Fraktur. KMB
Fraktur. KMB
DI SUSUN OLEH :
2. Etiologi Fraktur
Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal. Untuk
mematahkan batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya yang besar.
Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pra muda yang mengalami kecelakaan bermotor
atau jatuh dari ketinggian. Biasanya, klien ini mengalami trauma multipel. Pada
fraktur femur ini klien mengalami syok hipovolemik karena kehilanagan banyak
darah maupun syok neurogenik karena nyeri yang sangat heba (muttaqn, 2008).
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal datang lebih besar daripada
tekanan yang diserap tulang, maka terjadilah trauma tulang yang dapat
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Fraktur atau gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka
maupun yang tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan,
maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadilah perubahan perfusi
jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edema lokal
maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat
mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak
sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara
luar dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon dini
terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh vaskonstriksi
progresif dari kulit, otot dan sirkulasi viseral. Karena adanya cedera, respon terhadap
berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detak jantung sebagai
usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan katekolamin- katekolamin endogen
meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah
diastolic dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit
membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif
juga dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu terjadinya syhok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokinin-sitokinin lain.
Substansi ini berdampak besar pada mikro- sirkulasi dan permeabilitas pembuluh
darah.
Pada syok perdarahan yang masih disini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah
didalam sistem venasistemik. Cara yang paling efektif untuk memulihkan kardiak
pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat
substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme airobik normal dan
produksi energi. Pada keadaan awal terjadi konpensasi dengan berpindah ke
etabolisme anaerobik, hal mana mengakibatkan pembentukan asam laktat dan
berkembangnya asidosis metabolik bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosin triphosphat) tidak memadai, maka
membran sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya elektrik
normal hilang.
Pembengkakan retikulum endokplasmik merupakan tanda ultra struktural
pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan di ikuti cedera
mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur intra-
seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel. Juga terjadi
penumpukan kalsium intra- seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cidera
seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.
Ditempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai
jala-jala untuk melakukan aktifitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru
imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direbsorbsi dan sel-sel tulang baru
mengalami remodeling membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluhuh darah atau
penekanan tersebut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak ditangani
dapat menurunkan asupan darah ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf
perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan
tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringan yang mengakibat
kan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot (wijaya, 2013).
5. Klasifikasi fraktur femur
Klasifikasi fraktur femur menurut (Rendy dan margareth, 2012) antara lain:
a. Fraktur tertutup (closed)
Fraktur dimana kulit tidak ditembus fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan.
b. Fraktur terbuka (open/compoud)
Fraktur dimana kulit dari ekstremitas yang terlibat telah ditembus. Konsep penting
yang perlu diperhatikan adalah apakah terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada
tempat terjadinya fraktur terbuka. Fragmen fraktur dapat menembus kulit pada
saat terjadinya cedera, terkontamiasi, kemudia kembali hampir pada posisi
semula.
6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
Gejala umum fraktur adalah rasa sakit, pembengkakan, dan kelainan bentuk.
a. Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmentulang dimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur,bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada struktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik
karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
otot.
c. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering
saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
d. Saat eksremitas diperiksa dengan tangan,teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setetlah cedera (Wijaya dan Putri, 2013).
Selain itu, menurut Wahid (2013) ada beberapa manifestasi klinis fraktur
femur :
a. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti:
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
b. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur
c. Pada tulang traumatik dan cedera jaringan lunak biasanya disertai nyeri. Setelah
terjadi patah tulang terjadi spasme otot yang menambah rasa nyeri. Pada fraktur
stress, nyeri biasanya timbul pada saat aktifitas dan hilang pada saat istirahat.
Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri.
d. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya syaraf atau
pendarahan)
e. Pergerakan abnormal biasanya kreapitas dapat ditemukan pergerakan persendian
lutut yang sulit digerakaan di bagian distal cidera.
7. Komplikasi
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini harus ditangani dengan serius oleh perawat yang
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien fraktur femur. Komplikasi yang
biasanya terjadi pada pasien fraktur femur adalah sebagai berikut:
1) Syok yaitu terjadi perdarahan sebanyak 1-2 liter walaupun fraktur bersifat
tertutup.
2) Emboli lemak sering didapatkan pada penderita muda dengan fraktur femur.
Klien perlu menjalani pemeriksaan gas darah.
3) Trauma pembuluh darah besar yaitu ujung fragmen tulang menembus jaringan
lunak dan merusak arteri femoralis sehingga menyebabkan kontusi dan oklusi
atau terpotong sama sekali.
4) Trauma saraf yaitu trauma pada pembuluh darah akibat tusukan fragmen dapat
disertai kerusakan saraf yang bervariasi dari neorpraksia sampai aksono
temesis. Trauma saraf dapat terjadi pada nervus isikiadikus atau pada
cabangnya, yaitu nervus tibialis dan nervus peroneus komunis.
5) Trombo-emboli terjadi pada pasien yang menjalani tirah baring lama,
misalnya distraksi di tempat tidur, dapat mengalami komplikasi trombo
emboli.
8. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imbobilisasi dan pengembalian
fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi fraktur berarti
mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode
untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi
terbuka. Metode yang di pilih untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi
dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek
reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku, atau
batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisi
dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan teknik gips. Sedangkan implant logam
digunakan untuk fiksasi interna.
Penatalaksanaan keperawatan menurut (Smeltzer, 2015) adalah sebagai
berikut:
a. Penatalaksanaan fraktur tertutup
1) Informasikan pasien mengenai metode pengontrolan edema dan nyeri yang
tepat (mis, meninggikan ekstremitas setinggi jantung, menggunakan analgesik
sesuai resep).
2) Ajarkan latihan latihan untuk mempertahankan kesehatan otot yang tidak
terganggu dan memperkuatototyangdiperlukan untuk berpindah tempat dan
untuk menggunakan alat bantu (mis, tongkat, alat bantu berjalan atau
walker)
3) Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alatbantu dengan aman.
4) Alat bantu pasien memodifikasi lingkungan rumah mereka sesuai kebutuhan
dan mencari bantuan personal jika diperlukan
5) Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien mengenai perawatan dir,
informasi, medikasi, pemantauan kemungkinan komplikasi, dan perlunya
supervisi layanan kesehatan yang berkelanjutan.
b. Penatalaksanan fraktur terbuka
1) Sasaran penatalaksanan adalah untuk mencegah infeksi luka, jaringan lunak,
dan tulang serta untuk meningkatkan pemulihan tulang dan jaringan lunak.
Pada kasus fraktur terbuka, terdapat resiko osteomielitis, tetanus, dan
gasgangren.
2) Berikan antibiotik IV dengan segera saat pasien tiba dirumah sakit bersama
dengan tetanus toksoid jika diperlukan
3) Lakukan irigasi luka dan debridemen
4) Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema
5) Kaji status neourovaskular dengan sering
6) Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan pantau tanda-tanda
infeksi.
B. Asuhan Keperawatan Pada Fraktur Femur
Menurut (Wijaya dan mariza putri, 2013). Proses dalam keperawatan adalah
penerapan pemecahan masalah keperawatan secara ilmiah yang digunakan untuk
mengidentivikasi masalah, merencanakan secara sistematis, dan melaksanakannya dengan
cara mengevaluasi hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. (wahid, 2013).
a. Pengumpulan data
1) Identitas Pasien
meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahasa yang digunakan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor
register, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), dan diagnostik medis
(muttaqin, 2008).
2) Keluhan utama
pada umumnya keluhan utama pada fraktur femur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut bisa kronik tergantung lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
a) provoking incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor presipitasi
nyeri.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region: Radiation, relief, apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi
d) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan sakala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari (wahid, 2013).
3) Riwayat kesehatan sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma, yang menyebabkan patah tulang
paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan dan apakah sudah berobat ke
dukun patah. Dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat
dapat mengetahui luka yang lain (muttaqin, 2008).
4) Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit kelainan
formasi tulang atau biasanya disebut paget dan ini mengganggu proses daur
ulang tulang yang normal di dalam tubuh sehingga menyebabkan fraktur
patologis sehingga tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan
luka di kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronis dan
penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan tulang (muttaqin, 2008).
5) Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik (muttaqqin, 2008).
6) Pola fungsi kesehatan
Menurut (Wahid, 2013) sebagai berikut :
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya partisipan akan mengalami perubahan atau gangguan pada
personal hygine, misalnya kebiasaan mandi terganggu karena geraknya
terbatas, rasa tidak nyaman, ganti pakaian, BAB dan BAK memerlukan
bantuan oranglain, merasa takut akan mengalami kecacatan dan merasa
cemas dalam menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulang karena kurangnya pengetahuan.
b) Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C dan lainya
untuk membantu proses penyembuhan tulang dan biasanya pada partisipan
yang mengalami fraktur bisa mengalami penurunan nafsu makan bisa juga
tidak ada perubahan.
c) Pola eliminasi
Untuk kasus fraktur femur biasanya tidak ada gangguan pada
eliminasi, tetapi walaupun begitu perlu juga kaji frekuensi, konsitensi,
warna serta bau fases pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi kepekatanya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d) Pola istrahat dan tidur
Semua pasien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur pasien. Selain itu juga
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e) Pola aktivitas
Biasanya pada pasien fraktur femur timbulnya nyeri, keterbatasan gerak,
maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan
klien perlu bnayak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerrjaan yang
lain.
f) Pola hubungan dan peran
Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karna klien harus menjalani rawat inap.
g) Pola presepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakuatan akan
kecacatan akan frakturnya, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk
melkukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul
rasa nyeri akibat fraktur.
i) Pola reproduksi seksual
Dampak pada pasien fraktur femur yaitu, pasien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan
gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu perlu dikaji
status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
j) Pola penanggulangan stres
Pada pasien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisame
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Untuk pasien fraktur femur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
b. Pemeriksaan fisik
Menurut (wahid, 2013) pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu
pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care
karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran umum
Perlu menyebutkan:
a) Keadaan umum :baik atau buruknya yang dicatat merupakan
tanda-tanda, seperti :
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal
Secara sistemik
1) Sistem integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
2) Kepala
Biasanya diikuti atau tergantung pada gangguan kepala.
3) Leher
Biasanya tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau getah bening
4) Muka
Biasanya wajah tampak pucat, dan meringis
5) Mata
Biasanya konjungtiva anemis atau sklera tidak ikterik
6) Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada masalah pada
pendengaran.
7) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan dan tidak ada pernafasan cuping
hidung
8) Mulut
Biasanya mukosa bibir kering, pucat, sianosis
9) Thoraks
Inspeksi : Biasanya pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit pasien yang berhubungan dengan
paru.
Palpasi : Biasanya pergerakan sama atau simetris, fermitus terraba
sama.
Perkusi : Biasanya suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainya.
Auskultasi : Biasanya suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
10) Jantung
Inspeksi : Biasanya tidak tampak iktus kordis
Palpasi : Biasanya iktus kordis tidak teraba
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
11) Abdomen
Inspeksi : Biasanya bentuk datar, simetris tidak ada hernia. Palpasi :
Biasanya tugor baik, hepar tidak teraba
Perkusi : Biasanya suara thympani
Auskultasi : Biasanya bising usus normal ± 20 kali/menit
12) Ekstremitas atas
Biasanya akral teraba dingin, CRT < 2 detik, turgou kulit baik,
pergerakan baik
13) Ekstremitas bawah
Biasanya akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor kulit jelek,
pergerakan tidak simteris, terdapat lesi dan edema.
2) Gambaran lokal
Harus diperhatikan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler → 5 P yaitu Pain,
palor, parestesia, pulse, pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskukuluskletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
1) Jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi
2) penampakan kurang lebih besar uang logam. Diameternya bisa sampai
5cm yang di dalamnya berisi bintik-bintik hitam. Cape au lait itu bisa
berbentuk seperti oval dan di dalamnya bewarna coklat. Ada juga
berbentuk daun dan warna coklatnya lebih coklat dari kulit, di
dalamnya juga terbentuk bintik-bintik dan warnanya jauh lebih coklat
lagi. Tanda ini biasanya ditemukan di badan, pantat, dan kaki.
3) Fistulae warna kemrahan atau kebiruan (livide) atau hipergigmentasi.
4) Benjolan pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
5) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
b) Feel ( palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai
dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun
klien.
Yang perlu dicatat adalah :
1) Perubahan suhu di sekitar trauma (hangat) kelembaban kult.
Capillary refill time → Normal ≤ 2 detik.
2) Apabila ada pembekakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
3) Nyeri tekan( tendernes), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
proksimal, tengah, atau distal). Otot : Tonus pada waktu relaksasi atau
kontraksi, benjolan yang terdapat dipermukaan atu melekat pada
tulang. Selain itu juga diperiksa status neurevaskuler. Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu di deskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan tehadap dasar atau permukaannya, nyeri
atau tidak, dan ukurannya.
4) Move ( pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel , kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat
mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi di catat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik O
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang di
lihat adalah gerakan aktif dan pasif (Wahid, 2013).
c. Pemeriksaan diagnostik
1) pemeriksaan radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu
AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena
adanya super posisi. Hal yang harus dibaca pada X-ray:
a) bayangan jarinagan lunak
b) tips tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi.
c) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
d) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu teknik khususnya
seperti:
a) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit difisualisasi. Pada kasusu ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
b) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah diruang tulang vetebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
d) Computed Tomografi-schanning: menggambarkan potongan secara
transfersal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak
(Wahid, 2013).
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Kalsium serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahapan penyembuhan
tulang.
b) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
c) Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenase (LDH-5),
aspartat Amino transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang (Wahid, 2013).
3) Pemeriksaan lain-lain
a) Pemeriksaan mikroorganisme kultur testsensitivitas: Didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
b) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih di indikasikan bila terjdi infeksi.
c) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang dikibatkan
faktor.
d) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
e) Indium imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
f) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur (wahid, 2013).
2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur femur
adalah sebagai berikut (Nanda, 2015-2017)
a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
c) Defisit perawatan diri : mandi berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
d) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi
e) Resiko infeksi
f) Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini
g) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan.
19
3. Rencana keperawatan
Renca
na
Kepera
watan
20
tampak kacau, 2) Panjangnya manajemen nyeri.
gerakan mata episode nyeri tidak
berpencar atau ada
tetap pada satu 3) Menggosok area Pemberian analgesik :
focus, meringis) yang terkena
4) Focus pada diri ampak tidak ada Aktifitas-aktifitas :
sendiri 4) Mengerang dan
5) Keluhan tentang menangis tidak ada 1) Tentukan lokais,
intensitas 5) Ekspresi nyeri karakteristik, lokasidan
menggunakan wajah tidak ada keparahan nyeri
standar skala 6) Dapat beristirahat 2) Cek perintah
nyeri 7) Iritabilitas tidak pengobatan meliputi
6) Keluhan tentang ada obat, dosis, dan
karakterstik 8) Mengerinyit tidak frekuensi obat anlagesik
nyeri dengan ada yang diberikan
menggunakan 9) Ketegangan otot 3) Cek adanya riwayat
standar tidak ada alergi obat
instrument nyeri 10) Tekanan darah 4) Pilih analgeisk yang
7) Laporan tentang tidak ada deviasi sesuai ketika lebih dari
perilaku dari kisaran satu yang diberikan
nyeri/perubahan normal 5) Pilih rute intravena
aktifitas (mis; daripada rute
anggota ntramuskular untuk
keluarga, injeksi pengoatan nyeri
pemberi asuhan) yang sering
8) Mengekspresikan 6) Monitor tanda vital
perilaku )mis; sebelum dan sesudah
gelisah, memberikan analgesic
merengek, pda pemberian dosis
menangis, perama kali
waspada) 7) Susun harapan yang
9) Perilaku distraksi positif mengenal
10) Perubahan posisi kefektifan analgesic
untuk untuk mengoptimalkan
menghindari rasa respon pasien
nyeri 8) Dokumentasikan respon
11) Putus as terhadap analgesic dan
12) Sikap adanya efek samping
melindungi area 9) Lakukan tindakan-
nyeri tindakan yang
13) Sikap tubuh menurunkn efek
melindungi samping analgesic
10) Ajarkan tetang
penggunaan analgeisk,
strategi untuk
menurunkn efek
21
samping, dan harapan
terkait dengan
keterlibatan dalam
keputusan pengurangan
nyeri.
Manajemen obat :
Aktifita-aktifitas :
22
12) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tindakan dan efek
samping dari obat
13) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
metode pemberian obat
yang sesuai
14) Kaji ulang strategi
bersama pasien dalam
mengelola obat-obatan
Aktifitas-aktifitas :
23
2 Hambatan mobilitas fisik Pergerakan : Terapi latihan : ambulasi :
berhubungan dengan 1) Keseimbangan
gangguan tidak terganggu Aktifitas-aktivitas:
musculoskeletal 2) Koordiansi tidak
terganggu 1) bantu pasien untuk
3) Cara berjalan tidak menggunakan alas kaki
Definisi : yang memfasilitasi
terganggu
Keterbatasan dalam pasien untuk berjalan
4) Gerakan otot tidak
gerakan fisik atau satu teranggu dan mencegah cedera
atau lebih ekstremitas 5) Gerakan sendi 2) bantu pasien untuk
secara mandiri dan terganggu duduk di sisi tempat
terarah 6) Kinerja tidur untuk
pengaturan suhu memfasilitasi
tidak terganggu penyesuaian sikap tubuh
Batasan karakteristik : 3) bantu pasien untuk
1) Gangguan sikap 7) Berlari tdak
terganggu berpindahan
berjalan 4) terapkan/sediakan alat
2) Gerakan lambat 8) Melompat tidak
terganggu bantu (tongat, walker
3) Gerakan atau kursi roda)
tidak 9) Merangkak tidak
terganggu 5) bantu pasien dengan
terkoordinasi ambulasi awal
4) Kesulitan 10) Berjalan tidak
terganggu 6) instruksikan pasien
membolak-balik mengenai pemindahan
posisi 11) Bergerak dengan
mudah tidak dan teknik ambulasi
5) Keterbatasan yang aman
rentang terganggu
7) monitor pengguaan kruk
gerak pasien atau alat bantu
6) Ketidaknyamanan berjalan lainnya
7) Penurunan 8) banu pasien untuk
kemampuan berdiri dan ambulasi
dalam melakukan dengan jarak tertentu
keterampilan 9) batu pasien untuk
motoric kasar membangun pencapaian
8) Penurunan waktu yang realistis untuk
reaksi ambulasi jarak
10) dorong pasien untuk
bangkit sebanyak dan
sesering yang
diinginkan.
Manajemen energi :
Aktifitas-aktifitas :
24
menyebabkan kelelahan
b. Tentukan persepsi psien
mengenai penyebab
kelelahan
c. Pilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan
baik secara
farmakologis maupun
non farmakologis
d. Monitori
intake/asupan nutrisi
untuk mengetahui
sumber energi
e. Monitor waktu dan
lama istirahat pasien
f. Batasi jumlah dan
gangguan pengunjung
g. Monitor respon oksigen
pasien (misalnya
tekanan darah, nadi,
repirasi) saat perawatan
maupun melakukan
perawatan secara
mandiri
Aktifitas-aktifitas :
1) pertimbangkan budaya
pasien ketika
meningkatkan aktivitas
perawatan diri
2) pertimbangkan usia
pasien ketika
meningkatkan kativitas
perawatan diri
monitor kemampuan
perawatan diri secara
mandiri
3) monitor kebutuhan
pasien terkait dengan
lat-alat kebersihan diri
4) berikan lingkungan yang
terapeutik dengan
25
memastikan lingkunga
yang hangat, santai,
tertutup
5) berikan bantuan sampai
pasien mampu
melakukan perawatan
diri secara mandiri
6) dorong psien untuk
melakukan aktifitas
normal sehari-hari
sampai batas
kemampuan pasien
7) dorong kemampuan
pasien, tapi bantu ketika
pasien tak mampu
melakukannya
8) ciptakan rutinitas
aktifitas perawatan diri.
Aktifitas-aktifits :
26
10) Identifikasi
kemungkinan penyebab
perubahan tanda-tanda
vital
27
Bantuan perawatan diri :
Aktifitas-aktifitas :
1) pertimbangkan budaya
pasien ketika
meningkatkan aktivitas
perawatan diri
2) pertimbangkan usia
pasien ketika
meningkatkan kativitas
perawatan diri
monitor kemampuan
perawatan diri secara
mandiri
3) monitor kebutuhan
pasien terkait dengan
lat-alat kebersihan diri
4) berikan lingkungan yang
terapeutik dengan
memastikan lingkunga
yang hangat, santai,
tertutup
5) berikan bantuan sampai
pasien mampu
melakukan perawatan
diri secara mandiri
6) dorong psien untuk
melakukan aktifitas
normal sehari-hari
sampai batas
kemampuan pasien
7) dorong kemampuan
pasien, tapi bantu ketika
pasien tak mampu
melakukannya
8) ciptakan rutinitas
aktifitas perawatan diri.
Manajemen energi :
Aktifitas-aktifitas :
28
pasien yang
menyebabkan kelelahan
b. Tentukan persepsi psien
mengenai penyebab
kelelahan
c. Pilih intervensi untuk
mengurangi kelelahan
baik secara
farmakologis maupun
non farmakologis
d. Monitori
intake/asupan nutrisi
untuk mengetahui
sumber energi
e. Monitor waktu dan
lama istirahat pasien
f. Batasi jumlah dan
gangguan pengunjung
g. Monitor respon oksigen
pasien (misalnya
tekanan darah, nadi,
repirasi) saat perawatan
maupun melakukan
perawatan secara
mandiri
29
7) Pigmentasi 5) Monitor kulit dan
abnormal tidak ada selaput lendir terhadap
8) Lesi pada kulit area perubahan warna,
tidak ada memar, dan pecah
9) Jaringan parut 6) Monitor kulit untuk
tidak ada adanya ruam dan lecet
10) Pengelupasan kulit 7) Monito sumber
tidak ada tekanan dan gesekan
11) Wajah pucat tidak 8) Monitor infeksi,
ada terutama dari daerah
12) Nekrosis tidak ada edema
13) Pengerasan kulit 9) Lakukan langakh-
tidak ada langkah untuk
mencegah kerusakan
lebih lanjut
10) Ajarkan anggota
keluarga/pemberi
asuhan mengenai
tanda-tanda kerusakan
kulit
Aktifitas-aktifitas :
1) Inspeksi terhadap
kebersihan kulit yang
buruk
2) Inspeksi warna, suhu,
tekstur, pecah-pecah
atau luka pada kulit
3) Dapatkan data mengenai
adanya peruabahn pada
kaki dan riwayat ulser
kaki sebelumnya
maupun saat ini
4) Tentukan status
mobilisasi
5) Kajin adanya klaudikasi
yang berselang-seling,
nyeri saat istirahat atau
nhyeri saat malam
6) Tentukam ambang batas
persepsi vibrasi
7) Kaji refleks tendon
30
dalam (misal,
pergelangan kaki dan
lutut
8) Onitor cara berjalan dan
distribusi berat pada
kaki
9) Monitor mobilisasi
sendi (misal, dorsofleksi
pergelangan kaki, dan
gerakan sendi subtalar)
10) Identifikasi perawatan
kaki khusus yang
dubutuhkan
11) Konsultasikan pada
dokter terkait
reomendasi untukl
dilakukannya evaluasi
dan terapi lebih lanjut
12) Berikan keluarga dan
pasien informasi
mengenai perawatan
kaki khusus yang
direkomendasikan
13) Tentuakn sumber-
sumber finnasial pasien
terkait dengan
pelayanan perawtan kaki
khusus
Kontrol infeksi :
Aktifitas-aktifitas :
1) Bersihkan lingkungan
denga baik setelah
digunakan untuk setiap
pasien
2) Batasi jumlah
pengunjung
3) Anjurkan cara cuci
tangan bagi tenaga
kesehatan
4) Anjurkan pasien
mengenai teknik
mencuci tangan dengan
31
tepat
5) Anjurkan pengunjung
untuk menvuci tangan
pada saat memasuki dan
meninggalkan ruangan
pasien
6) Cuci tangan sebelum
dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
7) Lakukan tindakan-
tindakan pencegahan
yang bersifat universal
8) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
9) cukur dan siapkan
daerah untuk persiapan
prosedur invasive
10) jaga sistem yang
tertutup saat melakukan
monitor hemodinamik
invasive
11) berikan penaganan
aseptic dari semua
saluran IV
12) tingkatka intake nutrisi
yang tepat
13) dorong intake cairan
yang sesuai
14) dorong untuk
bersitirahat
15) berikan terapi antibiotik
yang sesuai
16) anjurkan pasien
meminum antibiotic
seperti yang diresepkan
17) ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala infeksi
18) ajarkan pasien dan
keluarga mengeai
bagaimana menghindari
infeksi.
5 Resiko infeksi Keparahan infeksi : Perlindungan infeksi :
Definisi : 1) kemerahan tidak Aktifitas-aktifitas :
Rentan mengalami invasi ada 1) monitor adanya tanda
2) vesikel yang tidak dan gejala infeksi
32
dan multipikasi mengeras sistemik dan local
organisme patogenik permukannya tidak 2) monitor kerentanan
yang dapat menganggu ada terhadap infeksi
3) demam tidak ada 3) batasi jumlah
keseahatan
4) ketidakstabilan pengunjung yang sesuai
suhu tidak ada 4) berikan perawatan kulit
5) nyeri tidak ada yang tepat
6) malaise tidak ada 5) periksa kulit dan selaput
7) hilang nafsu lendiruntuk adanya
makan tidak ada kemerahan, kehangatan
8) kolonisasi kultur ekstrim, atau drainase
area luka tidak ada 6) tingaktkan asupan
nutrisi yang cukup
7) anjurkan asupan cairan
yang tepat
8) anjurkan istirahat
9) pantau adanya
peruabhan tingak energy
atau malaise
10) anjurkan peningkatan
mobilitas dan latihan
yang tepat
11) ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
perbedan virus dan
bakteri
12) Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala infeksi
13) Ajarkan pasien dan
keluarga bagaimana cara
menghindari nfeksi
Kontrol infeksi :
Aktifitas-aktifitas :
1) Bersihkan lingkungan
denga baik setelah
digunakan untuk setiap
pasien
2) Batasi jumlah
pengunjung
3) Anjurkan cara cuci
tangan bagi tenaga
33
kesehatan
4) Anjurkan pasien
mengenai teknik
mencuci tangan dengan
tepat
5) Anjurkan pengunjung
untuk menvuci tangan
pada saat memasuki dan
meninggalkan ruangan
pasien
6) Cuci tangan sebelum
dan sesudah kegiatan
perawatan pasien
7) Lakukan tindakan-
tindakan pencegahan
yang bersifat universal
8) Pakai sarung tangan
steril dengan tepat
9) cukur dan siapkan
daerah untuk persiapan
prosedur invasive
10) jaga sistem yang
tertutup saat melakukan
monitor hemodinamik
invasive
11) berikan penaganan
aseptic dari semua
saluran IV
12) tingkatka intake nutrisi
yang tepat
13) dorong intake cairan
yang sesuai
14) dorong untuk
bersitirahat
15) berikan terapi antibiotik
yang sesuai
16) anjurkan pasien
meminum antibiotic
seperti yang diresepkan
17) ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
tanda dan gejala infeksi
18) ajarkan pasien dan
keluarga mengeai
bagaimana menghindari
infeksi
34
Pengecekan kulit :
Aktifitas-aktifitas :
1) Periksa kulit dan selaput
lendir terkait dengan
adanya kemerahan,
kehangatn ekstrim,
edema dan drainage
2) Amati warna,
kehangatan, bengkak,
pulsasi, tekstur, edema
dan ulserasi pada
ekstremitas
3) Periksa kondisi luka
operasi
4) Monitor warna dan suhu
kulit
5) Monitor kulit dan
selaput lendir terhadap
area perubahan warna,
memar, dan pecah
6) Monitor kulit untuk
adanya ruam dan lecet
7) Monito sumber tekanan
dan gesekan
8) Monitor infeksi,
terutama dari daerah
edema
9) Lakukan langakh-
langkah untuk
mencegah kerusakan
lebih lanjut
10) Ajarkan anggota
keluarga/pemberi
asuhan mengenai tanda-
tanda kerusakan kulit
Aktifitas-aktifitas :
35
2) Monitor tekanan darah,
denyut nadi dan
pernafasan sebelum dan
setelah beraktifitas
3) Monitor dan laporkan
tanda dan gejala
hiportemi dan
hipertemia
4) Monitor keberadaan dan
kualitas nadi
5) Monitor terkait dengan
nadi alternatif
6) Monitor irama dan laju
pernafasan
7) Monitor suara paru-paru
8) Monitor pola pernafasan
abnormal
36
52
A. Hasil Penelitian
1. Pengkajian Keperawatan
Peneliti melakukan pengkajian pada satu orang partisipan,
partisipannya adalah Tn.M. Pengkajian dilakukan dengan
metode wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang dilihat dari hasil studi dokumentasi.
Pengkajian
Keperawat
an
Pengkajian partisipan
Nutrisi Sakit
Wawancara dan Studi Dokumentasi:
Selama di rumah sakit pasien makan
dengan diet MB dari rumah sakit 3x
sehari berupa nasi lunak, sayur, lauk
dan buah.
Observasi dan wawancara:
Pasien hanya menghabiskan
setengah dari porsi makan. Pasien
mengatakan tidak nafsu makan.
Selama sakit pasien minum ±1500
cc.
Eliminasi Sakit
Observasi dan wawancara:
leukosit 11.210/mm3
hematokrit 40 %
DO :
Pasien tampak meringis.
Pasien takut menggerakkan kaki
nya.
TD : 110/60 mmHg, N :80 x/m,
RR : 20 x/menit, S: 36,5 ᵒc
DS :
Pasien mengatakan nyeri
pada luka masih terasa saat
bergerak.
Pasien mengatakan kedua
kakinya takut di gerakkan
dan merasa kaku.
Pasien mengatakan aktifitas
dibantu oleh keluarga dan
perawat.
DO
Kaki pasien tampak dibalut
kassa
Pasien tampak berbaring di
tempat tidur
Pasien tampak tidak mau
menggerakkan kakinya
karena nyeri.
Dari analisa masalah diatas
ditemukan masalah keperawatan
hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan
muskuloskletal
DS :
Pasien mengatakan gatal
pada daerah luka.
DO :
Luka pasien masih terlihat
basah dan terlihat sedikit ada
cairan eksudat pada luka,
warna putih kuning. luka
kemerahan, luka tidak
berbaun dan tidak ada
pembengkan disekitar luka.
Hasil labor pasien
didapatkan leukosit
14.120/mm3
Intervensi Keperawatan
5) Menunjukkan tindakan
perilaku hidup f. Gunakan baju, sarung tangan
sehat
sebagai alat pelindung
g. Pertahankan lingkungan
aseptik selama pemasangan
alat
h. Ganti letak IV perifer dan line
sentral dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum
i. Berikan terapi antibiotik bila
perlu
j. Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
k. Monitor kerentanan terhadap
infeksi
l. Berikan perawatan kulit pada
daerah epidema
m. Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
n. Dorong masukan nutrisi yang
cukup
o. Dorong istirahat
p. Ajarkan cara menghindari
infeksi
q. Laporkan kecurigaan infeksi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi yang dilakukan pada pasien sesuai dengan asuhan
keperawatan adalah sebagai berikut:
Implementasi keperawatan
Impelemntasi keperawatan
Evaluasi Keperawatan
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. PENGUMPULAN DATA
a. Identifikasi Klien:
1) Nama : Tn. M
2) Umur : 24 tahun
3) Jenis kelamin : Laki-laki
4) Status kawin : Belum kawin
5) Agama : Islam
6) Pendidikan terakhir : SMA
7) Pekerjaan : Mahasiswa
8) Alamat : Muara Kais, Pasaman
9) Diagnosa medis : Fraktur Femur 1/3 Medial Sinistra
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang:
a) Keluhan Utama:
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 27
Februari 2019 melalui IGD RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada pukul 09:40 WIB, pasien
merupakan rujukan dari Rumah Sakit Yos
Sudarso Padang, dengan keluhan kaki pendek
sebelah dan nyeri yang sangat hebat pada paha
sebelah kiri serta untuk melakukan operasi
pemasangan orif karena pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas 4 tahun yang lalu dan
pasien sudah dilakukan perawatan luka, mual
(-), muntah (-), kejang (-). TTV : TD 110/7
mmHg, ND : 80 x/menit, suhu 36,5 0C, RR 20
x/menit.
b) Keluhan saat dikaji (PQRST):
Pada saat dikaji pada tanggal 12 Maret 2019
pukul 10:00 WIB dilakukan pengkajian pada
hari rawatan ke 16, pasien tampak lemah,
kesadaran composmentis, pasien sudah
dilakukan
tindakan pemasangan orif (pemasangan
pen)pada tanggal 11 Maret 2019 dan pasien
mengeluh nyeri pada bekas luka operasi di
bagian paha sebelah kiri, nyeri terasa berdenyut-
denyut dengan skala nyeri 7, nyeri bertambah
saat kaki tersebut digerakkan, nyeri dirasakan
ketika menggerakannya dan ketika merubah
posisi.
c) Riwayat kesehatan dahulu:
Pasien mengatakan mengalami kecelakaan 4
tahun yang lalu, dan mengalami patah pada
tulang femur pada saat umur 20 tahun. Pasien
mengatakan pada saat kecelakaan dibawa ke
RSUD Pasaman, dan pasien mengatakan
menolak untuk melakukan operasi dan juga
menolak RSUP Dr. M. Djamil Padang dan
memilih untuk dibwa ke tukang urut pada saat
itu.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota
keluarga yang mempunyai penyakit keturunan
seperti diabetes melitus dan hipertensi. Hanya
pasien yang memiliki riwayat hipertensi.
Ds : Gangguan Hambatan
- Pasien mengatakan nyeri muskuloskletal mobilitas fisik
pada luka masih terasa saat
bergerak.
- Pasien mengatakan kedua
kakinya takut di gerakkan
dan merasa kaku.
- Pasien mengatakan aktifitas
dibantu oleh keluarga dan
perawat.
Do :
- Kaki pasien tampak dibalut
kassa
- Pasien tampak berbaring di
tempat tidur
- Pasien tampak tidak mau
menggerakkan kakinya
karena nyeri.
Ds : Tindakan invasif Resiko infeksi
- Pasien mengatakan luka
masih basah.
- Pasien mengatakan gatal
pada daerah luka.
Do :
- Luka pasien masih terlihat
basah dan terlihat sedikit
ada cairan eksudat pada
luka, warna putih kuning.
luka kemerahan, luka tidak
berbaun dan tidak ada
pembengkan disekitar luka.
- Hasil labor pasien
didapatkan leukosit
14.120/mm3
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Ditemukan Dipecahkan
Masalah
Tgl Paraf Tgl Paraf
Nyeri akut berhubungan 12 Maret 17 Maret
1 dengan agen cidera fisik 2019 2019
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa Intervensi
Tujuan Tindakan
1 Nyeri akut a. Pain level Pain management :
berhubungan Kriteria hasil : a. Lakukan pengkajian
dengan agen 1. Mealporkan nyeri secara
cidera fisik nyeri berkurang komperhensif
2. Melaporkan termasuk lokasi,
lamanya nyeri karakteristik, durasi,
dirasakan frekuensi, kualitas,
3. Tidak mengerang dan faktor presipitasi.
4. Ekspresi wajah b. Observasi reaksi
releks nonverbal dari
5. Pasien tidak ketidak nyamanan.
mondar-mandir c. Gunakan teknik
6. Respiration rate komunikasi
dalam rentang terapeutik untuk
normal mengetahui
7. Blood pressure pengalaman nyeri
dalam rentang pasien.
normal d. Kontrol lingkungan
b. Pain control yang dapat
Kriteria hasil : mempengaruhi nyeri
1. Mampu seperti suhu ruangan,
mengontrol nyeri, pencahayaan dan
(tahu penyebab kebisingan.
nyeri, mampu e. Kurangi faktor
menggunakan presipitasi nyeri.
teknik f. Ajarkan teknik non
nonfarmakologis farmakologi.
untukmengurangi Tingkatkan istirahat.
nyeri, mancari g. Kolaborasi dengan
bantuan) dokter dalam
2. Melaporkan emberian analgetik.
bahwa nyeri
berkurang dengan Analgesica
menggunakan dministration :
manajemen nyeri a. Tentukan lokasi,
3. Mampu karakteristik,
mengenali nyeri, kualitas, dan derajat
(skala, intensitas, nyeri sebelum
frekuensi, dan pemberian obat.
tanda nyeri) b. Cek instruksi dokter
4. Menyatakan rasa tentang jenis obat,
nyamanstelah dosis, dan frekuensi.
nyeri berkurang c. Cek riwayat alargi.
5. Tanda-tanda vital d. Berikan analgesik
dalam batas tepat waktu
normal. terutama saat nyeri
c. Comfort level hebat.
Kriteria hasil : e. Evaluasi efektivitas
1. Nyeri berkurang analgesik, tanda dan
2. Kecemasan gejala.
berkurang
3. Stres berkurang
4. Ketakutan
berkurang
2 Hambatan c. Joint
mobilitas fisik Movement: Exercise therapy :
berhubungan Active & ambulation
dengan Mobility Level g. Monitoring vital
gangguan Kriteria Hasil : sign sebelum dan
muskuloskletal 4. Klien meningkat sesudah atau
dalam aktivitas sebelum latihan dan
lihat respon pasien
fisik
saat latihan.
5. Mengerti tujuan
h. Konsultasikan
dari dengan terapi fisik
peningkatan tentang rencana
mobilisasi ambulasi sesuai
6. Memperagakan dengan kebutuhan.
penggunaan i. Bantu klien untuk
alat bantu menggunakan
untuk mobilisasi tongkat saat berjalan
(walker) dan cegah terhadap
d. Transfer cedera.
performance j. Kaji kemampuan
Kriteria Hasil : pasien dalam
1. Memverbalisasi mobilisasi.
kan perasaan k. Latih pasien dalam
dalam pemenuhan
meningkatkan kebutuhan ADLs
kekuatan dan secara mandiri
kemampuan sesuai kemampuan.
l. Dampingi dan bantu
berpindah.
pasien saat
mobilisasi dan bantu
pemenuhan
kebutuhan.
ADL’s
c. Berikana alat bantu
jika klien
memerlukan.
d. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.
3 Resiko infeksi b. Immune status Infection Control
berhubungan Kriteria hasil: (Kontrol Infeksi)
prosedur a. Klien bebas dari q. Bersihkan
invasif tanda dan gejala lingkungan setelah
infeksi dipakai pasien lain
b. Mendeskripsikan r. Batasi pengunjung
proses penularan bila perlu
penyakit s. Instruksikan kepada
c. Menunjukkan pengunjung untuk
kemampuan mencuci tangan saat
untuk mencegah berkunjung dan
timbulnya infeksi setelah berkunjung
d. Jumlah leukosit meninggalkan
dalam batas normal pasien
e. e) Menunjukkan t. Gunakan sabun
perilaku hidup sehat antimikroba untuk
mencuci tangan
u. Cuci tangan setiap
sebelum dan setelah
melakukan tindakan
v. Gunakan baju,
sarung tangan
sebagai alat
pelindung
w. Pertahankan
lingkungan aseptik
selama pemasangan
alat
x. Ganti letak IV
perifer dan line
sentral dan dressing
sesuai dengan
petunjuk umum
y. Berikan terapi
antibiotik bila perlu
z. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
aa. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
bb. Berikan perawatan
kulit pada daerah
epidema
cc. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan, panas,
drainase
dd. Dorong masukan
nutrisi yang cukup
ee. Dorong istirahat
ff. Ajarkan cara
menghindari infeksi
gg. q. Laporkan
kecurigaan infeksi
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN