dalam Kajian Cepat ……………………………..6
Contoh Kajian Cepat ………………………………………………………………….7
Instrumen Kajian Cepat ……………………………………………………………….9
Ringkasan Hasil Kajian Cepat ……………………………………………………….13
Rekomendasi………………………………………………………………………....15

BAB III PENUTUP ……………………………………………………………………………17


Kesimpulan …………………………………………………………………………..17
Saran ………………………………………………………………………………....17

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..18

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) pada suatu program,
banyak sekali yang mendapat perhatian, baik itu dari kalangan pemerintah,
BUMN, dan kalangan swasta. Selain itu, kegiatan monitoring dan evaluasi
(monev) pada suatu program tidak hanya mencakup sektor pendidikan tetapi juga
meliputi keseluruhan sektor. Hal tersebut dianggap wajar, karena semua lembaga
pemerintah dan swasta memiliki programnya masing-masing, dan kegiatan
monitoring dan evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dan tidak
terpisahkan dalam melaksanakan suatu program kegiatan. Alasan utama yang
paling mendasar tentang pentingnya dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi
adalah para pengembang program dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk
juga sponsor perlunya mengetahui tentang keefektifan suatu program kegiatan.
Seperti memahami mengenai apakah suatu program kegiatan sudah berjalan
dengan baik dan sesuai dengan rencana? dan apakah suatu program telah mencapai
tujuan yang telah ditetapkan? Melalui kegiatan monitoring dan evaluasi (monev)
akan diperoleh sebuah informasi yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi perbaikan
program, sekaligus menjadi bahan pertimbangan bagi program kegiatan yang
sejenis di masa yang akan datang. Manfaat dari penerapan dari kegiatan monev
dalam suatu program dapat dijadikan sebagai alat untuk mendukung perencanaan.
Dimana penerapannya disertai dengan pemilihan dan penggunaan indikator
sehingga dapat memperjelas tujuan serta arah kegiatan untuk mencapai suatu
tujuan tersebut. Pemilihan indikator program melibatkan berbagai pihak secara
partisipatif. Selain itu, manfaatnya tidak saja untuk mendapatkan indikator yang
tepat tetapi juga mendorong pemilik proyek dan berbagai pihak yang
berkepentingan untuk mendukung suksesnya program.
Pada tahun 1999, Gilles Bergeron dari International Food Policy
Research Institute (IFPRI) yang berkedudukan di Washington D.C. Amerika
Serikat telah menggunakan metode kajian cepat untuk penilaian, desain, evaluasi
tentang program keamanan kesehatan. Namun, beberapa ahli mencoba menerapkan
metode kajian cepat untuk monitoring dan evaluasi untuk program kegiatan.
Kajian cepat ini bermanfaat untuk memberikan informasi tentang program
kegiatan terutama mengenai pertanyaan-pertanyaan yang dibuat agar suatu
program dapat berjalan sesuai rencana. Metode kajian cepat banyak diperlukan
oleh beberapa ahli dalam mengambil suatu keputusan dan kebijakan. Hasil dari
metode kajian cepat dapat digunakan sebagai masukan untuk perbaikan-perbaikan
pada program yang sedang terlaksana, dan menjadi bahan pembelajaran bagi
pelaksana program kegiatan untuk bekal di masa yang akan datang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep kajian cepat?
2. Faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam kajian cepat?
3. Seperti apa contoh kajian cepat?
4. Bagaimana instrumen kajian cepat?
5. Bagaimana hasil ringkasan kajian cepat?
6. Seperti apa rekomendasi yang tepat untuk kajian cepat?

3
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
1. Mengetahui konsep kajian cepat
2. Mengetahui faktor yang perlu dipertimbangkan dalam kajian cepat
3. Mengetahui contoh kajian cepat
4. Mengetahui instrumen kajian cepat
5. Mengetahui hasil ringkasan kajian cepat
6. Mengetahui rekomendasi yang tepat dalam kajian cepat

1.4 Manfaat Penulisan Makalah


1. Mahasiswa mengetahui konsep kajian cepat
2. Mahasiswa mengetahui faktor yang perlu dipertimbangkan dalam kajian cepat
3. Mahasiswa mengetahui contoh kajian cepat
4. Mahasiswa mengetahui instrumen kajian cepat
5. Mahasiswa mengetahui hasil ringkasan kajian cepat
6. Mahasiswa mengetahui rekomendasi yang tepat dalam kajian cepat

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Kajian Cepat


Kegiatan monitoring dan evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dalam
pelaksanaan sebuah program. Manager program dan para pemangku kepentingan perlu
mengetahui jalannya suatu program. Terkait hal tersebut, apakah program sudah berjalan sesuai
dengan rencana dan apakah program sudah mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan
adanya kegiatan monitoring dan evaluasi akan diperoleh sejumlah informasi bagi perbaikan
program dan sebagai bahan pertimbangan di masa depan bagi program sejenis.
Dalam kegiatan monitoring dan evaluasi, salah satu metode yang dapat digunakan
adalah metode kajian cepat (rapid appraisal). Metode kajian cepat adalah suatu metode
pengumpulan data yang bertujuan untuk memahami kondisi yang kompleks (yang seringkali
belum diketahui betul faktor-faktor yang mempengaruhi kompleksitas persoalannya), untuk
mencari faktor-faktor yang mendukung atau menghambat suatu permasalahan dalam waktu
singkat secara cepat, melalui interaksi yang intensif antara pengumpulan data/informasi serta
kegiatan analisis (Arifin, 2019).
Dalam sebuah program, metode kajian cepat dapat digunakan dalam kegiatan
monitoring ataupun evaluasi. Dalam kegiatan monitoring, metode kajian cepat ditujukan untuk
memberikan sejumlah informasi mengenai kesesuaian program yang berjalan dengan rencana
yang telah ditetapkan. Hasil dari monitoring tersebut dapat digunakan sebagai masukan bagi
perbaikan program serta menjadi bahan pertimbangan bagi program sejenis di masa mendatang.
Adapun dalam kegiatan evaluasi, metode kajian cepat biasa digunakan pada evaluasi formatif.
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan pada saat program masih berjalan. Metode
kajian cepat pada evaluasi dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan program, terutama bagi perbaikan mekanisme pelaksanaan berdasarkan
permasalahan yang timbul dalam pelaksanaannya.

Metode kajian cepat diperlukan oleh para pengambil kebijakan terkhusus dalam kondisi sebagai
berikut :
a. Tidak atau belum berjalan dengan baik sistem monev yang ada
b. Lamanya masukan dari monev internal
c. Independensi masukan dari monev internal diragukan
d. Diperlukan masukan dalam waktu yang singkat serta terarah pada penyelesaian masalah
dan perbaikan program

1. Teknik Pengumpulan Data


Dalam menggunakan metode kajian cepat, diperlukan evaluator yang memiliki
pemahaman mengenai permasalahan dan analisis yang memadai agar proses analisis dan
proses pengambilan data dapat dilakukan secara bersamaan. Teknik pengumpulan data
dapat dilakukan secara bervariasi berdasarkan pendekatan sebagai berikut :
a. Kuantitatif : teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui survei terbatas
dan pengolahan data-data sekunder yang sudah tersedia.
b. Kualitatif : teknik pengumpulan data dapat dilakukan terhadap para informan
kunci dan pemangku kepentingan melalui kegiatan wawancara secara mendalam;
diskusi, observasi, dan wawancara dengan kelompok masyarakat menggunakan
pedoman pertanyaan; serta partisipatoris dapat dilakukan melalui focus group
discussion (FGD) yang diorientasikan untuk identifikasi masalah beserta
pencarian alternatif solusi dengan menggunakan alat bantu dan pertanyaan kunci.

2. Kelebihan dan Kekurangan


Metode kajian cepat memiliki sejumlah kelebihan, antara lain :
a. Biaya kajian relatif rendah
5
b. Bersifat fleksibel
c. Mudah memberikan laporan kepada berbagai pemangku kepentingan
d. Mampu membentuk hubungan yang kondusif dengan masyarakat setempat
sehingga topik yang tidak mudah dipelajari dapat dieksplorasi oleh orang lain
ataupun dilakukannya aspek kualitatif secara tertutup.
Di Samping kelebihan, terdapat kekurangan dalam metode kajian cepat, diantaranya :
a. Tingkat generalisasi rendah
b. Kurang jelasnya prosedur validitas
c. Rentan terhadap manipulasi yang dilakukan informan
d. Kemampuan evaluator berpengaruh terhadap mutu fokus dari metode kajian
cepat
e. Mutu informasi yang dikumpulkan bergantung pada kepandaian petugas
lapangan

2.2. Faktor yang Perlu dipertimbangkan dalam Kajian Cepat


Berdasarkan pada ungkapan Gilles Bergeron dalam (Arifin, 2019)
menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menjadi titik acuan dan perlu
dipertimbangkan dalam menggunakan metode kajian cepat, faktor-faktor tersebut
dijelaskan sebagai berikut
2.2.1 Pelatihan dan Seleksi Personil
Pentingnya melakukan pelatihan dan seleksi petugas dalam metode kajian
cepat disebabkan karena dalam praktik metode kajian cepat petugas lapangan harus
bisa mengumpulkan, menganalisis, dan memvalidasi data yang dilakukan dengan
mandiri. Dalam hal ini pengolahan data nya tidak boleh dilakukan oleh para peneliti
dari luar petugas program tersebut. Dengan demikian hal tersebut membuktikan
bahwa keterampilan setiap petugas lapangan merupakan salah satu aspek yang
sangat penting dalam kesuksesan metode kajian cepat. Petugas lapangan harus
memahami mengenai objek evaluasi dan tujuan evaluasi program sehingga mereka
bisa menyusun atau mengubah instrumen yang akan digunakan dengan tanpa
mengabaikan tujuan program.

2.2.2 Membangun hubungan

Ketika kita sebagai evaluator akan terjun langsung ke lapangan melakukan


kunjungan pada suatu desa atau daerah tertentu maka perlu berhati-hati dengan
memperhatikan kehidupan masyarakat yang sangat kompleks agar terbangunnya
hubungan yang baik dengan masyarakat setempat. Perlunya dilakukan survey awal
sebelum melakukan kunjungan resmi yang pertama, hal itu bisa dilakukan dengan
mengirimkan salah satu orang pekerja lapangan ke desa dengan tujuan membangun
relasi yang baik dengan seseorang yang sudah dikenal sebelumnya dari desa
tersebut dan sebaik mungkin menghindari kekuasaan-kekuasaan penduduk desa.
Sebagai upaya untuk menghindari kesalahan awal dalam pelaksanaan evaluasi,
dalam kegiatan survey awal ini pekerja lapangan bisa menggunakan beberapa
pertanyaan, seperti: siapakah perwakilan resmi atau petinggi desa? Bagaimana
perasaan masyarakat desa setempat? Apakah ada persaingan politik, agama atau
ekonomi di desa tersebut?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut penting dalam perolehan
informasi survey awal agar kesalahan dapat dihindari oleh pekerja
lapangan/evaluator.
Selanjutnya tahap kedua yaitu melakukan kunjungan resmi sesuai jadwal
yang telah ditentukan. Karena kegiatan ini resmi maka dalam pelaksanaanya harus
mengikutsertakan bagian dari evaluasi itu sendiri seperti tim evaluator, pemerintah
desa, dan masyarakat desa. Kunjungan resmi dilaksanakan dengan agenda meliputi
pemaparan beberapa hal seperti tujuan evaluasi, jenis pekerjaan yang harus
dilakukan, memperkenalkan seluruh tim evaluator program, waktu pelaksanaan, dan
6
tempatnya.

2.2.3. Waktu pelaksanaan kegiatan dan penyusunan instrumen

Dalam menentukan metode kajian cepat salah satunya harus


mempertimbangkan waktu pelaksanaan yang mana waktu pelaksanaan ini harus
disesuaikan dengan objek evaluator misalnya dalam contoh disini objeknya
masyarakat. Tim evaluator atau petugas lapangan harus berusaha untuk
meminimalkan gangguan dari kehidupan masyarakat. Selain itu tim evaluator harus
menjunjung rasa hormat yang tinggi kepada masyarakat setempat sehingga
memungkinkan masyarakat tersebut menanggapi undangan dan menghadiri
pertemuan yang ditetapkan oleh tim evaluator. Terkait penggunaan instrumen
selama kegiatan diharuskan menaati aturan logis yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Untuk itu beberapa kegiatan latihan dapat dilakukan pada momen yang
berbeda tanpa mempengaruhi hasil akhir. Dengan demikian, antara kegiatan dan
kalender kegiatan dapat dilakukan pada waktu yang berbeda jika situasi dianggap
sudah lebih aman dan nyaman.

2.24. Memilih Informan

Dalam rangka menjaring informasi yang relevan dari masyarakat yang


dipandang sebagai informan potensial maka informan tersebut perlu diidentifikasi
karena informan sebagai individu-individu dari kelompok tertentu akan memainkan
peran sentral dalam diskusi kelompok terarah-FGD. Selain itu, dalam
mengidentifikasi kelompok sasaran, biasanya perlu juga mempertimbangkan
subkelompok. Bentuk sub kelompok dapat dikategorikan berdasarkan jenis kelamin
dan/atau strategi mata pencaharian (misalnya, petani versus peternak, kelompok
usia, etnik/ afiliasi kasta, dll). Hal ini sangat diperlukan untuk memperoleh
kontribusi secara terpisah dari masing-masing kelompok, dalam rangka menjaring
semua informasi yang relevan.
2.2.5 Triangulasi
Triangulasi adalah strategi dalam evaluasi kualitatif yang membandingkan
data dari berbagai sumber untuk memperbaiki validitas dan reliabilitas. Mengingat
banyaknya metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan cara “cepat dan
kotor” yang dalam hal ini berarti dilakukan secara sembarangan maka hal ini dapat
dikritisi dengan kajian cepat. Mutu informasi kajian cepat dapat diverifikasi dengan
beberapa cara, yaitu menirukan latihan dengan kelompok lain, pemanfaatan
alternatif sumber informasi (misalnya foto udara atau survey sebelumnya), dan
sebagainya.

2.3. Contoh Kajian Cepat


2.3.1 Program BLT
Contoh Kajian Cepat, yaitu Program BLT Tahap 1. Kenaikan harga bahan bakar
minyak (BBM) pada 1 Oktober 2005 dalam rangka mengurangi beban subsidi, membuat
beban tambah bagi kehidupan masyarakat. Berbagai kenaikan yang terjadi membuat
menurunnya daya beli masyarakat, terlebih pada rumah tangga miskin. Untuk mengurangi hal
tersebut, hadirlah Program BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang mana pada 10 September
2005 pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No. 12 Tahun 2005 Tentang
Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai kepada rumah tangga miskin. Dalam program tersebut,
pemerintah menyediakan dana bantuan bagi 15,5 juta rumah tangga miskin. Pada studi kasus
ini berada di Provinsi DKI Jakarta dan Lima Kabupaten/Kota.
Kerangka kajian cepat dalam program BLT terdiri atas tujuan, metode evaluasi,
dan hasil temuan. Tujuan umum dari kajian cepat Program BLT, yaitu untuk memperoleh
gambaran mengenai pelaksanaan BLT dalam menyempurnakan penyaluran tahap berikutnya
7
dan menggambarkan indikasi awal tentang dampak program dalam kehidupan rumah tangga
penerima bantuan. Kemudian, untuk metode evaluasi dalam kajian cepat Program BLT Tahap
1 terdiri dari dua studi kasus, yaitu studi kasus di prov DKI Jakarta dan studi kasus di lima
kabupaten/kota. Pada studi kasus DKI Jakarta menekankan pada pendekatan kualitatif,
sedangkan untuk studi kasus lima kabupaten/kota menggunakan studi kasus kuantitatif
dengan pendekatan kualitatif dan partisipatoris. Hasil temuan dari kajian cepat dalam
Program BLT tahap 1 berasal dari proses pelaksanaan. Pada proses pelaksanaan menunjukkan
adanya permasalahan selama pelaksanaan program, seperti tidak adanya petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan program, terbatasnya sosialisasi, dsb.
Tingkat kepuasan rumah tangga penerima dan aparat pemerintah terhadap program
BLT diperoleh melalui diskusi kelompok terarah (FGD). Tingkat kepuasan terhadap Program
BLT Tahap 1 ditunjukkan oleh para penerima, bahwa sosialisasi yang kurang menjadi aspek
yang kurang memuaskan mengenai informasi terkait kriteria penerima bantuan. Akan tetapi,
pada aspek penetapan dan ketepatan sasaran dinilai sangat baik dan memuaskan bagi
penerima. Kemudian, tingkat kepuasan bagi aparat, yaitu mengenai pembagian KKB dan
pencairan dana yang sangat memuaskan. Lalu, pada bagian akhir kajian cepat menunjukkan
hasil yang kemudian dapat dijadikan sebagai rekomendasi dalam melakukan perbaikan
pelaksanaan program,

2.3.2 Program BOS


BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya non
personalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah pertama sebagai wujud pelaksanaan
program wajib belajar 9 tahun. BOS diprioritaskan untuk biaya operasional non personal,
meskipun dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lain yang tergolong dalam
biaya personil dan biaya investasi. Tujuan umum program BOS untuk meringankan beban
masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar sembilan tahun yang
bermutu. Sasaran Program BOS adalah semua siswa (peserta didik) di jenjang Sekolah Dasar
(SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah
Tsanawiyah (MTs), termasuk Sekolah Menengah Terbuka (SMPT) dan Pusat Kegiatan
Belajar Mandiri(PKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat,baik negeri maupun swasta
di seluruh provinsi di Indonesia. Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009,
standar biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai
kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana
pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan
berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. BOS adalah program pemerintah yang
pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan
pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa
jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.
sesuai petunjuk teknis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Program BOS sendiri sudah
dijalankan sejak tahun 2005. Pada awalnya program BOS digulirkan untuk meningkatkan
aksesibilitas pendidikan bagi masyarakat. Sejalan dengan bertambahnya anggaran yang
disediakan oleh pemerintah, tujuan program BOS pun meningkat, dimana sekarang lebih
kepada upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran bagi peserta didik.
Kerangka kajian cepat dalam program BOS terdiri atas
1. Penargetan, Pendataan dan Alokasi
2. Sosialisasi
3. Penyaluran Dana
4. Penyerapan dan Pemanfaatan Dana
5. Pelaporan
6. Monitoring, Evaluasi dan Penanganan Pengaduan
7. Kelembagaan
8. Dampak dan Tingkat Kepuasan terhadap Pelaksanaan

Program Persiapan kajian cepat ini dimulai dengan pembahasan kerangka acuan kajian,
wawancara dengan berbagai narasumber dan informan kunci di tingkat pusat, dan persiapan
instrumen penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan instrumen
wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion – FGD).

8
Informasi dan data dikumpulkan dari lembaga-lembaga pelaksana program di tingkat pusat,
provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah. Selain itu, berbagai informasi penunjang juga
dikumpulkan melalui wawancara dengan lembaga-lembaga lain yang terkait dan yang ikut
serta memantau atau memerhatikan pelaksanaan program BOS.

2.4. Instrumen Kajian Cepat

2.4.1 Pedoman Pertanyaan Guru di Sekolah Penerima BOS

1) Sosialisasi kepada guru


a) Apakah pernah ada pemberitahuan tentang adanya program BOS? Dari siapa?
Kapan? Dimana? Bagaimana bentuk sosialisasi tersebut? (Menggunakan media
apa saja)? Berapa kali? Apa saja yang dijelaskan?
b) Proses sosialisasi tersebut melibatkan apa saja?
c) Apakah sekolah mendapatkan juklak dan/atau juknis program BOS?
d) Apakah sosialisasi/pemberitahuan tersebut dinilai sudah cukup dan dapat
dimengerti?
e) Kalau belum, bagaimana sosialisasi seharusnya dilakukan? (Bagaimana
seharusnya bentuk sosialisasi, materi, frekuensi, dll?)
2) Sosialisasi kepada orang tua siswa
a) Apakah sekolah mensosialisasikan program ini kepada orang tua siswa?
b) Apakah guru dilibatkan dalam sosialisasi ini?
c) Kepada siapa saja program ini disosialisasikan? (seluruh /sebagian orang tua,
seluruh/sebagian murid, dll)
d) Bagaimana bentuk sosialisasi yang diberikan? (Menggunakan media apa saja:
pertemuan, pemberitahuan melalui surat, pengumuman melalui masjid/gereja/…,
pamphlet, spanduk, majalah dinding/papan tulis, dll?) Berapa kali? Apa saja yang
dijelaskan?
e) Bagaimana reaksi orang tua siswa mengenai program tersebut?
f) Pendapat? Saran?
3) Keputusan sebagai penerima BOS
a) Apakah guru dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk menerima dana
BOS?
b) Siapa saja yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan? Mengapa/alasan
keputusan tersebut diambil? Bagaimana proses pengambilan keputusan? Apakah
keputusan merupakan hasil kesepakatan bersama? Apakah ada yang tidak setuju?
Bagaimana penyelesaiannya? Siapa paling berperan dalam pengambilan
keputusan?
c) Apakah responden mengetahui kriteria /dasar penentuan dan prosedur penerima?
Jika ya, apa dan bagaimana?
d) Apakah responden mengetahui adanya surat perjanjian pemberian bantuan antara
kepala sekolah dan manager PKPS-BBM Kab/Kota? Apakah responden
mengetahui kewajiban/konsekuensi sebagai penerima BOS?
e) Apakah responden mengetahui ada sekolah yang menolak menjadi menerima
BOS? Apa responden mengetahui alasan mereka menolak?
f) Pendapat? Saran?
4) Keuangan Sekolah
a) Apakah sekolah memiliki RAPBS rutin sebelum adanya BOS? JIka ya, sejak
kapan? Jika tidak, mengapa? Bagaimana pengaturan APBS selama ini?
b) Siapa saja yang terlibat dalam penyusunan RAPBS?
c) Komponen apa saja yang dimasukkan dalam RAPBS? Dari mana saja pendapatan
sekolah yang digunakan untuk biaya operasional sekolah?
d) Apakah dana BOS dialokasikan secara terpisah atau termasuk bagian dari
anggaran sekolah secara keseluruhan? (Apakah dana tersebut masuk dalam pos
penerimaan di RAPBS?
e) Apakah ada perubahan dalam pengelolaan RAPBS setelah adanya program BOS?
9
f) Apakah RAPBS bisa diketahui oleh masyarakat (guru, orang tua, dll)?
5) Penggunaan Dana
a) Apakah responden terlibat dalam pengambilan keputusan mengenai penggunaan
dana? Jika ya, sejauh mana keterlibatan responden?
b) Siapa saja (guru, komite, orang tua siswa) yang terlibat dalam pengambilan
keputusan penggunaan dana?
c) Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan tentang penggunaan dana?
Apakah ada kesepakatan bersama? Apakah ada kesempatan bersama? Apakah
ada yang tidak setuju? Bagaimana penyelesaiannya?
d) Siapa pengelola dana BOS? (misalnya melakukan transaksi pembayaran, dll)
e) Bagaimana pengaruh BOS terhadap guru? (mutu, kesejahteraan)?
f) Apakah ada siswa miskin di sekolah ini? Bagaimana sekolah menentukan kriteria
siswa miskin/non miskin?
g) Apakah sekolah membebaskan iuran sekolah seluruh siswa miskin yang ada di
sekolah ini setelah adanya BOS?
h) Apakah iuran sekolah untuk siswa non miskin juga dikurangi/dibebaskan setelah
adanya BOS?
i) Sepengetahuan responden, dana BOS digunakan untuk apa saja? Jelaskan.
j) Pendapat? Saran?
6) Sistem pelaporan dan monitoring
a) Apakah sekolah melaporkan penggunaan dana BOS? Kepada siapa laporan itu
diberikan? Kapan laporan itu disampaikan?
b) Bagaimana tanggapan responden terhadap sistem pelaporan yang dilaksanakan?
7) Hasil dan manfaat program
a) Apakah dampak dari penggunaan terhadap kualitas pendidikan yang disediakan
sekolah ini? (misalnya terhadap jam belajar, penambahan fasilitas, ketersediaan
buku, ranking sekolah, prestasi siswa, dll).
b) Bagaimana dampak BOS terhadap tingkat drop out dan akses masyarakat
terhadap sekolah?
8) Pengaduan dan Penyelesaian masalah
a) Apakah responden pernah mendengar atau mengetahui adanya permasalahan atau
penyimpangan terkait pelaksanaan program BOS? Apa saja permasalahan yang
muncul tersebut? Apa saja permasalahan yang muncul tersebut? Apakah
responden mengetahui bagaimana penyelesaian masalah tersebut?
b) Apakah responden mengetahui kemana masyarakat melakukan pengaduan jika
mereka merasa tidak puas?
c) Bagaimana mekanisme pengaduannya?
d) Bagaimana pendapat responden tentang mekanisme pengaduan tersebut? Apakah
sudah tepat? Bagaimana seharusnya?
e) Apakah responden mengetahui kasus pengaduan yang terjadi di lingkungan
responden? Apakah responden mengetahui bagaimana penyelesaian masalah
tersebut?
9) Usul/ saran
a) Program apa saja yang pernah dilaksanakan di sekolah ini? Bagaimana program
tersebut jika dibandingkan dengan program BOS? Apakah lebih baik atau lebih
buruk? Mengapa?
b) Bagaimana pelaksanaan program BOS menurut pendapat Anda? Apakah program
BOS membantu untuk untuk meningkatkan akses pendidikan bagi siswa miskin
dan mengembangkan mutu pendidikan? Apa yang dinilai sudah baik dan apa saja
yang masih kurang? Mengapa?
c) Apa usulan Anda untuk memperbaiki program ini?

2.4.2. Pedoman Pertanyaan Untuk Orang Tua Siswa Sekolah Penerima BOS

1. Berapa jumlah anggota rumah tangga anda?


2. Berapa jumlah anak yang masih sekolah?
3. Siapa saja yang telah bekerja? Apa jenis pekerjaannya?

10
4. Berapa besar penghasilan rumah tangga? Siapa saja yang memberi kontribusi?Adakah
bantuan dari pemerintah atau pihak lain yang biasa Ibu/Bapak terima selama satu tahun
terakhir ini? Apa saja, dari mana, dan dalam bentuk apa? Sekarang masih menerima atau
tidak?

Perlu diingat bahwa BOS dianggarkan mulai Juli 2005 dan dicairkan mulai
September/Oktober 2005.

1) Sosialisasi dan Pemahaman tentang Program BOS


a) Dari mana Ibu/Bapak pertama kali mengetahui tentang program BOS?
b) Apakah pernah ada pemberitahuan/sosialisasi tentang program BOS? Dari siapa?
Kapan? Di mana? Bagaimana caranya? Apa saja yang dijelaskan?
c) Apakah Ibu/Bapak pernah diundang oleh pihak sekolah dan mendapatkan
penjelasan tentang program BOS?
d) Apakah sosialisasi/pemberitahuan tersebut dinilai sudah cukup dan dapat
dimengerti? Apakah sudah menjangkau semua orang tua siswa penerima
program?
e) Kalau belum, bagaimana sosialisasi seharusnya dilakukan?
f) Apa yang diharapkan Ibu/Bapak dari program BOS? Apakah sesuai dengan
kenyataan?
2) Partisipasi dan Transparansi
a) Apakah Ibu/Bapak mengetahui berapa besar dana BOS yang diterima sekolah?
b) Apakah Ibu/Bapak mengetahui berapa besar dana BOS yang dialokasikan untuk
setiap murid?
c) Apakah Ibu/Bapak mengetahui digunakan untuk apa saja dana BOS yang
diterima oleh sekolah?
d) Siapa saja yang berperan dalam memutuskan pengalokasian dana BOS tersebut?
e) Apakah Ibu/Bapak pernah diundang oleh sekolah dalam rangka menyusun
Rencana Anggaran Penerimaan dan Belanja Sekolah (RAPBS)?
f) Menurut pendapat Ibu/Bapak tepatkah penggunaan dana BOS tersebut?
g) Apakah ada penyimpangan dalam penggunaan dana BOS? Jika ada, bagaimana
bentuk penyimpangan tersebut?
3) Manfaat BOS bagi Orang Tua dan Siswa
a) Apakah Ibu/Bapak merasakan manfaat dari adanya program BOS?
b) Apakah setelah adanya BOS biaya sekolah anak dan pungutan lainnya
berkurang?
c) Isi tabel di bawah ini, perincian jenis dan besarnya biaya sekolah sebelum dan
setelah ada BOS. Tabel tersebut berisi pertanyaan mengenai jenis biaya atau
pungutan biaya (seperti SPP, Komite, Uang buku pelajaran, Uang pendaftaran,
Uang Ujian Akhir, Ekstrakulikuler, Uang bangunan, Uang rekreasi, dan masih
banyak lagi).
d) Apakah dari dana Bos ada yang diterima orang tua atau siswa dalam bentuk
tunai?
e) Menurut pendapat Ibu/Bapak, apakah ada perubahan dalam proses belajar
mengajar anak di sekolah setelah adanya BOS?
f) Adakah perubahan jumlah dan jenis fasilitas sekolah setelah adanya BOS?
g) Bagaimana tingkat kehadiran guru di sekolah setelah adanya BOS?
h) Bagaimana pengaruh program BOS terhadap kelangsungan sekolah bagi anak
yang berasal dari keluarga tidak mampu di tempat tinggal Ibu/Bapa?
i) Apakah keberadaan BOS mempengaruhi keputusan Ibu/Bapak untuk
kelangsungan sekolah anak?
j) Apakah keberadaan program BOS mempengaruhi kesadaran masyarakat dalam
kontribusi terhadap masalah pendidikan?

4) Pengaduan dan Penyelesaian Masalah


a) Apakah Ibu/Bapak pernah mendengar atau mengetahui adanya permasalahan atau
penyimpangan terkait pelaksanaan program BOS?

11
b) Apakah Ibu/Bapak sendiri pernah menyampaikan permasalah atau pengaduan
terkait program BOS?
c) Apakah pada saat menyampaikan pengaduan mengalami kesulitan?
d) Ke mana atau kepada siapa Ibu/Bapak pergi untuk menyampaikan pengaduan
tersebut? Bagaimana tanggapan atas pengaduan tersebut?
e) Bagaimana menurut pendapat Ibu/Bapak tentang sistem dan prosedur
penanganan terhadap masalah atau komplain?
f) Apakah Ibu/Bapak memiliki permasalahan terkait dengan program BOS?
5) Ulasan atau Saran
a) Bagaimana pendapat Ibu/Bapak terhadap pelaksanaan program BOS secara
keseluruhan? Apakah benar dapat meningkatkan akses anak-anak dari keluarga
tidak mampu untuk bersekolah dan dapat meningkatkan mutu pendidikan?
b) Selain BOS, program/bantuan apa saja yang diterima anak Ibu/Bapak? (Beasiswa
BKM, Beasiswa lain, dan bantuan lainnya)
c) Aspek apa saja dari program BOS ini yang dinilai sudah baik? Apa yang dinilai
belum baik atau masih kurang?
d) Apakah usulan Ibu/Bapak untuk memperbaiki program BOS?

2.4.3. Panduan FGD Evaluasi Program BOS

Secara umum FGD (Focus Group Discussion) ditujukan untuk menggali persepsi peserta
FGD mengenai kinerja pelaksanaan program BOS dan alternatif penyempurnaan program di
masa yang akan datang. Selain itu FGD juga ditujukan untuk mendorong komunikasi lintas
pelaku dalam pelaksanaan program. Secara khusus, FGD akan mendiskusikan:

a. Kinerja Pelaksanaan Program BOS


1) Permasalahan apa yang muncul dalam pelaksanaan program?
2) Alternatif dan rekomendasi untuk mengatasi masalah tersebut?
3) Tingkat kepuasan terhadap pelaksanaan program?
b. Manfaat Program BOS bagi Peningkatan Akses Masyarakat Tidak Mampu terhadap
Pendidikan Dasar
1) Keunggulan dan kelemahan program dalam meningkatkan akses
masyarakat tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan tingkat dasar
(SD dan SMP)?
2) Tingkat manfaat program BOS bagi peningkatan akses masyarakat tidak
mampu terhadap pendidikan dasar?

Peserta FGD berjumlah antara 8-12 orang, antara lain terdiri atas FGD Kabupaten (Pemda, Dinas
Pendidikan, Dewan Pendidikan, LSM yang relevan, Ormas, Organisasi Keagamaan, Media Massa
Lokal, dan lain sebagainya) dan FGD Sekolah (Kepala sekolah dari sekolah sampel dan
non-sampel penerima BOS, Wakil komite sekolah, Tokoh Masyarakat). Proses pelaksanaan FGD
terdiri dari:
a. Pembukaan
a) Tujuan diskusi
b) Topik yang akan didiskusikan dan waktu yang dibutuhkan
c) Tata cara diskusi dan alat/perlengkapan yang akan digunakan
b. Diskusi permasalahan dan solusi alternatif
a) Diskusi dimulai dengan meminta peserta untuk menuliskan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program BOS
b) Kelompok-kelompokkan jawaban yang sejenis, diskusikan, dan perdalam
permasalahan yang dikemukakan, sampai ada kesepakatan kelompok
c) Minta peserta untuk menuliskan alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut
d) Diskusikan dan perdalam alternatif yang dikemukakan sampai dicapai
kesepakatan.
c. Penilaian tingkat kepuasan terhadap pelaksanaan program
a) Bagikan form penelitian tingkat kepuasan
b) Minta peserta untuk memberikan penilaian tingkat kepuasan pada form tersebut
(terhadap sosialisasi program, proses seleksi, penyaluran dana, pemanfaatan
12
dana, pengaduan, dan masih banyak lagi)
c) Lihat kecenderungan umum yang dihasilkan dan diskusikan sampai tercapai
kesepakatan.
d. Diskusi manfaat program bagi masyarakat tidak mampu
a) Minta pendapat peserta mengenai kelebihan dan kekurangan dari program BOS
b) Minta mereka menuliskan kelebihan dan kekurangan di kertas dengan warna
yang berbeda
c) Kelompok-kelompokkan jawabannya dan diskusikan di kertas dengan warna
yang berbeda.
e. Penilaian tingkat manfaat program bagi masyarakat tidak mampu dengan cara meminta
penilaian dari peserta terhadap manfaat program BOS bagi masyarakat yang tidak
mampu. Pembagian tugas dalam FGD terdiri dari: a) Fasilitator: memimpin jalannya
diskusi, b) Asisten fasilitator: membantu fasilitator untuk membagikan alat-alat dan
memancing pendalaman isu, c) Notulen 1: mencatat hasil diskusi, dan d) Notulen 2:
mencatat jalannya diskusi pendapat-pendapat yang dikemukakan selama diskusi.

2.5. Ringkasan Hasil Kajian Cepat


Sebagaimana yang dikemukakan oleh Suharyo, dkk (2006) sebagai contoh ringkasan hasil kajian
cepat yaitu salah satunya pada program BOS yang dilaksanakan pada semester pertama
2005/2006 yang disusun oleh Tim Penelitian SMERU adalah sebagai berikut :
2.5.1 Penargetan, Pendataan dan Alokasi
Pada dasarnya program BOS diperuntukan untuk semua sekolah karena sebagai
subsidi umum. Namun pada pelaksanaannya ditemukan sebagian sekolah yang menolak
mendapat bantuan tersebut secara sepihak oleh pengelola sekolah tanpa bermusyawarah
dengan orang tua siswa. Sasaran program BOS ini untuk seluruh siswa baik dari keluarga
menengah kebawah maupun siswa menengah keatas. Hal ini berarti tidak hanya
diperuntukan untuk siswa dari keluarga menengah kebawah saja.
Sistem pendataan sebagai tahap awal dari pelaksanaan program setelah
menetapkan target atau sasaran program BOS ini dilakukan. Implementasinya sistem
pendataan dirasa masih kurang baik karena lemahnya sistem informasi pendidikan yang
ada sebelumnya dan sempitnya waktu persiapan program sehingga tidak memungkinkan
untuk dilakukan pendataan ini menyebabkan terjadinya perbedaan antara data jumlah siswa
yang digunakan untuk menetapkan alokasi dengan jumlah siswa yang sebenarnya.
Walaupun demikian, fleksibilitas dan kewenangan yang diberikan kepada satker provinsi
untuk menyesuaikan besarnya alokasi dana untuk kabupaten/kota dan sekolah-sekolah di
wilayahnya ternyata sangat membantu pendistribusian dana secara lebih baik.
Pengalokasian dana terkadang dianggap kurang adil bagi beberapa sekolah dengan
kualifikasi jumlah siswa yang sedikit, memiliki banyak guru honor, memiliki banyak siswa
yang miskin, dan berlokasi di tempat terpencil. Hal ini dianggap sebagai kritik terhadap
penggunaan formula sehingga formula yang digunakan dianggap kurang baik.
2.5.2 Sosialisasi
Sosialisasi dapat dikatakan sebagai proses penanaman nilai kepada masyarakat.
Kegiatan sosialisasi program disini dinilai kurang maksimal dan bersifat lemah kepada
seluruh jajaran dan masyarakat. Kelemahan tersebut disebabkan karena terlambat dan
singkatnya waktu pelaksanaan sosialisasi, materi terlalu umum, bahan serta alat yang
kurang lengkap, peserta pada setiap kegiatan terlalu banyak, dan pelaksanaanya cenderung
sekedar formalitas. Dalam beberapa kasus, kelemahan tersebut disebabkan oleh terbatasnya
dana khususnya untuk daerah yang berwilayah luas. Akibatnya, banyak pengelola program
yang kurang memahami juklak juknis sehingga terdapat perbedaan penafsiran para
pengelola atas isi juklak juknis tersebut.
2.5.3 Penyaluran data
Pada proses penyaluran dana cenderung sering ditemukan kendala-kendala yang
menghambat proses penyaluran kepada tiap-tiap sekolah. Pada umumnya penyaluran dana
dilakukan sesuai dengan alur yang sudah ditetapkan dalam juklak yaitu menyalurkan dana
BOS langsung ke rekening sekolah. Namun pada pelaksanaannya keterlambatan
13
penyaluran dana sering terjadi sehingga membuat banyak sekolah mengalami kesulitan
untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya dan menunda pembayaran guru honor, atau
terpaksa berhutang pada ke berbagai pihak. Selain itu, terdapat beberapa perbedaan
mekanisme penyaluran dana BOS, cara penunjukan lembaga penyalur, dan kebijakan lain
berkenaan dengan pengaturan rekening sekolah yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja
penyaluran dana.
2.5.4 Penyerapan dan Pemanfaatan Dana
Terdapat beberapa persoalan dalam pengelolaan dana BOS yang sering terjadi di
sekolah yaitu berkaitan dengan kapasitas sekolah dalam menyusun RAPBS (Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah), pengaturan pengambilan serta penggunaan
dana. Selain itu, banyak sekolah yang menghadapi ketidakjelasan ketentuan tentang bunga
tabungan dan rumitnya prosedur pembayaran pajak atas penggunaan dana BOS.
2.5.5 Pelaporan
Pada saat kajian ini dilaksanakan, laporan yang sudah tersedia adalah laporan
penerima bantuan, khususnya mengenai pengalokasian dana dan data jumlah siswa serta
jumlah sekolah penerima BOS dan laporan persiapan program yang meliputi
kegiatan-kegiatan sosialisasi. Lalu dalam laporan penggunaan dana seharusnya dilakukan
secara berjenjang dari sekolah ke satker kabupaten/kota dan rekapitulasinya diserahkan ke
satker provinsi. Pada umumnya, sekolah mengalami kesulitan dalam penyusunan laporan
pertanggungjawaban penggunaan dana, karena keterbatasan kemampuan dan fasilitas serta
adanya upaya untuk mengatur agar laporan sesuai dengan ketentuan penggunaan dana
dalam juklak. Hampir disemua sekolah laporan pertanggungjawaban penggunaan dana
hanya disampaikan ke satker kabupaten/kota tanpa disampaikan ke orang tua siswa
sehingga mengabaikan unsur transparansi dan akuntabilitas kepada publik.
2.5.6 Monitoring, Evaluasi dan Penanganan Pengaduan
Secara umum, terdapat beberapa kelemahan dalam sistem pelaksanaan monitoring
dan evaluasi (monev) yang telah dibangun untuk mengamankan program BOS. Banyak
pihak mempertanyakan efektivitas kegiatan monev internal maupun eksternal karena
minimnya umpan balik yang dapat memperbaiki pelaksanaan program. Bahkan kegiatan
monev di beberapa daerah justru dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan pribadi
pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Kelemahan dalam sistem monev juga
berdampak pada lemahnya sistem penanganan pengaduan yang menjadi salah satu tugas
monev internal dan eksternal. Sistem penerimaan dan penanganan pengaduan masih belum
terorganisir dengan baik yang disebabkan karena kurangnya sosialisasi mengenai saluran
pengaduan, adanya potensi konflik kepentingan karena status lembaga monitoring melekat
pada satker, serta sulitnya mengakses fasilitas email dan telepon yang tersedia. Akibatnya,
jumlah pengaduan mengenai pelaksanaan program BOS tergolong sedikit.
2.5.7 Kelembagaan
Instansi pendidikan cenderung mendominasi pengelolaan program, yang dalam
pelaksanaannya mengikutsertakan instansi tingkat kecamatan (UPTD), khususnya di
daerah kabupaten. UPTD berperan sebagai perantara antara sekolah dan satker serta
menjadi pendamping sekolah dalam melaksanakan program. Namun peran penting UPTD
ini tidak didukung dengan pemahaman program yang memadai dan secara kelembagaan
unit ini tidak masuk dalam struktur satker. Umumnya, komite sekolah belum berfungsi
sebagai mitra kerja sekolah dalam mengelola BOS. Komite sekolah hanya berperan dalam
menandatangani RAPBS untuk memenuhi persyaratan penerimaan dana BOS. Dewan
pendidikan umumnya juga hanya menjadi 'stempel' satker dan cukup memberikan
perhatiannya terhadap isu yang terjadi di sekolah dan komite sekolah.
2.5.8 Dampak dan Tingkat Kepuasan Terhadap Pelaksanaan Program
Melalui program BOS, sekolah dapat meningkatkan ketersedian sarana dan
prasarana pembelajaran, pendapatan guru, kegiatan ekstrakurikuler, pelajaran tambahan
dan mutu guru. Namun administrasi pelaksanaan program di tingkat sekolah terlalu banyak
menyita waktu dan perhatian sekolah, yang perannya sangat krusial dalam manajemen
kegiatan pembelajaran sehingga dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap kegiatan
pembelajaran. Meskipun data kuantitatif belum tersedia, hasil analisis kualitatif melalui
wawancara dan FGD memberikan indikasi adanya dampak positif dari program BOS
terhadap partisipasi pendidikan. Ada indikasi bahwa program BOS meningkatkan motivasi

14
belajar siswa dari keluarga yang kurang berada, karena tidak ada lagi kekhawatiran akan
ditagih tunggakan iuran sekolah dan perlengkapan sekolah yang lebih terpenuhi. Di Satu
sisi, penurunan atau bahkan pembebasan iuran sekolah bisa dianggap sebagai dampak
positif yang sesuai dengan tujuan program, tetapi disisi lain muncul kekhawatiran bahwa
bantuan ini justru mengurangi keswadayaan masyarakat dan partisipasi berbagai pihak lain
dalam pembiayaan pendidikan. Reaksi pemerintah daerah dengan adanya program BOS
berbeda-beda karena perubahan alokasi anggaran pendidikan dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor. Dari 10 kabupaten/kota sampel hanya 2 kota yang cenderung menurunkan
alokasi anggaran pendidikannya setelah adanya BOS. Melalui berbagai FGD, secara umum
berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan dan sekolah menilai bahwa
pelaksanaan program kurang memuaskan. Diantara berbagai tahapan pelaksanaan,
sosialisasi dianggap paling tidak memuaskan, diikuti oleh penanganan pengaduan,
penyaluran dana, serta pelaporan dan monev. Sedangkan dalam wawancara, sebagian besar
orangtua siswa menyatakan cukup puas terhadap program ini karena mendapat keringanan
biaya sekolah.

2.6. Rekomendasi

Program BOS pada pelaksanaannya dinilai menggunakan kajian cepat ini dapat
membantu penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di sekolah dan dalam batas-batas tertentu
telah mengurangi beban biaya pendidikan yang ditanggung orang tua siswa. Oleh karena itu
diharapkan tetap berlanjut pelaksanaanya dengan dilakukan penyempurnaan terlebih dahulu
secara konseptual dan teknis agar manfaat program dapat lebih optimal.

Namun pada pelaksanaannya program BOS menimbulkan kebingungan antara penentuan apakah
program yang ditujukan untuk memberikan subsidi umum atau subsidi kepada siswa dari keluarga
menengah kebawah saja. Oleh karena itu diperlukan kejelasan bahwasannya jika program
ditunjukan sebagai subsidi umum maka disarankan menempatkan program BOS sebagai bantuan
dari pemerintah untuk pelaksanaan pelayanan dasar minimum pendidikan. Apabila program
ditunjukan sebagai subsidi untuk siswa dari keluarga menengah kebawah maka program harus
mengadopsi mekanisme penargetan yang lebih jelas, baik melalui penargetan wilayah, sekolah,
maupun individu.

Mengenai mekanisme pengelolaan program yang biasa dilakukan yaitu mekanisme dekonsentrasi.
Namun dalam penempatannya mekanisme tersebut tidak selalu cocok diterapkan pada semua
tingkatan. Seperti dalam jangka menengah pengelolaan dengan dekonsentrasi dirasa kurang cocok
oleh karena itu berubah menjadi Dana Alokasi Khusus (DAK) sehingga program dapat dikelola
daerah yang memiliki wewenang untuk memberikan kontribusi nyata dalam pelaksanaan
program.

Selain itu, terdapat tiga hal utama yang perlu disempurnakan dalam teknis pelaksanaan program
yaitu :

1. Kesamaan persepsi mengenai tujuan dan sasaran program yang akan menjadi landasan
bagi pelaksanaan program, mulai dari tahap sosialisasi, pelaksanaan, sampai monitoring
dan evaluasi.
2. Adanya sistem pendataan yang menjadi dasar dalam menentukan alokasi dana bagi
sekolah.
3. Sistem pelaporan, monitoring dan evaluasi yang menjamin akuntabilitas publik yang
lebih luas.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Metode kajian cepat adalah suatu metode pengumpulan data yang bertujuan untuk
memahami kondisi yang kompleks (yang seringkali belum diketahui betul faktor-faktor yang
mempengaruhi kompleksitas persoalannya), untuk mencari faktor-faktor yang mendukung atau
menghambat suatu permasalahan dalam waktu singkat secara cepat, melalui interaksi yang
intensif antara pengumpulan data/informasi serta kegiatan analisis (Arifin, 2019). Dalam sebuah
program, metode kajian cepat dapat digunakan dalam kegiatan monitoring ataupun evaluasi.
Pelaksanaan metode kajian cepat agar memperoleh keberhasilan maka perlu mempertimbangkan
beberapa faktor, yaitu pelatihan dan seleksi personil, membangun hubungan, waktu pelaksanaan
kegiatan dan penyusunan instrumen, memilih informan, dan triangulasi. Contoh nyata kajian
cepat yaitu pertama pada program BLT (Bantuan Langsung Tunai) yang mana kerangka kajian
cepat dalam program BLT ini terdiri atas tujuan, metode evaluasi, dan hasil temuan. Kedua pada
program BOS, program persiapan kajian cepat program BOS ini dimulai dengan pembahasan
kerangka acuan kajian, wawancara dengan berbagai narasumber dan informan kunci di tingkat
pusat, dan persiapan instrumen penelitian lapangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Instrumen kajian cepat dalam program BOS dimulai dengan pedoman pertanyaan guru, komite,
orangtua siswa di sekolah penerima BOS, lalu panduan FGD evaluasi program BOS.

3.2 Saran
Dalam pelaksanaan program dengan metode kajian cepat penulis merekomendasikan
bahwa perlu diperhatikannya persamaan persepsi tujuan dan sasaran program dengan
dikemukakannya dengan apa adanya agar memudahkan masyarakat dan pelaksana program,
adanya sistem pendataan, serta sistem pelaporan, monitoring dan evaluasi yang menjamin
akuntabilitas publik lebih luas. Dengan memperhatikan tiga hal tersebut pelaksanaan program
dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://ditsmp.kemdikbud.go.id/bantuan-operasional-sekolah-komitmen-pem
erintah-untuk-pendidikan-nasional/
https://www.bappenas.go.id/id/profil-bappenas/unit-kerja/deputi-bidang-kemi
skinan-ketenagakerjaan-dan-ukm/kajian-deputi-bidang-kemiskinan-ketenaga
kerjaan-dan-ukm/kajian-cepat-pkps-bbm-bidang-pendidikan-bantuan-operasi
onal/
Nurchasan. (2018). Monitoring dan Evaluasi sebagai Pengendali Pelaksanaan
Program dan Kegiatan. Jurnal Buletin LAPAN, 5(2), 54-56
TNP2K(Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan)
http://103.76.16.8/id/tanya-jawab/klaster-i/program-bantuan-operasional-sek
olah-bos/

17

Anda mungkin juga menyukai