Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Keperawatan Komunitas


1. Pengertian komunitas
Komunitas adalah komponen penting dari pengalaman
manusia sebagai bagian dari pengalaman yang saling terkait
dengan keluarga, rumah serta sebagai ragam budaya dan agama
(Ervin, 2012). Keperawatan kesehatan komunitas adalah area
pelayanan keperawatan profesioanal yang diberikan secara holistik
(bio-psiko-sosial-spritual) dan difokuskan pada kelompok risiko
tinggi yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan melalui
upaya promotif, preventif, tanpa mengabaikan kuratif dan
rehabilitative dengan melibatkan komunitas sebagai mitra dalam
menyelesaikan masalah (Stanhope & Lancaster, 2016).
Praktik keperawatan komunitas adalah sintesis praktik
keperawatan dan praktik kesehatan masyarakat, diaplikasikan
dalam peningkatan dan pemeliharaan kesehatan masyarakat
(populasi), menggunakan ilmu yang berasal dari keperawatan
sosial dan kesehatan masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2016).
Lingkup praktik keperawatan komunitas adalah generalis dan
spesialis. Praktik keperawatan generalis bertujuan memberikan
asuhan keperawatan komunitas dasar (basic community) dengan
sasaran individu, keluarga dan kelompok untuk beberapa aspek
keterampilan dasar (beginning skill). Sedangkan praktik
keperawatan spesialis bertujuan memberikan asuhan keperawatan
komunitas lanjut (advanced nursing community) dengan sasaran
kelompok (agregat) dan masyarakat serta masalah individu dan
keluarga yang kompleks.
2. Tujuan Keperawatan Komunitas
Tujuan keperawatan komunitas adalah mempertahankan
sistem klien dalam keadaan stabil melalui upaya prevensi primer,
sekunder dan tersier. (Allender Rector & Warner, 2014). Adapun
penjelasan mengenai upaya prevensi tersebut adalah sebagai
berikut:

6
a. Prevensi primer
Prevensi primer ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat yang sehat. Bentuk tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan adalah promosi kesehatan
dan perlindungan spesifik agar terhindar dari masalah/
penyakit. Contohnya adalah memberikan imunisasi pada balita,
pemberian vaksin, serta promosi kesehatan tentang perilaku
hidup bersih dan sehat.
b. Prevensi sekunder
Prevensi sekunder ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat yang berisiko mengalami masalah
kesehatan. Bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah
pelayanan asuhan keperawatan mencakup indentifikasi
masyarakat atau kelompok yang berisiko mengalami masalah
kesehatan secar tepat dan cepat, upaya penemuan penyakit
sejak awal (skrining kesehatan), pemeriksaan kesehatan
berkala, serta melakukan rujukan terhadap masyarakat yang
memerlukan penatalaksanaan lebih lanjut.
c. Prevensi tersier
Prevensi tersier ditujukan kepada individu, keluarga
kelompok dan masyarakat pada masa pemulihan setelah
mengalami masalah kesehatan. Bentuk intervensi yang dapat
dilakukan adalah upaya rehabilitasi pasca perawatan di fasilitas
tatanan pelayanan kesehatan lain untuk mencegah
ketidakmampuan, ketidakberdayaan atau kecacatan lebih
lanjut. Contoh tindakan yang dilakukan adalah melatih rentang
pergerakan sendi range of motion (ROM) pada klien pasca
stroke atau melakukan kegiatan pemulihan kesehatan pasca
bencana.
Perawat komunitas harus dapat memahami tiga upaya
prevensu di atas. Untuk lebih memahamii pelaksaannya berikut
penjelasan konsep keperawatan kesehatan masyarakat
(Perkesmas) yang ada di Indonesia.

7
3. Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) di
Indonesia
Keperawatan kesehatan masyarakat (perkesmas) atau
Community Health Nursing (CHN) yang lebih dikenal di Indonesia
sebagai Public Health Nursing (PHN). Menurut kepmenkes No. 279
tahun 2006 tentang pedoman penyelenggaran UKKM PKM,
perkesmas adalah pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan perpaduan antara ilmu keperawatan dan ilmu kesehatan
masyarakat yang ditujukan pada seuruh masyarakat dengan
penekanan pada kelompok resiko tinggi. Upaya pencapaian dan
peningkatan derajat kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit
(preventif) di semua tingkat pencegahan (level of prevention)
dengan menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra kerja dalam
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan keperawatan.
Tujuan pelayanan perkemas adalah meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam mengatasi masalah keperawatan kesehatan
masyarakat yang optimal. Pelayanan keperawatan diberikan secara
langsung kepada seluruh masyarakat memengaruhi individu,
keluarga dan kelompok maupun masyarakat. Sasaran perkesmas
adalah seluruh sistem klien mencakupi individu, keluarga, kelompok
berisiko tinggi termasuk kelompok/ masyarakat didaerah kumuh,
terisolasi, berkonflik dan daerah yang tidak terjangkau pelayanan
kesehatan.
Ciri- ciri dari pelayanan perkesmas menurut Allender Rector &
Warner (2014) Stanhop & Lancaster (2016) adalah:
a. Perpaduan pelayanan keperawatan dan kesehatan
masyarakat
b. Adanya kesinambungan pelayanan kesehatan ( continuity of
care)
c. Fokus intervensi keperawatan pada pencegahan primer,
pencegahan sekunder dan pencegahan tersier
d. Ada kemitraan perawat perkesmas dengan klien dalam upaya
kemandirian klien

8
e. Memerlukan kolaborasi multidisiplin dan melibatkan peran serta
klien secara aktif
f. Terjadi proses alih peran dari perawat perkesmas kepada klien
(individu, keluarga, kelompok, masyarakat) sehingga terjadi
kemandirian.
Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah individu,
keluarga, kelompok, komunitas/masyarakat yang mempunyai
masalah kesehatan akibat faktor ketidaktahuan, ketidakmauan,
maupun ketidakmampuan dalam menyelesaikan masalah
kesehatannya. Ketidaktahuan merupakan suatu kondisi saat
masyarakat tidak memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup
mengenai masalah kesehatan dan cara penanganannya.
Ketidakmauan berhubungan dengan tidak adanya kesadaran atau
sikap yang positif dari masyarakat mengenai tindakan atau
aktivitas yang mendukung kesehatan. Ketidakmampuan terjadi
saat masyarakat telah memiliki pengetahuan dan kesadaran
namun belum mampu melakukan tindakan atau aktivitas yang
mendukung kesehatan akibat kurangnya dukungan sarana.
Contohnya, ibu hamil yang telah memiliki pengetahuan mengenai
pemeriksaan kehamilan secara teratur dan sudah memiliki
kemauan untuk memeriksakan kehamilannya ke tenaga
kesehatan.
Prioritas sasaran pelayanan keperawatan komunitas adalah
komunitas yang mempunyai masalah kesehatan:
a. Daerah yang belum kontak dengan sarana pelayanan
kesehatan (puskesmas serta jaringannya)
b. Daerah yang sudah memanfaatkan sarana pelayanan
kesehatan tetapi memerlukan tindak lanjut keperawatan
dirumah
Sistem klien sebagai sasaran puskesmas terdiri dari:
a. Sasaran individu
Individu meliputi balita gizi buruk, ibu hamil risiko tinggi, usia
lanjut, penderita penyakit menular dan tidak menular antara
lain TB Paru, kusta, malaria, demam berdarah, diare, ISPA
atau Pneumonia dan penderita penyakit degeneratif.

9
b. Sasaran keluarga
Sasaran keluarga adalah keluarga yang termasuk risiko (at
risk) rentan terhadap masalah kesehatan (uulnerable group)
atau resiko tinggi (high risk group) dengan prioritas:
1) Keluarga miskin belum kontak dengan sarana pelayanan
kesehatan (puskesmas dan jaringannya) dan belum
mempunyai kartu sehat
2) Keluarga miskin sudah memanfaatkan sarana pelayanan
kesehatan mempunyai masalah kesehatan terkait dengan
pertumbuhan dan perkembangan balita, kesehatan
reproduksi, penyakit menular
3) Keluarga tidak termasuk miskin yang mempunyai masalah
kesehatan prioritas serta belum memanfaatkan saran
pelayanan kesehatan atau tindak lanjut perawatan di
rumah pasca rawat.
c. Sasaran kelompok
Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus yang
berisiko atau rentan terhadap timbulnya maslah kesehatan
baik yang terikat maupun tidak terikat dalam suatu institusi.
Prioritas sasaran kelompok adalah:
1) Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam suatu
institusi antara lain posyandu, kelompok balita, kelompok
ibu hamil, kelompok usia lanjut, kelompok penderita
penyakit tertentu, kelompok pekerja informal
2) Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu instutusi
antara lain : sekolah, pesantren, panti asuhan, panti usia
lanjut, rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan
d. Sasaran masyarakat
Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang mempunyai
risiko tinggi terhadap timbulnya maslah kesehatan di
prioritaskan pada:
1) Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW, kelurahan/desa)
yang mempunyai jumlah bayi meninggal lebih tinggi
dibandingkan daerah lain, jumlah penderita penyakit

10
tertentu lebih tinggi dibandingkan daerah lain, cakupan
pelayanan kesehatan lebih rendah dari daerah lain
2) Masyarakat di daerah endemik penyakit menular (malaria,
diare, demam berdarah,dll) masyarakat di lokasi/ barak
pengungsian, akibat bencana atau akibat lainnya
3) Masyarakat didaerah dengan kondisi geografi sulit antara
lain daerah terpencil atau daerah perbatasan
4) Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan
transportasi sulit seperti daerah transmigrasi.
Pelayanan perkesmas dapat diberikan secara langsung pada
semua tatanan kesehatan yaitu:
a. Unit pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dll) yang
mempunyai pelayanan rawat jalan dan rawat inap termasuk
pelayanan keperawatan dipusat pelayanan kesehatan jiwa
dan penyalahgunaan obat.
b. Rumah, Perawat home care memberikan pelayanan secara
langsung pada keluarga di rumah yang menderita penyakit
akut maupun kronis. Peran home care dapat meningkatkan
fungsi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
mempunyai risiko masalah kesehatan.
c. Sekolah, Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sehari
(day care) atau sesaat di berbagai institusi pendidikan (TK,
SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi) dengan sasaran
siswa/siswi, mahasiswa/mahasiswi serta karyawan lingkup
sekolah. Perawat sekolah melaksanakan program skrining
kesehatan, mempertahankan kesehatan dan pendidikan
kesehatan dalam asuhan keperawatan yang holistik.
d. Tempat kerja/industry, Perawat dapat melakukan kegiatan
perawatan langsung dengan kasus kesakitan/ kecelakaan
minimal di tempat kerja/kantor, home industry, pabrik dll.
Contoh pelayanan yang dilakukan dapat berupa pemberian
pendidikan kesehatan untuk keamanan dan keselamatan
kerja, nutrisi seimbang, penurunan stres, olahraga dan
penanganan perokok, serta pengawasan makanan.

11
e. Barak/kelompok penampungan, Pelayanan dan asuhan
keperawatan diberikan kepada kelompok lansia
dipenampungan, gelandangan, anak jalanan,
pemulung/pengemis, kelompok penderita HIV dan WTS.
Perawat memberikan tindakan perawatan langsung terhadap
kasus akut, penyakit kronis dan kecacatan ganda dan mental.
f. Puskesmas keliling, Pelayanan keperawatan dalam
puskesmas keliling diberikan kepada individu, kelompok
masyarakat di pedesaan dan kelompok terlantar. Pelayanan
keperawatan yang dilakukan adalah skrining kesehatan,
asuhan keperawatan pada kasus penyakit akut dan kronis
termasuk pengobatan sederhana sesuai dengan program
puskesmas, pengelolaan dan rujukan kasus penyakit.
g. Dipanti atau kelompok khusus lain seperti panti asuhan anak,
panti sosial tresna werdha (PSTW) dan panti sosial, lainnya
serta rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan.
Pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan terkait
masalah kesehatan atau resiko terjadi masalah kesehatan
pada tatanan tersebut. Contohnya penyakit kulit pada lansia
dipanti, kebersihan diri, serta defisit perawatan diri.
h. Komunitas atau masyarakat (RT, RW, kelurga, Kecamatan),
Pelayanan dan asuhan keperawatan ditujukan pada kelompok
resiko yakni pelayanan perawatan pada kelompok wanita,
anak-anak, remaja, lansia mendapat perlakuan kekerasan.
i. Pelayanan keperawataan wisata seperti pelayanan
keperawatan dipantai
Kegiatan perkesmas berdasarkan permenkes RI no.75 tahun
2014 tentang puskesmas terkait kegiatan perkesmas meliputi
kegiatan didalam maupun diluar gedung puskesmas baik upaya
kesehatan perorangan (UKP) dan atau upaya kesehatan
masyarakat (UKM).
a. Kegiatan dalam gedung puskesmas
Merupakan kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat
yang dilakukan di ruang rawat jalan dan ruang inap, yang
meliputi:

12
1) Penemuan kasus baru pada pasien rawat jalan
2) Pemberian asuhan keperawatan dengan menggunakan
berbagai terapi modalitas keperawatan dan terapi
komplementer
3) Penyuluhan/pendidikan kesehatan
4) Pemantauan keteraturan berobat
5) Pelayanan konseling keperawatan
6) Pemberian intervensi yang merupakan tugas limpah
sesuai pelimpahan kewenangan yang diberikan dan atau
prosedur yang telah ditetapkan
7) Menciptakan lingkungan terapeutik dalam pelayanan
kesehatan digedung puskesmas (kenyamanan,
keamanan, komunikasi terapeutik)
8) Rujukan kasus atau masalah kesehatan kepada tenaga
kesehatan lain dipuskesmas.
9) Dokumentasi keperawatan
b. Kegiatan luar gedung puskesmas
Perawat melakukan kunjungan ke keluarga, kelompok
dan masyarakat untuk melakukan asuhan keperawatan di
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Asuhan
keperawatan individu dalam konteks keluarga dan asuhan
keperawatan keluarga, akan dijelaskan terpisah dibagian lain.
Berikut akan dijelaskan asuhan keperawatan komunitas pada
kelompok khusus dan masyarakat binaan, yaitu:
1) Asuhan keperawatan kelompok khusus merupakan asuhan
keperawatan pada kelompok masyarakat rawan kesehatan
yang memerlukan perhatian khusus, baik dalam suatu
institusi maupun non institusi. Kegiatannya meliputi:
a) Indentifikasi faktor resiko terjadinya maslah kesehatan
di kelompok
b) Pemberian asuhan keperawatan langsung pada
penghuni yang memerlukan keperawatan dengan
menerapkan terapi keperawatan dan terapi
komplementer
c) Pendidikan/penyuluhan kesehatan sesuai kebutuhan

13
d) Pembentukan, bimbingan dan memantau kader-kader
kesehatan sesuai jenis kelompoknya dan memberikan
motivasi kepada kaser
e) Pendokumentasian keperawatan dan lain-lain
2) Asuhan keperawatan masyarakat didaerah binaan
Merupakan asuhan keperawatan di tunjukan pada
masyarakat yang berisiko, rentan atau mempunyai resiko
tinggi terhadap timbulnya masalah kesehatan, kegiatannya
antara lain:
Meliputi kegiatan kunjungan ke daerah binaan untuk:
a) Identifikasi masalah kesehatan yang terjadi di suatu
daerah dengan masalah spesifik
b) Pemberian asuhan keperawatan di suatu daerah
sesuai dengan hasil identifikasi
c) Peningkatan partisipasi masyarakat melalui kegiatan
memotivasi masyarakat untuk membentuk upaya
kesehatan berbasis masyarakat
d) Pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat
e) Pemberian advokasi masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan keperawatan yang optimal
f) Pembentukan kelompok swabantu
g) Pembentukan, pengembangan dan pemantauan
kader-kader kesehatan di masyarakat dan
meningkatkan motivasinya
h) Pelaksanaan dan monitoring kegiatan PHBS
i) Peningkatan jejaring kerja melalui kemitraan
j) Pendokumentasian keperawatan
4. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas
Pelayanan keperawatan komunitas yang diberikan seyogyanya
memperhatikan strategi intervensi keperawatan komunitas agar
tujuan yang diharapkan dapat tercapai, berikut uraiannya:
a. Proses kelompok
Proses kelompok adalah suatu bentuk intervensi
keperawatan komunitas yang dilakukan dengan melibatkan
peran serta aktif masyarakat (melalui pembentukan peer atau

14
social support berdasarkan kondisi dan kebutuhan
masyarakat). Perawat komunitas dapat membentuk kolompok
baru atau bekerja sama dangan kelompok yang telah ada
(Stanhope & Lancaster, 2016) proses kelompok ini dilakukan
dengan membentuk kelompok dari oleh untuk masyarakat yang
memperhatikan kesehatan di wilayah sehingga dapat secara
mandiri mengatasu masalah yang muncul di masyarakat
sebagai suatu intervensi, kelompok yang bias menjadi cost
efficient treatment dengan hasil terapuetik yang positif (Snyder
& Lindquist, 2009).
Pengaruh posiitif strategi intervensi dengan proses
kelompok meliputi:
1) Membangun harapan ketika anggota kelompok menyadari
bahwa ada orang lain yang telah mengahadapi atau berhasil
menyelesaikan masalah yang sama
2) Menyadari bahwa dirinya tidak sendiri menghadapi masalah
yang sama
3) Berbagi informasi.
4) Alturisme dan saling membantu
5) Koreksi berantai atau berurutan, hubungan yang parallel
terjadi dalam kelompok dan dalam keluarga
6) Pengembangan teknik sosialisasi
7) Perilaku imitative dari pemimpin kelompok
8) Katarsis, ketika anggota belajar untuk mengekspresikan
perasaan secara tepat
9) Faktor-faktor eksistensial ketika anggota kelompok
menyadari bahwa hidup kadang tidak adil dan setiap orang
harus bertanggung jawab terhadap cara hidup yang telah
ditempuh
Adapun tahapan dalam proses kelompok meliputi:
1) Fase awal (Initiative Phase)
a) Tingkat kepercayaan terhadap kelompok masih rendah
b) Tentukan tujuan yang spesifik dan ketua kelompok
c) Perlu ditentukan batasan, pengertian, maksud tujuan,
strategi intervensi & kapan tujuan dapat tercapai

15
d) Ketua bertanggung jawab menyakinkan kelompok
tentang peran, norma dan tujuan kelompok
2) Fase kerja (Work Phase)
a) Kelompok mengebangkan keeratan (cohesivenees)
untuk dapat berfungsi sebagai tim dan berupa
mencapai tujuan kelompok
b) Menyelesaikan konflik yang timbul akibat adanya
perselisihan/perbedaan pendapat
c) Penyelesian masalah dan pembuatan perubahan
d) Membuat keputusan kelompok bias melalui keputusan
ketua kelompok, voting atgau consensus
3) Fase akhir (Terminatian phase)
a) Terminasi dilakukan jika tujuan sudah tercapai atau
sesuai waktu yang ditentukan
b) Kelompok mulai mengevaluasi tercapainya tujuan dan
menetapkan rencana tindak lanjutnya
c) Lukukan diskusi dengan kelompok untuk
mengekspresikan perasaan (Express Feeling)
b. Promosi Kesehatan
Berbagai bentuk dari promosi kesehatan adalah sebagai
berikut:
1) Diseminasi informasi
Salah satu bentuk dari desiminasi informasi adalah
pendididkan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah suatu
kegiatan dalam rangka upaya promotif dan preventif dengan
melakukan penyebaran informasi dan meningkatkan
motivasi masyarakat untuk berprilaku sehat (Stanhope &
Lancaster, 2016). Pendidikan kesehatan umumnya bertujuan
meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi
ketidakmampuan dan perupakan upaya untuk
mengaktulisasikan potensi kesehatan dari individu, keluarga,
komunitas dan masyarakat. Diseminasi informasi bertujuan
mengubah sikap, keyakinan dan prilaku masyarakat melalui
pemberian informasi serta memunculkan kesadaran bahwa
suatu masalah yang timbul dapat diatasi. Contohnya

16
pemasangan informasi, pemberian informasi melalui media
televesi tentang upaya menghentikan kebiasaan merokok:
pembuatan brosur untuk konrol berat bdan, memasukan
artikel tentang kebugaran di surat kabar.
2) Pengkajian dan penilaian
Mendorong seseorang agar mengurangi faktor resiko
dan mengadopsi gaya hidup sehat. Contohnya melakukan
penilaian terhadap resiko kesehatan (memperkiran resiko
penyakit berdasarkan riwayat medis, pemeriksaan fisik dan
lain-lain, mengadakan lomba atau kompentensi penampilan
sesuai indicator sehat.
3) Modifikasi gaya hidup (Life Style Modification)
Membantu klien bertanggung jawab atas kesehatan
sendiri dan membuat perubahan perilaku yang sesuai untuk
meningkatkan kualitas kehidupan. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam modifikasi gaya hidup diantaranya
perubahan situasi, tersedianya pengetahuan & keterampilan
untuk melaksankan dan meneruskan perubahan, hasil yang
akan diperoleh dari perilaku baru, serta adanya dukungan
fisik& social untuk merubah prilaku.
4) Penataan Lingkungan (Environmental Restructuring)
Kegiatan ini cukup kegiatan penyedian atau penataan
faktor pendukung untuk mengoptimalkan kulitas lingkungan
dan peningkatan perilaku. Lingkungan yang ditata mencakup
lingkungan fisik, sosial dan ekonomi misalnya mengatur
kenyamanan & keamanan fisik, menghindarkan terjadi
pencemaran air minum, menciptakan keterpaduan kelompok
dan menetapkan penyediaan koperasi.
c. Pemberdayaan (Empowerment)
Pemberdayaan atau empowerment adalah suatu kegiatan
perawatan komunitas dengan melibatkan masyarakat secara
aktif untuk menyelasikan masalah yang ada di komunitas,
masyarkat sebagai subjek dalam menyelasaikan masalah
(Stanhope & Lancaster, 2016). Pemberdayaan adalah
keseluruhan upaya untuk meningkatkan control dalam

17
pengambilan keputusan pada level individual, keluarga,
komunitas dan masyarkat (Nies & McEwen, 2015). Perawat
dapat menggunakan strategi pemberdayaan untuk membantu
masyarakat mengembangkan keterampilan dalam
menyelesaikan masalah. Menciptakan jejaring, negosiasi,
lobbying dan mendapatkan informasi untuk meningkatkan
kesehatan (Nies & mCewen, 2015).
Labonte (1994) dalam Stanhope & Lancaster (2016)
menyebutkan terdapat lima area pemberdayaan yaitu
interpersonal (personal empowerment), intragroup (small group
development), intergroup (komunitas), interorganizational
(coalition building), dan political action. Pemberdayaan dengan
model multivel seperti ini memungkinkan perawat komunitas
melakukan intervensi dalam cakupan mikro dan makro.
Proses pemberdayaan masyarakat memiliki tahapan yang
meliputi:
a) Tahap persiapan (Engagement)
Pada tahap engagement dilakukan persiapan awal atau
entry point proses pemberdayaan yang meliputi persiapan
sumber daya manusia, sarana serta lingkungan. Persiapan
yang di lakukan meliputi (1) Persiapan tenaga pemberdaya;
Tahap ini di tunjukan untuk menyamakan persepsi dan
pengetahuan antar anggota terutama jika tenaga petugas
memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. (2)
Persiapan lapangan; Pada tahapan ini perawat melakukan
pengkajian kelayakan pada daerah yang akan dijadikan
sasaran baik secara format maupun informal.Selain itu, pada
tahap ini,perijinan juga di lakukan.Akses relasi dengan tokoh
informal juga penting untuk di lakukan agar terjalin hubungan
yang baik dengan masyarakat.
b) Tahap pengkajian (Assesment)
Pengkajian dapat di lakukan terhadap individu (tokoh
masyarakat) atau kelompok-kelompok masyarakat dengan
menggunakan metode focus group discussion, curah
pendapat atau nominal group procces, perawat komunitas

18
melakukan identifikasi masalah mengenai kebutuhan
masyarakat. Masyarakat mulai di libatkan secara aktif agar
permasalahan yang dirasakan masyarakat benar-benar
berasal dari masyarakat sendiri. Setelah mendapatkan
permasalahan, perawat memfasilitasi masyarakat dalam
menyusun prioritas masalah akan di tindak lanjuti.
c) Tahap perencanaan Kegiatan (Designing)
Perawat komunitas melakukan proses penyusunan
perencanaan program pemberdayaan masyarakat pada
tahap designing. Perencanaan program dilakuikan aktif
bersama patisipasi masyarakat. Masyarakat tidak hanya
dituntuk untuk mengetahui permasalahan dan kebutuhannya
namun juga bekerja sama dengan perawat untuk menyusun
penanganan yang tepat dan sesuai. Diskusi di lakukan
perwakilan masyarakat dan perawat mengenai alternatif
program dan tujuan yang ingin di capai yang dapat di
lakukan oleh masyarakat dalam proses pemberdayaan.
Perawat bertugas sebagai fasilitator yang membantu
masyarakat berdiskusi bersama mengenai rencana program
dan menuangkannya dalam bentuk tertulis seperti
penyusunan proposal.
d) Tahap Implementasi (pelaksanaan program)
Tahap implementasi merupakan tahap npelaksanaan
program pemberdayaan masyarakat. Proses implementasi
yang baik harus di landasi kerja sama yang baik antara
perawat dan masyarakat maupun antar masyarakat. Hal ini
ditujukan agar proses pelaksanaan sesuai dengan
perencanaan yang telah di susun.
e) Tahap Evaluasi
Evaluasi dilakukan sebagai proses pengawasan dari
masyarakat dan perawat terhadap program yang sedang di
jalankan. Pada tahap nevaluasi, warga harus dilibatkan agar
terbentuk pengawasan secara internal dan dalam rangka
memandirikan masyarakat dengan memanfaatkan sumber

19
daya yang ada. Evaluasi diharapkan dapat memberikan
umpan balik yang berguna bagi perbaikan program.
f) Tahap terminasi (Disengagement)
Pada tahap terakhir ini terjadi pemutusan hubungan secara
formal dengan komunitas. Hal ini di lakukan karena
masyarakat telah mampu secara mandiri atau telah
mencapai waktu yang di tetapkan sebelumnya. Proses
terminasi tidak serta merta dilakukan secara mendadak
namun harus bertahap.Sehingga jika perawat belum
menyelesaikan dengan baik maka kontak dengan
masyarakat tetap di lakukan namun tidak secara rutin dan
akhirnya perlahan-lahan di kurangi kontrak dengan
komunitas sasaran.
d. Kemitraan (Partnership)
Kemitraan adalah hubungan kerja sama antara dua pihak
atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan dan saling
menguntungkan (memberikan manfaat) untuk mencapai tujuan
bersama berdasarkan atas kesepakatan.
Prinsip dan peran masing masing (Depkes RI, 2006).
Partnership atau kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama aktif
anatara perawat komunitas, masyarakat, maupun lintas sektor
dan program. Bentuk kegiatannya adalah kolaborasi, negosiasi
dan sharing dilakukan untuk saling menguntungkan (Stanhope
& Lancaster, 2016).
Partnership adalah intervensi keperawatan komunitas
dalam bentuk kerjasama dengan pihak terkait untuk membina,
mengawasi, dan mencegah permaslahan komunitas (Ervin,
2002). Pihak yang dapat dilibatkan dalam partnership adalah
pemerintah (Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Kelurahan),
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pihak swasta.
Bentuk kegiatan tersebut dapat berupa kerjasama. Program
dan dukungan dari pihak yang diajak kerjasama atau perawat.
Aktivitas kemitraan dapat membantu perawat dalam
mengubah komunitas resiko tinggi ke dalam realitas komunitas

20
yang berarti. Kemitraan dapat berarti jika perawat dapat
memenuhi tanggung jawab profesional untuk:
1) Mengidentifikasi dan menetapkan hubungan dengan klien.
2) Kolaborasi dengan komunitas dan pimpinan politik, wakil dari
pengguna, profesi dari bidang lain dan perawat lain atau
pekerja kesehatan (healt care worker).
3) Mempertahankan jaringan untuk memfasilitasi perubahan
informasi dan berbagai kekuatan dalam sisitem kesehatan.
4) Menjadi advokat bagi klien utama di komunitas.
Jenis dari kemitraan meliputi:
1) Kerjasama dengan konsumen (Consumery Advocacy)
Consumery Advocacy merupakan bentuk partnership
yang terjadi jika melihat kebijakan sumber pelayanan
kesehatan prioritas tertnggi ditunjukan untuk kebutuhan
klien. Consumery Advocacy juga diartikan sebagai upaya
pemecahan masalah lebih lanjut jika penyelesaian konflik
tidak konsisten dengan keinginan klien. Perawat diharapkan
melakukan advokasi jika kebutuhan kelompok beresiko tidak
tersedia di dalam program atau di dalam sistem pelayanan
kesehatan. Perawat dapat melakukan tidakan untuk
meningkatkan penyediaan dana, penyediaan waktu dari
profesi lain. Keterlibatkan klien dalam proses advokasi
sangat penting.
Multidisiplin kolaborasi sangat efektif untuk
mengidentifikasi dan mengkaji resiko kesehatan di
masyarakat yaitu:
a) Mengkaji kebutuhan kesehatan komunitas.
b) Menentukan populasi yang berisiko sakit, cacat,
kematian.
c) Merencakan program dan mengalokasikan sumber.
d) Mengidentifikasi isu-isu penelitian.
2) Membangun jejaring (Networking):
a) Mengumpulkan informasi tentang kebutuhan pelayanan
kesehatan mulai dari waktu (when), alasan (why) dan
cara (how). Menurunkan resiko kesehatan di

21
masyarakat dan dapat memfasilitasi perawat untuk
masuk ke masyarakat dan mengembangkan kerjasama
komunitas.
b) Meningkatkan dan mempertahankan hubungan
kerjasama dengan profesi lain dan memfasilitasi
terjadinya tipe kerjasama dengan multidisiplin.

B. Teori dan model keperawatan yang melandasi praktik


keperawatan komunitas
Perawat dalam melaksanakan praktiknya harus mengacu pada
model konsep dan teori keperawatan yang sudah ada konsep, teori
dan model keperawatan digunakan sebagai dasar dalam menyusun
kerangka kerja praktik keperawatan (Aligood, 2015). Berbagai model
kospetual keperawatan yang juga telah dikembangkan sebagai middle
range theory yang dapat dijadikan acuan menyusun kerangka kerja
praktik keperawatan komunitas antara lain:
1. Model community as partner (CAP) digunakan untuk mengkaji
berbagai jenis komunitas dengn luas wilayah, lokasi, dan sumber-
sumber yang dimiliki atau karakteristik populasi tertentu. CAP
terdiri dari tiga bagian yaitu:
a. Inti Komunitas ( The Community Core)
1) Sejarah ( History)
2) Data Demografi (demographic)
3) Suku dan budaya (Ethnicyty)
4) Nilai dan keyakinan (values and beliefs)
5) Persepsi (perception) yang terdiri dari persepsi masyarakat
terhadap kondisi ligkungan (merasa aman, nyaman, fasilitas
lengkap atau kurang): penilaian masyarakat terhadap
kekuatan dan kelemahan wilayah tempat tinggal mereka:
penilaian terhadap kondisi kesehatan masyarakat secara
umum dan apa masalah yang mungkin muncul.
b. Subsistem komunitas (The Community Subsystems)
1) Lingkungan fisik
2) Pendidikan
3) Keamanan dan transportasi

22
4) Politik dan pemerintahan
5) Pelayanan sosial dan pelayanan kesehatan
6) Komunikasi
7) Ekonomi
8) Rekreasi
Aplikasi teori CAP dalam keperawatan komunitas adalah sebagai
berikut:
a. Inti komunitas ( The Community Core)
1) Sejarah ( History)
a) Melakukan wawancara dengan TOMA/TOGA
b) Perubahan terjadi
c) Peristiwa atau kejadian yang berkaitan
2) Data demografi ( Demographic)
a) Komposisi penduduk
b) Kelompok umur
c) Jenis kelamin
3) Suku dan budaya ( Ethnicyty)
a) Pengamatan terhadap gaya hidup
b) Perilaku yang membudaya ( positif/negatif)
c) Bahasa yang digunakan
d) Perkumpulan yang ada
e) Penyelesaian masalah apakah antar entis atau
golongan khusus
4) Nilai dan keyakinan (Values and Beliefs)
a) Lakukan wawancara dan observasi bagaimana bentuk
interaksi di masyarakat
b) Adakah perilaku yang mempengaruhi kesehatan
individu, keluarga, kelompok atau masyarakat (misal:
narkoba)
b. Subsistem komunitas (The Community Subsystems)
1) Lingkungan fisik
Observasi ada fasilitas umum yang dipergunakan (lapangan
olahraga, warnet/wartel, bioskop, fasilitas ibadah)
2) Pendidikan
a) Kumpulkan data tentang tingkat pendidikan masyarakat

23
b) Keberadaan fasilitas pendidikan lengkap
3) Keamanan dan transportasi
a) Lakukan pengamatan dan observasi tentang alat
transportasi
b) Keamanan pemakai alat transportasi
c) Kecepatan kendraan yang digunakan
d) Keberadaan rambu-rambu lalu lintas
e) Kondisi jalan dan fasilitas
f) Apakah ada pos polisi atau satpam atau sistem
keamanan lingkungan
g) Adakah gangguan keamanana
4) Politik dan pemerintahan
a) Bagaimana kegiatan politik di wilayah tersebut
b) Adakah anggota masyarakat terlibat dalam kegiatan
politik
c) Bagaimana menyikapi perbedaan pendapat atau
golongan politik
5) Pelayanan sosial
a) Lakukan wawancara dan observasi pelayanan sosial
yang ada misalnya dengan LSM
b) Ketersedian fasilitas kesehatan
6) Komunikasi
a) Amati cara komunikasi diwilayah tersebut terhadap
keluarga ,lingkungan/masyarakat sekitar, aparat
pemerintah
b) Adakah masalah antar kelompok
c) Bagaimana car menyampaikn aspirasi
7) Ekonomi
a) Pendapatan rata-rata penduduk
b) Apakah keluarga memiliki tabungan
c) Mempunyai usaha tambahan
d) Apakah keluarga mempunyai kemapuan membeli alat
transportasi misal: motor/mobil
e) Adakah lokasi transaksi jual beli misal pasar dll

24
8) Rekreasi
a) Apakah ada tempat rekreasi
b) Apakah tempat rekreasi tersebut dimanfaatkan oleh
masyrakat
9) Persepsi
a) Bagaimana persepsi masyarakat terhadap kondisi
lingkungan
b) Penilaian masyarakat terhadap wilayahnya.
c. Penerapan Teori Model “Community As Partner” Pada Lansia
Model konseptual adalah sintesis seperangkat konsep dan
pernyataan yang mengintegrasikan konsep - konsep tersebut
menjadi suatu kesatuan. Model keperawatan dapat didefinisikan
sebagai kerangka pikir sebagai satu cara melihat keperawatan
atau satu gambaran tentang lingkup keperawatan.
Konsep model ini diperkenalkan oleh Anderson dan
Mc.Farlane, merupakan pengembangan dari model Neuman
yang menggunakan pendekatan totalitas manusia untuk
menggambarkan status kesehatan klien. Komunits sebagai
partner berarti bahwa kelompok masyarakat tersebut turut
berperan serta aktif meningkatkan kesehatan, mencegah dan
mengatasi masalah kesehatannya. Model ini sebagai panduan
proses keperawatan dalam pengkajian komunitas; analisa dan
diagnosa; perencanaan; implementasi komunitas yang terdiri
dari tiga tingkatan pencegahan; primer, sekunder, dan tersier,
serta program evaluasi (Stanhope & Lancester, 2016).
Fokus pada model ini komunitas sebagai partner dan
penggunaan proses keperawatan sebagai pendekatan. Neuman
memandang klien sebagai sistem terbuka dimana klien dan
lingkungannya berada dalam interaksi yang dinamis. Menurut
Neuman, untuk melindungi klien dari berbagai stressor yang
dapat mengganggu keseimbangan, klien memiliki tiga garis
pertahanan, yaitu fleksible lineof defense, normal line of
defense, dan resistance defense (lihat gambar 1).

25
Gambar 2.1 Community as Partners Model
Agregat klien dalam model community as partners ini
meliputi intra sistem dan ekstrasistem. Intrasistem terkait
adalah sekelompok orang-orang yang memiliki satu atau lebih
karakteristik (Stanhope & Lancaster, 2004). Agregat
ekstrasistem meliputi delapan subsistem yaitu komunikasi,
transportasi dan keselamatan, ekonomi, pendidikan, politik dan
pemerintahan, layanan kesehatan dan sosial, lingkungan fisik
dan rekreasi (Allender & Spradley, 2014).
Delapan subsistem dipisahkan dengan garis putus-putus
artinya sistem satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi.
Di dalam komunitas ada lines of resistance, merupakan
mekanisme internal untuk bertahan dari stressor. Rasa
kebersamaan dalam komunitas untuk bertanggung jawab
terhadap kesehatan contoh dari line of resistance.
Anderson dan Mc.Farlane (2007) mengatakan bahwa
dengan menggunakan model community as partner terdapat
dua komponen utama yaitu roda pengkajian komunitas dan
proses keperawatan. Roda pengkajian komunitas terdiri dari
dua bagian utama yaitu inti dan delapan subsistem yang
mengelilingi inti yang merupakan bagian dari pengkajian
keperawatan, sedangkan proses keperawatan terdiri dari
beberapa tahap mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.
Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara
lengkap dan sistematis terhadap masyarakat untuk dikaji dan

26
dianalisis sehingga masalah kesehatan yang dihadapi oleh
masyarakat baik individu, keluarga atau kelompok yang
menyangkut permasalahan pada fisiologis, psikologis dan
sosial ekonomi maupun spiritual dapat ditentukan.
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan suatu
proses tindakan untuk mengenal komunitas. Mengidentifikasi
faktor positif dan negatif yang berbenturan dengan masalah
kesehatan dari masyarakat hingga sumber daya yang dimiliki
komunitas dengan tujuan merancang strategi promosi
kesehatan. Dalam tahap pengkajian ini terdapat lima kegiatan,
yaitu : pengumpulan data, pengolahan data, analisis data,
perumusan atau penentuan masalah kesehatan masyarakat
dan prioritas masalah.
1) Pengumpulan Data
Tujuan : Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh
informasi mengenai masalah kesehatan pada masyarakat
sehingga dapat ditentukam tindakan yang harus diambil
untuk mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek
fisik, psikologis, sosial ekonomi dan spiritual serta faktor
lingkungan yang mempengaruhinya. Kegiatan pengkajian
yang dilakukan dalam pengumpulan data meliputi :
a) Data inti
(1) Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas
(2) Data demografi
(3) Vital statistic
(4) Status kesehatan komunitas
b) Data lingkungan fisik
(1) Pemukiman
(2) Sanitasi
(3) Fasilitas
(4) Batas-batas wilayah
(5) Kondisi geografis
c) Pelayanan Kesehatan dan Sosial
(1) Pelayanan kesehatan
(2) Fasilitas sosial (pasar, toko, swalayan)

27
d) Ekonomi
(1) Jenis pekerjaan
(2) Jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan
(3) Jumlah pengeluaran rata-rata tiap bulan
(4) Jumlah pekerja dibawah umur, ibu rumah tangga,
dan lanjut usia
e) Keamanan dan transportasi
(1) Keamanan
(2) Transportasi
f) Politik dan pemerintahan
(1) System pengorganisasian
(2) Struktur organisasi
(3) Kelompok organisasi dalam komunitas
(4) Peran serta kelompok organisasi dalam kesehatan
g) System komunikasi
(1) Sarana umum komunikasi
(2) Jenis alat komunikasi dan digunakan dalam
komunitas
(3) Cara penyebaran informasi
h) Pendidikan
(1) Tingkat pendidikan komunitas
(2) Fasilitas pendidikan yang tersedia (formal dan non
formal)
(3) Jenis bahasa yanhg digunakan
i) Rekreasi
(1) Kebiasaan rekreasi
(2) Fasilitas tempat rekreasi
2) Jenis Data
Jenis data secara umum dapat diperoleh dari
a) Data Subjektif
Yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau masalah
yang dirasakan oleh individu, keluarga, kelompok dan
komunitas, yang diungkapkan secara langsung melalui
lisan.

28
b) Data Objektif
Data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan,
pengamatan dan pengukuran.
3) Sumber Data
a) Data primer
Data yang dikumpulkan oleh pengkaji dalam hal ini
mahasiswa atau perawat kesehatan masyarakat dari
individu, keluarga, kelompok dan komunitas berdasarkan
hasil pemeriksaan atau pengkajian.
b) Data sekunder
Data yang diperoleh dari sumber lain yang dapat
dipercaya, misalnya : kelurahan, catatan riwayat
kesejatan pasien atau medical record. (Wahit, 2005).
4) Cara Pengumpulan Data
a) Wawancara atatu anamnesa
b) Pengamatan
c) Pemeriksaan Fisik
5) Pengolahan Data
a) Klasifikasi data atau kategorisasi data
b) Perhitungan prosentase cakupan dengan menggunakan
telly
c) Tabulasi data
d) Interpretasi data

C. Peran Perawat Komunitas


Petugas kesehatan yang merupakan bagian dari pusat kesehatan
masyarakat adalah tim kesehatan terdiri dari dokter umum, perawat
komunitas, bidan, dan tenaga kesehatan yang lain (Kemenkes RI,
2013). Petugas kesehatan selalu berupaya agar keluarga dan
masyarakat makin berdaya di bidang kesehatan. Disamping itu,
petugas kesehatan memotivasi, memfasilitasi, dan menggali artisipasi
aktif masyarakat di bidang kesehatan (Depkes RI, 2010). Dukungan
petugas kesehatan diberikan selain kepada pasien, keluarga pasien
juga dukungan kepada kader kesehatan. Selain itu diinformasikan

29
pada pasien dan keluarganya, terkait dengan petugas kesehatan yang
bersedia membantu dalam memberikan informasi khususnya.
Peran perawat merupakan suatu bentuk tindakan yang diharapkan
oleh penderita dan keluarga terhadap sesorang sesuai dengan
kedudukan dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan
sosial. Penerapan pada pengobatan dalam keperawatan komunitas ini
meliputi promosi kesehatan sebagai dukungan perilaku untuk
melakukan pengobatan pada pasien baik kepada keluarga dan
masyarakat. Keperawatan komunitas sebagai objek karena sasaranya
terdiri dari subjek dan objek, yang diartikan sebagai objek karena
sasarannya terdiri dari individu dari individu dan masyarakat.
Kepatuhan pasien dalam menyelesaikan program pengobatan pada
kasus reumatik merupakan sebagai prioritas paling penting untuk
mengendalikan program pengobatan. Peningkatan kepatuhan
pengobatan akan memberikan dampak positif bagi pasien yaitu,
mengurangi angka penularan, kekambuhan, menghambat
pertumbuhan kuman, mengurangi resistensi kuman terhadap obat, dan
mengurangi kecacatan pasien.
Peran perawat komunitas dalam hal ini adalah sebagai edukasi
kesehatan dalam rangka promosi kesehatan sehubungan dengan
kepatuhan berobat pasien TB merupakan salah satu peran perawat
komunitas CHN (Community Health Nurses). Perawat komunitas
sebagai petugas kesehatan selain memberi edukasi tentang penyakit
TB dengan menggunakan lembar balik bergambar, memasang poster,
membagikan brosur atau leaflet yaitu bahan informasi tertulis tentang
penyakit TB. (Beukes, Nolte, & Arries, 2010).
Perawat spesialis dianggap sebagai orang yang ahli dalam
bidangnya masing-masing yang dibekali dengan kemampuan dalam
memberikan advodkasi kepada klien, kepimpinan klinis dan
kemampuan dalam berkolaborasi dalam pelayanan kesehatan (Potter
& Perry, 2009). Perawat spesialis merupakan bagian integral dalam
pengelolaan baik dirumah sakit maupun di luar rumah sakit. Perawat
spesialis terutama memberikan konstribusi terhadap self management,
dimana dengan self management ini klien akan belajar untuk
melakukan pengontrolan yang lebih baik terhadap penyakitnya,

30
sehingga dapat meningkatkan status kesehatannya (Lovenman et al.,
2007).
Peran perawat spesialis adalah memberikan edukasi (pendidikan
kesehatan) tentang self management TB karena pendidikan kesehatan
tentang bagaimana mengelola pasien TB merupakan hal yang paling
penting dalam pengelolaan pasien (Peimani et al., 2010). Perawat
spesialis juga berperan dalam memberikan dukungan dan motivasi
secara adekuat kepada klien agar klien dapat melakukan dan
mempertahankan aktifitas self management dalam kehidupan sehari-
hari sehingga dapat tercapai pengontrolan dan memininalkan
terjadinya komplikasi.

D. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13
tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang dimaksud
dengan lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 tahun ke atas. Aspek kesehatan kelompok lansia
mengalami penurunan derajat kesehatan baik secara alamiah
maupun akibat penyakit (Kementrian Kesehatan RI, 2014).
Menurut organisasi kesehatan dunia, WHO (World Health
Organization) seseorang disebut lanjut usia (elderly) jika berumur
60-74 tahun. Berdasarkan pengertian lanjut usia secara umum,
seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun
keatas, batasan lanjut usia meliputi usia pertengahan (middle
age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly),
antara 60 sampai 74 tahun, lanjut usia tua (old), antara 75 sampai
90 tahun, usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun.
Menurut Azizah (Fatimah, 2010) lanjut usia atau lansia
adalah bagian dari proses tumbuh kembang, manusia tidak tiba-
tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa,
dan akhirnya menjadi tua. Lansia merupakan suatu proses yang
alami, semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan
masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana

31
manusia akan mengalami penurunan fisik, mental dan sosial
secara bertahap.
2. Batasan Umur Lansia
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam
Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi Lanjut usia adalah seseorang
yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas sedangkan
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia lanjut usia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45-59
tahun
b. Lanjut usia (elderly), antara 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old), antara 75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old), di atas 90 tahun (Bandiyah, 2009).
3. Karakteristik Lansia
Adapun karakteristik lansia yaitu berusia lebih dari 60 tahun
(sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan),
kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan bio-psiko-sosioal-spritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif dan lingkungan tempat tinggal
yang bervariasi (Maryam, 2010).
4. Tipe Lansia
Menurut Maryam (2010) Beberapa tipe lansia bergantung
pada pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisisk, mental, sosial,
dan ekonominya. Tipe tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan
menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan
memenuhi undangan.

32
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga
menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit
dilayani, pengkritik, dan banyak mulut.
d. Tipe pasrah
Memahami dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan
agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif,
tipe dependen (ketergantungan), tipe defensive (bertahan),
tipe militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat
kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa
(benci pada diri sendiri).
5. Penurunan fungsi pada lansia
Menurut (Arita, 2011) penurunan fungsi dan potensi
seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai
gangguan fisik seperti berikut.
a. Perubahan Otot
1) Berkurangnya masa otot.
2) Perubahan degenerative jaringan konektif.
3) Osteoporosis.
4) Kekuatan otot menurun.
5) Endurance & dan koordiansi menurun.
6) Mudah jatuh/fraktur.
b. Kulit
1) Proliferasi epidermal menurun.
2) Kelembaban kulit menurun.
3) Suplai darah ke kulit menurun.
4) Dermis/kulit menipis.
5) Kelenjar keringat berkurang di tandai dengan: kulit
kering, pigmentasi ireguler, kuku mudah patah, kulit
berkerut, elastisitas berkurang, sensivitas kulit menurun.

33
c. Pola tidur
1) Butuh waktu lebih lama untuk tidur.
2) Sering terbangun.
3) Mutu tidur kurang.
4) Lebih lama berada di tempat tidur.
d. Fungsi kognitif
1) Beberapa lansia menunjukan penurunan keterampilan
intelektual, tapi masih mampu mengembangkan
kemampuan kognitif.
2) Penurunan kemampuan mengingat/mengenali memori.
3) Tidak ada/jarang penurunan intelegensi.
e. Perubahan penglihatan
1) Kornea kuning/keruh.
2) Size pupil mengecil/atropi Ciliary Muscle
3) Atropi sel-sel fotoreseptor.
4) Penurunan suplai darah dan neurohn ke retina.
5) Pengkapuran lensa.
6) Konsekuensi: Meningkatnya sensivitas terhadap cahaya
silau, respon lambat pada perubahan cahaya, lapang
pandang menyempit, perubahan persepsi warna, lambat
dalam memproses informasi visual, sulit berkendara
pada malam hari.
f. Fungsi kardiovaskuler
1) Pengerasan pembuluh darah
2) Hipertropi dinding ventrikel kiri.
3) Vena tebal kurang elastis.
4) Peningkatan resistensi perifer.
5) Konsekuensi: Tekanan darah meningkat, berkurangnya
respon adaptif terhadap exercise, berkurangnya aliran
darah ke otak, Atherosclerosis dan Varicosis.
g. Perubahan fungsi respirasi
1) Otot-otot resptor melemah.
2) Kapasitas vital berkurang.
3) Berkurangnya elastisitas paru.
4) Alveoli melebar.

34
5) Dinding dada mengeras.
6) Konsekuensi: Meningkatnya penggunaan otot tertentu,
meningkatnnya energi yang dikeluarkan untuk respirasi,
menurunnya efisiensi pertukaran gas, menurunnya
tekanan oksigen arterial.
h. Perubahan fungsi saraf
1) Sukar bicara.
2) Gerakan otot.
3) Gangguan pengenalan seseorang.
4) Sukar tidur (insomnia).
5) Daya ingat lemah (demensia).
6) Parkinson (otot-otot kaku, menggeletar).

E. Konsep Lingkungan Sehat


Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan
lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara
manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari
manusia. Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan (HAKLI)
mendefinisikan kesehatan lingkungan sebagai suatu kondisi
lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang
dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung
tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia
(Mundiatum, 2015).
Kesehatan lingkungan merupakan kesehatan yang sangat
penting bagi kelancaran kehidupan pribumi, karena lingkungan adalah
tempat dimana pribadi tinggal. Lingkungan dapat dikatakan sehat
apabila sudah memenuhi syarat-syarat lingkungan yang sehat.
Kesehatan lingkungan yaitu bagian integral ilmu kesehatan
masyarakat yang khusus menangani dan mempelajari hubungan
manusia dengan lingkungan dalam keseimbangan ekologi. Jadi
kesehatan lingkungan merupakan bagian dari ilmu kesehatan
masyarakat. Terdapat 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut
WHO, yaitu :
1. Penyediaan air minum, khususnya yang menyangkut persediaan
jumlah air

35
2. Pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran,
termasuk masalah pengumpulan, pembersihan dan pembuangan
3. Pembuangan sampah padat
4. Pengendalian vektor, termasuk anthropoda, binatang mengerat
5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh perbuatan
manusia
6. Higiene makanan, termasuk hygiene susu
7. Pengendalian pencemaran udara
8. Pengendalian radiasi
9. Kesehatan Kerja, terutama pengaruh buruk dari faktor fisik, kimia
dan biologis
10. Pengendalian kebisingan
11. Perumahan dan pemukiman
12. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara
13. Perencanaan daerah dan perkotaan
14. Pencegahan kecelakaan
15. Rekreasi umum dan pariwisata
16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemik/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk
17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin
lingkunganTujuan Kesehatan Lingkungan, yaitu terciptanya
keadaan yang serasi sempurna dari semua faktor yang ada di
lingkungan fisik manusia, sehingga perkembangan fisik manusia
dapat diuntungkan, kesehatan dan kelangsungan hidup manusia
dapat dipelihara dan ditingkatkan.
Tujuan ini diperinci atas melakukan koreksi, yakni memperkecil
atas modifikasi terjadinya bahaya dari lingkungan terhadap kesehatan
dan kesejahteraan hidup manusia. Melakukan pencegahan dalam arti
mengefisienkan pengaturan sumber-sumber lingkungan untuk
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia serta
menghindarkannya dari bahaya.
Kesehatan lingkungan merupakan faktor yang penting dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu unsur
penentu atau determinan dalam kesejahteraan penduduk. Dimana
lingkungan yang sehat sangat dibutuhkan bukan hanya untuk

36
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk
kenyamanan hidup dan meningkatkan efisiensi kerja dan belajar.
Peran Lingkungan dalam menimbulkan penyakit:
1. Lingkungan sebagai faktor predisposisi (faktor kecenderungan)
2. Lingkungan sebagai penyebab penyakit (Penyebab langsung
penyakit)
3. Lingkungan sebagai media transmisi penyakit(Sebagai perantara
penularan penyakit)
4. Lingkungan sebagai faktor mempengaruhi perjalanan suatu
penyakit (Faktor penunjang)
Kesehatan lingkungan dapat dilihat dari berbagai segi,
tergantung dari mata angin yang ingin memulai. Kesehatan lingkungan
dari “frame-work” melalui konsep pendekatan ekologis yaitu dikenal
dengan “the nature of man environment relationship”, namun bagi
pendekatan tersebut kesehatan lingkungan dilihat sebagai kumpulan
program maupun kegiatan kesehatan dalam rangka upaya manusia
melalui teknologisnya menciptakan suatu kondisi kesehatan.
Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dibidang lingkungan
kita lebih menekankan sistem tersebut pada arti interaksi antar elemen
didalamnya. Bertitik tolak dari model timbangan Gordon, kemudian
dimodifikasikan pada suatu model lanjutannya dijelaskan oleh empat
faktor, yaitu:
1. Faktor penentu kahidupan atau life support
2. Aktifitas manusia atau man’s activites
3. Bahan buangan & residu karena kehadiran adan aktifitas manusia
(residues and wastes)
4. Gangguan lingkungan (environmental hazards)

37

Anda mungkin juga menyukai