PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan lebih difokuskan pada
peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan kesehatan, sehingga tidak
hanya terfokus pada pemulihan atau penyembuhan penyakit. Rumah
Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan tingkat rujukan berperan penting
mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkomitmen dalam upaya
promotif dan preventif dalam mencegah dan mengurangi risiko kesehatan
yang dihadapi Pasien, Keluarga Pasien, SDM Rumah sakit, pengunjung
rumah sakiy dan masyarakat, serta menjaga tetap dalam keadaan sehat.
Penyelenggaraan PKRS mengedepankan upaya-upaya promotif dan
preventif, dengan tidak mengesampingkan tindakan kuratif dan
rehabilitatif, sehingga seluruh aspek pelayanan kesehatan dapat terlaksana
secara efektif dan efisien dan dapat menciptakan pelayanan yang berkualitas
sesuai dengan standar.
Penyelenggaraan PKRS sangat membutuhkan komitmen dari seluruh
pemangku kepentingan, dalam rangka merubah perilaku Pasien, Keluarga
Pasien, SDM Rumah Sakit, Pengunjung Rumah Sakit, dan Masyarakat
Sekitar Rumah Sakit untuk mencegah terjadinya penyakit berulang karena
perilaku yang sama, mencegah dan mengurangi risiko terjadinya penyakit,
serta menjaga agar tetap dalam keadaan sehat, dengan berperilaku
hidup bersih dan sehat. Oleh karena itu penyelenggaraan PKRS perlu
didukung dengan regulasi, kebijakan, kelembagaan, tenaga, sumber dana,
sarana dan prasarana yang memadai, sehingga penyelenggaraan Promosi
Kesehatan akan berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan Rumah
Sakit, patien safety, dan terpenuhinya hak-hak pasien dan menciptakan
rumahsakit sebagai tempat kerja yang sehat.
B. TUJUAN
1) Memberikan acuan kepada Rumah Sakit dalam penyelenggaraan
C. RUANG LINGKUP
Pelayanan Promosi Kesehatan Rumah Sakit Bogor Medical Center
ditujukan kepada petugas, klien, pengunjung, keluarga klien dan masyarakat
sekitar Rumah Sakit.
D. BATASAN OPERASIONAL
Berdasarkan kebijakan nasional Promosi Kesehatan yang tertuang
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Promosi Kesehatan Rumah Sakit. Promosi kesehatan
dilaksanakan dalam bentuk pengembangan kebijakan public yang
berwawasan keseharan, penciptaan lingkungan yang kondusif, penguatan
gerakan masyarakat, pengembangan individu dan penataan kembali arah
pelayanan kesehatan. Promosi kesehatan dilakukan dengan strategi
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Tenaga pengelola PKRS yang kompeten dan sesuai dengan jumlah kapasitas
tempat tidur Rumah Sakit
1. Adanya tenaga pengelola PKRS yang ditetapkan oleh Kepala atau
Direktur Rumah Sakit. Jumlah minimal tenaga pengelola PKRS
berdasarkan kapasitas Tempat Tidur (TT) Rumah Sakit yaitu :
a. jumlah TT <100 : minimal 2 orang
b. jumlah TT 101-300 : minimal 4 orang
c. jumlah TT 301-700 : minimal 6 orang
d. jumlah TT > 700 : minimal 10 orang
2. Kompetensi yang harus dimiliki oleh pengelola PKRS adalah
sebagai berikut :
a. Kompetensi teknis pengelola PKRS meliputi kompetensi bidang
Promos Kesehatan, yaitu kemampuan merencanakan PKRS,
advokasi, komunikasi dan edukasi pada Pasien dan Keluarga
Pasien, Promosi Kesehatan berkelanjutan, penggerakan
masyarakat, pembuatan dan pengembangan media Promosi
Kesehatan.
b. Kompetensi dibuktikan dengan ijazah/sertifikat pelatihan.
C. PENGATURAN JAGA
Pelaksanaan Promosi Kesehatan pada pasien dan keluarga dapat dilakukan
dengan cara professional dalam bidangnya melatih tenaga kesehatan untuk
menjadi edukator sehingga dapat memberikan pelayanan Pendidikan kepada
pasien dan keluarga kapanpun mereka membutuhkan.
A. DENAH RUANGAN
lemari
kursi
l
e
Meja komputer m
a
r
i
kursi
B. STANDAR FASILITAS
Adanya sarana dan prasarana untuk pelaksanaan PKRS paling sedikit terdiri
atas :
a. Ruangan pengelola 1 ruangan
b. Ruangan edukasi / penyuluhan 1 ruangan
c. Laptop 1 set
d. LCD Proyektor 1 set
e. Layar proyektor 1 set
f. Portable sound system 1 set
g. Food model 1 set
h. Fantom anatomi 1 set
i. Fantom gigi 1 set
j. Biblioterapi 1 set
k. Papan informasi 1 set
A. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pemberdayaan masyarakat, yang merupakan upaya membantu atau
memfasilitasi sasaran, sehingga memiliki pengetahuan, kemauan, dan
kemampuan untuk mencegah dan atau mengatasi masalah kesehatan yang
dihadapinya. Berbagai metode pemberdayaan masyarakat yang dapat
dilalukan di Rumah Sakit pada sasaran, antara lain berbentuk pelayanan
konseling terhadap :
1. Bagi pasien dan Keluarga Pasien di rawat inap maupun rawat jalan dapat
dilakukan beberapa kegiatan pemberdayaan Pasien seperti konseling di
tempat tidur (disebut juga bedside health promotion), diskusi kelompok
(untuk penderita yang dapat meninggalkan tempat tidur) terhadap
upaya peningkatan kesehatan terhadap penyakit yang diderita,
biblioterapi (menyediakan atau membacakan bahan-bahan bacaan bagi
Pasien). Konseling penggunaan obat, alat bantu, dan sebagainya.
Pemberdayaan keluarga Pasien misalnya konseling terhadap diagnosa
penyakit yang diderita Pasien, diskusi kelompok dengan
mengumpulkan Keluarga Pasien dalam upaya meningkatan hidup sehat.
Pelaksanaan pemberdayaan Pasien dan Keluarga Pasien dalam
konseling/edukasi dicatat dalam rekam medis dan dilaksanakan oleh
B. ADVOKASI
Advokasi dibutuhkan apabila dalam upaya memberdayakan sasaran
PKRS membutuhkan dukungan dari pihak-pihak lain, sepert dalam rangka
pelaksanaan Promosi Kesehatan yang terintegrasi perlu dibuat kebijakan
oleh direktur atau kepala Rumah Sakit tentang pelaksanaan Promosi
Kesehatan terhadap hasil asesmen Pasien, Keluarga Pasien, SDM Rumah
Sakit, Pengunjung Rumah Sakit, dan Masyarakat Sekitar Rumah Sakit.
Selain itu diperlukan juga dukungan kebijakan antara lain kelembagaan,
organisasi, tenaga, sarana dan prasarana. Contoh lainnya yaitu untuk
mengupayakan adanya kebijakan lingkungan Rumah Sakit yang tanpa asap
rokok, pengaturan tentang sampah baik sampah medis dan sampah non
medis, serta kebijakan terhadap hasil asesemen yang ditemukan pada
sasaran dan lain sebagainya, perlu melakukan advokasi kepada wakil-wakil
rakyat dan pimpinan daerah atau pemangku kepentingan lainnya
untuk diterbitkannya peraturan / kebijakan yang berkomitmen dalam
pelaksanaan PKRS seperti tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang
mencakup di Rumah Sakit, kebijakan mengharuskan seluruh SDM Rumah
Sakit menerapkan PHBS, kebijakan pelaksanaan PKRS harus dilaksanakan
pada setiap unit / intalasi yang terintegrasi dan didukung oleh tenaga
profesional, dana sarana dan prasarana, dan lain sebagainya.
Beberapa metode dalam advokasi antara lain lobby, seminar,
sosialisasi, dan workshop. Dalam melakukan advokasi juga harus didukung
dengan data dan informasi terhadap keadaan situasi Rumah Sakit.
C. KEMITRAAN
Baik dalam pemberdayaan masyarakat maupun advokasi,
prinsip-prinsip kemitraan harus ditegakkan. Kemitraan dilaksanakan atas dasar
bahwa pelaksanaan Promosi Kesehatan yang baik tidak dapat dilaksanakan
oleh Rumah Sakit itu sendiri, melainkan melibatkan banyak unsur dan
sektor terkait, sehingga tujuan Promosi Kesehatan dapat merubah
perilaku dapat tercapai. Kemitraan dikembangkan berdasarkan
kebutuhan Promosi Kesehatan. Pengelola PKRS harus bekerjasama
Klinik edukasi Ya
Kebutuhan
edukasi
Pulang Tidak
Poliklinik
Rawat inap
Proses Ya Pengkajian
edukasi kebutuhan
edukasi
Tidak
Evaluasi re
edukasi/ tidak
Diizinkan
pulang
Pulang
BAB V
A. PENINGKATAN MUTU
Materi pendidikan atau penyuluhan
1. Materi pendidikan dapat dibagi menjadi tiga kategori utama, yaitu :
a. Bahan tertulis, secara praktis bahan tertulis dapat didistribusikan
secara bebas bagia semua orang untuk diambil dan digunakan sesuai
keperluan.
b. Bahan audio visual, Materi ini tidak tersedia secara mudah untuk
digunakan di rumah kecuali disiarkan di radio atau televisi.
c. Bahan lainnya, sumber dari bahan materi ini adalah peralatan-
peralatan dan materi-materi yang digunakan pelayanan kesehatan
untuk meningkatkan pengajaran.
2. Sumber bahan materi edukasi
a. Unit Promosi Kesehatan Rumah Sakit memiliki wewenang untuk
memproduksi bahan tertulis secara luas yang tersedia secara gratis.
b. Pada materi - materi tertentu juga diproduksi oleh pemerintah,
Lembaga Swadaya Masyarakat, yayasan dan organisasi ahli.
c. Bahan ini biasanya diproduksi secara menarik dan baik, sesuai
dengan kebutuhan dari target populasi.
3. Kualitas dari bahan materi edukasi
a. Kualitas presentasi dan ketepatan serta kesesuaian isi sangat
bervariasi di semua jenis materi edukasi.
b. Bahan yang secara teknis tidak baik dapat memberikan pemahaman
yang salah.
c. Materi audiovisual dari kualitas yang baik akan lebih efektif untuk
digunakan.
d. Informasi harus up to date atau diperbaharui setiap saat dan tepat.
4. Produksi local bahan materi edukasi kesehatan
a. Perencanaan
B. KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan pasien (patien safety) merupakan sebuah system yang
dijumpai di Rumah Sakit dimana Rumah Sakit membuat suatu asuhan yang
bertujuan untuk membuat klien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang
disebabkan oleh kesalahan yang tidak diharapkan terjadi. Sistem keselamatan
klien meliputi pengenalan resiko, identifikasidan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko klien, pelaporan dan analisis, tindak lanjut dan
implementasi solusi untuk meminimalkan resiko (Depkes 2008).
Tujuh standar keselamatan pasien (Panduan nasional Keselamatan
Patien Safety, 2008) diantaranya : hak pasien, mendidik pasien dan keluarga,
keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan, penggunaan metoda-
metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien, peran kepemimpinan dalam meningkatkan
keselamatan pasien, dalam hal ini komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk
mencapai keselamatan pasien.
Unit Promosi Kesehatan berperan dalam melindungi, melakukan
promosi dan mencegah terjadinya sakit dan injury, mengurangi penderitaan
melalui diagnose dan pengobatan, serta melindungi dalam perawatan terhadap
individu, keluarga, komunitas dan populasi (ANA, 2003).
Manajemen resiko untuk meminimalkan resiko dalam pemberian
pelayanan, meliputi ;
1. Kepatuhan terhadap standar pelayanan (SOP)
BAB VI
KESELAMATAN KERJA
BAB VII
PENCATATAN DAN PELAPORAN
PEDOMAN PELAYANAN PKRS BMC Mayapada Hospital
32
Kegiatan Unit PKRS dilakukan dengan pendataan kegiatan pelayanan,
pendokumentasian, pengelolaan sediaan bahan edukasi dan segala sesuatu yang
berkaitan dengan sumber daya manusia dalam Unit PKRS yang berkaitan dengan
unit pelayanan lain.
A. Monitoring
Unit PKRS melakukan monitoring pencapaian pemberian edukasi berdasarkan
asesmen kebutuhan edukasi pasien yang di dokumentasikan.
B. Evaluasi
Hasil monitoring di evaluasi untuk mengetahui sejauh mana pencapaian
pemberian edukasi.
C. Tindak Lanjut
Hasil dari evaluasi dilakukan perencanaan tindak lanjut guna tercapainya tujuan
dari Promosi Kesehatan Rumah Sakit.
BAB VIII
MONITORING DAN EVALUASI
PEDOMAN PELAYANAN PKRS BMC Mayapada Hospital
33
Materi Monitoring dilaksanakan oleh tenaga pelaksana PKRS untuk
memantau pelaksanaan PKRS agar sesuai dengan yang diharapkan dan apabila
tidak sesuai dapat sedini mungkin menemukan dan memperbaiki hambatan
dalam pelaksanaan. Monitoring dilaksanakan segera setelah melaksanakan
kegiatan Promosi Kesehatan sampai berakhir pelaksanaan karena dengan
dilakukannya monitoring akan dapat dilakukan perbaikan, perubahan orientasi,
atau desain dalam sistem pelayanan PKRS, bila diperlukan, untuk menyesuaikan
strategi komunikasi dan pesan - pesannya, berdasarkan temuan dalam
monitoring. Monitoring dilaksankan oleh petugas yang melaksanakan Promosi
Kesehatan itu sendiri.
Kegiatan monitoring PKRS antara lain mencakup pengamatan tentang :
1. Apakah kebijakan sudah tersosialisasi pada seluruh sasaran, pedoman /
panduan / prosedur kerja (SPO) dimengerti dan sudah sesuai dengan
sasaran.
2. Asesmen Pasien apakah sudah dilaksanakan dan dicatat pada rekam medis.
3. komunikasi apakah sudah memuat secara detail sesuai dengan sasaran,
mudah dipahami dan kecukupan media apakah tersedia seperti poster,
lembar balik, leaflet, media luar ruang, media elektronik, dsb.
4. Kegiatan edukasi seperti konseling, bibilo therapi, penyuluhan kelompok
penyuluhan massa, diskusi kelompok, kunjungan rumah dan lain sebagainya,
frekuensi dan waktu pelaksanaanya apakah sudah mencukupi.
5. Kecukupan tenaga dan pelatihan apakah sudah sesuai dengan jumlah
sasaran.
Hasil evaluasi dilaporkan kepada Kepala atau Direktur Rumah Sakit, kepala
dinas kesehatan pemerintah daerah provinsi / kabupaten / kota, dan
Kementerian Kesehatan sekurang kurangnya setiap 6 bulan.