Antiretroviral (ARV) adalah obat HIV–AIDS yang berfungsi mengurangi varemia dan
meningkatkan jumlah sel-sel CD4+. Meskipun tidak untuk menyembuhkan, ARV meningkatkan
harapan hidup ODHA (orang dengan HIV–AIDS). Terapi ARV mengubah HIV-AIDS dari
penyakit “mematikan” menjadi penyakit “kronis”. Penyakit kronis tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dikendalikan seperti diabetes, hipertensi, dan asma. ARV efektif menekan replikasi
HIV di dalam tubuh ODHA, karena ARV langsung melawan HIV sehingga memperpanjang
umur ODHA. ARV bekerja melawan infeksi dengan cara memperlambat reproduksi HIV dalam
tubuh melalui pengurangan viraemia, (jumlah HIV dalam darah) dan meningkatkan jumlah sel
CD4+, (sel darah putih yang penting bagi sistem kekebalan tubuh) (KPAN, 2010).
1. Menurunkan jumlah virus (viral load) dalam darah sampai tidak terdeteksi dan
mempertahankannya, sehingga akan meningkatkan sistem imun
2. Memperbaiki kualitas hidup
3. Mencegah infeksi oportunistik
4. Mencegah progresi penyakit
5. Mengurasi transmisi kepada yang lain
6. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV
Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4 (bila tersedia) dan
penentuan stadium klinis infeksi HIV-nya. Hal tersebut adalah untuk menentukan apakah
penderita sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum. (Prayuda, 2015) :
Rekomendasi :
1. Infeksi HIV telah dikonfirmasi dengan hasil tes positif yang tercatat
2. Memiliki indikasi medis dan tidak memulai ART jika tidak memenuhi indikasi klinis
3. Mengulangi pemeriksaan CD4 dalam empat bulan jika memungkinkan
4. Pasien yang memenuhi kriteria dapat memulai di pelayanan kesehatan
5. Jika infeksi oportunistik telah diobati dan kondisi sudah stabil
6. Terapi ARV biasanya akan diberikan oleh dokter pada semua pasien dengan jumlah CD4
<350 sel/mm3 tanpa memandang stadium klinisnya
7. Terapi ARV dianjurkan kepada semua pasien dengan TB aktif, ibu hamil, koinfeksi
Hepatitis B tanpa memandang CD4
KEBERHASILAN ARV
Disiplin pribadi yang tinggi dalam mengkonsumsi ARV dan pola hidup sehat. Dalam terapi ARV
ada 5 jenis kepatuhan yaitu (Prayuda, 2015) :
1. Patuh dengan jenis obat yang tepat yang sudah ditentukan oleh pihak medis
2. Patuh akan cara minum obat yang tepat
3. Patuh dengan waktu minum obat yang tepat
4. Patuh dengan dosis yang tepat
5. Patuh dengan masa terapi yang tepat : terapi ARV seumur hidup, tidak mengenal jeda
Berikut efek samping ketidakpatuhan terapi ARV menurut Depkes RI, 2014 :
PENCEGAHAN HIV/AIDS
1. Absen hubungan seksual - tidak melakukan hubungan seksual. Pencegahan ini terutama bagi
mereka yang belum pernah berhubungan seks atau belum menikah. Pesan inti dari
pencegahan tipe A ini yaitu agar perilaku tersebut dipertahankan selama mungkin sampai
menemukan pasangan tetap atau menikah.
2. Berlaku saling setia - hanya melakukan hubungan seksual dengan satu orang dan saling setia.
Sekalipun kita sudah pernah berhubungan seks, jika kita hanya berhubungan seks dengan
orang yang juga hanya berhubungan seks dengan kita, maka HIV bisa dicegah. Tentu saja
dengan catatan, baik kita atau pasangan tidak melakukan perilaku lain yang juga dapat
menularkan HIV seperti: memakai narkoba suntik atau menerima transfusi darah yang sudah
tercemar HIV.
3. Cegah dengan kondom - apabila salah satu pasangan sudah terkena HIV atau tidak dapat
saling setia, gunakan kondom. Hal ini juga berlaku jika kita atau pasangan melakukan
perilaku berisiko lain seperti memakai narkoba suntik. Kondom merupakan alat berbahan
dasar latex yang berfungsi mencegah kehamilan dan penularan IMS serta HIV.
4. Hindari Narkoba/NAPZA, hindari penggunaan jarum suntik secara bergantian dan tidak steril
DAFTAR PUSTAKA
KPAN. 2010. Strategi dan Rencana Aksi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS KPA.
Depkes RI.
Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang
Dewasa. Jakarta. Ditjen PP & PL. Depkes RI. 2014
Prayuda, M. R. (2015). Pencegahan dan Tatalaksana HIV / AIDS HIV / AIDS Prevention and
Treatment. Jurnal Agromed Unila, 2(3).
Konvensi ILO.158 Tentang Pemutusan Hubungan Kerja. Konvensi ILO 111. Tentang
Diskriminasi dalam Pekerjaan dan jabatan Konvensi ILO 100 tentang Kesetaraan Upah dan
Konvensi ILO.155 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lihat Juga rekomendasi
ILO.No.200 Tahun 2005.