Anda di halaman 1dari 87

2nd – 5th September

2019
SESI 04–
PERENCANAAN
JEMBATAN TERHADAP
GEMPA
SESI 04–
PERENCANAAN
JEMBATAN TERHADAP
GEMPA

LUKMAN MURDIANSYAH, ST, MT


- POLITEKNIK NEGERI PADANG
- PT REKAYASA PRATAMA KONSULTAN
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta diharapkan:
1. Mengetahui jenis-jenis kegagalan struktur jembatan akibat gempa.
2. Mengetahui jenis-jenis standar perencanaan terhadap beban gempa saat
ini.
3. Memahami prosedur analisis struktur jembatan terhadap beban gempa
berdasarkan SNI 2833:2016.
4. Mengetahui perkembangan teknologi seismic devices pada jembatan.
5. Mengetahui prosedur evaluasi kinerja jembatan eksisting akibat beban
gempa.
Urutan Materi Pelatihan:
1. Pendahuluan
2. Pembelajaran dari gempa terdahulu.
3. Jenis-jenis kerusakan struktur akibat beban gempa.
4. Standar-standar yang digunakan dalam perencanaan jembatan terhadap
beban gempa.
5. Prosedur perencanaan jembatan terhadap beban gempa.
6. Perhitungan beban gempa pada abutmen dan pilar.
7. Seismic devices pada jembatan: Isolasi seismik.
8. Metode evaluasi kinerja struktur jembatan eksisting terhadap beban
gempa.
Gempa merupakan salah satu dari beberapa beban yang bekerja pada
struktur. Banyak kerusakan dan kegagalan struktur yang terjadi pada
jembatan akibat gempa sehingga dalam perencanaan jembatan, beban
gempa harus dihitung secara tepat dan komponen-komponen struktur yang
direncanakan untuk memikul beban gempa harus direncanakan dengan baik.
No Gempa Pembelajaran Pasca Gempa

1. El Centro 1941, Ahli jembatan di California mulai mendesain jembatan dengan


Southern beban lateral (gempa) berdasarkan beban gempa El Centro
California (M6.9)
2. Prince Wiliam Terjadi banyak kerusakan pada struktur jembatan akibat
Sound 1964, kelongsoran. Namun tidak ada pembaruan pada Seismic Design
Alaska (M9.2) Criteria (NAS, 1973)
3. Niigata 1964 Banyak jembatan yang rusak, namun sama seperti gempa Alaska,
(M7.5) pembelajaran pasca gempa terfokus pada masalah geoteknik
(liquifaksi). (Wai Fah Chen and Lian Duan, 2014).
4 San Fernando Menyebabkan banyak struktur jembatan yang rusak. Sebagai
1971 (M6.6) respon terhadap gempa tersebut, dibentuk tim investigasi pasca
gempa (post earhtquake investigation team, PEQIT), memperbarui
kriteria desain seismik, membuat program retrofit pertama, diskusi
gempa tahunan (EERI, 1995a)
No Gempa Pembelajaran Pasca Gempa
5 Los Angles 1987 Banyak kejadian retak geser diagonal pada kolom-kolom
(M5.9) jembatan. Pasca gempa, Caltrans membuat program riset dan
screening program untuk retrofit kolom. Namun, sebelum
program tersebut selesai, pada tahun 1989 terjadi gempa Loma
Prieta yang memperparah krusakan pada jembatan beberapa
jembatan yang diretrofit.
6 Loma Prieta 1989 Pasca gempa ini terjadi, terdapat beberapa pelajaran penting:
(M6.9) • Tidak terjadi kerusakan yang berarti pada jembatan-jembatan
yang didesain setelah gempa San Fernando 1971.
• Gempa tersebut merupakan “Gempa Geoteknik” dengan
kerusakan serius terjadi pada jembatan-jembatan yang di
bangun pada kondisi tanah lunak (Zelinski, 1994).
No Gempa Pembelajaran Pasca Gempa
7 Northridge 1994 Pasca gempa ini terjadi, terdapat beberapa pelajaran penting:
(M6.7) • Dari data rekaman gempa pada stasiun pencatatan gempa Rinaldi
dan Pacoima Dam, para seismolog menyimpulkan bahwa near fault
effects berkontribusi terhadap kegagalan struktur jembatan yang
terjadi.
• Para ahli jembatan saat itu mulai mengkaji near fault efect terhadap
struktur jembatan.
• Jembatan-jembatan yang telah diretrofit tidak mengalami kerusakan
yang berarti pada saat gempa ini terjadi.
• Beberapa jembatan dengan pilar tinggi di bagian tengahnya
mengalami kegagalan karena pilar pendek tidak mampu menahan
perpindahan yang terjadi.
8 Kobe 1995 (M6.9) Percepatan gempa yang besar menghantam arah memanjang elevated
express way di pusat kota Kobe (EERI, 1995b; Chung et al., 1996;
Kawasima and Unjoh, 1997). Kejadian ini memperkuat argumen para ahli
bahwa efek near fault terhadap struktur sangat berbahaya. Pada saat
gempa ini terjadi, Jepang hanya mendesain struktur mereka dengan
beban gempa lepas pantai yang besar. Namun dari kejadian tersebut,
Jepang mendesain struktur mereka dengan menggunakan dua gempa
yaitu Great Kanto Earthquake dan large crustal earhtquake.
• Terjatuhnya girder dari dudukan girder (unseating) akibat
pergerakan pilar atau abutment sedangkan dimensi dudukan
Kerusakan Struktur Atas girder yang tersedia tidak cukup untuk mengakomodasi
deformasi yang terjadi pada pilar/abutmen.

• Salah satu penyebab kerusakan pada abutment adalah


Kerusakan Struktur penurunan tanah yang memicu terjadinya rotasi global struktur.
Bawah: Abutment dan • Kegagalan pada pilar secara umum disebabkan oleh kurangnya
tulangan confinement di daerah terjadinya sendi plastis dan
Pilar diskontinuitas tulangan lentur.

• Kerusakan pada sambungan terdiri dari kerusakan sambungan


Kerusakan pada antar girder dalam arah longitudinal jembatan seperti jembatan
Sambungan beton prategangan yang dibuat menerus dan kerusakan pada
join kepala pilar dan pilar (pilar tipe portal)

• Kerusakan pada fondasi terjadi akibat pembentukan sendi


Kerusakan pada Fondasi plastis terutama di ujung fondasi dekat pile cap.
Kegagalan bentang pada
jembatan Showa akibat liquifaksi
saat gempa Niigata 1964: tampak
areal jembatan (kiri) tampak
dekat keruntuhan dek (kanan).
(Courtesy: Kawashima.)

Pergerakan lateral struktur atas


jembatan Mercedes yang melintasi
rute 5 dekat Rancagua ketika
gempa Chile 2010, disebabkan oleh
tidak adanya diapragma ujung dan
penahan transversal. Terlihat
bahwa deformasi ekstrim terjadi
pada tulangan penahan gempa
vertikal. (photo: Ministerio de
Obras Públicas)
Kerusakan benturan: antara bentang-
bentang berdekatan di Interstate‐5
Santa Clara River, Los
Angeles ketika gempa Northridge
1994 (a) pada ujung abutment.
Nishinomiya Port in the 1995 gempa
Kobe (b). (NISEE, 2000.)

Abutment merosot dan kegagalan


rotasi pada jembatan Rio Bananito
ketika gempa Costa Rica 1990
: Observasi pasca gempa(a) dan sketsa
mekanisme kegagalan (b). (Priestley et
al., 1996.)
Kegagalan geser pilar
ketika gempa Chile
2010 pada jembatan
Juan Pablo
menyeberangi sungai
Bio-Bio, Concepción,
(photo: J. Arias).

Kegagalan lentur pada kolom, jembatan Bull Creek


Canyon Channel, gempa 1994 Northridge . (NISEE, 2000.)

Kegagalan confinement pada ujung pilar ketika gempa


Northridge 1994. (NISEE, 2000.)
Kegagalan lentur pada pangkal kolom jembatan Hanshin expressway, akibat kekurangan panjang
penyaluran tulangan dan kekurangan tulangan confinement ketika gempa Kobe 1995 : kegagalan yang
diamati (a) dan mekanisme kegagalan (b). (Courtesy: Kawashima.)
Kegagalan sambungan precast
Weak “knee” joints di China Basin Viaduct yang mengalami momen buka
girders di jembatan Napa River dan tutup ketika jembatan bergerak bolak-balik saat gempa (Elnashai
ketika gempa Loma Prieta dan Sarno, 2015)
1989, girder tertarik keluar
dari diapragma dan hampir
mengalami unseated.
(Elnashai dan Sarno, 2015).
Kegagalan pile penumpu jembatan beton bertulang
Kerusakan pondasi tiang pada Pier ketika gempa Loma Prieta 1989 (a) dan gempa Kobe
126 di Route 3 Expressway ketika 1995 (b). (NISEE, 2000.)
Gempa Kobe 1995. (Wai Fah Chen
dan Lian Duan, 2014).
 Peta Gempa yang termuat dalam SNI-03-1726-2002 dan SNI 2833-2008 adalah Peta
Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar dengan perioda
ulang 500 tahun atau mewakili kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun (Fahmi
Aldiamar, 2012).
 Peta gempa Indonesia 2010 yang telah diterbitkan dalam bentuk Surat Edaran Menteri
Pekerjaan Umum Nomor:12/SE/M/2010 meliputi peta percepatan puncak (PGA) dan
respon spektra percepatan 0.2 detik dan 1.0 detik di batuan dasar (SB) yang mewakili
tiga level hazard (potensi bahaya) gempa 500, 1000 dan 2500 tahun dengan
kemungkinan terlampaui 10% dalam 50 tahun, 10% dalam 100 tahun, dan 2% dalam 50
tahun (Fahmi Aldiamar, 2012).
 Berdasarkan hasil perbandingan masing-masing level gempa terhadap nilai annual rate
of exceedance (1/T), diketahui bahwa probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun
menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan probabilitas terlampaui 7% dalam 75
tahun. Hal ini menunjukkan bahwa probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun akan
memberikan nilai percepatan puncak dan respon spektra yang lebih besar
dibandingkan dengan probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun, sehingga disinyalir
perlunya pembuatan peta baru dengan probabilitas terlampaui 7% dalam 75 tahun
(Fahmi Aldiamar, 2012).

 Peta gempa dengan 7% terlampaui dalam umur rencana 75 tahun, dapat dilihat pada
peta gempa Indonesia 2017. Peta gempa ini digunakan dalam SNI 2833:2016.
• Jembatan harus dapat dilalui oleh semua jenis
Jembatan sangat kendaraan (lalu-lintas normal) dan dapat dilalui oleh
kendaraan darurat dan untuk kepentingan
penting keamanan/pertahanan segera setelah mengalami
gempa dengan periode ulang 1000 tahun

• Jembatan penting harus dapat dilalui oleh kendaraan


darurat dan untuk kepentingan keamanan/pertahanan
Jembatan penting beberapa hari setelah mengalami gempa rencana
dengan periode ulang 1000 tahun).

• Jembatan lainnya adalah jembatan yang masih dapat


dilalui kendaraan darurat dengan lalu-lintas yang
Jembatan lainnya terbatas setelah mengalami gempa rencana dengan
periode ulang 1000 tahun.
Dalam penetapan klasifikasi operasional jembatan, hal penting yang harus
diperhatikan adalah faktor lokasi jembatan. Jembatan-jembatan yang berada di
zona rawan tsunami, maka diklasifikasikan sebagai jembatan sangat penting,
sehingga harus didesain sesuai dengan klasifikasi sangat penting. Hal ini
disebabkan oleh ketika terjadi gempa kuat, jembatan harus bisa dilalui untuk
keperluan mitigasi tsunami.

Mengingat banyaknya wilayah pesisir Indonesia rentan terhadap bencana


tsunami, maka sangat disarankan jembatan-jembatan yang berada di wilayah
pesisir tersebut, didesain sebagai jembatan dengan klasifikasi sangat penting.
Kategori kinerja seismik menggambarkan variasi risiko seismik dan
digunakan untuk penentuan metode analisis, panjang tumpuan
minimum, detail perencanaan kolom, serta prosedur desain fondasi dan
kepala jembatan.
Gaya gempa rencana pada
bangunan bawah dan hubungan
antara elemen struktur
ditentukan dengan cara
membagi gaya gempa elastis
dengan faktor modifikasi respon
(R). Nilai R yang kecil (R = 0.8)
untuk hubungan elemen struktur
bangunan atas dengan kepala
jembatan bertujuan untuk
memastikan sambungan lebih
kuat dari pada komponen
struktur lainnya sehingga
transfer gaya dari struktur atas
ke struktur bawah dapat terjadi
ketika gempa terjadi.
• Metode spektra mode tunggal
Analisis Respon
• Metode beban merata
Spektrum • Metode spektra multimode

Analisis Riwayat • Analisis riwayat waktu


Waktu
1. Hitung perpindahan statik Vs(x) akibat beban
merata po (1 kN/m) seperti pada Gambar 19 dan
20.
2. Hitung faktor α, β, dan ϒ dengan menggunakan
formula.

3. Hitung periode alami jembatan

Catatan:
W(x) adalah beban mati tidak terfaktor pada
4. Dengan menggunakan periode alami jembatan (Tf)
bangunan atas dan bangunan bawah
dan spektrum yang sesuai tentukan koefisien
respons gempa elastis.
5. Hitung gaya gempa statik ekuivalen pe(x) sebagai :

6. Masukkan beban gempa statik ekuivalen pe(x) dan


hitung gaya-gaya yang terjadi.
1. Hitung perpindahan statik Vs(x) akibat beban
merata po (1 kN/mm) seperti pada dan
2. Hitung kekakuan lateral jembatan (K) dan total
berat (W) dengan menggunakan formula sebagai
berikut:

3. Hitung periode alami dengan menggunakan


persamaan: Catatan:
W(x) adalah beban mati tidak terfaktor pada
bangunan atas dan bangunan bawah (N/mm).
4. Hitung gaya gempa statik ekuivalen pe sebagai: L adalah panjang total jembatan (m).
Pe adalah gaya gempa statik ekivalen yang
mewakili ragam getar (N/mm).
C adalah koefisien gempa elastis.
Metode multimode harus dilakukan untuk menghitung respon struktur jembatan
dengan perilaku struktur kompleks dengan sistem struktur geometri, massa dan
kekakuan yang tidak beraturan. Ketidakberaturan ini menyebabkan coupling pada
tiga arah tegak lurus pada setiap ragam getar. Analisis harus dilakukan minimal
dengan metode analisis dinamis linear 3 dimensi.

Jumlah mode yang diperhitungkan minimal 3 kali jumlah bentang. Gaya dalam
pada komponen struktur serta deformasi struktur yang terjadi ditentukan dengan
memperhitungkan efek dari tiap-tiap mode yang berkontribusi. Respon total dari
suatu komponen struktur diperoleh dengan menggabungkan respon-respon dari
mode-mode berkontribusi dengan menggunakan aturan CQC (complete quadratic
combination) ataupun SRSS (squre root of sum of squares). Metode ini dapat
dilakukan dengan bantuan komputer.
Metode analisis riwayat waktu dilakukan untuk menghitung respon komponen dan
struktur jembatan dengan sistem struktur yang komplek. Untuk melakukan analisis
riwayat waktu diperlukan data percepatan gempa yang sesuai yang diperoleh dari:
1. Percepatan gempa buatan (artificial earthquake motion) yang sesuai dengan
kondisi lokal situs.
2. Rekaman percepatan gempa yang diskalakan menyesuaikan respon spektrum
desain di lokasi jembatan.

Paling sedikit digunakan 3 data percepatan gempa yang kompatibel dengan respon
spektrum situs struktur jembatan. Tiga komponen ortogonal (x, y dan z) gempa
rencana harus dimasukkan secara bersamaan saat melakukan analisis riwayat
waktu nonlinear. Perencanaan didasarkan pada pengaruh respon maksimum dari
tiga gempa masukan pada tiap arah utama. Bila terdapat 7 rekaman percepatan
maka perencanaan didasarkan pada respon rata-rata.
Jembatan dengan bentang tunggal di semua zona
gempa, gaya gempa rencana minimum pada
hubungan bangunan atas dan bangunan bawah
harus tidak lebih kecil dari perkalian As dengan beban
permanen struktur yang sesuai.
As = FPGA x PGA

Jembatan pada zona gempa 1 tidak diperlukan


analisis gempa rinci tanpa melihat klasifikasi
operasional dan geometri. Namun demikian, harus
memenuhi persyaratan minimum berupa
persyaratan panjang perletakan minimum.
Jembatan dengan bentang tunggal di semua zona
gempa, gaya gempa rencana minimum pada
hubungan bangunan atas dan bangunan bawah
harus tidak lebih kecil dari perkalian As dengan beban
permanen struktur yang sesuai.
As = FPGA x PGA

Jembatan pada zona gempa 1 tidak diperlukan


analisis gempa rinci tanpa melihat klasifikasi
operasional dan geometri. Namun demikian, harus
memenuhi persyaratan minimum berupa
persyaratan panjang perletakan minimum.
Layout memanjang jembatan

Suatu sistem struktur jembatan tiga bentang dengan


kategori kepentingan penting dan layout memanjang
serta dimensi abutment diperlihatkan pada gambar
di atas dan samping. Tentukanlah gaya gempa
rencana pada abutmen jika diberikan data-data Dimensi abutment
perencanaan sebagai berikut:
Respon spektra di permukaan tanah di lokasi jembatan
Jembatan pada contoh 1 direncanakan dengan sistem pilar yang terdiri dari 6
kolom. Tentukanlah besar gaya gempa yang bekerja pada pilar untuk arah
longitudinal dan transversal jembatan jika diketahui data-data berikut:
Persyaratan detailing dibuat untuk memastikan transfer gaya
dari satu komponen struktur ke komponen struktur lainnya
dapat terjadi pada struktur saat dibebani, terutama pada saat
gempa kuat terjadi. Semua komponen dan sambungan harus
mampu menahan pengaruh beban gempa yang ditetapkan
sesuai dengan alur gaya yang direncanakan.
• Luas tulangan longitudinal tidak boleh kurang dari 0.01 Ag dan lebih besar dari 0.04 Ag.
• Kolom harus mampu menahan gaya geser yang terjadi, untuk daerah ujung, nilai kekuatan geser
material beton kolom harus memenuhi:

• Kapasitas tulangan geser harus memenuhi persyaratan kekuatan sebagai berikut:


Komponen struktur baja harus diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu daktail dan
elastik. Berdasarkan karakteristik struktur jembatan, perencana dapat menggunakan salah
satu dari tiga opsi untuk strategi perencanaan gempa yaitu:
• Tipe 1 : desain bangunan bawah daktail dengan bangunan atas elastis. Tipe struktur 1
menggunakan konsep pembentukan sendi plasti pada struktur bawah sehingga
pembentukan sendi plastis terjadi pada struktur bawah, misalnya di pilar.

• Tipe 2 : desain bangunan bawah elastis dengan bangunan atas daktail. Tipe struktur 2
menggunakan konsep terjadinya plastifikasi pada bagian struktur atas yaitu di diapragma.
Diapragma direncanakan untuk mengalami plastifikasi ketika gempa kuat terjadi.

• Tipe 3 : desain bangunan atas elastis dan bangunan bawah dengan mekanisme fusi
pada permukaan antara bangunan atas dan bangunan bawah. Tipe bangunan 3
menggunakan konsep perencanaan isolasi sistem struktur atas dengan struktur bawah
dengan menggunakan isolasi seismik.
Material baja yang digunakan harus sesuai dengan spesifikasi standar perencanaan jembatan baja
RSNI T-03-2005.
Untuk komponen yang bersifat
elastik, perbandingan lebar
terhadap tebal penampang tidak
melebihi batas rasio (λr)
sebagaimana ditentukan dalam
Tabel 12. Untuk komponen
daktail,
perbandingan lebar terhadap
tebal penampang tidak melebihi
batas rasio (λp ) sebagaimana
ditentukan dalam Tabel 12.
Titik las yang terletak di daerah inelastis pada komponen daktail harus
dibuat las penetrasi penuh. Las penetrasi sebagian tidak diperbolehkan
di daerah sendi plastis. Sambungan tidak diperbolehkan di daerah
inelastis pada komponen daktail.
Lateral stopper harus disediakan pada konstruksi jembatan untuk
membatasi pergerakan struktur atas agar tidak terjatuh dari
dudukannya.
Kriteria penerimaan kinerja struktur jembatan yang didesain dengan pendekatan desain gempa
berdasarkan gaya (forced based seismic design) untuk menyerap dan mendisipasi energi dengan cara
pembentukan sendi plastis di bagian-bagian tertentu pada elemen struktur jembatan.

Isolasi seismik pada jembatan bisa digunakan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada struktur
jembatan dengan cara mereduksi gaya gempa yang masuk ke struktur.
Konsep dasar penggunaan isolasi seismik adalah menggeser
periode getar alami struktur sehingga gaya gempa yang
bekerja pada struktur berkurang. Namun, hal yang menjadi
perhatian dalam penggunaan isolasi seismik adalah masalah
deformasi. Ketika periode getar struktur besar, maka deformasi
akan besar. Namun hal ini bisa diantisipasi dengan menaikkan
redaman pada sistem isolasi.
• Simplified Method
Metode ini digunakan pada jembatan dengan mode dasar dominan dan tidak terjadi
deformasi kopel pada arah tegak lurus.
• Single Mode Spectral Method
Metode ini digunakan pada jembatan dengan mode dasar dominan dan tidak terjadi
deformasi kopel pada arah tegak lurus, pada prosedur ini, properti elastis ekivalen yaitu
kekakuan linear efektif dihitung pada desain perpindahan dan digunakan
merepresentasikan kekakuan isolator nonlinear. Gaya gempa statik ekivalen diperoleh
dari perkalian koefisien gempa elastis dan beban mati struktur atas yang ditumpu oleh
isolation bearing.
• Multimode Spectral Method
Prosedur ini menggunakan respon spektra percepatan tanah redaman 5% dengan
modifikasi sebagai berikut:
 Isolation bearing direpresentasikan dengan nilai kekakuan efektifnya
 Respon spektrum dimodifikasi untuk memasukkan efek redaman yang lebih besar
yang berasal dari sistem isolasi.
• Analisis Riwayat Waktu
Analisis riwayat waktu harus dilakukan untuk sistem isolasi dengan rasio redaman lebih
besar dari 30% dan periode efektif lebih besar dari 3 detik. Sistem isolasi harus
dimodelkan menggunakan hubungan gaya-deformasi nonlinear yang diperoleh dari hasil
pengujian. Jumlah percepatan gempa yang digunakan minimal adalah 3 dengan 3
komponen ortogonal digunakan dalam analisis.
Lead Core Rubber (LCR) Friction Pendulum
Friction Pendulum Lead Core Rubber (LCR)
Kebutuhan terhadap evaluasi
kinerja struktur jembatan eksisting
menjadi menjadi salah satu isu Metode Evaluasi Jembatan Eksisting yang Sering
penting di Indonesia yang Digunakan
disebabkan oleh:
• Banyaknya kejadian gempa besar
terjadi di Indonesia akhir-akhir Analisis Riwayat Waktu
ini.
• Pemutakhiran peta gempa
Indonesia. Modal Pushover Analysis (MPA)
• Banyaknya jembatan yang
dibangun sebelum peta gempa
pada SNI 2833:2016 dibuat.
Time history analysis (THA): Modal Pushover Analysis:
• Metode ini adalah metode yang paling • Metode ini dikenal baik karena
baik dalam evaluasi kinerja struktur saat kemampuannya dalam mendeteksi
ini (elastis dan inelastis) karena bisa perilaku inelastis struktur.
mendeteksi mekanisme kerusakan pada • Bisa memperhitungkan efek higher
struktur pada setiap tahapan analisis. modes terhadap respon struktur.
• Diperlukan minimal 3 data percepatan • Diperlukan kurva respon spektrum
gempa dengan masing-masing data yang sesuai dengan kondisi tanah di
percepatan tersebut terdiri dari lokasi jembatan yang diamati, data ini
percepatan arah longitudinal, horizontal bisa diperoleh dari SNI 2833:2016.
dan vertikal (SNI 2833:2016). Data
• Waktu yang diperlukan untuk analisis
percepatan gempa tersebut harus
relatif lebih cepat jika dibandingkan
memiliki karakteristik yang sesuai
dengan respon spektrum di lokasi
dengan THA.
jembatan yang ditinjau.
• Data-data rekaman percepatan gempa
di Indonesia masih sangat terbatas. Berdasarkan pertimbangan-
• Dibutuhkan waktu yang cukup lama pertimbangan tersebut, maka MPA
untuk menganalisis struktur dengan banyak digunakan sebagai “tool” untuk
THA. evaluasi kinerja struktur jembatan
terhadap beban gempa.
Puslitbang jalan dan Jembatan melakukan evaluasi kinerja jembatan dengan pendekatan
pushover pada tahun 2011. Jembatan yang dievaluasi adalah jembatan Penggaron di Jawa
Tengah. Metode yang digunakan adalah metode Nonlinear Static Pushover (NSP)
berdasarkan FEMA-273 dan dibandingkan dengan Nonlinear Time History Analysis. Dari
analisis yang dilakukan, pada arah longitudinal diperoleh selisih nilai displacement demand
sebesar 39.05% dari perbandingan kedua metode tersebut. Sedangkan pada arah
transversal jembatan diperoleh hasil perbandingan 52.76%.
Studi kasus MPA dilakukan pada jembatan Wreksodiningrat, Propinsi Yogyakarta. Jembatan
yang dievaluasi adalah jembatan pelengkung beton bertulang dengan panjang 2 bentang
samping masing-masing 35m dan panjang bentang tengah 75m. Jembatan ini dievaluasi
terhadap beban gempa terbaru SNI 2833:2016.
Tahapan dalam melakukan MPA adalah sebagai berikut:
1. Lakukan analisis modal linear untuk mendapatkan mode shapes {φn} dan periode alami struktur (Tn).
2. Lakukan pushover analysis untuk mendapatkan kurva gaya geser (Vb) vs. Perpindahan pada titik
kontrol (udn) untuk tiap-tiap mode yang berkontribusi. Beban yang diterapkan berasal dari beban
mati, beban hidup dan beban dorong yang dihitung dengan persamaan :
Sn*  mn (a)

3. Sederhanakan kurva Vbn-udn menjadi bilinear dan konversikan kurva-kurva tersebut ke dalam format
ADRS (Sa vs Sd) dengan persamaan:
V udn
Sa  bn* Sd  (b)
Mn  ndn

4. Hitung spectra displacement demand (Sd) di titik kontrol menggunakan metode Capacity Spectrum
Method.
5. Lakukan langkah 2-4 untuk menentukan spectra displacement demand untuk tiap-tiap mode yang
berkontribusi. Sd maksimum akibat beban gempa ditentukan dengan mengkombinasikan Sd untuk
tiap-tiap mode dengan metode CQC atau SRSS.
6. Konversikan Sd maksimum dari tahap 5 ke dalam format perpindahan udn untuk mendapatkan
perpindahan maksimum struktur dengan Persamaan (b.1).
Transverse Direction Point Control 429
Period MPF
Mode MMPR
Second kN.m
1 0.845 -76.205 0.697
9 0.235 17.489 0.037
10 0.223 18.427 0.041
13 0.186 -23.266 0.065
42 0.077 -17.819 0.038
99 0.068 15.261 0.028
Total 0.905

Mode-mode yang diperhitungkan adalah mode-mode yang memiliki nilai modal


mass participation ratio (MMPR) besar dari 1% dan total MMPR mencapai 90%.
Salah satu isu penting dalam melakukan MPA yang akan berpengaruh terhadap hasil
analisis adalah penentuan titik kontrol untuk mengamati perpindahan struktur yang
terjadi akibat beban gempa yang diterapkan pada struktur.
Kurva pushover (capacity curve) untuk tiap-tiap mode berpengaruh diplotkan secara
bersamaan dengan respon spektra demand dengan format Sd-Sa. Dari capacity curve
dan demand curve ini akan ditentukan respon struktur (perpindahan) pada masing-
masing titik kontrol untuk tiap-tiap mode berpengaruh dengan metode Capacity-
Demand-Diagram Method yang dikembangkan oleh Chopra dan Goel.
0.25 0.230
Transverse Direction Point Control 429
Period MPF Displacement 0.2

Deformation (m)
Mode MMPR 0.150 0.200 0.153
Second kN.m (m)
0.15
1 0.845 -76.205 0.697 0.200 0.135
0.130
9 0.235 17.489 0.037 -
0.1
10 0.223 18.427 0.041 -
13 0.186 -23.266 0.065 -0.002 0.05
42 0.077 -17.819 0.038 0.000
99 0.068 15.261 0.028 - 0
Total (SRSS) 0.200 0 35 70 105 140
Deck Coordinate (m)
MPA NTHA

Pola perpindahan struktur di titik kontrol untuk setiap mode dikombinasikan dengan
aturan SRSS untuk memperoleh respon perpindahan struktur. Pada studi ini, respon
struktur dibandingkan dengan analisis nonlinear time history analysis (NLTHA). Dari
analisis yang dilakukan, diperoleh selisih displacemend demand (arah transversal
jembatan) antara MPA dan NL-THA sebesar 13.1%.

Anda mungkin juga menyukai